Berikan gambaran kondisi ketahanan pangan di tempat tinggalmu

PANGAN merupakan kebutuhan dasar. Pada praktiknya pemenuhan kebutuhan pangan diserahkan kepada masyarakat. Peran pemerintah lebih banyak kepada regulator sehingga tidak ada monopoli oleh pemerintahan. Dalam situasi demikian, bagaimana mewujudkan ketahanan  pangan dan menghindari rawan pangan?

Rawan pangan adalah situasi yang berbahaya. Kondisi itu ditandai oleh rendahnya ketersediaan kalori untuk konsumsi per kapita. Sangking pentingnya, kondisi rawan pangan membuat kasus penggulingan pemerintahan lebih mungkin terjadi, terutama di negara berpenghasilan tinggi (Reenock, Bernhard dan Sobek, 2007).

Dalam sejarah Indonesia, pada tahun 1997-1998 pernah terjadi keruntuhan politik dan ekonomi hingga menggerogoti ketahanan pangan Indonesia. Hal tersebut merupakan efek domino dari krisis ekonomi yang terjadi di Asia Tenggara dan Asia Timur sejak Juli 1997. Terjadi peningkatan inflasi dan pengangguran serta turunnya daya beli masyarakat sehingga semakin sedikit orang yang mampu mengakses makanan.

Selain krisis ekonomi, krisis pangan juga dapat terjadi karena kekeringan besar, terutama disebabkan oleh fenomena cuaca El Nino. Kekeringan ini secara substansial mengurangi produksi makanan, khususnya beras yang merupakan sumber makanan pokok. Faktor lainnya adalah  kurangnya input pertanian (seperti pupuk dan pestisida).

Bhaskoro (2012) menjelaskan bahwa konsepsi ketahanan ekonomi nasional Indonesia adalah konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan keamanan yang seimbang dan serasi dalam seluruh aspek kehidupan berlandaskan Pancasila, UUD 45 dan Wawasan Nusantara. Termasuk di dalamnya memajukan pertahanan keamanan yang didukung dari adanya upaya untuk memajukan pertahanan pangan.

Berdampak Strategis

Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup. Kecukupan pangan merupakan hak azasi yang layak dipenuhi.

Berdasar kenyataan tersebut, masalah pemenuhan pangan bagi seluruh penduduk di suatu wilayah mestinya menjadi sasaran utama kebijakan suatu negara. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya.

Pertahanan pangan juga sangat penting karena mendukung pertahanan keamanan. Bukan hanya sebagai komoditi ekonomi, pangan merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Untuk itulah, ketahanan pangan mempunyai pengaruh yang penting terhadap keamanan.

Ancaman terhadap ketahanan pangan mengakibatkan Indonesia sering mengimpor produk-produk pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam keadaan jumlah penduduk yang masih terus meningkat jumlahnya, ancaman-ancaman terhadap produksi pangan telah memunculkan kerisauan. Oleh karena itu, dalam waktu yang akan datang Indonesia membutuhkan tambahan ketersediaan pangan dan lahan pangan.

Masalah ketahanan pangan harus serius ditangani oleh pemerintah karena menanyangkut keberlangsungan negara dan kehidupan generasi penerus bangsa. Jika krisis pangan terjadi,  stabilitas negara akan terganggu.

Dampaknya kekurangan pangan dirasakan langsung karena dapat memicu kelaparan, kemiskinan, dan kurangnya gizi pada generasi muda. Generasi muda menjadi kekurangan gizi sehingga tidak dapat tumbuh optimal. Padahal generasi muda adalah calon pemimpin bangsa. Mereka menentukan kemajuan dan ketahanan negara.

Perubahan Regulasi

Penetapan UU Nomor 23 Tahun 2014 membawa perubahan pada kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintah antar susunan pemerintah. Konsekuensi logisnya, daerah akan mempunyai prioritas urusan pemerintahan sesuai karakter daerah dan kebutuhan masyarakat setempat.

Pembagian urusan pemerintahan konkruen antara pusat dan daerah dibagi menjadi dua, yakni urusan pilihan dan wajib. Urusan pemerintahan yang bersifat wajib harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Urusan pemeritahan wajib meliputi dua hal yaitu urusan wajib yang terkait pelayanan dasar dan urusan pemerintahan wajib yang tidak terkait pelayanan dasar. Bidang pangan termasuk dalam urusan pemerintah wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar.

Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah bidang pangan, pemerintah daerah perlu memetakan prioritas urusan untuk membagi kewenangan dengan pemerintah pusat. Pembagian kewenangan bidang urusan pangan bertujuan untuk memastikan setiap pelayanan dalam bidang pangan mampu menjangkau seluruh pihak yang harus dilayani serta menciptakan organisasi yang ideal, efisien dan efektif.

Mengingat urusan pemerintahan bidang pangan merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah, maka seharusnya pelaksana urusan bidang pangan dilakukan oleh fungsi inti (operating core).

Dalam hal ini dinas yang melaksanakan fungsi dan tugas sebagai pembantu kepala daerah dalam melaksanakan fungsi mengatur dan mengurus urusan pemerintahan bidang pangan. Tugas urusan pemerintahan bidang pangan yakni membantu gubernur melaksanakan urusan pemerintahan  di bidang ketahanan pangan dan tugas pembantuan yang ditugaskan kepada Daerah Provinsi.

– Prof Dr Sucihatiningsih DWP, profesor ekonomi pertanian Fakultas Ekonomi (FE) Unnes

Sawah beralih jadi perumahan atau industri mengancam ketahanan pangan

Sumber gambar, BBC INDONESIA

Alih fungsi lahan pertanian terus terjadi menjadi kawasan perkebunan, industri dan perumahan. Meski telah memiliki UU yang mengatur larangan alih fungsi lahan pertanian sejak beberapa tahun lalu, saat ini kurang dari separuh kabupaten/kota menindaklanjutinya.

Aba Kumbara, petani, tengah berjalan di pematang sawah di Kampung caringin, Desa Sukamakmur, Cikarang Utara. Dia baru saja menyelesaikan pekerjaannya merawat tanaman yang mulai ditumbuhi bulir-bulir padi.

Bersama dengan puluhan petani, Aba mengelola lahan seluas lebih dari 400 hektar dan masih mempertahankannya meski sudah banyak lahan pertanian yang beralih menjadi perumahan.

  • Apakah kebijakan pemerataan ekonomi Presiden Jokowi tepat sasaran?
  • Kasus beras: Dari penggerebekan hingga harga yang ‘mencekik petani’
  • Tanpa dihadiri SBY, pidato Jokowi akui pembangunan 'belum merata'

Aba mengatakan masih mendapatkan keuntungan dari pertanian walaupun sedikit, menjadi alasan utama dalam mempertahankan sawahnya. Dia bisa memahami para petani yang melepas lahan miliknya karena kebutuhan biaya untuk perawatan dan penghasilan yang tak seimbang.

Iklan

"Biasanya pertama kondisi tanah kurang bagus, juga udah ga seimbang antara pengolahan tanah sampai dengan hasil panen dengan biaya udah ga sama, dengan pupuk dan obat-obatan makin mahal , petani itu banyak menjual karena kebutuhan hidup, taraf kehidupannya semakin menurun," kata Aba.

Sejak awal 1990an, pembangunan kawasan perumahan dan industri yang meningkat di kawasan Kabupaten Bekasi- terutama Cikarang - yang menyebabkan lahan pertanian semakin menyusut.

Sumber gambar, BBC INDONESIA

'Lahan abadi'

Data Dinas Kabupaten Bekasi lahan pertanian menyusut sekitar 1.500 hektar per tahun, pada 2014 masih ada 52.000 hektar, sementara pada 2017 ini jumlahnya berkurang menjadi 48.000. Lahan-lahan pertanian ini beralih menjadi kawasan perumahan ataupun industri.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi Abdullah Karim mengatakan tengah berupaya untuk menghentikan laju peralihan lahan pertanian menjadi perumahan ataupun industri.

Karim menyebutkan tengah menyusun rancangan peraturan daerah atau raperda Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau LP2B, yang ditargetkan selesai pada akhir tahun ini.

"Dalam raperda ini kita batasi lahan abadi yang tidak boleh dialih fungsi dari lahan pertanian itu kita batasi 33 hektar, jadi itu yang dipertahankan melalui regulasi Sudah ditentukan di 13 kecamatan paling banyak itu Desa Perbayuran, Sukawangi, Sukatani," jelas Karim.

Karim mengatakan para petani yang lahanya masuk dalam kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan akan diberikan kompensasi.

"Rencananya akan ada kompensasi untuk petani pemilik sawah, berupa bantuan lebih banyak, lantas dari segi pajak PBB mungkin ada pengurangan ada insentif untuk para petani," kata dia.

Dinas Pertanian Kabupaten Bekasi memastikan raperda sudah melewati proses kajian akademik, pemetaan dan sedang dalam tahap pembahasan.

Petani di Cikarang, Aba menyambut baik rencana penetapan ini, tetapi penentuan lahan harus dengan kajian yang akurat dan juga petani harus diberi kompensasi.

"Ada lahan hijau dan kuning, kalau bisa dipertahankan untuk lahan hijau karena layak untuk daerah pertanian untuk swasembada pangan, kalau diubah dalam perda untuk menjadi daerah kuning bisa untuk permukiman," jelas Aba.

Dia pun berharap kompensasi berupa benih, pupuk bersubsidi ditingkatkan untuk para petani yang sawahnya masuk dalam daftar lahan pertanian yang tak boleh dialihfungsikan.

"Selain itu aliran irigasi juga harus diperbaiki agar hasil panen padinya lebih bagus lagi," ungkap Aba.

Sumber gambar, BBC INDONESIA

Sumber gambar, BBC INDONESIA

Keterangan gambar,

Perumahan di kawasan kabupaten Bekasi dibangun di bekas lahan pertanian.

Perlindungan sulit diterapkan

Tak hanya kabupaten Bekasi tetapi di daerah yang menjadi lumbung pangan seperti Karawang dan Subang. Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas lahan sawah 44% berada di Pulau Jawa memiliki luas lahan sawah 3,4 juta hektar, dari total persawahan di Indonesia mencapai 7,74 hektar.

Meski perlindungan lahan pertanian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan sejumlah aturan turunannya telah diterbitkan pada 2012 lalu, tetapi dalam pelaksanaannya masih menemui hambatan.

"Baru sekitar 215 dari 600an kabupaten/kota yang menetapkan, itu pun kita harus ketat memperhatikannya karena persepsi daerah berbeda-beda tentang lahan pertanian yang berkelanjutan, ini yang harus dikawal, "jelas Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Pending Dadih Permana.

Dadih juga mengatakan seringkali yang menghambat pelaksanaan lahan pertanian berkelanjutan ini karena adanya perbedaan persepsi antar pejabat di daerah. "Karena dinas pertanian itu perangkatnya bupati seringkali dinas pertanian tidak maksimal memberikan masukan, walaupun ini merupakan amanat undang-undang," jelas Dadih.

Sumber gambar, BBC INDONESIA

Dosen Institut Pertanian Bogor IPB Dwi Andreas Santosa memperkirakan lahan pertanian di Pulau Jawa yang paling banyak beralih fungsi, dan pemeirntah daerah tidak terlalu memperhatikan UU tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam menyusun tata ruangnya.

"Kenyataan di daerah-daerah kemudian mereka dalam proses penyusunan RT RW dan proses lain terkait dengan tanah tidak terlalu memperhatikan UU itu kalau lahan sawah dibiarkan jadi lahan sawah dan pertanian otomatis pemasukan PAD (Pendapatan Asli Daerah) kan tidak begitu besar," jelas Dwi.

Dengan mengalihkan lahan pertanian menjadi permukiman dan industri akan lebih mendatangkan keuntungan bagi pemasukan daerah, terutama dari sektor pajak.

Cetak lahan pertanian baru

Dwi menyebutkan kajian terhadap data BPS pada 2003-2013 menunjukkan 508.000 hektar lahan pangan telah berpindah kepemilikan.

"Di daerah dari yang ada 500 ribu katakanlah produktivitas sekiar 3 juta ton gabah kering panen per musim, atau 1,5 juta ton beras," jelas Dwi.

Untuk mengimbangi laju alih fungsi lahan pertanian dan mendukung swasembada pangan, pemerintah juga melakukan pencetakkan sawah baru.

"132 ribu yang tercetak memang telah dimanfaatkan oleh masyarakat, tapi namanya cetak sawah baru tentu kondisinya tidak sama dengan sawah yang lama," jelas Dadih.

Pemerintah menargetkan pencetakan sawah baru mencapai 144.613 hektar

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA