Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan

Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial (10 ed.; W. C. Kristiaji & R. Media, Ed.). Jakarta: Erlangga.

Cipto, H. (2016). Anak dihukum karena tak bikin tugas, orangtua pukul Pak Guru. Diambil dari Kompas website: https://regional.kompas.com/read/2016/08/10/16135971/anak.dihukum.karena.tak.bikin.tugas.orangtua.pukul.pak.guru

Creswell, J. W. (1997). Qualitative inquiry and research design: Choosing among five traditions. California, US: Sage Pubilications, Inc.

Darmadi. (2017). Pengembangan model dan metode pembelajaran dalam dinamika belajar siswa. Yogyakarta: Deepublish.

Farida, A. (2014). Pilar-pilar pembangunan karakter remaja. (1 ed.; I. Fibrianti, Ed.). Bandung: Nuansa Cendekia.

Hayes, J. (2002). Interpersonal skills at work (2 ed.). New York, US: Routledge.

Hidayat, H. S. (2013). Pengaruh kerjasama orangtua dan guru terhadap disiplin peserta didik di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri kecamatan Jagakarsa-Jakarta Selatan. Jurnal Ilmiah WIDYA, 1(2), 92–99. Diambil dari https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-ilmiah/article/view/129

Pışkın, M., Atık, G., Çınkır, Ş., Öğülmüş, S., Babadoğan, C., & Çokluk, Ö. (2014). The Development and Validation of the Teacher Violence Scale. Eurasian Journal of Educational Research, 14(56), 69–88. https://doi.org/10.14689/ejer.2014.56.3

Prima, E. (2016). Metode reward dan punishment dalam mendisiplinkan siswa kelas IV di Sekolah Lentera Harapan Gunung Sitoli Nias. JEPUN: Jurnal Pendidikan Universitas Dhyana Pura, 1(2), 185–198. Diambil dari https://jurnal.undhirabali.ac.id/index.php/Jepun/article/view/177/161

Sun, R. C. F., & Shek, D. T. L. (2012). Student classroom misbehavior: An exploratory study based on teachers’ perceptions. The Scientific World Journal, 2012, 3–4. https://doi.org/10.1100/2012/208907

Latar Belakang

Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter sangat mempengaruhi perkembangan karakter murid khususnya dan membentuk budaya suatu bangsa pada umumnya. Guru memiliki peran yang sangat penting membentuk karakter sebagai budaya positif dalam kelas atau sekolah. Dalam pendidikan di sekolah, karakter murid ditumbuhkan melalui keteladanan orang dewasa, aturan dan sistem sekolah yang konsisten.

Kemajuan teknologi semakin mempermudah akses informasi, sehinga masuknya budaya luar tidak dapat dihindari. Peran sekolah sangat dibutuhkan dalam pendidikan penguatan karakter yang lebih mengutamakan tata krama dan sopan santun. Di banyak sekolah, pendidikan karakter tidak menjadi fokus utama pembelajaran, sehingga kesadaran akan kedisiplinan tidak datang pada diri (motivasi intrinsik) namun sebuah keterpaksaan ketika ada yang mengawasi. Hal ini tidak baik bagi perkembangan karakter murid juga mamaksa guru untuk selalu mengawasi perilaku murid.

Merdeka belajar menggali potensi guru dan murid untuk berinovasi dan meningkatkan kualitas belajar secara mandiri. Menumbuhkan murid merdeka dalam penerapannya banyak tantangan pada kebebasan berperilaku dan bertindak. Hal ini akan menjadi pemahaman yang keliru jika tidak memperhatikan tertib damai. Dalam lingkungan kami, untuk tetap menjaga tertib damai sering melihat ‘disiplin’ sebagai hal yang sama dengan ‘hukuman’, namun pada hakikatnya disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda. Yang perlu kita tumbuhkan adalah motivasi intrinsik murid untuk dapat berperilaku baik dan disiplin.

Motivasi intrinsik murid perlu ditumbuhkan dalam keseharian di rumah dan di sekolah melalui pembiasaan sehingga menjadi suatu kebudayaan. Apa yang dapat digali dari murid di sekolah menjadi tanggung jawab bersama seluruh warga sekolah, baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran di sekolah.

Menumbuhkan Budaya Positif

Sekolah merupakan institusi pembentuk karakter dengan konsep budaya positif bagi seluruh warga sekolah. Budaya positif selain membentuk karakter dalam diri murid juga mengarah pada tujuan bersama warga sekolah sebagai visi sekolah. Visi sekolah dapat tercapai jika semua warga terlibat dalam kerjasama menjalankan misi. Hal ini tentu tidak hanya dikerjakan dalam satu waktu. Usaha ini diterapkan berkelanjutan hingga menjadi suatu budaya. Budaya yang baik tidak dapat diciptakan hanya satu waktu dan tidak dapat berdiri sendiri. Namun sangat mungkin diinisiasikan dari satu orang yang dalam pengembangannya dengan mengaktualisasi potensi yang ada pada lingkungan tersebut.

Budaya positif sekolah adalah nilai-nilai bersama, sistem kepercayaan, sikap dan seperangkat asumsi yang dibagikan oleh orang-orang dan menjadi norma di sekolah. Hal itu dibentuk oleh pendidikan individu, konteks sosial dan budaya. Budaya positif membutuhkan komitmen atau kesepakatan semua warga. Hal ini tidak dapat dipaksakan namun datang atas dasar kesadaran diri atau motivasi dalam diri (motivasi intrinsik).

Penerapan budaya positif akan berhasil jika didasari atas motivasi diri. Hal ini akan sangat mempengaruhi konsistensi dan tanggung jawab atas kesepakatan yang telah dibuat. Tanggung jawab akan suatu hal yang konsisten menumbuhkan kedisiplinan. Upaya pembentukan budaya positif dengan cara membiasakan siswa disiplin. Disiplin positif merupakan sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis.

Langkah pertama dalam menerapkan pendekatan disiplin positif adalah mengembangkan visi bersama tentang apa yang ingin dicapai sekolah.  Kemudian membuat kesepakatan bersama dengan segala komitmen dalam pelaksanaannya. Lingkup kesepakatan bersama dibedakan dalam kelas dan sekolah. Untuk kesepakatan kelas dibentuk bersama dengan murid dan kesepakatan sekolah dalam bentuk aturan atau tata tertib yang dirancang oleh dewan guru dan stakeholder lainnya.

Menumbuhkan Budaya Positif di Kelas

Upaya pembentukan karakter pada murid menjadi tanggung jawab guru dan orang tua di rumah. Tugas guru adalah mendidik dan mengajar. Dalam implementasinya di sekolah bukan hanya mengajarkan materi kognitif saja namun perlunya penanaman karakter pada murid yang dikemas dalam suatu budaya positif di sekolah. Upaya pembentukan budaya positif dengan cara membiasakan murid disiplin.

Disiplin berbeda dengan hukuman, disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku  murid, disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari. Disiplin perlu lebih banyak diterapkan dari pada hukuman agar murid mampu bertanggung jawab pada diri mereka sendiri, meskipun hukuman juga perlu dilakukan hanya pada saat murid menyadari hal itu salah namun tetap melakukannya sebagai bentuk penyimpangan.

Menumbuhkan disiplin pada murid yaitu dengan pendampingan dan penjelasan mengenai budaya positif dan penanaman karakter murid melalui pembiasaan dan memfasilitasi murid dalam upaya menumbuhkan disiplin seperti banner pengingat, penyediaan fasilitas kebersihan dan rasa aman. Sebagai pendidik yang ingin dicapai dari sikap menumbuhkan disiplin kepada murid adalah murid melakukan kedisiplinan atas dasar pemahaman dan kesadaran diri sehingga menjadi suatu pembiasaan yang dilakukan dan akan melekat menjadi suatu karakter yang baik dan bermanfaat bagi kehidupannya baik lahir maupun batin.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun kesepakatan kelas:

  1. Tanyakan pendapat murid tentang masalah dan harapan kelas
  2. Eksplorasi ide dari murid untuk mencapai kelas impian
  3. Ambil kesimpulan dari ide murid
  4. Ubah ide menjadi kesepakatan kelas
  5. Tandatangani kontrak kesepakatan
  6. Lihat bersama poster kontrak kesepakatan
  7. Selalu ingatkan jika murid mulai mengabaikan kesepakatan
  8. Refleksikan bersama dalam kurun waktu tertentu.

Contoh hasil kesepakatan kelas dalam Pembelajaran Jarak Jauh yang telah dibuat bersama dengan murid:

Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan
Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan

Gambar 1. Kesepakatan Kelas Online

Budaya positif dalam kelas yang disepakati dalam bentuk Kesepakatan Kelas menumbuhkan tanggung jawab dan kedisiplinan murid. Disiplin positif mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis.

Menumbuhkan Budaya Positif di Sekolah

Budaya positif di sekolah bisa dalam bentuk aturan, kode etik, aturan atau norma. Semua warga dapat menginisiasi hal ini tanpa terikat menjadi sebuah aturan tertulis. Namun ini akan mudah diterapkan jika didukung oleh pihak sekolah dengan menjadikannya sebuah aturan atau pembiasaan dengan daya dukung seperti fasilitas, banner pengingat dan sarana prasarana pendukung lainnya. Kepala Sekolah menjadi penanggung jawab, guru mensukseskan budaya positif yang disepakati sesuai dengan lingkungan sekolah dan murid menjadi pelaksana budaya tersebut. Namun ini juga bisa diterapkan pada budaya positif kerja untuk guru dan karyawan disesuaikan konteksnya.

Seorang guru tidak dapat bekerja sendiri dalam mengembangkan visi, namun ia dapat mengeksplorasi paradigma atau penemuan konsep diri berbasis kekuatan yang ada pada diri yang disebut sebagai Inkuiri Apresiatif (IA). Contoh dalam kelas adalah dengan melibatkan murid dalam membuat Kesepakatan Kelas, harapannya adalah murid lebih bertanggung jawab dan berkomitmen dengan apa yang telah mereka sepakati bersama, sedangkan di lingkup sekolah guru harus menjadi inisiator program – program yang membimbing murid dalam budaya yang baik dan menjadi contoh guru lainnya.

Dengan IA, guru dapat menularkan kebiasaan baik kepada guru lain dalam membangun budaya positif di sekolah dengan menerapkan nilai dan peran guru penggerak yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, berpihak pada murid. Dengan memaksimalkan nilai – nilai ini, Guru dapat memproses disiplin positif dalam budaya sekolah yang nantinya akan menjadi perubahan baru yang menggerakkan seluruh komponen sekolah.

Setiap sekolah pasti sudah memiliki aturan baku dalam setiap awal tahun pembelajaran, namun inisiatif dalam bersikap kritis sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan sekolah inilah yang jarang ditemui dari tiap individu warga sekolah. Aksi nyata yang dilakukan dalam hal ini adalah dalam menanggapi masalah lingkungan dan karakter warga sekolah sebagai budaya positif yang perlu ditumbuhkan dalam kehidupan di sekolah.

Menanggapi masalah kepedulian warga sekolah terhadap lingkungan dengan mencanangkan program LISA (Lihat Sampah Ambil). Program ini digalakkan untuk melatih dan membiasakan murid peduli terhadap masalah sampah yang ada di lingkungan dengan harapan mereka terbiasa dalam menjaga kebersihan di manapun sehingga menjadi suatu budaya positif dalam kehidupannya. Kegiatan ini selalu diingatkan setiap pagi setelah pembiasaan dan pelaksanaannya tidak terikat waktu. Untuk selalu mengingatkan akan hal ini, sekolah memasang banner di beberapa titik lingkungan sekolah.

Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan
Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan

Gambar 2. Pemasangan banner LISA di lingkungan SMP Negeri 1 Bulakamba

Selain LISA, bentuk penanaman budaya positif di lingkungan sekolah yang berhubungan dengan penguatan pendidikan karakter adalah dengan membudayakan 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun). Hal ini bertujuan agar murid memiliki akhlak mulia sesuai dengan profil Pelajar Pancasila, sehingga sekolah menjadi tampat menumbuhkan karakter yang baik bagi semua warga. Perilaku ini mudah diterima namun berat untuk memulainya, sehingga akan menjadi hal yang biasa namun efeknya luar biasa jika sekolah membudayakan 5S ini.

Selain memberikan sosialisasi, sekolah juga memasang banner 5S di beberapa tempat di dalam sekolah terutama di depan gerbang, sehingga ketika masuk ke dalam lingkungan sekolah, murid sudah siap bersosial dalam lingkungan sekolah. Hal ini dikuatkan oleh guru yang berjajar di depan sekolah menyambut kedatangan siswa dengan 5S-nya.

Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan

Gambar 3. Murid masuk sekolah disambut guru dengan 5S

Hasil Aksi Nyata

Ki Hadjar Dewantara (KHD) mengingatkan bahwa tujuan pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Oleh sebab itu, pendidik hanya dapat “menuntun” tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Pernyataan KHD tentang tujuan pendidikan ini mengisyaratkan bahwa sebagai guru perlu membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat. 

Adapun karakter yang diharapkan menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan nasional kita yang juga seperti yang tercantum dalam profil pelajar pancasila yakni: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.

Dari aksi nyata yang telah dilakukan dalam upaya menumbuhkan budaya positif di kelas maupun di sekolah terlihat perkembangan yang sangat baik, dimulai dari komitmen yang dibentuk dari hasil kesepakatan bersama dan dilaksanakan dengan penuh konsistensi semua murid atas dasar kesadaran diri. Murid lebih memperhatikan etika dalam berkomunikasi dalam group percakapan kelas. Selain itu  aktivitas murid dalam pembelajaran online juga lebih aktif dalam menanggapi setiap diskusi pembelajaran, ini menunjukan perkembangan yang sangat baik dan menjadi suatu kebudayaan positif bagi seluruh murid

Begitu juga pada penerapan LISA dan 5S. Pada masa pandemic covid – 19 ini, sekolah menerapkan blended learning, yaitu perpaduan antara pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online yang dapat meningkatkan efektifitas, akses dan akseptabilitas dalam pengembangan potensi individu murid. Selain untuk tetap memfasilitasi murid yang tidak memiliki gawai, juga dimaksudkan untuk menyampaikan materi yang memang murid mengalami kesulitan, tentunya dengan protokol kesehatan. Dalam pelaksanaannya, LISA dan 5S lebih mengurangi rasa ragu murid untuk berbuat dalam menjaga lingkungan dan malu untuk bertata krama yang baik terhadap siapapun, sehingga sedikit demi sedikit akhlak mulia mulai terbentuk dari dalam diri murid.

Ceritakan cara Anda membangun kesepakatan guna mencapai hasil PENGEMBANGAN yang diharapkan

Gambar 4. Murid dengan kesadaran diri memungut sampah

Pada akhirnya, budaya positif di sekolah akan dapat menumbuhkan karakter positif yang bukan hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat.

Refleksi dan Rencana Perbaikan

Pembelajaran yang dapat diambil dari upaya menumbuhkan budaya positif di kelas dan di sekolah dari sudut pandang murid adalah bahwa banyak hal baik yang dapat dilakukan namun kita enggan untuk melakukannya karena dianggap tidak umum atau lazim dilakukan banyak orang, sehingga berat dan malu untuk memulainya. Ini akan menjadi hal yang umum dan lazim jika dalam suatu komunitas dijadikan suatu komitmen sebagai kesepakatan bersama. Kesepakatan bersama ini menumbuhkan kesadaran diri (motivasi intrinsik) sebagai bentuk tanggung jawab moral sehingga akan tumbuh kedisiplinan bukan menimbulkan hukuman.

Dari sudut pandang guru dalam penerapan budaya positif, bahwa guru diharapkan memiliki nilai-nilai positif yang dibutuhkan untuk membentuk karakter Pelajar Pancasila dengan memberi contoh (Ing Ngarso Sung Tulodho) dan melakukan habituasi atau pembiasaan yang konsisten di sekolah sehingga murid tidak ragu dalam melakukan seperti yang dicanangkan oleh sekolah.

Kesepakatan kelas akan terus diterapkan secara konsisten dan penuh tanggung jawab bersama dan direfleksi sesuai dengan perkembangannya, seperti perubahan dari kesepakatan kelas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ke Pembelajaran Tatap Muka (PTM) serta akan selalu diingatkan apabila murid sudah mulai kurang disiplin menjalankan kesepakatan tersebut. Selain guru selalu mengarahkan kedisiplinan dalam menegakkan budaya positif dalam kelas juga mengingatkan kembali setelah tidak aktivitas pembelajaran dalam kelas seperti awal tahun ajaran atau awal semester.

Begitu juga pada LISA dan 5S, akan selalu dijaga konsistensi dalam pelaksanaannya dengan selalu mengingatkan dan memberikan contoh nyata pada murid. Ke depan akan lebih dikembangkan pendidikan penguatan karakter murid dengan pembiasaan yang baik lebih dari Senyum, Sapa, Salam, Sopan dan Santun serta aktivitas-aktivitas lainnya untuk menanamkan budaya positif di lingkungan sekolah.

Penutup

Sekolah sebagai institusi pembentukan karakter sehingga guru perlu membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat. Menumbuhkan budaya positif tentu tidak mudah karena menanamkan karakter yang baik pada banyak murid melalui pendidikan karakter. Tujuan dari pendidikan karakter secara luas (CCR, 2015) adalah :

  1. Untuk membangun pondasi dalam pembelajaran seumur hidup
  2. Untuk mendukung relasi yang baik di dalam tempat tinggal, komunitas, dan tempat kerja
  3. Untuk mengembangkan nilai-nilai (values) personal dalam berkontribusi di kehidupan global.

Tujuan utama dari pendidikan karakter juga tidak hanya mendorong murid untuk sukses secara moral maupun akademik di lingkungan sekolah, tetapi juga untuk menanam moral yang baik pada diri murid ketika sudah terlibat di dalam masyarakat. (Faizal Ananda Tohara Al Ghazali, Guru SMPN 1 Bulakamba/CGP Kab. Brebes, Jawa Tengah)