Faktor-faktor yang memengaruhi etos kerja antara lain adalah …

Post :   |   09 September 2013   |   09:00 WIB   |   Dilihat 19012 kali

Sumber Daya Manusia (SDM) pemimpin merupakan bagian tak terpisahkan dari suatu organisasi dan merupakan modal strategis. Kontribusi SDM terhadap organisasi dapat dikatakan maksimal apabila peran Manajemen SDM telah mampu menentukan masa depan organisasi melalui orientasi fungsional yang bukan lagi pada pengawasan, pengarahan dan pengendalian saja (command) tetapi lebih kepada pengembangan, kreatifitas, fleksibilitas dan manajemen proaktif (coordination).

Hughes et al. (2002) mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi suatu kelompok yang terorganisir ke arah pencapaian tujuan kelompok tersebut. Dalam definisi tersebut, tersirat adanya kemampuan untuk memotivasi orang lain, dan hal tersebut dipercaya banyak orang sebagai satu kualitas terpenting dari seorang pemimpin yang baik. Pemimpin yang terbaik adalah mereka yang mampu memotivasi bawahannya agar mencapai tingkat kinerja yang tinggi.

Menurut Robbins, Stephen P. (1998) dalam teori jalur tujuan, perilaku pimpinan dapat diterima baik oleh para bawahan sejauh hal itu mereka pandang sebagai suatu bagian dari peran kepemimpinan yang segera atau suatu sarana bagi sumber kepemimpinan masa depan. House (1970) yang mengembangkan teori ini, mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan, yaitu : direktif, pendukung, partisipatif dan berorientasi prestasi. Teori ini menyiratkan bahwa pemimpin yang sama dapat menampilkan setiap atau semua perilaku yang bergantung pada situasi.

Teori itu juga mengemukakan bahwa terdapat dua kelas variabel yang dapat mempengaruhi atau memperlunak hubungan antara perilaku kepemimpinan dengan Kinerja dan disiplin kerja, yaitu faktor kemungkinan lingkungan dan karakteristik bawahan. Perilaku pimpinan akan tidak efektif apabila sumber-sumber struktur lingkungan atau tidak sama/sebangun dengan karakteristik bawahan. Pembahasan mengenai perilaku/ gaya kepemimpinan sangat penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana dampak yang ditimbulkannya.

Setiap pemimpin harus selalu berupaya untuk memperhatkan pegawai mereka dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan melakukan pengembangan pegawai, penghargaan, dan upaya-upaya lain yang berubungan dengan kenyamanan pegawai untuk bekerja, sehingga dengan dilakukannya upaya-upaya tersebut, pimpinan berharap setiap pegawai akan mendapatkan motivasi dalam melakuan pekerjaannya. 

Melengkapi kemampuan petugas, tidak terlalu sulit, karena setiap pegawai memiliki kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan baik pendidikan umum maupun teknis. Akan tetapi membina dan menempa disiplin dan motivasi setiap pegawai tentunya membutuhkan seorang Pemimpin yang memliki gaya kepemimpinan yang cocok untuk situasi dan kondisi organisasi seperti halnya pada organisasi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi operasional sebagai alat pengawasan muatan kendaraan angkutan barang yaitu Unit Pelaksanan Penimbangan Kendaraan Bermotor atau lebih dikenal dengan nama Jembatan Timbang. Sebagaimana kita ketahuibahwa hamper di  semua jembatan timbang memiliki permasalahan yang sama, yaitu disiplin pegawai dalam melaksanakan tugas masih rendah. Sebenarnya dapat dimaklumi apabila permasalahan ini kerap terjadi, mengingat bekerja sebagai petugas jembatan timbang tidaklah ringan. Pegawai berkerja nonstop selama 12 jam/ perhari, resiko kejenuhan dalam bekerja, polusi udara dan kebisingan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam tugas sehari – hari pegawai jembatan timbang.

Menghadapi permasalah seperti ini, dibutuhkan sosok figure pemimpin yang memiliki kemampuan ganda dengan kriteria selain mampu berperan sebagai sosok pimpinan yang mengayomi, membina/ melatih dan aspiratif, pemimpin jembatan timbang juga dituntut untuk mengendalikan dan mengawasi kinerja operasional para pegawainya secara optimal. Sayangnya gaya kepemimpinan di jembatan timbang pada saat ini  relative masih sama dengan gaya – gaya kepemimpinan demokratis dan gaya kepemimpinan bebas secara utuh. Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap akan menentukan kebijakan ataupun ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Sedangkan gaya kepemimpinan bebas pemimpin hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi.

Untuk mengatur sistim kerja operasional seperti di jembatan timbang, penerapan gaya kepemimpinan demokratis dan bebas justru akan lebih melemahkan peran pemimpin dalam melakukan pengawasan dan pengendalian kinerja pegawai, karena model kepemimpinan ini lebih cenderung memberikan keleluasaan  kepada bawahan terlalu aktif.Dalam ilmu adminstrasi ada beberapa macam teori gaya kepemimpinan yang di tawarkan oleh para pakar leardership, mulai dari yang klasik sampai kepada yang modernyaitu gaya kepemimpinan situasional model Hersey dan Blancard antara lain :

  1. Gaya Kepemimpinan Klasik
  2. Teori klasik gaya kepemimpinan mengemukakan, pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Dari dua unsur tersebut gaya kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu mengarahkan (directing), pembinaan (coaching), Partisipatifi (participation) dan Mendelegasikan (delegating)

    1. Mengarahkan (directing)
    2. Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmenya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey and Blancard menyarankan agar pemimpin memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu, dengan terus intens berhubungan sosial dan komunikasi dengan bawahannya. Pertama pemimpin harus mencari tahu mengapa orang tersebut tidak termotivasi, kemudian mencari tahu dimana keterbatasannya. Dengan demikian pemimpin harus memberi arahan dalam penyelesaian tugas dengan terus menumbuhkan motivasi dan optimismenya.

    3. Membina/ Melatih (coaching)
    4. Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga harus memproporsikan struktur tugas sesuai kemampuan dan tanggung jawab karyawan. Oleh karena itu, pemimpin hendaknya menghabiskan waktu mendengarkan dan menasihati, dan membantu karyawan untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan melalui metode pembinaan.

    5. Partisipatifi (participation)
    6. Gaya kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika karyawan memiliki tingkat kemampuan yang cukup, tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab. Hal ini bisa dikarenakan rendahnya etos kerja atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tangung jawab. Dalam kasus ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendegarkan dan mengapresiasi usaha-usaha yang dilakukan para karyawan, sehingga bawahan merasa dirinya penting dan senang menyelesaikan tugas.

    7. Mendelegasikan (delegating)
    8. Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya “delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggung jawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskannya tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka harus dilaksanakan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah, cukup memberikan untuk terus berkembang saja dengan terus diawasi.

  3. Gaya Kepemimpinan Situasional
  4. Gaya kepemimpinan, secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas atau tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan atau pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.

  5. Gaya Kepemimpinan Otoriter
  6. Adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Pada gaya kepemimpinan otokrasi ini, pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran minornya. Pemimpin juga berperan sebagai pengawas terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.Kepemimpinan otokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi rendah tapi komitmennya tinggi.

  7. Gaya Kepemimpinan Demokratis
  8. Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Pada kepemimpinandemokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Kepemimpinan demokrasi cocok untuk anggota yang memiliki kompetensi tinggi dengan komitmen yang bervariasi.

  9. Gaya Kepemimpinan Bebas
  10. Pemimpin jenis ini hanya terlibat dalam kuantitas yang kecil di mana para bawahannya yang secara aktif menentukan tujuan dan penyelesaian masalah yang dihadapi. Sementara itu, kepemimpinan bebas cocok untuk angggota yang memiliki kompetensi dan komitmen tinggi.

Gaya kepemimpinan, baik secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan disiplin dan produktivitas kerja pegawai. Dari beberapa teori gaya kepemimpinan maka Gaya Kepemimpinan Klasik yang dipadukan dengan Gaya Otoriter pada kondisi tertentu kiranya cocok untuk diterapkan dan digunakan pemimpin saat ini di Jembatan Timbang.

Alasan kenapa Gaya Kepemimpinan Klasik yang dipadukan dengan Gaya Otoriter pada kondisi tertentu dapat diterapkan di jembatan timbang karena Gaya Kepemimpinan Klasik merupakan perpaduan antara unsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior) dari pimpinan kepada bawahan. Gaya kepemimpinan klasik juga menuntut seorang pemimpin untuk memiliki kemampuan dan kemapanan dalam hal, antara lain :

  1. Mengarahkan pegawai untuk lebih kraetif dan produktif dalam melaksanakan tugas/ pekerjaan.
  2. Melakukan pembinaan kepada pegawai untuk disiplin dan menjaga kredibilitas yang sangat penting untuk pegawai jembatan timbang.
  3. Membuka akses kepada bawahan untuk memberikan masukan masukan berkaitan dengan pengambilan keputusan dan pada saat timbul permasalahan dalam pelaksanaan pekerjaan (partisipatif).
  4. Memberikan kepercayaan (mendelegasikan) kepada bawahan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai kemampuan pegawai dalam batasan tertentu.

Sedangkan gaya kepemimpinan otoriter masih diperlukan di jembatan timbang berkenaan dengan peran kepemimpinan dalam melakukan pengawasan dan pengendalian disiplin kerja pegawai. Selain itu dalam kondisi tertentu untuk karakteristik pekerjaan operasional jembatan timbang yang berbeda dengan organisasi lainnya, pengambilan keputusan ataupun penyelesaian masalah dapat dilakukan sendiri oleh pemimpin jembatan timbang tanpa harus melibatkan masukan dari bawahan. Oleh : Buank Aliandoe (Pemerhati Masalah Transportasi Jawa Barat)

Sumber Pustaka :
  1. Suganda, Dann. 1981. Kepemimpinan di dalam Organisasi dan manajemen. Bandung. CV Sinar Baru.
  2. Terry, George. 1983. Principle of management. Terjemahan. Jakarta. Penerbit Alumni.
  3. http://ilmumanajemen.com/index.php?option=com_content&view=article&id=54:pim&catid=54:manpim&Itemid=29/2010/10/08
  4. http://kuliahonline.unikom.ac.id/?listmateri/&detail=2103&file=/GAYA-KEPEMIMPINAN-KONTINUM--GAYA-KEPEMIMPINAN-MANAGERIAL-GRID.html/2010/10/07