Berapa lama voc bertahan di indonesia

Jakarta -

Seratus tahun pertama berdirinya VOC diisi dengan kesuksesan dari meraup untung di nusantara dan Asia. Manajemen VOC di bawah De Heren XVII berhasil mencetak laba yang berharga.

Kelak, di seratus tahun kedua pendiriannya, VOC mengalami kemunduran perlahan hingga bangkrut pada 1799. Apa penyebab keruntuhan VOC?

Penyebab Runtuhnya VOC

Tidak Sukses di Bidang Militer

Dikutip dari Kepulauan Rempah-Rempah oleh M. Adnan Amal, kesuksesan VOC di bidang niaga tidak berbanding lurus dengan kesuksesan di bidang militer terhadap bangsa lain.

Pasal 34 dan 35 hak oktroi menyatakan bahwa siapa pun kecuali VOC dilarang melayari lautan antara Tanjung Harapan sampai Selat Magellan. Tetapi kenyataannya, kapal-kapal Inggris, Portugis, dan Spanyol masih leluasa berlayar di perairan tanpa kontak senjata berarti.

Kesuksesan militer VOC menghadapi bangsa Eropa pesaing di antaranya hanya terjadi saat mengusir orang Portugis dari Maluku pada 1605. Tetapi keberhasilan ini sebagian besar dipengaruhi kekuatan pribumi di sana.

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Praktik korupsi jamak dilakukan pejabat rendah bergaji sekitar 16-24 gulden hingga pejabat puncak seperti gubernur jenderal yang bergaji sekitar 700 gulden. Sebagian besar gubernur jenderal menjadi orang kaya setelah berhenti dari VOC.

Contoh, Gubernur Jenderal Van Hoorn melakukan praktik nepotisme dengan menggantikan mertuanya, mantan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn pada 1794. Ia kembali ke Belanda sebagai jutawan dengan membawa lebih dari 10 juta gulden, kendati bergaji resmi sebagai gubernur jenderal 700 gulden per bulan.

Gubernur Kepulauan Ambon Alexander Cornabe juga melakukan praktik korupsi saat menjabat pada 1780-1793. Ia dinyatakan bersalah di Batavia atas ketekoran di pemeriksaan kas daerah. Saat menyerahkan kekuasaan kepada Inggris pada 1796, Cornabe juga mengambil uang pemerintahan sebesar 25.000 gulden.

Praktik korupsi di VOC juga mencakup penyelundupan barang ekspor, mark up nota pembelian, sogokan penerimaan pegawai, dan pembuatan laporan keuangan palsu. Praktik ini memicu istilah keruntuhan VOC sebagai Veergan Onder Coruptie (VOC), yang artinya "rontok karena korupsi".

Masalah Keuangan dan Kekuasaan

VOC harus mengalami banyak pengeluaran untuk biaya peperangan yang berlangsung lama, seperti perang melawan Sultan Hasanuddin dan pasukan Gowa. Perang dapat berlangsung bertahun-tahun karena terus mendapat perlawanan dari pribumi dan ulama. Peperangan tersebut, di samping soal komoditas rempah-rempah, juga terkait dengan kekuasaan wilayah dan orang pribumi yang dapat dipekerjakan dan dijadikan pasukan tambahan.

Daerah kekuasaan VOC yang luas juga berbuntut pada besarnya biaya gaji yang harus dibayar pada banyak karyawan di berbagai daerah jajahan. Sementara itu, pembayaran dividen bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC berkurang dari perdagangan sejak sekitar tahun 1780-an.

Persaingan Dagang

VOC juga kesulitan mempertahankan hegemoni dengan bertambahnya saingan dagang di Asia. Dua bangsa pesaing terbesar VOC saat itu adalah Inggris dengan East Indian Company dan Prancis.

Perubahan Politik di Belanda

Sistem monopoli yang dijalankan VOC sudah tidak sesuai dengan keadaan Hindia Belanda pada masa itu. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf (1795) yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.

Kerugian VOC dari usaha dagang juga diperparah dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabatnya. Contoh, residen-residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi dengan harga rendah dan dijual pada VOC dengan harga tinggi. Kerugian yang dialami menyebabkan VOC tidak dapat lagi menyetor ke kas negeri Belanda.

Pemerintah kerajaan di bawah King William V kelak menilai VOC tidak perlu dipertahankan lagi. Berdasarkan Grondwet (UUD Republik Bataaf) pasal 249, tanggal 17 Maret 1799, dibentuk Dewan Penyantun Hak Milik Belanda di Asia untuk mengambil alih semua tanggung jawab dan utang VOC. Pengambilalihan VOC oleh kerajaan Belanda diumumkan secara resmi di Batavia, 8 Agustus 1799.

Pada 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan, serta hak miliknya berada di bawah penguasaan kerajaan Belanda di Nederland. VOC bangkrut dengan utang 136,7 juta Gulden dan kekayaan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Nah, itu dia penyebab keruntuhan VOC yang berakhir tahun 1799. Selamat belajar, detikers!

Simak Video "Podium Perdana Maverick Vinales Bersama Aprilia"



(twu/nwy)


Page 2

Jakarta -

Seratus tahun pertama berdirinya VOC diisi dengan kesuksesan dari meraup untung di nusantara dan Asia. Manajemen VOC di bawah De Heren XVII berhasil mencetak laba yang berharga.

Kelak, di seratus tahun kedua pendiriannya, VOC mengalami kemunduran perlahan hingga bangkrut pada 1799. Apa penyebab keruntuhan VOC?

Penyebab Runtuhnya VOC

Tidak Sukses di Bidang Militer

Dikutip dari Kepulauan Rempah-Rempah oleh M. Adnan Amal, kesuksesan VOC di bidang niaga tidak berbanding lurus dengan kesuksesan di bidang militer terhadap bangsa lain.

Pasal 34 dan 35 hak oktroi menyatakan bahwa siapa pun kecuali VOC dilarang melayari lautan antara Tanjung Harapan sampai Selat Magellan. Tetapi kenyataannya, kapal-kapal Inggris, Portugis, dan Spanyol masih leluasa berlayar di perairan tanpa kontak senjata berarti.

Kesuksesan militer VOC menghadapi bangsa Eropa pesaing di antaranya hanya terjadi saat mengusir orang Portugis dari Maluku pada 1605. Tetapi keberhasilan ini sebagian besar dipengaruhi kekuatan pribumi di sana.

Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

Praktik korupsi jamak dilakukan pejabat rendah bergaji sekitar 16-24 gulden hingga pejabat puncak seperti gubernur jenderal yang bergaji sekitar 700 gulden. Sebagian besar gubernur jenderal menjadi orang kaya setelah berhenti dari VOC.

Contoh, Gubernur Jenderal Van Hoorn melakukan praktik nepotisme dengan menggantikan mertuanya, mantan Gubernur Jenderal Willem van Outhoorn pada 1794. Ia kembali ke Belanda sebagai jutawan dengan membawa lebih dari 10 juta gulden, kendati bergaji resmi sebagai gubernur jenderal 700 gulden per bulan.

Gubernur Kepulauan Ambon Alexander Cornabe juga melakukan praktik korupsi saat menjabat pada 1780-1793. Ia dinyatakan bersalah di Batavia atas ketekoran di pemeriksaan kas daerah. Saat menyerahkan kekuasaan kepada Inggris pada 1796, Cornabe juga mengambil uang pemerintahan sebesar 25.000 gulden.

Praktik korupsi di VOC juga mencakup penyelundupan barang ekspor, mark up nota pembelian, sogokan penerimaan pegawai, dan pembuatan laporan keuangan palsu. Praktik ini memicu istilah keruntuhan VOC sebagai Veergan Onder Coruptie (VOC), yang artinya "rontok karena korupsi".

Masalah Keuangan dan Kekuasaan

VOC harus mengalami banyak pengeluaran untuk biaya peperangan yang berlangsung lama, seperti perang melawan Sultan Hasanuddin dan pasukan Gowa. Perang dapat berlangsung bertahun-tahun karena terus mendapat perlawanan dari pribumi dan ulama. Peperangan tersebut, di samping soal komoditas rempah-rempah, juga terkait dengan kekuasaan wilayah dan orang pribumi yang dapat dipekerjakan dan dijadikan pasukan tambahan.

Daerah kekuasaan VOC yang luas juga berbuntut pada besarnya biaya gaji yang harus dibayar pada banyak karyawan di berbagai daerah jajahan. Sementara itu, pembayaran dividen bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC berkurang dari perdagangan sejak sekitar tahun 1780-an.

Persaingan Dagang

VOC juga kesulitan mempertahankan hegemoni dengan bertambahnya saingan dagang di Asia. Dua bangsa pesaing terbesar VOC saat itu adalah Inggris dengan East Indian Company dan Prancis.

Perubahan Politik di Belanda

Sistem monopoli yang dijalankan VOC sudah tidak sesuai dengan keadaan Hindia Belanda pada masa itu. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf (1795) yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.

Kerugian VOC dari usaha dagang juga diperparah dengan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di kalangan pejabatnya. Contoh, residen-residen Belanda memaksa rakyat untuk menyerahkan hasil produksi dengan harga rendah dan dijual pada VOC dengan harga tinggi. Kerugian yang dialami menyebabkan VOC tidak dapat lagi menyetor ke kas negeri Belanda.

Pemerintah kerajaan di bawah King William V kelak menilai VOC tidak perlu dipertahankan lagi. Berdasarkan Grondwet (UUD Republik Bataaf) pasal 249, tanggal 17 Maret 1799, dibentuk Dewan Penyantun Hak Milik Belanda di Asia untuk mengambil alih semua tanggung jawab dan utang VOC. Pengambilalihan VOC oleh kerajaan Belanda diumumkan secara resmi di Batavia, 8 Agustus 1799.

Pada 31 Desember 1799, VOC dinyatakan bangkrut dan dibubarkan, serta hak miliknya berada di bawah penguasaan kerajaan Belanda di Nederland. VOC bangkrut dengan utang 136,7 juta Gulden dan kekayaan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal, serta daerah kekuasaan di Indonesia.

Nah, itu dia penyebab keruntuhan VOC yang berakhir tahun 1799. Selamat belajar, detikers!

Simak Video "Podium Perdana Maverick Vinales Bersama Aprilia"


[Gambas:Video 20detik]
(twu/nwy)

tirto.id - VOC (Veerenigde Oostindische Compagnie) alias kompeni adalah perserikatan dagang milik Belanda yang menjajah Nusantara sejak abad ke-17 hingga runtuh pada 1799. Bagaimana sejarah dan faktor penyebab bubarnya VOC di Indonesia?

Tanggal 20 Maret 1602, VOC didirikan untuk menjalankan kegiatan perdagangan di Asia, khususnya kawasan Timur Jauh atau Asia Tenggara. Namun, pada akhirnya VOC justru berambisi untuk menguasai wilayah-wilayah yang didatanginya, termasuk Nusantara alias Indonesia.

VOC mendapatkan dukungan penuh dari Kerajaan Belanda untuk melaksanakan misi 3G yakni Gold (mencari kekayaan), Glory (memperluas wilayah demi kejayaan), dan Gospel (menyebarkan agama).

F.S. Gaastra dalam paparannya bertajuk Organisasi VOC (2012) menjelaskan, Kerajaan Belanda memberikan hak istimewa atau oktroi kepada VOC dalam melakukan segala aktivitasnya.

Baca juga:

  • Sejarah Lahirnya J.P. Coen: Gubernur VOC Penakluk Jayakarta
  • Sejarah Hari Peristiwa Kapal Tujuh Provinsi 5 Februari 1933
  • Pengertian VOC, Sejarah Kapan Didirikan, dan Tujuannya

Hak-hak istimewa VOC ini meliputi: hak monopoli perdagangan, hak menduduki dan memerintah daerah asing, hak memiliki tentara sendiri, hak mencetak mata uang sendiri, hak mengumumkan perang, serta hak menjalin perdamaian.

Semula, VOC menjalankan kegiatannya dengan berpusat di Ambon, Maluku, sejak sejak 1610. Namun, barisan kompeni Belanda ini kemudian memindahkan "ibu kota" ke Jayakarta saat Jan Pieterszoon Coen menjabat Gubernur Jenderal VOC.

VOC berhasil menduduki Jayakarta pada 1619. Setelah itu, Coen mengubah nama pusat pemerintahan baru VOC ini menjadi Batavia. Nantinya, setelah Indonesia merdeka pada 1945, Jayakarta atau Batavia dijadikan sebagai ibu kota dengan nama Jakarta.

Seiring berjalannya waktu, VOC yang menikmati masa kejayaan di Nusantara pada abad ke-17 ini menemui berbagai masalah internal serta eksternal yang cukup parah. Dampaknya, VOC pun dibubarkan.

Baca juga:

  • Sejarah Pindahnya "Ibu Kota" VOC dari Ambon ke Batavia
  • Sejarah PT Pos Indonesia: Dari Zaman VOC Hingga Jadi BUMN
  • Arti Gold, Glory, Gospel (3G): Sejarah, Latar Belakang, & Tujuan

Sejarah Bubarnya VOC

Dalam menjalankan seluruh kegiatannya di Nusantara dan wilayah koloni lainnya, VOC membutuhkan biaya yang amat besar. Pada akhir abad ke-18, ongkos yang dikeluarkan ternyata lebih besar daripada pendapatan.

Salah satu pos pengeluaran terbesar adalah dana perang. VOC mengeluarkan ongkos besar untuk membiayai berbagai peperangan di banyak wilayah di Nusantara, terutama dengan kerajaan-kerajaan atau pihak-pihak yang menentang ambisi meeka.

Demi menekan pengeluaran, VOC akhirnya menerapkan sejumlah pengetatan, termasuk penarikan sebagian tentara yang semula ditugaskan di luar Jawa. VOC kemudian hanya fokus di sebagian Jawa dan Maluku.

VOC mengalami kemunduran yang ternyata berimbas terhadap kegiatan dagangnya. Beberapa sumber pendapatan pun mulai mengering karena tidak dikelola dengan baik, ditambah utang yang semakin besar.

Salah satunya, tulis Erlina Wiyanarti melalui riset bertajuk “Korupsi Pada Masa VOC dalam Multiperspektif" yang terhimpun di jurnal Historia, Banten yang tadinya menjadi ladang emas mulai tidak terurus aktivitasnya sejak 1747.

Baca juga:

  • Sejarah Jalur Daendels: Semacam Jalan Tol di Era Hindia Belanda
  • Sejarah Kesultanan Banten dan Daftar Raja yang Pernah Berkuasa
  • Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia

Pada 1778, Reinjer de Klerk, Gubernur Jenderal VOC saat itu, menyerahkan angkatan laut VOC kepada pemerintah Kerajaan Belanda. Selain itu, pelepasan beberapa wilayah monopoli juga dilakukan sebagai upaya untuk menjaga agar VOC bisa tetap hidup.

Namun, utang VOC semakin menumpuk saja. Kondisi ini diperburuk dengan praktek korupsi dan penyelundupan barang yang dilakukan oleh para pegawai VOC dari berbagai jenjang.

John Sydenham Furnivall dalam Netherlands India (1944), mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama penyebab bubarnya VOC adalah korupsi. Furnivall bahkan menyebut VOC dengan istilah “Vergaan Onder Corruptie" yang artinya binasa oleh korupsi.

Tahun 1795, hak-hak istimewa VOC dicabut oleh pemerintah Kerajaan Belanda karena kompeni tidak mampu membayar utang. Bahkan akhirnya VOC dinyatakan bubar berdasarkan Pasal 247 Staatsregeling tahun 1798.

Sedangkan menurut Ong Hok Ham dalam buku Dari Soal Priyayi Sampai Nyi Blorong (2002), kebangkrutan VOC berpuncak pada 31 Desember 1799.

Satu hari sesudah pergantian tahun, yakni tanggal 1 Januari 1800, pemerintah Kerajaan Belanda resmi mengambil-alih kekuasaan VOC di Nusantara. Dengan kata lain, VOC bubar.

Nantinya, Belanda membentuk pemerintahan kolonial di Hindia (Indonesia) untuk melanjutkan peran VOC sebagai otoritas penjajah di Nusantara.

Baca juga:

  • Sejarah Kerajaan Panjalu Kediri: Letak, Pendiri, Raja, & Prasasti
  • Kerajaan Kutai Kartanegara: Sejarah, Letak, & Daftar Raja-Sultan
  • Sejarah Kabupaten Tuban Bermula dari Ronggolawe vs Majapahit

Faktor Penyebab VOC Bubar

Setidaknya ada dua unsur besar yang menjadi penyebab bubarnya VOC, yakni faktor eksternal dan faktor internal.

Faktor Eksternal

Pemimpin Kerajaan Belanda, Willem V, digulingkan oleh Perancis di bawah pimpinan Napoleon Bonaparte pada 1795. Dampaknya, Belanda dan seluruh wilayah koloninya harus takluk kepada Perancis.

Perubahan politik dan pemerintahan ini berdampak cukup besar terhadap VOC. Pemerintah Perancis semakin mempersulit ruang gerak VOC karena aksi-aksinya dianggap bertentangan dengan semangat kebebasan dan kesetaraan yang sedang digaungkan.

Faktor Internal

  1. Korupsi yang mencapai tingkat parah dan akut, dari pegawai rendah sampai ke pejabat tinggi.
  2. Tingka-laku para pegawai atau pejabat VOC yang justru saling menjatuhkan.
  3. Maraknya praktek penyelundupan atau perdagangan ilegal yang tersebar dan semakin meluas.
  4. Beban utang untuk biaya perang di berbagai wilayah yang semakin besar.
  5. Anggaran untuk mengoperasikan kegiatan, termasuk membayar pegawai, sangat tinggi.
  6. Pendapatan yang semakin menipis, terlebih setelah hak istimewa dicabut.
  7. Persaingan sengit dengan CDI atau Compagnie des Indes (Perancis) dan EIC atau East India Companny (Inggris).

Baca juga:

  • Sejarah Perang Aceh: Kapan, Penyebab, Proses, Tokoh, & Akhir
  • Sejarah Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda
  • Fitnah Pemberontakan Lembu Sora di Kerajaan Majapahit

Daftar Gubernur Jenderal VOC

1. Pieter Both (1610-1614)

2. Gerard Reynst (1614-1615)

3. Laurens Reael (1615-1619)

4. Jan Pieterszoon Coen (1619-1623 dan 1627-1629)

5. Pieter de Carpentier (1623-1627)

6. Jacques Specx (1629-1632)

7. Hendrik Brouwer (1632-1636)

8. Antonio van Diemen (1636-1645)

9. Cornelis van der Lijn (1646-1650)

10. Carel Reyniersz (1651-1653)

11. Joa Maetsuycker (1653-1678)

12. Rijcklof van Goens (1678-1681)

13. Cornelis Speelman (1681-1684)

14. Johannes Camphuys (1684-1691)

15. Williem van Outhoorn (1691-1704)

16. Joan van Hoorn (1704-1709)

17. Abraham Van Riebeeck (1709-1713)

18. Christoffel van Swol (1713-1718)

19. Hendrick Zwaardecroon (1718-1725)

20. Mattheus de Haan (1725-1729)

21. Diedrick Durven (1729-1732)

22. Dirk van Cloon (1732-1735)

23. Abraham Patras (1735-1737)

24. Adriaan Valckenier (1737-1741)

25. Johannes Tendens (1741-1743)

26. Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)

27. Jacob Mossel (1750-1761)

28. Petrus Albert van der Parra (1761-1775)

29. Jeremias van Riemsdijk (1775-1777)

30. Reinier de Klerk (1777-1780)

31. Willem Arnold Alting (1780-1797)

32. Pieter Gerardus van Overstraten (1797-1799)

Baca juga:

  • Kronologi Sejarah Perang Padri: Tokoh, Latar Belakang, & Akhir
  • Sejarah Tarumanegara, Purnawarman & Prasasti Peninggalannya
  • Sejarah Kutai Martapura dan Prasasti Kerajaan Tertua di Indonesia

Baca juga artikel terkait SEJARAH VOC atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)


Penulis: Yuda Prinada
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Yuda Prinada

Subscribe for updates Unsubscribe from updates