Jelaskan hubungan politik lokal dengan perkembangan demokrasi di indonesia

Hubungan antara budaya politik dan demokratisasi sangat erat. Budaya politik memiliki pengaruh penting dalam perkembangan demokrasi. Demokratisasi tidak berjalan baik apabila tidak ditunjang oleh terbangunnya budaya politik yang sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Dalam merespons tuntutan perubahan, kemungkinan munculnya dua sikap yang secara diametral bertentangan, yaitu "mendukung " (positif) dan kemungkinan pula "menentang " (negatif), sulit dielakkan. Sebagai sebuah proses perubahan dalam menciptakan kehidupan politik yang demokratis, realisasi demokratisasi juga dihadapkan pada kedua kutub yang bertentangan itu, yaitu budaya politik masyarakat yang mendukung (positif) dan yang menghambat (negatif) proses demokratisasi.

Budaya politik yang matang termanifestasi melalui orientasi, pandangan, dan sikap individu terhadap sistem politiknya. Budaya politik yang demokratis akan mendukung terciptanya sistem politik yang demokratis. Budaya politik demokratis adalah suatu kumpulan sistem keyakinan, sikap, norma, persepsi dan sejenisnya yang menopang terwujudnya partisipasi (Almond dan Verba). Budaya politik yang demokratis merupakan budaya politik yang partisipatif, yang diistilahkan oleh Almond dan Verba sebagai civic culture. Karena itu, hubungan antara budaya politik dan demokrasi (demokratisasi) dalam konteks civic culture tidak dapat dipisahkan.

Adanya fenomena demokrasi atau tidak dalam budaya politik yang berkembang di suatu masyarakat tidak hanya dapat dilihat dari interaksi individu dengan sistem politiknya, tetapi juga interaksi individu dalam konteks kelompok atau golongan dengan kelompok dan golongan sosial lainnya. Dengan kata lain, budaya politik dapat dilihat manifestasinya dalam hubungan antara masyarakat dan struktur politiknya, dan dalam hubungan antarkelompok dan golongan dalam masyarakat itu.

Dalam konteks Indonesia, kiranya jelas bahwa yang dihadapi tidak hanya kemajemukan etnik dan daerah, tetapi pada saat yang bersamaan adalah "sub-budaya etnik dan daerah " yang majemuk pula. Keanekaragaman tersebut akan membawa pengaruh terhadap budaya politik bangsa. Dalam interaksi di antara sub-sub budaya politik, kemungkinan terjadinya jarak tidak hanya antarbudaya politik daerah dan etnik, tetapi juga antarbudaya politik tingkat nasional dan daerah. Apabila pada tingkat nasional yang tampak lebih menonjol adalah pandangan dan sikap di antara sub-subbudaya politik yang berinteraksi, pada tingkat daerah yang masih berkembang adalah " sub-budaya politik " yang lebih kuat dalam arti primordial.

Dari uraian di atas bisa dibedakan kiranya antara budaya politik (political culture) dan perilaku politik (political behaviour). Yang tersebut terakhir kadang-kadang bisa dipengaruhi oleh budaya politik. Namun, budaya politik tidak selalu tergantung pada perilaku politik. Apakah sistem budaya yang ada cenderung bersifat komunal/kolektif atau individual Masalahnya adalah apakah nilai-nilai demokrasi kompatibel dengan nilai-nilai budaya politik lokal dan sebaliknya.

Agenda demokratisasi seharusnya dipandang berdimensi horizontal (pengaturan hubungan antarinstitusi politik utama) dan vertikal yang membuka ruang bagi akses warga untuk terlibat dalam proses politik dan pemerintahan. Keduanya bisa saling memperkuat dan berjalan simultan. Untuk itu, diperlukan upaya memupuk vitalitas demokrasi seperti pengembangan nilai dan keterampilan demokrasi di kalangan warga, meningkatkan akuntabilitas dan responsivitas terhadap kepentingan publik dan meningkatkan checks and balances dan rasionalitas politik di antara lembaga-lembaga kekuasaan. Dengan melakukan hal tersebut, jalan bagi demokrasi menjadi lebih terbuka.

R. Siti Zuhro
Ahli Peneliti Utama LIPI

Suara Karya, 25 Maret 2010

Sivitas Terkait : R. Siti Zuhro