Hubungan tasawuf dengan ilmu kalam, Filsafat fiqih dan ilmu jiwa

PENDAHULUAN

Akhlak tasawuf adalah salah Satu khazanah intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini sangat dirasakan secara historis dan teologis akhlak tasawuf tampil mengawal dan memandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia akhirat.

Pada dasarnya, setiap ilmu pengetahuan satu dan lainnya saling berhubungan. Namun hubungan tersebut ada yang bersifat berdekatan, pertengahan dan ada pula yang agak jauh. Ilmu –ilmu yang hubungannya dengan akhlak tasawuf dapat di katagorikan berdekatan antara lain: (1). Ilmu Kalam, (2). Ilmu Jiwa, dan (3) Filsafat. Sedangkan yang hubungannya pertengahan antara lain: (1). Ilmu Hukum, (2). Sosial, (3). Sejarah, dan (4). Antropologi. Serta hubungannya yang agak jauh antara lain: (1). Ilmu Fisika, (2). Biologi, dan (3). Ilmu Politik. Dalam uraian ini, hubungan ilmu Tasawuf yang hanya akan dibatasi pada ilmu-ilmu yang mempunyai hubungan serat saja, yakni hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, dan Ilmu Psikologi Agama.

Konsepsi manusia dalam filsafat merupakan suatu masalah (problem) yang rumit, yang terdapat bermacam-macam teori tentang manusia. Oleh karena itu pembinaan manusia seutuhnya tidak bisa mengeyampingkan faktor Agama, sebab bagaimanapun Agama merupakan bangunan bawah dari moral sebuah bangsa. Agama adalah sumber dari sumber nilai dan norma yang memberikan petunjuk, mengilhami dan mengikat masyarakat yang bermoral yang akan menjadi solidaritas dan karena Agamalah satu-satunya yang memiliki dimensi kedalaman kehidupan manusia. Sebelum kita mencari dan menghubungkan antara Tasawuf dengan Ilmu Kalam, Filsafat, dan Psikologi Agama, terlebih dahulu harus mengerti dengan mengungkapkan pengertian (definisi) masing-masing ilmu tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas terlebih dahulu pengertian dari keempat disiplin ilmu tersebut yakni: Ilmu Tasawuf, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Psikologi Agama, kemudian hubungan keempat disiplin ilmu tersebut, serta titik persamaan dan perbedaannya.

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU KALAM, FILSAFAT DAN PSIKOLOGI AGAMA

A.      Pengertian Tasawuf,Ilmu Kalam,Filsafat dan Psikologi Agama.

1.        Tasawuf

Tasawuf adalah ajaran (cara dan sebagainya), untuk mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar dengan-Nya. Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spiritual  dzauqiyah manusia dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya.

2.        Ilmu Kalam

Menurut ahli  tata bahasa Arab, kalam didefinisikan  sebagai ‘kata’ atau ‘lafaz’ dengan bentuk majemuk(ketentuan /perjanjian ). Secara teknis , kalam berarti alasan atau argument rasional  untuk memperkuat pernyataan. Nama lain dari Ilmu Kalam diantaranya: Ilmu Aqaid (Ilmu Akidah-Akidah), Ilmu Tauhid (Ilmu Tentang ke-Maha-Esa-an Tuhan), Ilmu Ushuluddin (Ilmu Pokok-Pokok Agama ), Abu Hanifah menyebut Ilmu Kalam dengan Fiqh Al-Akbar menurut persepsinya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi dua bagian. Pertama. Fiqh Al-Akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau Ilmu Tauhid. Kedua. Fiqh Al-Ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah Muamalah bukan pokok-pokok agama tetapi hanya cabang saja.  Disebut juga ‘Teologi Islam‘. ‘Theos’ = Tuhan; ‘Logos’ = Ilmu.

Berarti ilmu tentang ketuhanan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran islam; termasuk didalamnya persoalan-persoalan gaib. Ilmu = pengetahuan; Kalam = ‘pembicaraan’;  pengetahuan tentang pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Dasar Ilmu Kalam adalah dalil-dalil fikiran (dalil aqli). Dalil Naqli (al-Qur’an dan Hadis ) baru dipakai sesudah ditetapkan kebenaran persoalan menurut akal pikiran.

Menurut al-Ghazali, Ilmu Kalam  hanya bisa digunakan untuk menghadapi tantangan terhadap akidah yang sudah dianut oleh umat; tetapi tidak untuk menanamkan akidah yang benar kepada umat yang menganutnya, apalagi untuk menuntut orang bisa menghayatinya.

Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri disebutkan untuk pertama kali pada masa Khalifah ‘Abbasiyah, Al-Ma’mun (W. 218 H), setelah ulama-ulama Muktazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab dipadukan dengan metode Ilmu Kalam. Sebelum masa Al-Ma’mun, ilmu yang membicarakan masalah kepercayaan disebut Al-Fiqh sebagai imbangan fiqh Fialilmi, yaitu tentang hukumIslam, sebagaimana Imam Abu Hanifah (Imam Hanafi) menamakan bukunya mengenai kepercayaan agama dengan Al-Fiqh Al-Akbar, perkembangan lebih lanjut istilah fiqh ini khusus untuk ilmu yang membicarakan perrsoalan-persoalan hukum-hukum Islam. Ilmu Kalam belakangan juga dikenal dengan teologi Islam yang sudah lama dikenal penulis-penulis Barat. Dalam pembahasan para ahli ketimuran selalu digunakan theology (Islam) untuk Ilmu Kalam ini. Ilmu Kalam/teologi Islam timbul karena Islam sebagai agama merasa perlu menjelaskan poko dasar agamamya dan segi-segi dakwah sebagai tujuan Al-Qur’an dan Sunah. Dua dasar ini membicarakan wujud Tuhan yang segala aspeknya dan mengatakan hubungan-Nya dengan makhluk.

Ilmu Kalam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW. Selang beberapa periode, setelah ilmu-ilmu ke=Islaman satu-persatu mulai muncul dan banyak orang membicarakan soal metafisika/alam gaib, dalam ilmu ini terdapat berbagai golongan dan aliran, kurang lebih 3 abad lamanya kaum muslimiin melakukan berbagai perdebatan baik sesama pemeluk Islam maupun dengan pemeluk agama lain, akhirnya kaum muslimin mencapai ilmu yang membicarakan dasar-dasar akidah dan rinciannya; baik oleh faktor dari dalam Islam sendiri maupun karena faktor dari luar Islam karena berbagai persoalan kalam yang muncul, timbullah bermacam-macam aliran kalam.

3.        Filsafat

Filsafat adalah  pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumannya. Pengetahuan indera mencakup segala sesuatu yang dapat diinderai. Batasnya: segala sesuatu yang tidak tertangkap panca indera; pengetahuan ilmu mencakup sesuatu yang dapat diteliti (riset). Batasnya: segala sesuatu yang tidak atau belum dapat dilakukan penelitian; pengetahuan filsafat mencakup segala sesuatu yang dapat difikirkan oleh akal budi (rasio). Batasnya adalah alam. Namun ia juga mencoba memikirkan sesuatu di luar alam, yang disebut Agama, Tuhan.

Tiga Ciri Berfikir Filsafat

  1. Radikal. Radix ( bahasa yunani ) berarti akar.berfikir sampai ke akarnya, tidak tanggung
  2. Sistematis.Berarti berfikir logis, bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dan saling berhubungan secara teratur.
  3. Universal. Berarti berfikir secara umum, tidak khusus.

Filsafat barat modern memandang manusia bebas dari segala kekuatan luarnya, dan kebebasan itu terjadi lewat pengetahuan rasional. Manusia seolah digiring untuk memikirkan dunia an-sich sehingga Tuhan, surga, neraka, dan persoalan-persoalan eksatologis tidak lagi menjadi pusat permikiran. Mereka menjadi bebas dari segala macam magis, religi, kepercayaan, dan semua yang mereka anggap rasional. Manusia diangkat martabatnya menjadi makhluk bebas dan otonom sebagaimana tergambar dalam pemikiran Descartes, Immanuel Kant, Sartre, dan Frederich Nietzsche

4.        Pengertian Psikologi Agama

Ilmu psikologi agama adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku, melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologi yang dimiliki seseorang, jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat dengan Allah misalnya, akan melahirkan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya jiwa yang kotor banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Allah akan melahirkan perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain

B.       Hubungan Tasawauf Dengan Ilmu Kalam, Filsafat, dan Psikologi Agama

1.        Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Kalam

Dalam kaitannya dengan Ilmu Kalam, ilmu tasawuf berfungsi sebagai pemberi wawasan spiritual dalam pemahaman kalam. Penghayatan yang mendalam melalui hati terhadap ilmu tauhid atau Ilmu Kalam menjadikan ilmu ini lebih terhayati atau teraplikasikan dalam perilaku. Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pendang bahwa ilmu tasawuf merupakan sisi terapan rohaniah dari ilmu tauhid.

Kajian-kajian mereka tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh itu sendiri menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian –kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga dicatat bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh dengan roh dan jiwa.

Ilmu Kalam pun berfungsi sebagai pengendali ilmu tasawuf. Oleh karena itu, jika timbul suatu aliran yang bertentangan dengan akidah, atau lahir suatu kepercayaan baru yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, hal itu merupakan penyimpangan atau penyelewengan. Jika bertentangan atau tidak pernah diriwayatkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau belum pernah diriwayatkan oleh para ulama salaf, hal itu harus ditolak.

Dr. Fuad Al-Ahwani di dalam bukunya Filsafat Islam tidak setuju kalau filsafat sama dengan Ilmu Kalam.  Dengan alasan-alasan sebagai berikut: Karena Ilmu Kalam dasarnya adalah keagamaan atau ilmu agama. Sedangkan filsafat merupakan pembuktian intelektual. Obyek pembahasannya bagi Ilmu Kalam berdasar pada Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya serta hubungan-Nya dengan alam dan manusia yang berada di bahwa syariat-Nya. Objek filsafat adalah alam dan manusia serta pemikiran tentang prinsip wujud dan sebab-sebabnya. Seperti filosuf Aristoteles yang dapat membuktikan tentang sebab pertama yaitu Allah. Tetapi ada juga yang mengingkari adanya wujud Allah SWT. sebagaimana aliran materialisme.

Selain itu, ilmu tasawuf mempunyai fungsi sebagai pemberi kesadarran rohaniah dalam perdebaan-perdebatan kalam. Sebagaimana disebutkan bahwa Ilmu Kalam dalam dunia Islam cenderung menjadi sebuah ilmu yang mengandung muatan nasional, di samping muatan naqliah. Jika tidak diimbangi dengan kesadaran rohaniah, Ilmu Kalam dapat bererak ke arah yang lebih liberal dan bebas. Di sinilah ilmu tasawuf berfungsi memberi muatan rohaniah sehinggaIlmu Kalam tidak dikesani sebagai dialektika keislaman belaka, yang kering dari kesadaran penghayatan atau sentuhan secara qabliah (hati).

2.        Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Filsafat

Ilmu Kalam, filsafat, dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian Ilmu Kalam adalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan di samping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah Tuhan, yakni upaya-uapaya pendekatan terhadap-Nya. Jadi, di lihat dari objeknya, ketiga ilmu itu membahas masalah yang berkaitan dengan ketuhanan.

Kajian-kajian Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan Al-Ghazali tentang jiwa dalam pendekatan kefilsafatan ternyata telah banyak memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi kesempurnaan kajian tasawuf dalam dunia Islam. Pemahaman tentang jiwa dan roh itu pun menjadi hal yang esensial dalam tasawuf. Kajian-kajian kefilsafatan tentang jiwa dan roh kemudian banyak dikembangkan dalam tasawuf. Namun, perlu juga dicata bahwa istilah yang lebih banyak dikembangkan dalam tasawuf adalah istilah qalb (hati). Istilah qalb ini memang lebih spesifik dikembangkan dalam tasawuf. Namun, tidak berarti bahwa istilah qalb tidak berpengaruh terhadap roh dan jiwa.

3.        Hubungan Tasawuf Dengan Psikologi

Sebagai salah satu disiplin ilmu, tasawuf merupakan bidang yang oleh sementara kalangan dianggap sebagai disiplin yang ada pada wilayah yang berbeda dengan ilmu pengetahuan pada umumnya.  Dalam percakapan sehari hari, banyak yang mengaitkan tasawuf dengan unsure kejiwaan dalam diri manusia. Dan hal ini cukup beralasan mengingat substansi pembahasannya, yaitu berkisar pada jiwa manusia. Dari sinilah tasawuf kelihatan identik dengan unsure kejiwaan. Mengingat adanya hubungan relevansi yang sangat erat antara spiritualitas tasawuf dan ilmu jiwa, terutama ilmu kesehatan mental, kajian tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang kejiwaan manusia itu sendiri. Dalam pembahasan tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Tujuan yang dikehendaki dari uraian tentang hubungan jiwa dan badan dalam tasawuf adalah terciptanya keserasian antara keduanya.

Pandangan sufi mengenai jiwa berhubungan erat denggan ilmu kesehatan mental, yang merupakan bagian dari ilmu psikologi.  Adapun para ahli dibidang perawatan jiwa, memusatkan perhatiannya pada masalah mental sehingga mampu melakukan penelitian ilmiah yang menghubungkan antara kelakuan dengan kesehatan mental. Yaitu orang yang sehat mentalnya mampu merasakan kebahagiaan dalam hidupnya dan sedangkan orang yang tidak sehat mentalnya baik ringan maupun berat, dari orang yang terganggu ketentraman hatinya sampai orang yang sakit jiwa. Hal ini dapat dilihat dari gejala gejala umum yaitu perasaan, pikiran, kelakuan, kesehatan yang tidak serasi atau kurang harmonis dalam diri manusia.

Dimana keadaan tersebut akan membuat seseorang frustasi, stress bahkan sakit jiwa (gila). Hal ini sesungguhnya akan timbul pada diri manusia yang tidak tenang hatinya, yakni hati yang jauh dari Tuhannya. Ketidak tenagan ini akan memunculkan penyakit mental yang kemudian akan menjadai perilaku yang tidak baik atau menyeleweng dari norma umum yang disepakati. Dan harus diakui jiwa manusia sering kali sakit. Ia tidak akan sehat sempurna tanpa melakukan perjalanan enuju Allah dengan benar. Bagi orang yang dekat dengan tuhannya, kepribadiannya akan tampak tenang dan perilakunya terpuji yang semuanya ini bergantung pada kedekatan manusia dengan tuhannya. Dan pola kedekatan manusia dengan tuhannya inilah yang menjadi garapan dalam tasawuf. Dari sisnilah nampak keterkaitan erat antara tasawuf dengan ilmu jiwa yaitu ilmu kesehatan mental.

Keterkaitan antara tasawuf dengan psikologi ini dibahas dalam psikologi transpersonal yaitu sebuah aliran baru dalam psikologi yang merupakan pengembangan dari psikologi humanistic yaitu yang menolak teori dan metode sebelumnya yaitu psikoanalitik dan behavoristik. Aliran ini berusaha mengembangkan potensi manusia, hanya saja aliran ini menjangkau hal yang bersifat adikodrati dan spiritual.

Dari kedua ilmu tersebut yaitu tasawuf dan psikologi ditemukan beberapa persamaan dan perbedaan dari kedunya, yaitu :

a.        Persamaan Konsepsi Tentang Potensi Dasar Manusia.

Dikalangan para ilmuwan muslim terutama para ahli tasawuf hamper terjadi kesepakatan bahwa seluruh umat manusia adalah dilahirkan dalam keadaan suci atau fitrah. Yang dimaksud fitrah disni adalah bahwa manusia ketika dilahirkan adalah dalam kondisi yang tidak memili dosa sama sekali, bahkan manusia memiliki potensi dasar, yakni ketaatan kepada Allah. Konsepsi islam mengenai potensi dasar manusia berupa pengakuan akan adanya Allah sebagai Tuhan, atau kecenderungan kepada kebenaran “dan ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan dari putra putra adam dari sulbi merek, dan membuat persaksian atas diri mereka sendiri, bukankah aku ini tuhanmu?” mereka menjawab, “benar, kami bersaksi”.

Konsepsi tentang fitrah diatas, memiliki kesamaan dengan pandangan Maslow dan juga para ahli psikolog humanistic lain, yang menekankan potensi dasar manusia. Menurutnya, manusia adalah spesies yang memiliki kemampuan atau potensi dasar yang sangat besar. Namun pada umumnya manusia hanya menggunakan sebagian kecil kemampuannya. Kebanyakan manusia justru lebih didominasi oleh rangsangan dari luar dirinya yang dapat mengarahkan pada pilihan mundur, atau kejahatan. Konsepsi semacam ini adalah salah satu factor penting dari teori maslow tentang motivasi manusia secara komperhensip.
Menurut maslow, hampir semua orang memiliki kebutuhan dan kecenderungan untuk mengaktualisasikan dirinya. Meski demikian banyak orang yangtidak mengetahui potensi yang dimilikinya, mereka tidak menyadari seberapa besar prestasi yang dapat meraka raih dan berapa banyak ganjaran bagi mereka yang mengaktualisasikan dirinya.

b.        Persamaan Konsepsi Perkembangan Jiwa Manusia

Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi dan mepunyai peluang untuk mengaktualisasikan potensi dasar tersebut. Dengan kehendak bebasnya manusia diberi kebebasan untuk memilih maju atau mundur, dimna pilihan ini lah yang dapat merubah kondisi psikologis manusia.

إِنَّ اللهَ لاَ يُغَيِّرُ مَابِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ

” Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’d, 13/11).

Dari ayat tersebut jelas sekali bahwa perkembangan dan pertumbuhan manusia sangat ditentukan oleh pilihannya sendiri. Jika ia konsisten dengan fitrahnya maka ia akan berkembang secara wajar.

PENUTUP

Sebagai sebuah disiplin ilmu keislaman, tasawuf tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti Ilmu Kalam dan filsafat dan bidang ilmu-ilmu lainnya.

Sebagai contoh contoh materi-materi yang tercakup dalam Ilmu Kalam terkesan tidak menyentuh dzauq (rasa rohaniah). Untuk memberikan wawasan spritual dalam pemahaman kalam, muncul ilmu tasawuf. Penghayatan yang mendalam melalui hati  terhadap Ilmu Kalam, filsafat, ilmu tauhid, fikih dan ilmu lainnya menjadikan ilmu tasawuf lebih terhayati atau teramplikasi dalam perilaku.

Dengan demikian, ilmu tasawuf merupakan penyempurna ilmu tauhid jika dilihat dari sudut pandang bahwa tasawuf merupakan sisi terapan rohani dari ilmu tauhid tasawuf dan psikologi terdapat kesamaan dan perbedaan pada teori tentang potensi dasar manusia dan perkembangan jiwa manusia. Dalam uraian dalam bab 2 diatas dipaparkan bahwa sesungguhnya kedua bidang ilmu ini memiliki keterikatan atau ada hubungan yaitu keterikatan antara tasawuf dengan psikologi. Hal ini ditunjukkan bahwa aspek pembahasan dari keduanya adalah tentang jiwa yaitu sufi dalam perkembangannya menuju derajad yang lebih tinggi yaitu spiritualitas tidak terlepas dari perkembangan jiwa sufi (manusia) itu sendiri, dimana pembahasan tentang jiwa dan kondisi psikologis itu dipelajari dan dikaji dalam ilmu psikologi.

Dari kedua disiplin ilmu ini, tasawuf dan psikologi terdapat kesamaan dan perbedaan pada teori tentang potensi dasar manusia dan perkembangan jiwa manusia. Hal ini ditunjukkan oleh pandangan beberapa tokoh psikologi barat yang membahas tentang agama dan keimnanan seseorang dalam kehidupannya karena agama adalah realita dalam hidup manusia.

Dengan mengetahui berbagai ilmu yang berhubungan dengan ilmu tasawuf tersebut, maka seseorang yang akan memperdalam ilmu tasawuf, perlu pula melengkapi dirinya dengan berbagai ilmu pengetahuan diatas. selain itu uraian tersebut menunjukan bahwa tasawuf adalah ilmu yang sangat erat kaitannya dengan berbagai permasalahan yang lainnya yang ada disekitar kehidupan manusia.