Contoh latar belakang PENELITIAN kualitatif pendidikan

Latar belakang adalahdasar atau dapat kita sebut juga sebagai alasan yang menjadi titik tolak untuk memberikan pemahaman kepada pembaca atau pendengar tentang apa yang ingin kita sampaikan.

Latar bekalang biasanya kita  buat pada saat kita membuat artikel ilmiah atau karya tulis ilmiah, seperti: makalah, skripsi, PTK dll.

Dalam menulis latar belakang kita harus menuliskannya dengan jelas. Mulai dari masalah yang ditemui, data-data yang menunjukan masalah tersebut, landasan yuridisnya, landasan teoritis yang relevan, sehingga menemukan solusi dari masalah yang dihadapi.

Dalam menulis latar belakang masalah pendidikan, susunannya tidak terlalu berbeda dengan penyusunan latar belakang pada umumnya, ada 4 hal sekiranya yang menjadi inti dari penulisan latar belakang yang baik yaitu:

  1. Menemukan Masalah
  2. Data Pendukung sebagai bukti ditemukannya masalah
  3. Ada solusi dari masalah yang didukung oleh (teori-teori yang relevan)
  4. Adanya pengajuan hipotesis (jawaban sementara)

untuk lebih memahami langkah-langkah membuat latar belakang proposal skripisi

Setelah memahami tentang langkah-langkahnya. berikut ini saya lampirkan contoh latar belakang pendidikan.

Contoh latar belakang PENELITIAN kualitatif pendidikan
Contoh Latar Belakang Masalah Pendidikan

Contoh 1 : Pengaruh Metode Pembelajaran Ekspositori Terhadap Motivasi Belajar Siswa

sumber : eprints.uny.ac.id/1394/2/Bab_I_-_Daftar_Pustaka.doc

Latar Belakang

Dalam suatu lembaga pendidikan keberhasilan proses belajar-mengajar dapat dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik. Hasil belajar tersebut merupakan prestasi belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa setelah mengerjakan soal yang diberikan oleh guru pada saat evaluasi dilaksanakan. Keberhasilan pembelajaran

di sekolah akan terwujud dari keberhasilan belajar siswanya.

Keberhasilan siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu maupun dari luar individu. Faktor dari dalam individu, meliputi faktor fisik dan

psikis, di antaranya adalah motivasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat memberikan dukungan yang positif dalam belajar, namun dapat juga menghambat proses belajar. Hambatan-hambatan yang terjadi berakibat pada hasil belajar individu yang mengalami proses belajar tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Keadaan-keadaan tersebut berdampak pada timbulnya masalah pada proses belajar selanjutnya. Motivasi belajar siswa yang rendah akan menjadi hambatan yang sangat berarti pada proses pembelajaran, karena dapat mengakibatkan prestasi belajar siswa rendah. Oleh karena itu guru diharapkan dapat

meningkatkan motivasi belajar siswa untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

Permasalahan belajar seperti yang diungkapkan tersebut terjadi pada siswa di SMK Negeri 7 Yogyakarta kelas XI Penjualan. Hal ini ditunjukkan dengan pencapaian nilai matematika yang rendah. Banyak siswa yang memperoleh nilai matematika di bawah 60, tidak sesuai yang diharapkan oleh guru. Anggapan tentang sulitnya belajar matematika sering mendominasi pemikiran siswa sehingga banyak di antara mereka kurang berminat untuk mempelajari matematika dan siswa kurang termotivasi dalam belajar. Selain itu, pembelajaran juga masih terpusat pada guru. Guru banyak menjelaskan dan

siswa kurang diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan temannya.

Berdasarkan observasi peneliti di sekolah yang dilakukan pada bulan Februari-Maret tahun 2008 dan wawancara dengan guru matematika, 28 dari 37 siswanya kurang memahami pelajaran matematika hal ini dilihat dari nilai tes matematika yang kurang dari 60. Berdasarkan hasil pengamatan, bahwa  motivasi dan minat belajar matematika siswa rendah. Rendahnya motivasi dan minat belajar siswa dapat dilihat pada saat siswa menerima materi pelajaran.  Hal ini ditunjukkkan dengan sikap siswa yang cenderung ramai sendiri, mengobrol dengan teman, ada beberapa siswa yang mengerjakan PR pelajaran lain dan kurang memperhatikan pembelajaran yang sedang berlangsung. Bila siswa diberi latihan soal yang agak sulit, siswa tidak mengerjakan soal tersebut dan tidak termotivasi untuk mencari penyelesaian dari soal tersebut. Siswa lebih senang menunggu guru menyelesaikan soal tersebut. Hal ini disebabkan siswa kurang diberikan kesempatan untuk

bertanya dan menyampaikan pendapat.

Mengingat bahwa siswa merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan, perlu diupayakan adanya pembenahan terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan optimalisasi prestasi belajar siswa. Sehubungan dengan keberhasilan belajar, Slameto (1988:

62) berpendapat bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi belajar siswa.

  1. Faktor internal, merupakan faktor di dalam diri siswa yang meliputi faktor fisik misalnya kesehatan dan faktor psikologis, misalnya motivasi,

    kemampuan awal, kesiapan, bakat, minat dan lain-lain.

  2. Faktor eksternal, merupakan faktor yang ada di luar diri siswa, misalnya keluarga, masyarakat,  sekolah dan

    lain-lain.

Selanjutnya mengenai keberhasilan belajar matematika Herman Hudoyo (1988: 6-7) mengungkapkan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar matematika sebagai berikut.

  1. Peserta didik, meliputi: kemampuan, kesiapan, minat, motivasi, serta
    kondisi siswa pada saat mengikuti kegiatan belajar matematika.
  2. Pengajar, meliputi: pengalaman, kepribadian, penguasaan materi matematika dan cara

    penyampaian yang diberikan oleh guru.

  3. Prasarana dan sarana, meliputi ruangan, alat bantu belajar, buku tulis dan sumber

    belajar yang membantu kelancaran proses belajar-mengajar.

  4. Penilaian, digunakan untuk melihat hasil belajar matematika siswa sehingga diharapkan dapat meningkatkan kegiatan belajar dan memperbaiki hasil belajar

    selanjutnya.

Dari pendapat tersebut di atas ada beberapa faktor yang mempengaruhi upaya peningkatan prestasi belajar siswa adalah meningkatkan motivasi siswa dalam belajar matematika. Motivasi sebagai keseluruhan daya penggerak yang ada dalam diri siswa mampu menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki siswa dapat tercapai. Motivasi dapat berasal

dari dalam diri siswa (intrinsik)


maupun dari luar diri siswa (ekstrinsik).

Penggunaan metode pembelajaran ekspositori dengan pemberian kuis dapat menigkatkan motivasi belajar matematika sehingga diharapkan dapat meningkatkan kegiatan belajar matematika dan memperbaiki hasil belajar selanjutnya. Dengan menerapkan metode ini, pembelajaran tidak hanya terpusat pada guru tetapi siswa bisa lebih aktif dalam

pembelajaran.

Berdasarkan pada permasalahan tersebut akan dilaksanakan penelitian pembelajaran matematika menggunakan metode ekspositori dengan pemberian kuis untuk memotivasi belajar matematika siswa. Metode pembelajaran ekspositori dengan pemberian kuis matematika ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi rendahnya motivasi belajar yang

dialami oleh siswa.

Contoh 2 : Peranan Guru sebagai Motivator dalam Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran PAI (Studi Kasus di SMP Negeri 1 Kauman Tulungagung)

sumber : repo.iain-tulungagung.ac.id/1061/1/BAB%20I.doc

Pembangunan nasional di bidang pendidikan merupakan usaha mencerdasakan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia  Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur. Hal ini sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal 3 yang menyebutkan

bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,

mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab

Untuk mewujudkan pembangunan nasional di bidang pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, diperlukan peningkatan dan penyempurnaan mutu pendidikan yang dalam hal ini berkaitan erat dengan peningkatan kualitas proses belajar mengajar. Sedangkan komponen peningkatan kualitas pendidikan meliputi: siswa, guru, kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, pengelolaan sekolah, proses belajar mengajar, pengelolaan dana, supervisi dan monitoring, serta hubungan sekolah dengan lingkungan. Mutu pendidikan tersebut selanjutnya dapat dikenali melalui tanda-tanda operasional berupa: (1) keluaran/lulusan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat; (2) nilai akhir prestasi belajar peserta didik; (3) persentase lulusan yang dicapai

sekolah; dan (4) penampilan kemampuan dalam semua komponen pendidikan.

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas / mutu proses belajar mengajar di kelas adalah kemampuan guru dalam mengajar. Sedangkan keberhasilan guru dalam mengajar tidak hanya ditentukan oleh hal-hal yang berhubungan langsung dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Seperti perumusan tujuan pengajaran dalam pembuatan rencana pembelajaran, pemilihan materi pelajaran yang sesuai, penguasaan materi pelajaran yang sesuai, pemilihan metode yang tepat serta lengkapnya sumber-sumber belajar dan yang memiliki kompetisi yang memadai untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Keberhasilan pengajaran dalam arti tercapainya tujuan-tujuan pengajaran, sangat tergantung kepada kemampuan kelas. Kelas yang dapat menciptakan situasi untuk memungkinkan anak didik dapat belajar dengan baik dengan suasana yang wajar, tanpa tekanan dan dalam kondisi yang merangsang untuk belajar. Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran maka diperlukan

motivator yang baik.

Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut, setiap guru akan menghadapi berbagai masalah yakni masalah yang dapat dikelompokkan atas masalah pembelajaran dan masalah peranan guru sebagai motivator, misalnya tujuan pembelajaran tidak jelas, media pembelajaran tidak sesuai. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan sosok guru yang profesional, dimana guru yang profesional adalah guru yang tidak hanya menguasai prosedur dan metode pengajaran, namun juga sebagai motivator yang kondusif. Dalam motivasi yang kondusif diharapkan mampu meningkatkan kualitas

pembelajaran.

Meningkatkan kualitas pembelajaran dalam pendidikan merupakan salah satu upaya yang sedang diprioritaskan untuk mencapai tujuan pendidikan. Pada proses kegiatan pembelajaran dimasa lalu banyak yang berjalan secara searah. Dalam hal ini fungsi dan peranan guru menjadi amat dominan, guru sangat aktif tetapi sebaliknya siswa menjadi sangat pasif dan tidak kreatif dan kadang siswa juga dianggap sebagai obyek bukan sebagai

subyek. Sehingga siswa kurang dapat dikembangkan potensinya.

Pada dasarnya guru sebagai pengajar tidak mendominasi kegiatan, tetapi membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta memberikan bimbingan agar siswa dapat mengembangkan potensi dan kreatifitasnya, melalui kegiatan belajar. Diharapkan potensi siswa dapat berkembang menjadi komponen penalaran yang bermoral, manusia-manusia aktif dan kreatif yang beriman

dan bertaqwa.

Guru merupakan tenaga professional yang memahami hal-hal yang bersifat filosofis dan konseptual dan harus mengetahui hal-hal yang bersifat teknis terutama hal-hal yang berupa kegiatan mengelola dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar (pembelajaran). Dalam pendidikan guru dikenal adanya pendidikan guru berdasarkan kompetensi dengan sepuluh kompetensi guru yang merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru yaitu yang meliputi: menguasai bahan, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, menggunakan media/sumber, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah serta memahami prinsip-prinsip dan hasil penelitian

pendidikan guna keperluan pengajaran.

Hal tersebut dianggap penting karena untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang tinggi maka harus melalui motivasi yang baik. Pada saat pengelolaan proses belajar mengajar disadari atau tidak disadari setiap guru menggunakan pendekatan dan menerapkan teknik-teknik motivator. Strategi yang biasa digunakan antara lain: memberikan nasihat, teguran, larangan, ancaman, teladan, hukuman, perintah dan hadiah. Selain itu ada guru yang memotivasi siswa dengan cara yang ketat yakni mengandalkan sikap otoriter tanpa memperhatikan kondisi emosional siswa dan ada pula yang membiarkan siswa secara

penuh berbuat sesuka hati.

Lokasi yang dijadikan sasaran dalam penelitian ini adalah SMP Negeri I Kauman Tulungagung. Sekolah ini merupakan salah satu rintisan Sekolah Standard Nasional (SSN) di Tulungagung. Sehingga menarik minat saya untuk mengadakan penelitian di lembaga ini. Selain itu, di SMP Negeri I Kauman Tulungagung setiap tahunnya mampu mengantarkan siswanya lulus dengan nilai yang

memuaskan.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, bahwa peran guru sebagai motivator sangat penting dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Terwujudnya tujuan pendidikan tergantung pada motivasi yang dilakukan oleh

guru. Maka peneliti mengambil judul “Peranan Guru sebagai Motivator dalam Meningkatkan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran PAI (Studi Kasus di SMP

Negeri 1 Kauman Tulungagung)”

Contoh 3 : Penerapan Media Papan Lempar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negri Jomblang 01 Kota Semarang Tahun 2015/2016

Sumber : http://www.karyatulisku.com/2017/09/langkah-langkah-dan-contoh-membuat.html

Dewasa ini bangsa Indonesia sedang berupaya meningkatkan sumber daya manusia. Hal tersebut dilakukan dengan meningkatkan kecerdasakan sumber daya manusia. Hal tersebut juga tidak lepas usaha untuk dapat bersaing di era globalisasi. Upaya mencerdaskan manusia Indonesia dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas pendidikan.  Upaya mencerdaskan manusia Indonesia, juga telah jelas dituangkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, pasal 3 yang menyebutkan bahwa.

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Sisdiknas No 20 tahun 2003).

Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta menceradaskan kehidupan bangsa adalah pendidikan nasional. Oleh sebab itu pendidikan nasional harus mempunyai kualitas yang baik, sehingga mampu untuk mencapai fungsi dan tujuan dari pendidikan di Indonesia. Sementara Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 juga menyebutkan bahwa:

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokkratis dan bertanggung jawab.

Undang-Undang tersebut juga dengan jelas menyampaikan bahwa yang menjadi tujuan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik. Peserta didik disini adalah siswa yang ada di sekolah dan potensi yang dimaksut adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa.

Mengingat pada fungsi dan tujuan dari pendidikan nasional tersebut maka jelas bahwa diharapkan melalui pendidikan nasional sumber daya manusia indonesia menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dengan negara-negara lain. Artinya kita akan melihat manusia indonesia yang berintelektual, manusia Indonesia yang berkarakter dan dapat berprestasi untuk bersaing di dunia.

Namun dewasa ini pendidikan di Indoenesia berada pada tingkat yang rendah. Dikutip DetikNews.com (2014) disebutkan bahwa hasil survei dari PISA (Program for International Student Assesment) tahun 2012 memperlihatkan bahwa negara Indonesia berada diperingkat rendah. Negara yang paling rendah dalam peringkat ini adalah Peru dan Indonesia. Lebih lanjut dikutip dari MetrotvNews.com (2013) disampaikan bahwa tingkat membaca pelajar Indonesia menempati urutan ke-61 dari 65 negara anggota PISA. Indonesia hanya mengumpulkan skor membaca 396 poin. Untuk literasi matematika, pelajar Indonesia berada di peringkat 64 dengan skor 375. Adapun skor literasi sains berada di peringkat 64 dengan skor 382. Sedangkan dikutip dari Kompas.com (2012) disebutkan bahwa hasil research dari Firma Pendidikan Pearson sistem pendidikan Indoensia berada di posisi terbaFwah bersama Meksiko dan Brazil. Dari hasil tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia masihlah rendah dan jauh dibandingkan dengan negara-negara lain.

Kondisi tersebut jelas menunjukan bahawa terjadinya ketimpangan yaitu anatar harapan dengan kenyataan. Harapan dari adanya pendidikan nasional yaitu mampu mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga dapat bersaing di era global dengan negara-negara lain. Namun kondisi yang terjadi adalah sebaliknya, pendidikan nasional belum mampu secara maksimal mengembangkan manusia indonesia yang mampu bersaing di era global. Ketimpangan tersebut menjadikan adanya masalah yaitu kualitas pendidikan nasilan yang masih kurang.

Kualitas pendidikan salah satunya ditentukan oleh suasana kondusif dalam proses belajar. Suasana kondusif sangat mempengaruhi kondisi peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Menurut Rianto (2007:1), tingkat keberhasilan pembelajaran amat ditentukan oleh kondisi yang terbangun selama pembelajaran. Kondisi pembelajaran yang semakin kondusif, maka tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajarnya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Lebih lanjut kondusifitas proses belajar di kelas juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam mengajar. Kemapuan guru dalam memfasilitasi perserta didik dalam belajar meliputi kemampuan guru dalam menyajikan pembelajaran, menggali kemampuan siswa dan mengembangkan potensi dari siswa.

Oleh sebab itu untuk menginkatkan kualitas dari pendidikan nasional dapat dilakukan oleh guru dengan meningkatkan kemampuannya dalam memfasilitasi peserta didik dalam proses pembelajaran. Menurut Rusman (2015: 21) “pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya”. Komponen-komponen yang saling berhubungan dalam pembelajaran yaitu tujuan, materi, media dan strategi pembelajaran. Maka dengan kemampuan guru mengorganisir pembelajaran dengan baik, dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Namun, kondisi yang terjadi di sekolah, tidak sepenuhnya terjadi seperti yang diharapkan yaitu terjadinya proses pembelajaran yang terorganisir dengan baik. Sebaliknya yang terjadi adalah kurang optimalnya proses belajar mengajar yang terdapat di sekolah.  Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis pada proses belajar siswa di kelas IV SD  Jomblang 01 Kota Semarang  ditemukan kondisi-kondisi sebagaimana berikut yaitu, kurangnya minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa kesulitan untuk memahami materi yang disampaikan oleh guru serta hasil belajar siswa, dimana sebanyak 22 anak tidak mampu untuk mencapai nilai KKM pelajaran matematika.

Sementara dari hasil wawancara dengan guru kelas yaitu Ibu Anjar S.Pd menyampaikan bahwa konsentrasi belajar siswa memang tidak lama, konsentrasi maksimal siswa hanya mencapai 10-15 menit dalam awal proses pembelajaran selebihnya kurang optimal. Siswa juga kurang antusias dalam belajar sehingga kurang mampu memahami materi.

Kondisi-kondisi yang terjadi di sekolah tersebut adalah kelemahan dalam proses pembelajaran yang perlu segera diatasi. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan meningkatkan minat siswa dalam belajar. Untuk itu penggunaan media pembelajaran dapat membantu untuk mengatasi minat siswa dan konsentrasi siswa dalam proses belajar. Lebih lanjut penggunaan media dalam proses belajar juga dijelaskan olehHamalik (1986) dalam Arsyad (2013: 19) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. pendapat dari Hamalik tersebut menjalaskan bahwa untuk menginkatkan.

Penjelasan diatas menjelaskan bahwa media mampu untuk membangkitkan keinginan dan minat serta motivasi dan menrangsang siswa dalam belajar. Maka dengan begitu utnuk mengatasi masalah dalam proses pembelajaran, penggunaan media ini dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Menurut Arsyad (2013: 3) “media dalam proses belajar mengajar cendrung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis atau electronis untuk menangkap, memproses dan menyusun kembali informasi visual atau verbal”. Pengertian dari Arsyad menekankan media adalah alat yang digunakan untuk menyusun kembali informasi visual atau verbal yang memudahkan siswa menerima pesan. Media menjadi alat bantu yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Mempermudah peserta didik dalam menyerap informasi yang disampaikan oleh guru.

Mengingat kembali pada permasalahan dalam proses pembelajaran dan mengingat bahwa media mampu untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut, maka penulis hendak meneliti pengaruh dari penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar. media yang hendak penulis teliti dalam hal ini adalah media papan lempar.

Media papan lempar terbuat dari  bahan kayu dan bergambarkan poin-poin, bisa berbentuk kotak atau bulat. Pemanfaatan media papan lempar dilakukan dengan siswa melemparkan mata jarum atau anak panah ke arah papan lemparyang bergambarkan poin soal yang akan dijawab oleh siswa itu sendiri. Dengan media ini diharapkan memberikan manfaat kepada proses pembelajaran yang meningkatkan keaktifan siswa, memotivasi siswa, meningkatkan fokus dari siswa serta yang terakhir yaitu meningkatkan hasil belajar dari siswa.

Atas dasar pembahasan di atas maka penulis mencoba untuk mengetahui keefektifan penerapan media papan lempar terhadap hasil belajar siswa. yang kemudian menjadi bahwan analsisi skripsi dengan judul “Penerapan Media Papan Lempar Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negri Jomblang 01 Kota Semarang Tahun 2015/2016”

Demikian Artikel Tentang Contoh Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan.

Semoga dapat membantu para pembaca untuk menemukan referensi cara membuat karya tulis ilmiah.

Baca juga :

  • Cara Menulis Latar Belakang Penelitian Kualitatif & Kuantitatif