Belajar di waktu kecil Bagai mengukir di atas batu lirik

Belajar di waktu kecil Bagai mengukir di atas batu lirik

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, sedangkan belajar sesudah besar bagai melukis di atas air. Pepatah itu seringkali kita dengar untuk menggambarkan bagaimana pelajaran yang diberikan pada anak usia dini akan melekat dalam benak mereka sampai usia dewasa.

Oleh karena itu Sosialisasi Mitigasi Bencana selain diberikan kepada orang dewasa, PVMBG Badan Geologi pun memfokuskan pada an

ak usia sekolah. Anak-anak di wilayah rawan bencana diajarkan bagaimana mereka menyadari kondisi tempat tinggalnya dan berdamai dengan hal tersebut. Mengerti apa yang harus dilakukan, bisa mandiri bertindak apabila terjadi hal yang tidak diinginkan dan tentu saja kompromi dengan alam adalah yang terbaik.

Sosialisasi gempa bumi dan tsunami berikut dilaksanakan di SDN 6 Sarongan, Kec. Pesanggaran, Banyuwangi. Kegiatan diikuti oleh anak didik kelas 4,5 dan 6 sebanyak 50 anak. Selain itu juga dihadiri oleh 8 orang guru, perwakilan dari PGRI, K3S dan Koordinator Wilayah Kerja Dinas Pendidikan Kab. Banyuwangi. Daerah Sarongan, Rajekwesi ini adalah daerah yang terdampak tsunami pada tahun 1994. Anak didik dan guru guru sangat antusias mengikuti pemaparan materi, game (permainan) dan simulasi jika terjadi gempa bumi.

Penulis : Titan roskusumah S. Sos

Belajar di waktu kecil Bagai mengukir di atas batu lirik

Kumpulan Lirik Syair Sholawat ada di Facebook. Untuk terhubung dengan Kumpulan Lirik Syair Sholawat, masuk ke Facebook.

Belajar di waktu kecil Bagai mengukir di atas batu lirik

Kumpulan Lirik Syair Sholawat ada di Facebook. Untuk terhubung dengan Kumpulan Lirik Syair Sholawat, masuk ke Facebook.

Belajar di waktu kecil Bagai mengukir di atas batu lirik

Belajar di waktu kecil Bagai mengukir di atas batu lirik

Ibuku sangat suka dengan lagu-lagu qosidah. Lirik-lirik lagu qosidah itu biasanya berkisah tentang ajaran-ajaran yang baik. Aku dulu sih kurang begitu suka dengar melodi lagu qosidah karena menurutku agak berbau dangdut padahal sebenarnya beda sih, jaman kecil aku paling alergi ama lagu dangdut hehehehe. Tapi mungkin karena sering mendengar jadinya beberapa lirik lagu qosidah masih aku ingat sampai sekarang.

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu...
Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu...
Belajar sesudah dewasa, laksana mengukir di atas air...
Belajar sesudah dewasa, laksana mengukir di atas air...

Jangan sedih yatim piatu, tiada punya ayah dan ibu...
Jangan sedih yatim piatu, tiada punya ayah dan ibu...
Tapi sedihlah tak punya ilmu, jalan yang mana yang mana hendak dituju...
Tapi sedihlah tak punya ilmu, jalan yang mana yang mana hendak dituju...

Nah syair lagu di atas sangat membekas di ingatanku, karena Ibuku dulu sering banget muter kasetnya :). Apa sih maksud dari lagu diatas?

Belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu.
Otak anak kecil itu sangat cepat untuk menangkap sesuatu, meniru dan mempelajari, anak kecil juga punya ingatan yang masih sangat baik. Oleh karena itu apabila sesuatu dipelajari sejak kita kecil maka akan selalu membekas di ingatan kita...yang diibaratkan dengan mengukir di atas batu. Ukiran di batu kan memang awet, begitu juga dengan ingatan yang terbentuk sejak masa kecil. Oleh karena itu ajarilah anak-anak kita dengan segala sesuatu yang baik supaya mereka juga bisa tetap mengingat ajaran yang baik itu dan arahkan untuk berperilaku yang baik pula. Insya Allah kebaikan yang ditanamkan sejak dini akan berpengaruh ke perilaku anak-anak itu kelak jika mereka dewasa.

Belajar sesudah dewasa, laksana mengukir di atas air.
Mempelajari sesuatu saat kita sudah dewasa tidak semudah pada saat kita kecil dulu, karena otak orang dewasa itu sudah terisi dengan berbagai masalah dan persoalan. Jadi akan lebih susah untuk konsentrasi dan mengingat sesuatu dibandingkan anak kecil. Tapi bukan berarti belajar sesudah dewasa akan sia-sia, tetap manusia harus terus belajar dan belajar sampai mati. 

Jangan sedih yatim piatu, tiada punya ayah dan ibu.
Banyak anak-anak yang tidak punya orang tua lagi dan wajar apabila mereka sedih saat melihat anak-anak lain yang terlihat bahagia dengan ayah dan ibunya. Namun ketiadaan orang tua bukanlah halangan untuk mendapatkan kebahagiaan. Disini juga merupakan ladang amal yang luas untuk orang-orang yang mau beramal kepada anak yatim piatu. Jadi anak-anak yatim piatu itu akan tetap bisa menggapai cita-citanya dengan bantuan dari orang-orang yang mau beramal buat mereka (anak-anak yatim piatu tersebut).

Tapi sedihlah tak punya ilmu, jalan yang mana yang mana hendak dituju.
Selagi kita masih bisa bernafas kita harus terus berusaha menuntut ilmu, ilmu apa saja yang baik buat kehidupan kita, ilmu yang tentu saja tidak bertentangan dengan ajaran agama. Tanpa ilmu, manusia akan tertatih meniti kehidupannya. Pedagang makanan itu punya ilmu memasak dan memasarkan dagangannya dan tentu saja dia melalui proses belajar memasak dan proses berdagang. Ustadz itu punya ilmu agama yang bisa diajarkannya ke orang lain, tapi tentu saja Ustadz tersebut masih harus terus belajar dan belajar. Profesi apapun tetap harus belajar, karena untuk bisa maju...manusia itu harus terus belajar.

Wih pagi-pagi udah mengupas lagu qosidah hehehe... Tulisan diatas sih menurut aku pribadi lho. Kan beda orang kadang beda mengartikannya.

You're Reading a Free Preview
Page 2 is not shown in this preview.