Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

Hadits Ahad

Pengertian Hadits Ahad;

الآحَادُ: وَهُوَ: مَا قَصُرَ عَنْ صِفَةِ التَّوَاتُّرِ

Hadits Ahad ialah hadits yang (syaratnya) lebih sedikit/kurang dari sifat Hadits Tawatur.

Sedangkan syarat-syarat hadits tawatur ialah;

  1. Diriwayatkan oleh banyak rawi.
  2. Bilangan perawinya mencapai jumlah yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta.
  3. Ada kesinambungan jumlah perawi antara thabaqah masing-masing.
  4. Diperoleh dari Nabi atas dasar pancaindra (melihat atau mendengar dari Nabi).
  5. Agar berita mereka disertai dengan pernyataan ilmu bagi yang mendengarnya.

Maka kesimpulannya Hadits Ahad itu syaratnya akan lebih sedikit dari syarat Hadits Mutawatir, entah itu 4, 3, 2 dan sebaginya.

Pembagian Hadits Ahad;

Yaitu hadis yang pada tiap tingkatan perawinya, diriwayatkan oleh minimal tiga perawi hingga lebih tapi masih di bawah batas mutawatir.

Yaitu hadis yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada tiap tingkatan perawinya. Misalnya pada tingkatan sahabat hanya terdapat dua perawi, atau pada tingkatan tabiin-nya, meskipun pada tingkatan perawi setelah tabiin terdapat banyak yang meriwayatkan hadis tersebut, hadis itu tetap disebut hadis ‘aziz.

Yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu perawi. Baik pada salah satu tingkatan perawinya saja, seperti hanya diriwayatkan oleh seroang sahabat atau semua mata rantainya hanya ada satu periwayat.

Inilah pembagian Hadits Ahad beserta penjelasannya.

Pembagian Hadits Gorib;

Para ‘Ulama hadits mendefinisikannya sebagai berikut:

مَا كَانَتِ الْغَرَابَةُ فِي أَصْلِ سَنَدِهِ

أَيْ: مَا يَنْفَرِدُ بِرِوَايَتِهَ شَخْصٌ وَاحِدٌ فِي أَصْلِ سَنِدِهِ

“Hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi pada awal sanadnya.

Contohnya:

Rasulullah Saw. bersabda:


حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الزُّبَيْرِ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ (رواه البخاري)

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqash Al Laitsi berkata; saya pernah mendengar Umar bin Al Khaththab di atas mimbar berkata; saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan; Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan” (HR. Bukhari)

Hadits di atas hanya diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab. Tidak ada seorang pun shahabat lain yang meriwayatkannya.

Setelah itu boleh jadi diriwayatkan oleh satu orang Tabi’in maupun banyak tabi’in, maka hadits itu merupakan Hadits Gharib Muthlaq.

Para ulama hadits mendefinisikannya sebagai berikut:

مَا كَانَتِ الْغَرَابَةُ فِي أَثْنَاءِ سَنَدِهِ

أَيْ: أَنْ يَرْوِيَهُ أَكْثَرُ مِنْ رَاوٍ فِي أَصْلِ سَنَدِهِ، ثُمّ َيَنْفَرِدُ بِرِوَايَتِهِ رَاوٍ وَاحِدٍ عَنْ أُولّئِكَ الرُّوَاةِ

“Terjadinya keghariban itu pada pertengahan sanad. Maksudnya: pada awalnya hadits itu diriwayatkan oleh beberapa shahabat, namun kemudian diriwayatkan hanya oleh seorang Tabi’in.”

Contohnya:

حَدَّثَنَا أَبُو الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ مَكَّةَ عَامَ الْفَتْحِ وَعَلَى رَأْسِهِ الْمِغْفَرُ (رواه البخاري)

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid telah menceritakan kepada kami Malik dari Az Zuhri dari Anas radhiallahu’anhu bahwa Nabi ﷺ masuk kota Makkah ketika penaklukan kota Makkah dengan mengenakan topi baju besi di kepalanya.” (HR. Bukhari)

Hadits itu termasuk Hadits Gharib Nisbi. Karena hadits itu hanya diriwayatkan hanya oleh Malik, dari Zuhri, dari Anas.

Pembagian Hadits Gorib Nisbi;

  1. Menyendiri dilihat dari periwayatan pada beberapa tobaqoh.
  2. Menyendiri dilihat dari keadaan rawi (tsiqoh/dhoif).
  3. Menyendiri dilihat dari jalur periwayatannya hanya dari rowi-rowi di negara tertentu.

Catatan:

  • Hadits Mutawatir semuanya dapat diterima sedangkan Hadits Ahad ada yang diterima ada yang ditolak.
  • Khobar Mutawatir memiliki faidah ilmu yang yakin/pasti.
  • Apabila Khobar Ahad itu shahih dapat menjadi hujah dalam perkara aqidah dan hukum.

Penulis : Ustadz Fairuuz Faatin (Bidang Perkantoran & Bendahara Pesantren MAQI)

Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

BincangSyariah.Com – Mahmud Thahan menjelaskan dalam Taisir Musthalah Hadis, bahwa hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada tiap tingkatan perawinya.

Secara bahasa, kata aziz merupakan sifat mubasyabah dari kata kerja azza ya’izzu yang berarti qalla dan nadzara yaitu sedikit dan jarang, atau azza ya’azzu berarti qawiya dan isytadda artinya kuat. Dinamakan hadis aziz karena jarangnya yang meriwayatkan atau kuatnya riwayat dari segi sanadnya.

Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

Misalnya pada tingkatan sahabat hanya terdapat dua perawi, atau pada tingkatan tabiin-nya, meskipun pada tingkatan perawi setelah tabiin terdapat banyak yang meriwayatkan hadis tersebut, hadis itu tetap disebut hadis aziz.

Contoh hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim tentang hadis berikut

أن الرسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لايؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين

Sesunguhnya Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kalian beriman sampai aku menjadi yang paling ia cintai dari kedua orang tuanya, anaknya dan semua manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini diriwayatkan oleh dua orang sahabat, yaitu Anas dan Abu Hurairah. Qatadah dan Abdul Aziz bin Shuhaib meriwayatkan dari Anas. Dari jalur Qatadah terdapat Syu’bah dan Sa’id meriwayatkan darinya. Sedang dari jalur Abdul Aziz bin Shuhaib terdapat Ismail bin ‘Ulaiyyah dan Abdul Warits. Hingga tingkat tabi’u tabi’in, hadis tersebut hanya diriwayatkan oleh dua-dua perawi,  Kemudian setelahnya terdapat banyak perawi yang meriwayatkan. Hadis ini disebut hadis ‘aziz.

Adapun kitab yang mengumpulkan tentang hadis-hadis aziz belum ditemukan, menurut Mahmud Thahan mungkin karena sedikitnya jumlah hadis aziz. Wallahu’alam.

Khabar Ahad atau Hadits Ahad adalah hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Hadits Ahad jumlahnya jauh lebih banyak daripada jumlah hadits mutawatir. (Baca juga: Pengertian Hadits Mutawatir)

Tulisan berikut ini mengulas tentang pengertian hadits Ahad, hukumnya, pembagiannya, contoh-contohnya, apakah bisa dipakai sebagai dasar untuk beramal dan dasar aqidah? Semua ini akan dibahas secara ringkas namun jelas insyaallah.

Pengertian Hadits Ahad

Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

Pengertian hadits Ahad ditinjau dari segi bahasa dan istilah adalah sebagai berikut:

Arti Ahad secara bahasa Adalah

Kata الآحاد al- Ahad adalah bentuk jamak dari kata أحَد yang berarti الواحد al-wahid yang artinya satu. خبر الآحاد khabar ahad adalah berita yang disampaikan oleh satu orang saja.[i]

Hadits Ahad secara istilah

Adapun pengertian hadits Ahad secara istilah, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Manna’ Al-Qathan adalah :

مَا لَمْ يَجْمَعْ شُرْوْطَ التَّوَاتُرِ

”Hadits yang tidak terkumpul padanya syarat-syarat mutawatir atau tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.”[ii]

‘Ajjaj Al-Khathib – yang membagi hadits berdasarkan jumlah perawinya menjadi tiga macam yaitu Mutawatir, Masyhur dan Ahad – mengemukakan definisi hadits Ahad sebagai berikut:

“Hadits Ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang perawi, dua atau lebih, selama tidak memenuhi syarat-syarat hadits Masyhur atau hadits Mutawatir.”

Dari definisi ‘Ajjaj Al-Khathib di atas dapat dipahami bahwa hadits Ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak mencapai jumlah yang terdapat pada hadits Mutawatir atau pun hadits Masyhur.

Dalam pembahasan berikut ini, definisi yang dijadikan acuan adalah yang dikemukakan oleh Jumhur ulama hadits yang mengelompokkan hadits Masyhur ke dalam kelompok hadits Ahad.[iii]

Derajat Hukum Hadits Ahad

Derajat hukum hadits Ahad tidak seperti hukum hadits Mutawatir yang wajib diterima dan diamalkan.

Akan tetapi, Hadits Ahad memberikan faedah berupa ilmu nazhari (al-ilmu an – nazhariyy) yaitu ilmu yang untuk mendapatkannya membutuhkan kepada an-nazhr (penelitian) dan istidlal (pengambilan dalil).[iv]

Maknanya, derajat hukumnya perlu diteliti terlebih dahulu. Hadits ahad bisa shahih, hasan, atau dhaif.

Pembagian Hadits Ahad

Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

Hadits Ahad terbagi menjadi tiga macam:

1. Hadits Masyhur

Pengertian hadits Masyhur menurut istilah ilmu hadits adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang perawi atau lebih, pada setiap tingkatan sanad, selama tidak sampai tingkat Mutawatir.

Definisi di atas menjelaskan bahwa hadits Masyhur adalah hadits yang memiliki perawi sekurang-kurangnya tiga orang dan jumlah tersebut harus terdapat pada setiap tingkatan sanad.

Menurut Ibnu Hajar, hadits masyhur adalah hadits yang memiliki jalan yang terbatas, yaitu lebih dari dua namun tidak sampai ke derajat mutawatir.[v]

2. Hadits Aziz

Hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak boleh kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanad-nya, namun boleh lebih dari dua orang, seperti tiga, empat atau lebih dengan syarat bahwa pada salah satu tingkatan sanad harus ada yang perawinya terdiri atas dua orang. Hal ini untuk membedakannya dari hadits Masyhur.[vi]

3. Hadits Gharib

Sedangkan pengertian hadits gharib adalah setiap hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi, baik pada setiap tingkatan sanad atau pada sebagian tingkatan sanad dan bahkan mungkin hanya pada satu tingkatan sanad.[vii]

Contoh Hadits Ahad Lengkap Dengan Artinya

Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

Berikut ini kami berikan sejumlah contoh dari hadits-hadits Ahad, baik yang Masyhur, Aziz maupun Gharib.

Contoh Hadits Ahad Shahih dalam aqidah

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Semua perbuatan tergantung kepada niat. Dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang dia niatkan. Maka siapa saja hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dan siapa saja hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan, atau wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya adalah kepada apa dia niatkan.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari (54) dan Muslim (1907). Hadits Shahih sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari (54)]

Ini adalah hadits yang agung yang merupakan salah satu kaidah atau dasar dari kaidah-kaidah dalam Islam. Hadits ini merupakan salah satu persoalan pokok dari sekian persoalan pokok dalam syariat, hingga ada ulama yang mengatakan bahwa hadits ini adalah sepertiga ilmu.[viii]

Hadits ini merupakan hadits Ahad sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dan masuk dalam persoalan aqidah.

Dari kalangan sahabat Nabi ﷺ yang meriwayatkan hadits ini hanya Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu.[ix]

Contoh Hadits Ahad Masyhur

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا

Dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata, ”Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ”Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu secara seketika mencabutnya dari seorang hamba. Akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama.

Sehingga bila tidak tersisa seorang ulama pun maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Maka, ketika mereka ditanya, mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan.” [Hadits riwayat Al-Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad][x]

Hadits ini diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, di seluruh tingkatan (thabaqah) sanad terdapat tiga orang rawi atau lebih sebagaimana telah dirinci dalam sanadnya.[xi]

Contoh hadits Ahad Aziz

Diriwayatkan oleh Syaikhan (Al-Bukhari dan Muslim) dari hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan Al-Bukhari dari hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah ﷺ  bersabda,

لَا يُؤْمِنُ أحَدُكُمْ، حتَّى أكُونَ أحَبَّ إلَيْهِ مِن والِدِهِ ووَلَدِهِ والنَّاسِ أجْمَعِينَ

”Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dia cintai daripada ayahnya, anaknya dan seluruh umat manusia.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim][xii]

Hadits ini hanya diriwayatkan dari Anas bin Malik dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma. Tidak terdapat keterangan adanya jalur selain mereka berdua di tingkatan sanad ini (di thabaqah sahabat).

Oleh karenanya, jumlah perawinya pada thabaqah ini hanya dua orang saja, sehingga ini hadits Aziz, wallahu a’lam.[xiii]

Contoh Hadits Ahad Gharib

Contoh hadits Ahad Gharib yang paling terkenal adalah hadits niat dari Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu.

عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Dari Alqamah bin Waqash dari Umar, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ”Semua perbuatan tergantung kepada niat. Dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang dia niatkan. Maka siapa saja hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya adalah kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dan siapa saja hijrahnya karena dunia yang ingin dia dapatkan, atau wanita yang ingin dia nikahi, maka hijrahnya adalah kepada apa dia niatkan.”

[Hadits riwayat Al-Bukhari (54) dan Muslim (1907). Hadits Shahih sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al-Bukhari (54)]

Dr. Mahmud Thahan mengatakan hadits ini diriwayatkan oleh Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu seorang diri. Hal ini terus berlanjut (kesendirian rawinya) hingga akhir sanad. Hadits ini juga telah diriwayatkan kesendiriannya oleh sejumlah rawi.

contoh hadits ahad lengkap dengan sanadnya

عَنْ مَالِكِ بْنِ أَنَسٍ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَنَسٍ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، دَخَلَ مَكَّةَ زَمَنَ الْفَتْحِ، وَعَلَى رَأْسِهِ الْمِغْفَرُ

Dari Malik bin Anas dari Az-Zuhri dari Anas bahwa Nabi ﷺ memasuki Makkah pada masa Al-Fath (Fathu Makkah / pembebasan Makkah) dengan menggunakan pelindung kepala dari baja (mighfar). [Hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim]

Kesendiriannya terletak pada Malik dari Az-Zuhri.[xiv]

Contoh hadits Ahad (Masyhur) tentang kaidah memelihara hak-hak.

المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ اْلمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَاْلمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى دِمَائِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ، وَاْلمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ السَّيِّئَاتِ، وَاْلمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ لِلَّهِ

”Orang Muslim adalah orang yang kaum Muslimin selamat dari (keburukan) lisan dan tangannya. Orang mukmin adalah orang yang manusia merasa aman dari dirinya mengenai darah dan hartanya dan Muhajir adalah orang yang meninggalkan semua keburukan dan Mujahid adalah orang yang berjihad terhadap dirinya sendiri karena Allah.”

[Hadits dari Abu Hurairah dan Abdullah bin Amr, terdapat di dalam kitab Al-Iman karya Ibnu Taimiyah hal. 3 dan dinyatakan isnadnya shahih oleh Syaikh Al-Albani][xv]

Contoh hadits Ahad (Gharib) tentang keutamaan dzikir

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

كَلِمَتانِ خَفِيفَتانِ علَى اللِّسانِ، ثَقِيلَتانِ في المِيزانِ، حَبِيبَتانِ إلى الرَّحْمَنِ: سُبْحانَ اللَّهِ العَظِيمِ، سُبْحانَ اللَّهِ وبِحَمْدِهِ

”Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di mizan (timbangan di akhirat) dan dicintai oleh Ar-Rahman, Subhaanallohil ‘azhim, Subhaanallohi wa bihamdih.” [Hadits riwayat Al-Bukhari no. 6404]

Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Tidak ada sahabat lain yang meriwayatkan hadits ini.[xvi]

Tanya Jawab Seputar Hadits Ahad:

Bagian berikut ini menjawab pertanyaan yang sering kali muncul dalam kaitannya dengan hadits Ahad, yaitu:

Apakah hadits Ahad bisa diamalkan?

Peneliti Al-Kitab dan As-Sunnah, Ali bin Nayif As-Syahud mengatakan, ”Mengenai As-Sunnah Al-Ahadiyyah (hadits Ahad yang shahih) yaitu setiap khabar shahih dan hasan yang tidak mencapai derajat mutawatir, maka para ulama telah sepakat atas wajibnya beramal dengan hadits-hadits tersebut.

Namun mereka berselisih pendapat apakah hadits-hadits Ahad yang shahih itu memberikan faedah kepastian (al-Qath’) dan keyakinan (al-yaqin) ataukah tidak?” [Al-Khulashah fi Ahkamil Hadits adh-Dha’if, Ali bin Nayif Asy-Syahud hal. 2]

Apakah hadits ahad dalam aqidah bisa diamalkan?

Hadits yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada setiap tingkatan sanadnya disebut hadits

Dr. ‘Ala’ Bakr mengatakan, ”Sesungguhnya hadits-hadits Ahad yang shahih adalah hujjah dengan sendirinya dalam perkara akidah dan hukum. Tidak ada perbedaan antara hadits-hadits Ahad dan hadits-hadits Mutawatir. Demikianlah pendapat para ulama dari generasi ke generasi.”[xvii]

Demikianlah pembahasan singkat seputar hadits Ahad. Semoga bermanfaat dalam menambah sedikit wawasan tentang hadits Ahad.

Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, karena rahmat dan karunia-Nya.

Namun bila ada kesalahan di dalamnya, maka dari kami dan setan. Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.

[i] Mabahits fi Ulumil Hadits, Syaikh Manna’ Al-Qathan, Maktabah Wahbah, Kairo, Cetakan kedua, 1412 H /1992 M, hal. 98.

[ii] Ibid, hal. 98.

[iii] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, M.A., hal. 208.

[iv] Taisiru Musthalahil Hadits, Dr. Mahmud Thahan, Maktabah Al-Ma’arif, Cetakan kesebelas 1431 H / 2010 M, hal. 27.

[v] Ulumul Hadits, Dr. Nawir Yuslem, M.A. , hal. 209.

[vi] Ibid, hal. 214.

[vii] Ibid, hal. 215-216.

[viii] https://dorar.net/hadith/sharh/64107

[ix]https://islamqa.info/ar/answers/130918/%D9%87%D9%84%D9%8A%D9%88%D8%AE%D8%B0%D8%A8%D8%A7%D8%AD%D8%A7%D8%AF%D9%8A%D8%AB%D8%A7%D9%84%D8%A7%D8%AD%D8%A7%D8%AF%D9%81%D9%8A%D8%A7%D9%84%D8%B9%D9%82%D9%8A%D8%AF%D8%A9

[x] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, hal.25

[xi] https://www.alukah.net/sharia/0/133419/

[xii] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, hal. 30

[xiii]https://sotor.com/%D8%AA%D8%B9%D8%B1%D9%8A%D9%81%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB%D8%A7%D9%84%D8%B9%D8%B2%D9%8A%D8%B2/

[xiv] Ilmu Hadits Praktis, Dr. Mahmud Thahan, hal. 33.

[xv]https://sotor.com/%D8%AA%D8%B9%D8%B1%D9%8A%D9%81%D8%A7%D9%84%D8%AD%D8%AF%D9%8A%D8%AB%D8%A7%D9%84%D9%85%D8%B4%D9%87%D9%88%D8%B1/

[xvi] https://taimiah.net/index.aspx?function=item&id=951&node=4459

[xvii] https://www.alukah.net/sharia/0/1889/