Jelaskan apa gunanya tempat kejadian perkara (tkp) suatu kejahatan harus diamankan

tirto.id - Situasi lokasi ledakan bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Kamis (25/5) pagi, dipadati oleh warga. Sejumlah warga penasaran, dan tidak sedikit dari mereka yang berfoto tepat di tempat kejadian perkara (TKP).

"Saya tinggal di belakang RS. Premier (Jatinegara) situ. Semalam kaget pas tahu ada bom di sini. Berhubung suami nggak membolehkan lihat ke sini kemarin malam, jadi pagi ini baru ke sini. Penasaran soalnya," ujar Ida, seorang warga kepada Tirto.

Padatnya warga di TKP karena tidak ada garis polisi yang terpasang, termasuk aparat kepolisian yang berjaga. Berdasarkan pantauan Tirto sekitar pukul 06:30 WIB, Kamis Pagi, warga bisa mendekati area halte TransJakarta Kampung Melayu sebagai TKP peristiwa nahas itu.

"Saya juga bingung ini, soalnya semalam itu ada garis kepolisian, tapi pagi ini udah nggak ada. Warga tadi udah ramai di sini, daging ditusuk-tusuk, pada banyak yang kepo," ujar seorang petugas keamanan halte, Paulus.

Petugas keamanan halte lainnya, Burhan mengaku khawatir dengan kondisi semacam ini. Sepengetahuannya masuknya warga di TKP dari sisi kepentingan pengumpulan barang bukti bagi polisi justru tak menguntungkan.

Apa yang menjadi keresahan petugas tersebut sangat beralasan. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Baharkam) Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 5 tahun 2011 tentang tindakan pertama di Tempat Kejadian perkara (TPTKP), polisi diwajibkan melakukan pengamanan di TKP dengan membuat batas/tanda garis polisi (police line) di TKP bila lokasi memungkinkan.

Pasca ledakan bom pihak kepolisian memang sudah melakukan olah TKP, hasilnya dugaan sementara bom yang meledak di Kampung Melayu berasal dari jenis bom panci. Namun, setelah melihat kenyataan banyaknya orang yang datang dan berpeluang mencemari TKP, apakah polisi bisa mendapatkan bukti tambahan?

Berdasarkan Pasal 221 ayat (1) angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, merusak tempat kejadian perkara bisa dikenai sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. "Barang siapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya..."

Pentingnya mengamankan dan menjaga TKP tetap steril bertujuan mencari bukti dan petunjuk terkait kejahatan yang telah terjadi. Dalam kejadian ledakan bom di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, beberapa saat setelah bom meledak jadi momen yang paling kritis, karena benda-benda di TKP bisa digunakan sebagai petunjuk kejahatan belum tersentuh dan segar. Sehingga pelacakan informasi mengenai identitas pelaku, jenis bom, atau penyelamatan korban bisa segera dilakukan.

Berdasarkan pasal 24 huruf a Peraturan Kapolri 14/2012 tentang manajemen penyidikan tindak pidana, menjelaskan kegiatan pengolahan TKP adalah mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas tersangka, dan saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya; mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti; dan memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi.

Bagaimana alur pengamanan TKP oleh aparat sesuai peraturan yang berlaku? Saat peristiwa terjadi seperti bom meledak, polisi yang pertama kali datang ke TKP harus melakukan penilaian terkait peristiwa yang baru saja terjadi, apakah masih ada pelaku lain. Petugas juga harus memastikan apakah ada atau tidak potensi bom susulan. Bila semua telah dirasa aman polisi akan memasang garis polisi untuk perimeter kejadian perkara. Polisi juga mengamati situasi yang terjadi terhadap orang, benda, maupun lokasi kejadian.

Polisi yang datang akan mencatat tempat dan waktu kejadian berdasarkan pengakuan saksi mata. Mereka akan mendata dan mencatat orang-orang yang berada di TKP terutama yang mengetahui tentang kejadian dan diperintahkan untuk tidak meninggalkan tempat. Artinya apabila ada warga yang mengetahui atau mengalami secara langsung ledakan bom tersebut baiknya segera melapor kepada polisi dan memberikan keterangan. Setelah lokasi dinyatakan aman dan steril polisi akan menyerahkan hasil penanganan TKP kepada petugas Jihandak dan anjing pelacak untuk mencari pelaku.

Anjing pelacak akan terganggu kinerjanya bila warga yang datang untuk menonton mengelilingi lokasi TKP tanpa pengamanan dan pengetahuan pentingnya soal lokasi TKP harus steril. Dalam Peraturan Kepala Baharkam Polri Nomor 5 tahun 2011 tentang tindakan pertama di TKP disebutkan bila ada peristiwa ledakan bom dan masih ada kebakaran maka perlu pengamanan petugas pemadam kebakaran yang masuk untuk melakukan pemadaman. Sementara jika TKP terjadi di jalan umum, maka petugas di TKP mengatur lalu lintas kendaraan, orang, dan mengamankan lingkungan sekitar TKP.

Polisi juga memiliki tim olah TKP, seperti tim forensik yang meneliti lokasi kejadian perkara, seperti melakukan pemotretan dari sudut, detail atau close-up terhadap benda-benda yang dicurigai berkaitan dengan ledakan bom. Selain itu mereka akan mengumpulkan sampel darah, cairan, residu ledakan, pakaian pelaku, pakaian korban, hingga melakukan pemotretan terhadap korban sebelum dipindahkan. Seluruh material penyelidikan itu akan dikumpulkan dan akan diperiksa untuk penyelidikan lebih lanjut. Sementara jika ada saksi mata terkait wajah pelaku, polisi akan memanggil pembuat gambar untuk membuat sketsa pelaku.

Kejadian yang terjadi pada TKP ledakan bom di Terminal Kampung Melayu, yang dipenuhi warga pada pagi hari (25/5), merupakan catatan serius bagi aparat kepolisian dalam mengamankan TKP yang sangat vital dari tangan-tangan jahil.

Baca juga artikel terkait BOM KAMPUNG MELAYU atau tulisan menarik lainnya Arman Dhani
(tirto.id - dan/dra)

Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Suhendra

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Pemeriksaan tempat kejadian perkara (disingkat pemeriksaan TKP) dilakukan untuk menemukan berbagai macam bukti dari suatu tindak pidana (berupa bukti saksi, bukti fisik, ataupun bukti jejak).[1] Bukti kesaksian adalah informasi yang diperoleh melalui pernyataan lisan dari korban. Sementara itu, bukti fisik menyangkut kategori objek materi yang lebih luas di tempat kejahatan yang dilakukan, seperti senjata pelaku, rambut, pakaian dari korban. Selain itu, bukti jejak adalah bukti fisik yang tertinggal di TKP dimana bukti potensial ini khususnya berlaku untuk barang yang sangat kecil.[1]

Dr. Edmond Locard, dari Prancis, Universitas Lyon mengembangkan penerapan dan transfer bukti jejak pada tahun 1900-an, yaitu ketika individu masuk ke TKP, dengan sendirinya dia meninggalkan jejak dirinya dan juga mengambil jejak TKP ketika dia pergi. Prinsip Locard ini tidak hanya berlaku untuk pertukaran di tempat umum seperti sidik jari dan bercak darah, tetapi juga bukti laporan seperti serat rambut dan tanah.[1]

  1. ^ a b c Ensiklopedia Ilmu Kepolisian. Jakarta: YPKIK. 2005. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pemeriksaan_tempat_kejadian_perkara&oldid=18145104"

Ancana, Gde (2008) Manfaat Pengolahan TKP (Tempat Kejadian Perkara) Bagi Penyidik Sebagai Upaya Pengungkapan Suatu Kejahatan : studi Kasus di Polresta Malang. Sarjana thesis, Universitas Brawijaya.

Abstract

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) untuk mengetahui dan menggambarkan proses pengolahan TKP oleh penyidik dalam mengungkap suatu kejahatan, 2)untuk mengetahui dan mendiskripsikan manfaat pengolahan TKP bagi penyidik sebagai upaya pengungkapan suatu kejahatan dan 3) untuk mengetahui dan menganalisa kendala dan upaya dalam pengolahan TKP bagi penyidik sebagai upaya pengungkapan suatu kejahatan. Pendekatan yang digunakan untuk memecahkan masalah diatas adalah yuridis sosiologis. Proses pengolahan TKP yang dilaksanakan di Polresta Malang dilakukan berdasarkan pada Petunjuk Tehnis No. Pol.: JUKNIS / 01 / II / 1982 tentang PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA. Adapun penjabaran dari tata urutan pengolahan TKP yaitu : 1) Pengamatan umum, 2) Pemotretan, 3) pembuatan sketsa, 4) Penanganan korban, saksi dan pelaku, 5) penangan barang bukti. Peranan kemampuan penyidik di TKP sangat penting dalam hal menggambarkan situasi TKP, pengamanan barang bukti, penanganan saksi-saksi dan melakukan analisa pidana (kronologis terjadinya tindak pidana). Karena dalam hal ini harus adanya kaitan antara TKP, Barang bukti, Pelaku, dan Korban guna proses mengungkap kejahatan. Dan melihat dari pelaku yang meninggal di tempat kejadian maka dapat langsung dilakukan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) karena mengacu pada Pasal 7 huruf i KUHAP mengenai kewajiban dan wewenang seorang penyidik yang berwenang mengadakan penghentian penyidikan. Dalam hal ini manfaat pengolahan TKP bagi penyidikan pada umumnya yaitu: 1) Menentukan waktu terjadinya tindak pidana. 2) Menentukan Tempat-tempat yang termasuk terjadinya perkara pidana. 3) Menentukan motif dari suatu kejahatan. 4) Menemukan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu kejahatan yang terjadi. 5) Menemukan pelaku kejahatan 6) Mendapatkan saksi-saksi yang berhubungan dengan suatu kejahatan guna membuat terang identitas pelaku, awal mula adanya kejahatan. 7) Menemukan barang bukti guna membuat terang tindak pidana, 8) Menemukan identitas korban. 9) menentukan kronologis terjadinya tindak pidana. Adapun kendala-kendala yang dihadapi oleh penyidik dalam pengolahan TKP sebagai upaya pengungkapan suatu kejahatan, yaitu : 1. faktor TKP, 2. faktor pada petugas/penyidik, faktor kelengkapan alat dan faktor hukum

Jelaskan apa gunanya tempat kejadian perkara (tkp) suatu kejahatan harus diamankan

Jelaskan apa gunanya tempat kejadian perkara (tkp) suatu kejahatan harus diamankan

Text
050802388.pdf

Download (2MB) | Preview

Actions (login required)

Jelaskan apa gunanya tempat kejadian perkara (tkp) suatu kejahatan harus diamankan
View Item