Berikut ini adalah upaya yang dilakukan pemerintahan untuk meningkatkan perekonomian rakyat kecuali

Ilmu ekonomi lahir karena adanya kondisi kelangkaan (scarcity), yaitu suatu kondisi dimana kebutuhan masyarakat tidak terbatas namun sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan tersebut terbatas. Pada awalnya, konsep ekonomi yang berkembang adalah bagaimana memenuhi kebutuhan tersebut dengan menyerahkannya kepada mekanisme pasar. Hal ini tentunya berimplikasi pada terbatasnya intervensi tangan pemerintah.

Pada tahun 1776, Adam Smith, seorang ekonom klasik, menerbitkan buku yang berjudul The Wealth of Nations, dimana salah satu prinsip yang ditawarkan adalah kebebasan pasar. Smith menyatakan bahwa dengan mengimplementasikan pasar bebas justru akan mendorong teralokasinya sumber daya dengan efektif dan efisien. Permintaan dan penawaran pasar adalah “tangan tak terlihat” (invisible hand) yang akan menstimulus pasar menunju kesetimbangannya. Prinsip ini menolak campur tangan pemerintah, karena justru akan mengganggu mekanisme pasar itu sendiri. Prinsip ini juga sering dikenal dengan laissez-faire (let it be). Konsep ini berkembang pesat dan klimaksnya adalah munculnya revolusi industri.

Namun ternyata, mekanisme pasar tidaklah selalu efektif dan efiesien. Mengapa? Pertama, karena informasi yang dibutuhkan konsumen dan supplier tidaklah selalu tersedia, sehingga adakalanya menimbulkan kelebihan atau kekurangan persediaan dalam pasar. Informasi kebutuhan konsumen tidak selalu dapat ditangkap oleh supplier, dan sebaliknya. Kedua, kompetisi juga tidaklah selalu efektif, persaingan yang tidak sehat seperti adanya monopoli akan sangat menganggu keseimbangan pasar. Ketiga, lahirnya dampak buruk industri seperti isu lingkungan. Keempat, akan muncul kebutuhan masyarakat yang tidak bisa disediakan oleh pasar, seperti fasilitas-fasilitas publik. Contoh dari kegagalan pasar tersebut adalah terjadinya Great Depression pada tahun 1930.

Pada tahun 1930s, John Maynard Keynes, perintis ilmu makroekonomi, mengeluarkan buku yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money. Melalui buku inilah, Keynes mengeluarkan gagasan tentang perlunya kebijakan intervensi pemerintah. Gagasan ini dilatarbelakangi oleh peristiwa Great Drepession yang membuat tingkat pengangguran luar bisa tinggi.

Keynes menyatakan bahwa cara terbaik untuk mengeluarkan suatu negara dari kondisi resesi (kondisi permintaan dan penawaran di bawah kapasitas optimal) adalah dengan melibatkan pemerintah terutama untuk mendorong kembali posisi permintaan dan penawaran dalam pasar melalui kebijakan belanja dan investasi. Selain itu, untuk mengendalikan dampak sosial dan lingkungan, pemerintah juga harus mulai menekan produk-produk yang membahayakan sosial dan lingkungan dengan kebijakan pajak. Pemerintah juga harus mengambil peranan dalam penyediaan barang-barang publik yang tidak diminati oleh sektor privat, sehingga tentunya membutuhkan sumber-sumber penerimaan. Kebijakan terkait pengeluaran dan penerimaan pemerintah inilah yang sekarang kita kenal dengan istilah kebijakan fiskal.

Gagasan yang dikeluarkan oleh Keynes merupakan pijakan yang menyadarkan para pelaku ekonomi akan pentingnya peranan pemerintah dalam perekonomian. Kebijakan intervensi pemerintah dalam ekonomi pun berkembang, yang tentunya semakin menyesuaikan dengan kondisi pasar. Mengutip pernyataan Mike Moffat dalam artikelnya “The Government’s Role in Economy (2017), “In the narrowest sense, the government's role in the economy is to help correct market failures, or situations where private markets cannot maximize the value that they could create for society. This includes providing public goods, internalizing externalities, and enforcing competition. That said, many societies have accepted a broader role of government in a capitalist economy.” Moffat menyatakan bahwa peran pemerintah dalam ekonomi sejatinya dibagi menjadi tiga hal, yaitu 1) untuk mengatasi adanya kegagalan pasar akibat pemenuhan kebutuhan pasar yang tidak optimal, termasuk didalamnya penyediaan barang publik, 2) mengendalikan eksternalitas seperti munculnya dampak lingkungan akibat industri, serta 3) mendorong kompetisi/persaingan pasar yang sehat.

Di dunia ilmu makroenomi modern, intervensi pemerintah sangat tergantung pada kondisi masing-masing negara. Tidak terdapat teori yang secara khusus digunakan untuk memutuskan sejauh apa intervensi pemerintah dalam perekonomian. Sebagai contoh, New Zealand memposisikan pemerintahnya sebagai regulator, pengumpul pajak, pemilik (dhi. aset), dan penyedia (dhi. layanan publik), sementara Amerika, memposisikan pemerintahnya sebagai penyedia (dhi. layanan publik), regulator dan pengawas, dan penggerak pertumbuhan dan stabilitas. Pemerintahan New Zealand memiliki intervensi lebih banyak jika dibandingkan dengan Amerika, terutama terkait dengan pengelolan aset. Berdasarkan praktik yang ada, secara umum, intervensi pemerintah dapat diklasifikasikan dua kelompok, yaitu 1) adakalanya cukup sebagai regulator dan supervisor dan 2) adakalanya harus bertindak sebagai penyedia dan pengelola (provider dan manajer). Khusus untuk penyedia dan pengelola dibagi menjadi dua fungsi, yaitu 1) penyedia layanan dan barang publik dan 2) penyedia kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar.

Intervensi pemerintah sebagai penyedia dan pengelola sangat tergantung dengan kondisi pasar. Apabila pasar sudah efektif, maka intervensi pemerintah cenderung rendah. Pada umumnya pemerintah hanya akan memposisikan dirinya sebagai regulator dan supervisor, sementara untuk penyediaannya diserahkan kepada pasar (sektor privat). Namun apabila pasar belum efektif (misal, masih ada gap antara permintaan masyarakat dan suplainya), maka mau tidak mau pemerintah harus masuk sebagai market player, baik turun langsung maupun melalui institusi yang dibentuk, seperti BUMN. Efektif tidaknya suatu pasar pun akan berubah seiring dengan perkembangan ekonomi, maka tingkat intervensi pemerintah juga harus adaptif.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


LEMBARAN - NEGARA
R E P U B L I K I N D O N E S I A

No. 33,1968. PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI. Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Pendjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2853)

DENGAN RACHMAT TUHAN JANG MAHA ESA.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa didalam penyelenggaraan pembangunan ekonomi nasional yang bertujuan untuk mempertinggi kemakmuran rakyat, modal merupakan faktor yang sangat penting dan menetukan;
b. bahwa berhubung dengan itu, perlu diselenggarakan pemupukan dan pemanfaatan modal dalam negeri secara maksimal, yang terutama diarahkan kepada usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan, perluasan dan pembangunan baru dalam bidang produksi barang-barang dan jasa-jasa;
c. bahwa untuk itu perlu diciptakan iklim yang baik, dan ditetapkan ketentuan-ketentuan perangsang bagi para penanam modal dalam negeri;
d. bahwwa didalam sistem ekonomi nasional yang idiil, berlandaskan Pancasila,
kecuali bidang-bidang yang dikhususkan bagi usaha Negara didalam batas-batas ketentuan dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945, terbuka lapangan yang luas bagi usaha-usaha swasta;
e. bahwa pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional harus disandarkan kepada kemampuan dan kesanggupan rakyat Indonesia sendiri;
f. bahwa dalam pada itu, khususnya dalam tingkat perkembangan ekonomi dan potensi nasional dewasa ini perlu dimanfaatkan juga modal dalam negeri yang dimiliki oleh orang asing (domestik), sepanjang tidak merugikan perkembangan

ekonomi dan pertumbuhan golongan pengusaha nasional;

g. bahwa dalam rangka pemanfaatan modal dalam negeri yang dimaksudkan itu, selain diberikan ketentuan-ketentuan perangsang, perlu ditetapkan pula batas

waktu berusaha bagi perusahaan-perusahaan asing (domestik) yang menggunakan modal dalam negeri, agar diperoleh pegangan yang jelas bagi semua pihak yang berkepentingan, sehingga dengan pembatasan itu tertampung pula jiwa dari P.P.10 tahun 1959.

Memutuskan :

Menetapkan : Undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

BAB I PENGERTIAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Pasal 1

(1) Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan "Modal Dalam Negeri" ialah :Bagian daripada kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing.
(2) Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat terdiri atas perorangan dan/atau badan hukum yang didirikan

berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Pasal 2

Yang dimaksud dalam Undang-undang ini dengan "Penanaman Modal Dalam Negeri" ialah :Penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

BAB II PENGERTIAN PERUSAHAAN NASIONAL DAN PERUSAHAAN ASING

Pasal 3

(1) Perusahaan nasional adalah perusahaan yang sekurang-kurangnya 51% daripada modal dalam negeri yang ditanam didalamnya dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional. Persentase itu senantiasa harus ditingkatkan sehingga pada tanggal 1 Januari 1974 menjadi tidak kurang dari 75%.
(2) Perusahaan asing adalah perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam ayat 1 pasal ini.
(3) Jika usaha yang dimaksudkan dalam ayat 1 pasal ini berbentuk perseroan
terbatas masa sekurang-kurangnya persentase tersebut dalam ayat 1 dari jumlah saham harus atas nama.

BAB III BIDANG USAHA

Pasal 4

(1) Semua bidang usaha pada azasnya terbuka bagi swasta. Kegiatan Negara yang bersangkutan dengan pembinaan bidang usaha swata meliputi pula bidang-bidang yang perlu dipelopori atau dirintis oleh Pemerintah.
(2) Bidang usaha Negara meliputi terutama bidang-bidang yang perusahaannya wajib dilaksanakan oleh Pemerintah.

BAB IV IZIN USAHA

Pasal 5

(1) Ketentuan-ketentuan mengenai izin usaha diatur oleh Pemerintah kecuali yang diatur oleh Undang-undang.
(2) Dalam setiap izin usaha yang diberikan kepada perusahaan asing yang
menggunakan modal dalam negeri ditentukan jangka waktu berlakunya dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Bab V.

BAB V BATAS WAKTU BERUSAHA

Pasal 6

Waktu berusaha bagi perusahaan asing, baik perusahaan baru maupun lama, dibatasi sebagai berikut:
a. Dalam bidang perdagangan pada tanggal 31 Desember 1977.
b. Dalam bidang industri berakhir pada tanggal 31 Desember 1997.
c. Dalam bidang-bidang usaha lainnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Pemerintah dengan batas waktu antara 10 dan 30 tahun.

Pasal 7

(1) Jikalau jangka waktu berusaha yang ditentukan bagi perusahaan asing berakhir maka warga negara asing yang bersangkutan dapat melanjutkan berusaha dengan jalan antara lain:
a. Mengalihkan modalnya kebidang usaha lain yang batas waktu berusa - hanya belum berakhir;
b. mengadakan usaha gabungan dengan perusahaan nasional
(2) Setelah waktu berusaha untuk perusahaan asing berakhir, maka perusahaan atau modal yang dimiliki oleh warga negara asing yang bersangkutan harus dialihkan kepada warga negara Indonesia.
(3) Jika setelah diberi peringatan secara tertulis sekurang-kurangnya dua kali
oleh instansi yang berwenang, warganegara asing yang berkepentingan didalam waktu satu tahun sejak berakhirnya jangka waktu berusaha yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) dan pasal 6 tidak memenuhi ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, maka Pemerintah atau instansi yang ditunjuknya berhak melakukan likwidasi terhadap perusahaan asing yang bersangkutan.

Pasal 8

Pemerintah berkewajiban untuk mengambil tindakan-tindakan dan menyelenggarakan usaha-usaha, agar pada waktunya perusahaan-perusahaan nasional dapat menampung dan melakukan fungsi dan kegiatan-kegiatan perusahaan-perusahaan asing yang batas waktu berusahanya telah berakhir.

BAB VI PEMBEBASAN DAN KERINGANAN PERPAJAKAN

Pasal 9

(1) Modal yang ditanam dalam usaha-usaha rehabilitasi, pembaharuan, perluasan dan pembangunan baru dibidang-bidang pertanian, perkebunan, kehutanan,

perikanan, peternakan, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perumahan rakyat, kepariwisataan, prasarana dan usaha-usaha produktip lainnya menurut ketentuan Pemerintah oleh Instansi Pajak tidak diusut asal-usulnya dan tidak dikenakan pajak.

(2) Kelonggaran tersebut pada ayat (1) pasal ini berlaku untuk jangka waktu lima tahun dari berlakunya Undang-undang ini.

Pasal 10

(1) Modal yang ditanam dalam usaha-usaha dibidang-bidang termaksud dalam pasal 9 ayat (1) dibebaskan dari pengenaan Pajak Kekayaan.
(2) Deposito dan tabungan yang disimpan dalam bank sekurang-kurangnya satu tahun dibebaskan pula dari pengenaan Pajak Kekayaan.

Pasal 11

Penempatan modal dalam usaha-usaha dibidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dibebaskan dari Bea Materai Modal.

Pasal 12

(1) Kepada perusahaan-perusahaan yang menanam modal baru dalam usaha-usaha dibidang termaksud dalam pasal 9 ayat (1) diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroan atas labanya, dan kepada para pemegang saham dari perusahaan termaksud diatas diberikan pembebasan dari pengenaan Pajak Dividen atas bagian aba yang dibayarkan, untuk jangka waktu dua tahun, terhitung dari saat usaha termaksud mulai berproduksi. Jangka waktu dua tahun ini dapat diperpanjang apabila dipenuhi

ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat-ayat selanjutnya dari pasal ini.

(2) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat menambah atau menghemat devisa yang dijumlahnya berarti, diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tahun.
(3) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dilakukan diluar
Jawa, diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tahun.
(4) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini memerlukan modal
besar, diberikan tambahan pembebasan pajak untuk satu tahun.
(5) Apabila penanaman modal tersebut dalam ayat 1 pasal ini dilakukan bidang
prasarana, diberikan tambahan untuk satu tahun.

Pasal 13

Pemerintah dapat memberikan keringanan Pajak Perseroan kepada
perusahaan-perusahaan yang berusaha dalam bidang-bidang yang mendapat prioritas sesuai dengan Rencana Pembangunan Pemerintah.

Pasal 14

(1) Bagian laba perusahaan yang ditanam (kembali) dalam usaha-usaha
dibidang-bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dikecualikan dalam perhitungan laba yang dikenakan pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan.
(2) Ketentuan termaksud pada ayat 1 pasal ini hanya berlaku selama jangka waktu 5 tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini. Perpanjangan jangka waktu tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.
(3) Bagi perusahaan-perusahaan yang memperoleh besar dari pengenaan Pajak
Perseroan atau Pajak Pendapatan, baik berdasarkan pasal 12Undang-undang ini maupun berdasarkan peraturan pelaksanaan Undang-undang No. 27 tahun 1964, ketentuan tersebut pada ayat 1 pasal ini berlaku selama jangka waktu 5 tahun setelah berakhirnya pembebasan dari pengenaan Pajak Perseroan atau Pajak Pendapatan tersebut diatas. Perpanjangan jangka waktu tersebut diatur oleh Menteri Keuangan.

Pasal 15

Pengimporan barang-barang modal (termasuk alat-alat dan perlengkapan) yang
diperlukan untuk usaha-usha pembangunan baru dan rehabilitasi dalam bidang- bidang tersebut dalam pasal 9 ayat (1) dapat diberikan keringanan-keringanan Bea Masuk.

Pasal 16

Terhadap modal dalam negeri yang dimiliki oleh Negara dan/atau swasta nasional
yang bekerjasama dengan modal asing seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967 dalam usaha gabungan berlaku kelonggaran-kelonggaran /keringan-keringanan yang ditetapkan dalam Bab VI Undang-undang tersebut, serta pasal-pasal 9 dan 10 dari Undang-undang ini.

Pasal 17

Pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) dan (2) pasal 10 ayat (1) dan (2), pasal 11, pasal 12 ayat (1) sampai dengan ayat (5), pasal 13, pasal 14 ayat (1) sampai dengan ayat (3), pasal 15 dan pasal 16

dilakukan oleh Menteri Keuangan.

BAB VII TENAGA KERJA

Pasal 18

Pemilik modal mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan direksi perusahaan dimana modalnya ditanam.

Pasal 19

Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib menggunakan tenaga ahli bangsa Indonesia, kecuali apabila jabatan-jabatan yang diperlukan belum dapat diisi dengan tenaga bangsa Indonesia, dalam hal mana dapat digunakan tenaga ahli warga negara asing satu dan lain menurut penggunaan tenaga kerja warga negara asing penduduk Indonesia harus memenuhi ketentuan-ketentuan pemerintah.

Pasal 20

Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib menyelenggarakan dan/atau menyediakan fasilitas-fasilitas latihan dan pendidikan bila dipandang

perlu oleh pemerintah.

BAB VIII KEWAJIBAN-KEWAJIBAN LAIN

Pasal 21

Perobahan pemilikan modal dari perusahaan nasional yang mengakibatkan kurang dari persentase modalnya yang disebut dalam pasal 3 ayat (1) merupakan milik Negara dan/atau swasta nasional, wajib dilaporkan kepada instansi yang

memberikan izin usaha.Jika hal ini tidak dilaporkan dalam waktu tiga bulan, maka izin usahanya dicabut.

Pasal 22

Perusahaan-perusahaan, baik nasional maupun asing, wajib memenuhi ketentuan
pendaftaran yang ditentukan oleh pemerintah.

BAB IX KETENTUAN-KETENTUAN LAIN

Pasal 23

(1) Perusahaan asing tidak diperkenankan mengadakan usaha gabungan dengan modal asing seperti dimaksud dalam Undang-undang No. 1 tahun 1967.
(2) terhadap modal dalam negeri yang dimiliki orang asing yang berdomisili
diluar Indonesia, berlaku peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ada sebelum berlakunya Undang-undang ini.

Pasal 24

Pada saat berlakunya Undang-undang ini tidak berlaku lagi :
a. Undang-undang No. 26 tahun 1964 tentang Pemberian Perangsang Penanaman Modal;
b. Undang-undang No. 27 tahun 1964 tentang pemberian Pembebasan Pajak
Perseroan/Pajak Pendapatan;
c. Semua ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan yang bertentangan dengan apa yang ditentukan dalam Undang-undang ini, kecuali ketentuan seperti tercantum dalam pasal 23 ayat (2).

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 25

(1) Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Undang-undang ini akan
diatur lebih lanjut oleh Pemerintah;
(2) Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dala Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 3 Juli 1968. Presiden Republik Indonesia,

S O E H A R T O
Jenderal TNI


T A M B A H A N
L E M B A R A N - N E G A R A R.I

No. 2853 PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI. Pendjelasan atas Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri.

PENDJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG NO.6 tentang PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI.

PENDJELASAN UMUM

Dalam Demokrasi Pantjasila modal harus diberi tempat jang sewadjarrnya, sesuai dengan arti dan pentingnja faktor tersebut dalam pembangunan masjarakat jang adil dan makmur. Pembangunan tidak akan mungkin tanpa adanja pemupukan modal dalam negeri sendiri setjara besar-besaran, sedangkan penggunaan modal tersebut harus diatur dan disalurkan hingga timbul kegiatan-kegiatan ekonomi jang produktip dan effisien. Setiap negeri jang belum madju mengallami kemerosotan atau kemandekan perkembangan ekonomi karena kemahalan masjarakat itu untuk memupuk modalnja sendiri. Hal ini djuga disebabkan karena lemahnja kemampuan para pengusaha, baik dari pihak swasta maupun dari pihak Pemerintah. Karena itu perlu diadakan ketentuan-ketentuan dan pengaturan-pengaturan jang dapat memperbesar kemampuan masjarakat Indonesia untuk berusaha setjara produktip. Kelemahan-kelemahan tersebut masih lagi ditambah dengan kesulitan dengan adanja dominasi perekonomian Indonesia pada umumnja dan donimasi modal chususnja oleh orang-orang asing jang memiliki dan berusaha dengan modal dalam negeri. Keadaan ini telah berlangsung berabad-abad lamanja dan sekarang tiba waktunja untuk mengachiri keadaan tersebut. Sebaliknja djustru adanja dominasi tersebut sangat membatasi kemampuan-kemampuan Pemerintah pada dewasa ini untuk bertindak setjara radikal dalam waktu jang sangat singkat. Sesuai dengan semangat Pantjasila maka jang selalu dipentingkan diatas segalanja-galanja adalah perbaikan naasib rakjat. Karena itu pengachiran dominasi orang asing atas perekonomian Indonesia, harus dilaksanakan dengan tjara memanfaatkan orang asing dan modalnja, tanpa meninggalkan realitas-realitas jang berlaku. Mengingat hal-hal tersebut diatas maka perlu diadakan pemisahan jang tegas antara perlakuan terhadap modal dan perlakuan terhadap perusahaan. Seluruh modal jang berada di Indonesia jang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan pasal 2 Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing adalahh modal dalam negeri. Walaupun modal dalam negeri dapat dimiliki oleh berbagai pihak termasuk orang asing, namun terhadap seluruh modal dalam negeri tidak diadakan pembedaan perlakuan. Pembedaan perlakuan diadakan setjara tegas terhadap orang-orang asing

dan perusahaannja jang menguasai dan memiliki modal dalam negeri.

Pada prinsipnja orang asing tidak dibolehkan berusaha dengan modal dalam negeri, akan tetapi mengingat keadaan-keadaan perekonomian dan masjarakat Indonesia, maka orang-orang asing dengan modalnja perlu dimanfaatkan dengan memberikan kepada mereka ketentuan-ketentuan dan kepastian atas dasar mana mereka dapat bekerdja setjara produktip dan bermanfaat bagi seluruh masjarakat Indonesia. Lebih penting lagi ialah adanja ketentuan-ketentuan dan kepastian tentang modal dan perusahaan supaja dinamik masjarakat dan daja kreatip rakjat dapat menimbulkan akumulasi modal jang digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktip. Hanja dengan keadaan demikian inilah pembangunan ekonomi dapat dilaksanakan. Dalam hal ini Pemerintah memegang peranan jang sangat vital sebagai pemimpin dan pelopor dari pembangunan. Dengan penanaman-penanaman modal setjara berentjana dalam djumlah-djumlah jang tjukup besar maka Pemerintah dapat merintis dan merangsang penanaman-penanaman modal dari pihak masjarakat pada umumnja. Pembangunan jang sungguh-sungguh dapat dirasakan oleh Rakjat hanja dapat ditjapai dengan mobilisasi modal dari seluruh masjarakat. Karena itu Undang-undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri ini mengandung ketentuan-ketentuan jang dapat merangsang dan mendjamin pemupukan modal baik jang ketjil maupun jang besar. Antara lain pemupukan modal dengan tjara

tabungan-tabungan, deposito-deposito berdjangka, pembelian kertas-kertas berharga, mendapat perangsang-perangsang supaja makin lama makin mendjadi sumber-sumber modal jang berarti.

Undang-undang ini sesungguhnja tidak hanja mengatur modal dalam negeri, akan tetapi djuga mengatur dalam garis besar pengusaha-pengusaha dan perusahaan-perusahaannja. Sedjalan dengan itu, maka dalam Undanag-undang ini djuga terdapat ketentuan-ketentuan jang pada hakekatnja merupakan pembaharuan dan peningkatan daripada Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1959. Karena itu Undang-undang ini sejogjanja didjadikan Undang-undang pokok jang dapat dipakai sebagai landasan untuk semua ketentuan-ketentuan jang mengatur hal-hal dalam berbagai bidang usaha.

Halaman berikutnya :