Ilmu ekonomi lahir karena adanya kondisi kelangkaan (scarcity), yaitu suatu kondisi dimana kebutuhan masyarakat tidak terbatas namun sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Pada awalnya, konsep ekonomi yang berkembang adalah bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut dengan menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Hal ini tentunya berimplikasi pada terbatasnya intervensi tangan pemerintah. Pada tahun 1776, Adam Smith, seorang ekonom klasik, menerbitkan buku yang berjudul The Wealth of Nations, dimana salah satu prinsip yang ditawarkan adalah kebebasan pasar. Smith menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pasar bebas justru akan mendorong teralokasinya sumber daya dengan efektif dan efisien. Permintaan dan penawaran pasar adalah “tangan tak terlihat” (invisible hand) yang akan menstimulus pasar menunju kesetimbangannya. Prinsip ini menolak campur tangan pemerintah, karena justru akan mengganggu mekanisme pasar itu sendiri. Prinsip ini juga sering dikenal dengan laissez-faire (let it be). Konsep ini berkembang pesat dan klimaksnya adalah munculnya revolusi industri. Namun ternyata, mekanisme pasar tidaklah selalu efektif dan efiesien. Mengapa? Pertama, karena informasi yang dibutuhkan konsumen dan supplier tidaklah selalu tersedia, sehingga adakalanya menimbulkan kelebihan atau kekurangan persediaan dalam pasar. Informasi kebutuhan konsumen tidak selalu dapat ditangkap oleh supplier, dan sebaliknya. Kedua, kompetisi juga tidaklah selalu efektif, persaingan yang tidak sehat seperti adanya monopoli akan sangat menganggu keseimbangan pasar. Ketiga, lahirnya dampak buruk industri seperti isu lingkungan. Keempat, akan muncul kebutuhan masyarakat yang tidak bisa disediakan oleh pasar, seperti fasilitas-fasilitas publik. Contoh dari kegagalan pasar tersebut adalah terjadinya Great Depression pada tahun 1930. Pada tahun 1930s, John Maynard Keynes, perintis ilmu makroekonomi, mengeluarkan buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money. Melalui buku inilah, Keynes mengeluarkan gagasan tentang perlunya kebijakan intervensi pemerintah. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh peristiwa Great Drepession yang membuat tingkat pengangguran luar bisa tinggi. Keynes menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengeluarkan suatu negara dari kondisi resesi (kondisi permintaan dan penawaran di bawah kapasitas optimal) adalah dengan melibatkan pemerintah terutama untuk mendorong kembali posisi permintaan dan penawaran dalam pasar melalui kebijakan belanja dan investasi. Selain itu, untuk mengendalikan dampak sosial dan lingkungan, pemerintah juga harus mulai menekan produk-produk yang membahayakan sosial dan lingkungan dengan kebijakan pajak. Pemerintah juga harus mengambil peranan dalam penyediaan barang-barang publik yang tidak diminati oleh sektor privat, sehingga tentunya membutuhkan sumber-sumber penerimaan. Kebijakan terkait pengeluaran dan penerimaan pemerintah inilah yang sekarang kita kenal dengan istilah kebijakan fiskal. Gagasan yang dikeluarkan oleh Keynes merupakan pijakan yang menyadarkan para pelaku ekonomi akan pentingnya peranan pemerintah dalam perekonomian. Kebijakan intervensi pemerintah dalam ekonomi pun berkembang, yang tentunya semakin menyesuaikan dengan kondisi pasar. Mengutip pernyataan Mike Moffat dalam artikelnya “The Government’s Role in Economy (2017), “In the narrowest sense, the government's role in the economy is to help correct market failures, or situations where private markets cannot maximize the value that they could create for society. This includes providing public goods, internalizing externalities, and enforcing competition. That said, many societies have accepted a broader role of government in a capitalist economy.” Moffat menyatakan bahwa peran pemerintah dalam ekonomi sejatinya dibagi menjadi tiga hal, yaitu 1) untuk mengatasi adanya kegagalan pasar akibat pemenuhan kebutuhan pasar yang tidak optimal, termasuk didalamnya penyediaan barang publik, 2) mengendalikan eksternalitas seperti munculnya dampak lingkungan akibat industri, serta 3) mendorong kompetisi/persaingan pasar yang sehat. Di dunia ilmu makroenomi modern, intervensi pemerintah sangat tergantung pada kondisi masing-masing negara. Tidak terdapat teori yang secara khusus digunakan untuk memutuskan sejauh apa intervensi pemerintah dalam perekonomian. Sebagai contoh, New Zealand memposisikan pemerintahnya sebagai regulator, pengumpul pajak, pemilik (dhi. aset), dan penyedia (dhi. layanan publik), sementara Amerika, memposisikan pemerintahnya sebagai penyedia (dhi. layanan publik), regulator dan pengawas, dan penggerak pertumbuhan dan stabilitas. Pemerintahan New Zealand memiliki intervensi lebih banyak jika dibandingkan dengan Amerika, terutama terkait dengan pengelolan aset. Berdasarkan praktik yang ada, secara umum, intervensi pemerintah dapat diklasifikasikan dua kelompok, yaitu 1) adakalanya cukup sebagai regulator dan supervisor dan 2) adakalanya harus bertindak sebagai penyedia dan pengelola (provider dan manajer). Khusus untuk penyedia dan pengelola dibagi menjadi dua fungsi, yaitu 1) penyedia layanan dan barang publik dan 2) penyedia kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar. Intervensi pemerintah sebagai penyedia dan pengelola sangat tergantung dengan kondisi pasar. Apabila pasar sudah efektif, maka intervensi pemerintah cenderung rendah. Pada umumnya pemerintah hanya akan memposisikan dirinya sebagai regulator dan supervisor, sementara untuk penyediaannya diserahkan kepada pasar (sektor privat). Namun apabila pasar belum efektif (misal, masih ada gap antara permintaan masyarakat dan suplainya), maka mau tidak mau pemerintah harus masuk sebagai market player, baik turun langsung maupun melalui institusi yang dibentuk, seperti BUMN. Efektif tidaknya suatu pasar pun akan berubah seiring dengan perkembangan ekonomi, maka tingkat intervensi pemerintah juga harus adaptif.DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA.
Memutuskan :
BAB I PENGERTIAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI Pasal 1
Pasal 2
BAB II PENGERTIAN PERUSAHAAN NASIONAL DAN PERUSAHAAN ASING Pasal 3
BAB III BIDANG USAHA Pasal 4
BAB IV IZIN USAHA Pasal 5
BAB V BATAS WAKTU BERUSAHA Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8
BAB VI PEMBEBASAN DAN KERINGANAN PERPAJAKAN Pasal 9
Pasal 10
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
BAB VII TENAGA KERJA Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20
BAB VIII KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN Pasal 21
Pasal 22
BAB IX KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 23
Pasal 24
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 25
T A M B A H A N
PENDJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO.6 tentang PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI. PENDJELASAN UMUM Dalam Demokrasi Pantjasila modal harus diberi tempat jang sewadjarrnya, sesuai dengan arti dan pentingnja faktor tersebut dalam pembangunan masjarakat jang adil dan makmur. Pembangunan tidak akan mungkin tanpa adanja pemupukan modal dalam negeri sendiri setjara besar-besaran, sedangkan penggunaan modal tersebut harus diatur dan disalurkan hingga timbul kegiatan-kegiatan ekonomi jang produktip dan effisien. Setiap negeri jang belum madju mengallami kemerosotan atau kemandekan perkembangan ekonomi karena kemahalan masjarakat itu untuk memupuk modalnja sendiri. Hal ini djuga disebabkan karena lemahnja kemampuan para pengusaha, baik dari pihak swasta maupun dari pihak Pemerintah. Karena itu perlu diadakan ketentuan-ketentuan dan pengaturan-pengaturan jang dapat memperbesar kemampuan masjarakat Indonesia untuk berusaha setjara produktip. Kelemahan-kelemahan tersebut masih lagi ditambah dengan kesulitan dengan adanja dominasi perekonomian Indonesia pada umumnja dan donimasi modal chususnja oleh orang-orang asing jang memiliki dan berusaha dengan modal dalam negeri. Keadaan ini telah berlangsung berabad-abad lamanja dan sekarang tiba waktunja untuk mengachiri keadaan tersebut. Sebaliknja djustru adanja dominasi tersebut sangat membatasi kemampuan-kemampuan Pemerintah pada dewasa ini untuk bertindak setjara radikal dalam waktu jang sangat singkat. Sesuai dengan semangat Pantjasila maka jang selalu dipentingkan diatas segalanja-galanja adalah perbaikan naasib rakjat. Karena itu pengachiran dominasi orang asing atas perekonomian Indonesia, harus dilaksanakan dengan tjara memanfaatkan orang asing dan modalnja, tanpa meninggalkan realitas-realitas jang berlaku. Mengingat hal-hal tersebut diatas maka perlu diadakan pemisahan jang tegas antara perlakuan terhadap modal dan perlakuan terhadap perusahaan. Seluruh modal jang berada di Indonesia jang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing adalahh modal dalam negeri. Walaupun modal dalam negeri dapat dimiliki oleh berbagai pihak termasuk orang asing, namun terhadap seluruh modal dalam negeri tidak diadakan pembedaan perlakuan. Pembedaan perlakuan diadakan setjara tegas terhadap orang-orang asing dan perusahaannja jang menguasai dan memiliki modal dalam negeri. Pada prinsipnja orang asing tidak dibolehkan berusaha dengan modal dalam negeri, akan tetapi mengingat keadaan-keadaan perekonomian dan masjarakat Indonesia, maka orang-orang asing dengan modalnja perlu dimanfaatkan dengan memberikan kepada mereka ketentuan-ketentuan dan kepastian atas dasar mana mereka dapat bekerdja setjara produktip dan bermanfaat bagi seluruh masjarakat Indonesia. Lebih penting lagi ialah adanja ketentuan-ketentuan dan kepastian tentang modal dan perusahaan supaja dinamik masjarakat dan daja kreatip rakjat dapat menimbulkan akumulasi modal jang digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktip. Hanja dengan keadaan demikian inilah pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Pemerintah memegang peranan jang sangat vital sebagai pemimpin dan pelopor dari pembangunan. Dengan penanaman-penanaman modal setjara berentjana dalam djumlah-djumlah jang tjukup besar maka Pemerintah dapat merintis dan merangsang penanaman-penanaman modal dari pihak masjarakat pada umumnja. Pembangunan jang sungguh-sungguh dapat dirasakan oleh Rakjat hanja dapat ditjapai dengan mobilisasi modal dari seluruh masjarakat. Karena itu Undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ini mengandung ketentuan-ketentuan jang dapat merangsang dan mendjamin pemupukan modal baik jang ketjil maupun jang besar. Antara lain pemupukan modal dengan tjara tabungan-tabungan, deposito-deposito berdjangka, pembelian kertas-kertas berharga, mendapat perangsang-perangsang supaja makin lama makin mendjadi sumber-sumber modal jang berarti. Undang-undang ini sesungguhnja tidak hanja mengatur modal dalam negeri, akan tetapi djuga mengatur dalam garis besar pengusaha-pengusaha dan perusahaan-perusahaannja. Sedjalan dengan itu, maka dalam Undanag-undang ini djuga terdapat ketentuan-ketentuan jang pada hakekatnja merupakan pembaharuan dan peningkatan daripada Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959. Karena itu Undang-undang ini sejogjanja didjadikan Undang-undang pokok jang dapat dipakai sebagai landasan untuk semua ketentuan-ketentuan jang mengatur hal-hal dalam berbagai bidang usaha. Halaman berikutnya : |