Bangunan yang ada di pojok alun-alun barat itu kantor

Luas alun-alun Serang ini sekitar satu hektar. Di bagian alun-alun Barat terdapat bangunan tanpa dinding, bentuknya memanjang dengan pondasi ditinggikan dengan atas limasan. Di bagian barat daya dan barat laut terdapat bangunan bertingkat tanpa dinding yang disebut Pancaniti.

Pada umumnyua ciri utama kota-kota Islam adalah kehadiran unsur-unsur tetap seperti istana, masjid (sebagai sarana ritual religius), lapangan dan pasar dalam tata letak berpola umum kota-kota islam di Indonesia. Pada tahun 1808 keraton Surosowan dihancurkan, pusat pemerintahan dipindahkan ke keraton Kaibon. Tahun 1828 pusat pemerintahan dipindahkan ke Serang. Kemungkinan kehadiran salah satu komponen tetap perkotaan Islam, yakni alun-alun tetap dipertahankan walaupun pusat pemerintahan dipindahkan.

Alun-alun biasanya berfungsi sebagai tempat berkumpul rakyat untuk mendengarkan pengumumam Sultan, tempat latihan prajurit, tempat pertunjukan kesenian. Dengan kata lain, alun-alun merupakan tempat aktivitas sosial.
Alun-alun Serang terbagi menjadi dua wilayah, yakni Alun-alun Timur dan Alun-alun Barat. Alun-Alun Timur memiliki fungsi yang pada umumnya sebagai sarana berolahraga. Di Alun-alun Timur terdapat Lintasan Lari, Lapangan Basket, Lapang bola voli, lintasan refleksi. Berikut adalah gambar dari Alun-alun Timur.

Tidak jauh dari Alun-alun Timur juga terdapat sebuah Gedung Olah Raga Maulan Yusuf Serang. GOR ini biasanya digunakan masyarakat sebagai tempat untuk berlatih bulu tangkis. Sedangkan Alun-alun Barat pada umumnya berfungsi sebagai sarana untuk acara pemerintahan seperti Upacara peringatan HUT RI, dan lain-lain. Alun-alun Barat memiliki arsitektur yang megah dan mewah.

Selain itu, alun-alun Barat juga memiliki Taman-taman yang cukup rindang dan nyaman. Di taman-taman ini biasanya terdapat tempat duduk yang sengaja disediakan bagi para pengunjung sehingga bisa bersantai-santai di tempat ini. Alun-alun Barat juga dilengkapi dengan sarana Mushola pada bagian Pancaniti, karenanya tidak heran jika masyarakat sekitar menjadikan Alun-Alun Barat sebagai sarana hiburan keluarga di kota Serang.Pancaniti ini juga seringkali dibilang dengan istilah pendopo oleh beberapa orang.

Koropak.co.id, 20 September 2022 07:03:52

Eris Kuswara

Koropak.co.id, Jakarta - Sejak ribuan tahun lalu, masyarakat Asia Tenggara sudah mengenal sistem pelayaran dan perdagangan. Bahkan ada istilah yang menyebutkan bahwa nenek moyang Nusantara adalah seorang pelaut, hingga kata-kata tersebut juga sampai dibuat menjadi lagu untuk anak-anak.

Istilah nenek moyang Nusantara adalah seorang pelaut itu juga didukung dengan keadaan wilayah Indonesia khususnya lautannya yang lebih luas dibandingkan dengan daratannya.

Selain itu, pelayaran para nenek moyang Nusantara pada masa lampau juga bisa dikatakan ekstrem, karena menggunakan perahu yang tidak bisa dikatakan besar bahkan kecil untuk mengarungi sebuah samudra yang luas.

Namun dalam pelayarannya ke timur, para pedagang dan pelaut Nusantara di zaman bahari justru bisa mencapai Hawaii dan Selandia baru yang berjarak lebih dari 2.000 mil. Sementara itu, secara geografis, letak kepulauan Nusantara juga sangat strategis dalam konteks perdagangan laut internasional, karena terletak di antara dunia barat dan dunia timur. 

Indonesia juga memiliki letak yang strategis dikarenakan terletak di tengah-tengah kawasan barat dan timur. Bahkan selama berabad-abad, Indonesia mampu mengontrol Selat Malaka sebagai kunci perdagangan laut antara barat dan timur. Seperti yang diketahui dalam perkembangannya, Selat Malaka berhasil dikuasai oleh kerajaan di Nusantara yakni Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. 

Bahkan, produknya berupa cengkeh, pala, kayu cendana, kayu sapan, kamper, hingga pernis, berhasil mendapatkan pasaran sejak zaman Romawi dan Han. Tak hanya itu saja, banyak bukti tentang perdagangan maritime yang dilakukan oleh bangsa Indonesia pada masa lalu. 

Terutama kerajaan-kerajaan di Nusantara yang mempunyai kota pelabuhan besar seperti Kerajaan Sriwijaya yang juga dikenal sebagai Negara Maritim dikarenakan letaknya yang strategis. Pada rentang abad ke-7 s.d ke-9, Kerajaan Sriwijaya ikut andil dalam Perdagangan Internasional. 

Saat itu, Kerajaan Sriwijaya memegang peranan penting dalam perdagangan Asia. Hal itu dibuktikan dengan kunjungan dari para pedagang Tiongkok yang akan berlayar ke Timur Tengah dan India begitu pun sebaliknya ke pelabuhan-pelabuhan Sriwijaya. 

Di masa lalu juga, banyak kerajaan yang berlomba-lomba dalam memenuhi kepentingan ekonomi dan kemakmurannya selain mengandalkan apa yang mereka miliki saat itu yakni bercocok tanam, beternak hewan baik yang ada di perairan ataupun di daratan dan masa itu pun disebut dengan masa perdagangan Nusantara.

Oleh karena itulah, untuk memenuhi dan melebihkan pundi-pundi kekayaannya, kerajaan-kerajaan saat itu melakukan perdagangan. Namun awalnya perdagangan tersebut hanya dilakukan di sekitaran daerah Nusantara saja, akan tetapi lama kelamaan meluas hingga ke wilayah Asia yang dalam konteks notabenenya bukan wilayah kekuasaan kerajaan Nusantara.

Selain itu, dikarenakan Indonesia saat itu belum terbentuk menjadi suatu Negara, maka kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara pun memiliki pemimpin dan sistem pemerintahan sendiri. Kemudian juga mereka memiliki cara bagaimana mereka bisa mengurus dan memenuhi kebutuhan bagi masyarakatnya. 

Salah satunya Kerajaan Sriwijaya yang letaknya dekat dengan laut. Oleh karena itulah kerajaan tersebut dijuluki juga sebagai Negara Bajak Laut yang memenuhi kebutuhannya dengan dunia kemaritiman. Selain itu juga, ada kerajaan yang berada di pedalaman, yakni Kerajaan Majapahit yang dikenal sebagai Kerajaan Agraris namun meluas hingga memanfaatkan dunia kemaritiman. 

Masing-masing kerajaan itu pastinya memiliki penghasilan yang berbeda dengan kerajaan lainnya. Contohnya Kerajaan Sriwijaya yang kaya dari hasilnya yang berasal dari kelautan. Sedangkan Kerajaan Majapahit, memiliki suatu komoditas yang berasal dari daratan.


Baca: Bogor, Berawal dari Ibu Kota Kerajaan Padjadjaran

Selain dari perbedaan wilayah antara laut dengan darat, ada juga perbedaan teritorial yang menghasilkan perbedaan komoditas antar kerajaan, seperti daerah yang dekat pantai, darat, pegunungan, atau hutan-hutan. Maka dari itulah, dengan perbedaan yang mencolok tersebut, terbentuklah perbedaan komoditas yang dimiliki masing-masing kerajaan.

Perbedaan itu juga membuat adanya jiwa untuk bertukar barang yang dimiliki dengan kerajaan lain. Bahkan hal ini juga terjadi di luar kerajaan yang ada Nusantara hingga menciptakan perdagangan yang bersifat nasional hingga internasional. 

Di sisi lain, kerajaan besar di Nusantara memiliki kekuatan terhubung secara politik. Sehingga, kerajaan yang besar dan kuat itu tentunya akan menguasai wilayah-wilayah yang luas di Nusantara hingga mampu mengontrol politik wilayah sekitarnya. 

Hubungan kerajaan adigdaya di Nusantara dengan kerajaan dibawahnya juga hanya berlangsung dalam bentuk hubungan hak dan kewajiban yang saling menguntungkan. Kerajaan besar pun memiliki kuntungan berupa pengakuan simbolik seperti kesetiaan dan pembayaran upeti berupa barang yang digunakan kerajaan dan untuk diperdagangkan skala internasional. 

Sedangkan keuntungan yang didapatkan kerajaan kecil adalah perlindungan dan rasa aman, sekaligus kebanggaan atas hubungan tersebut. Jika kerajaan besar sudah tidak bisa memberikan rasa aman, kebanyakan kerajaan kecil biasanya akan melakukan pembangkangan dan berpindah ke kerajaan besar lainnya. Hubungan tersebut semakin mengukuhkan Nusantara sebagai negara kepulauan yang dipersatukan oleh kekuatan politik dan dagang.

Sementara itu, Vadime Elisseeff dalam bukunya "The Silk Roads: Highways of Culture and Commerce (2000)" menuliskan bahwa sejak abad ke-5, Indonesia sendiri sudah dilintasi jalur perdagangan laut antara India dan China. Diketahui, jalur perniagaan dan pelayaran melalui laut tersebut dimulai dari Cina menuju Kalkuta, India. 

Di mana jalur itu juga melalui Laut Cina Selatan kemudian Selat Malaka. Setelah sampai India, jalur itu kemudian berlanjut ke Teluk Persia melalui Suriah. Jalur perdagangan pun berlanjut ke Laut Tengah melalui Laut Merah sampai ke Mesir menuju Laut Tengah. 

Melalui Selat Malaka, Indonesia terlibat jalur perdagangan dalam hal rempah-rempah. Posisi Indonesia juga dinilai cukup strategis dan memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Oleh karena itulah, Indonesia menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting pada jalur perdagangan Timur Tengah dan semenanjung Arab dengan Selat Malaka.

Jauh sebelum kedatangan bangsa Barat, para pedagang Nusantara sudah memperdagangkan rempah-rempah yang berasal dari Banda, dan Maluku, ke pelabuhan-pelabuhan di sepanjang Nusantara hingga sampai ke India dan Afrika. Wilayah perdagangan Asia Tenggara pada masa itu juga terkenal sangat ramai. 

Sehingga membuat beragam komoditas pun diperdagangkan, mulai dari rempah-rempah, porselen, sutra, sampai dengan budak-budak zanggi dari Afrika. Di Nusantara, berbagai komoditas yang menyebar di Asia Tenggara itu juga kemudian tersebar hingga ke Cina, Jazirah Arab, Eropa, bahkan Afrika. 

Menariknya, sebelum mengenal uang, pada masa itu alat yang digunakan sebagai alat penukaran adalah kerang, manik-manik, moko atau genderang, dan belincung atau cangkul bermata dua.

Barulah pada abad ke-9 s.d ke-16, beberapa Kerajaan Nusantara secara resmi mengeluarkan uang logam yang terbuat dari emas, timah, perak, serta tembaga. Saat itu, maraknya perdagangan pun bisa diketahui dari banyaknya peredaran uang tembaga kasha yang dibawa oleh pedagang Cina di Nusantara.

Seiring berjalannya waktu, rempah-rempah pun kemudian berhasil menjadi komoditas utama perdagangan di Nusantara. Bahkan, rempah-rempah jugalah yang menjadi penarik bangsa Eropa untuk datang ke bumi Nusantara.

Silakan tonton berbagai video menarik di sini: