Jelaskan makna sengsara dan wafat Yesus bagi kita

  • Kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus tercatat dalam keempat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Kisah itu dapat kita baca di Injil Matius 26:36-27:56, Markus 14:32-15:41, Lukas 22:39-23:49, dan Yohanes 18:1-19:30.Secara garis besar, kisah sengsara itu dimulai dengan berdoa di taman Getsemani ⇒ ditangkap di taman Getsemani ⇒ dibawa ke hadapan orang-orang yang berpengaruh/memegang kekuasaan ⇒ disesah/disiksa ⇒ dijatuhi hukuman mati ⇒ memanggul salib ⇒ disalibkan di Bukit Golgota ⇒ menyerahkan nyawa pada Bapa ⇒ wafat. Mengapa kisah sengsara itu sudah dimulai sejak Dia berdoa di taman Getsemani? Bukankah pada waktu itu Dia belum ditangkap? Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui, yang menjadi alasan:(a) Pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani, Dia mengajak murid-muridNya. Secara lebih khusus, tiga orang muridNya (Petrus, Yohanes dan Yakobus) dibawaNya sedikit menjauh dari murid-murid lain, ke sebuah tempat dimana Dia akan berdoa. Ingat, pada saat itu Dia sudah tahu bahwa sebentar lagi Dia akan ditangkap dan diserahkan kepada tua-tua Yahudi. Coba kita bayangkan, bagaimana rasanya jika kita tahu bahwa sesaat lagi kita akan ditangkap dan disiksa. Kepada ketiga murid itu Tuhan Yesus bahkan berkata, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat 26:38).

    (b) Sebagai manusia (Hah? Manusia?? Bukannya Dia Tuhan? Tenang, hal ini akan kita bahas di pokok bahasan Yesus Kristus, Sungguh Allah Sungguh Manusia), Tuhan Yesus merasa gelisah, takut, dan mencoba untuk membahas situasi diriNya dengan BapaNya. Dalam doaNya Dia berkata, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan  ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39). “Cawan” di sini berarti sengsara.

    (c) Injil Lukas mencatat: “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44).Setelah selesai berdoa, datanglah segerombolan orang yang hendak menangkap Tuhan Yesus. Sengsara ini semakin pedih, karena ternyata, salah satu muridNyalah yang mengantar gerombolan itu. Yudas Iskariot. Injil Lukas bahkan mencatat, Yudas Iskariot ini menyerahkan Tuhan Yesus kepada gerombolan itu dengan ciuman (Luk 22:47-48). Maksudnya? Mungkin sulit untuk mengenali Yesus pada waktu malam di taman Getsemani dan banyak orang dari gerombolan itu yang tidak mengenal Yesus. Karena itu, untuk memberitahu kepada gerombolan itu yang mana Tuhan Yesus, Yudas Iskariot mendekatiNya lalu menciumNya. Kemungkinan besar Yudas Iskariot sudah berpesan kepada gerombolan itu bahwa Yesus adalah orang yang akan diciumnya. Tambahan lagi, pada waktu Dia ditangkap, murid-muridNya yang lain meninggalkan Dia dan melarikan diri (Markus 14:50). Setelah ditangkap, Tuhan Yesus dibawa ke hadapan orang-orang penting di Israel pada waktu itu. Petrus diam-diam mengikuti dari jauh. Yesus dibawa ke rumah Imam Besar, ke hadapan Mahkamah Agama, Pilatus, dan Herodes. Di halaman rumah Imam Besar, sengsara Yesus semakin bertambah lagi karena Petrus, salah satu murid yang paling dekat denganNya, menyangkalNya. Di sini, “menyangkal” berarti pura-pura tidak kenal atau tidak mau dianggap kenal dengan seseorang. Parahnya lagi, Petrus menyangkal Yesus di dekat Yesus. Setelah Petrus menyangkalNya tiga kali, Yesus memandangnya (Luk 22:54-62).Ketika Tuhan Yesus dibawa ke hadapan Pilatus, sebenarnya Pilatus tidak menemukan kesalahan apa pun padaNya. Pilatus malah ingin membebaskanNya. Pilatus kemudian menyesah Yesus (menghukum dengan cambuk khusus yang dapat mengoyak daging), dengan harapan, setelah disesah, mungkin orang-orang akan puas dan membiarkanNya bebas (Luk 22:22). Tetapi ternyata tidak. Setelah itu, Pilatus mengingatkan orang-orang pada waktu itu bahwa tiap tahun, dalam rangkaian pesta paskah, dia selalu membebaskan satu orang hukuman atas pilihan orang banyak. Pilatus memberi pilihan: membebaskan Barabas (seorang pemberontak dan pembunuh) atau Yesus. Oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak memilih Barabas untuk dibebaskan. Orang-orang itu bahkan lebih memilih seorang pemberontak dan pembunuh daripada memilih Tuhan Yesus! Bagaimana rasanya jika kita dibanding-bandingkan dengan penjahat, dan akhirnya orang-orang lebih suka dengan penjahat itu ya? Hm…

    Setelah itu, Tuhan Yesus dijatuhi hukuman mati. Sebelum memanggul salibNya, serdadu-serdadu wali negeri mengolok-olokNya (Mat 27:27-31). Mereka memakaikan jubah ungu kepadaNya, memasang mahkota duri di kepalaNya, meludahiNya, dan bahkan memukul kepalaNya dengan buluh.

    Yesus memanggul salib dari Kota Yerusalem ke sebuah bukit di pinggir kota itu. Bukit itu bernama “Golgota” yang berarti “Tempat Tengkorak”. Sesampainya di sana, Dia disalibkan bersama dua orang penjahat. Jadi pada dasarnya, Tuhan Yesus diperlakukan seperti seorang penjahat. Kedua tangan dan kakiNya dipaku pada kayu salib. Tak terbayang sakitnya. Setelah salibNya ditegakkan, banyak orang menjadikanNya tontonan. Bayangkan saja situasinya: berkeringat, berdarah-darah, luka parah, nyaris telanjang, malah jadi tontonan dan bahkan bahan ejekan. Bahkan salah satu penjahat yang disalib di sampingNya juga ikut-ikutan mengejekNya.

    Dari atas salib, Tuhan Yesus melihat ibuNya. Ternyata ibuNya melihat semua yang terjadi. Anak mana yang ingin melihat ibunya menangis karena dirinya? Anak mana yang ingin ibunya – seseorang yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang – melihat anaknya (anak yang selama ini selalu diperlakukannya dengan lembut) disiksa, diolok-olok, diperlakukan sebagai penjahat, bahkan dibunuh di muka umum? Tentu Tuhan Yesus sangat sedih melihat kesedihan di mata ibuNya.

    Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. Pada jam tiga, berserulah Tuhan Yesus dengan suara nyaring, “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani?” yang berarti ‘AllahKu ya AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ Mungkin ini adalah puncak kesedihan Tuhan Yesus, sampai Dia merasa ditinggalkan oleh BapaNya. Setelah meminum anggur asam yang diunjukkan ke mulutNya dengan sebatang hisop, Tuhan Yesus berkata, “Sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kemudian, Tuhan Yesus menyerahkan nyawaNya pada Bapa, “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Tuhan Yesus pun wafat.

    Sesaat setelah Tuhan Yesus wafat, tabir Bait Suci terbelah menjadi dua, terjadilah gempa bumi, bukit-bukit batu terbelah, kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit! (Matius 27:51-53). Seorang Kepala Pasukan, orang romawi, yang melihat semua kejadian itu berkata, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah!”. Bagi orang romawi, yang hanya mengenal dewa-dewa, orang yang kematiannya diiringi dengan kegelapan dan gempa bumi adalah titisan dewa. Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri (Lukas 23:48).

  • Bagaimana seharusnya kita memandang penderitaan?
    Penderitaan bukanlah akhir segala-galanya! Saat menderitalah kita bisa menilai sehebat apa kepribadian dan iman kita. Jika setelah menderita dan wafat Tuhan Yesus bangkit mulia dan terangkat ke surga, maka setelah penderitaan yang kita alami, kita akan menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya! Tuhan sendiri pernah bersabda bahwa barangsiapa setia dalam perkara kecil, akan setia juga dalam perkara besar. Apapun yang kita alami di dunia ini sifatnya hanya sementara saja, tetapi upah dari kesetiaan dan iman kita sifatnya abadi di Surga!Penderitaan bukanlah kutukan! Tuhan tidak mengutuk kita dengan penderitaan. Malah, dengan penderitaanlah Tuhan dapat dengan mudah menilai kualitas iman kita. Ingat, kita tidak dipanggil untuk sukses (selalu berhasil/tidak menderita) melainkan untuk melayani sesama. Apakah kita tidak boleh sukses? Boleh saja. Tetapi tentu kesuksesan kita itu harus kita pakai untuk melayani semakin banyak orang. Jangan pernah berpikir bahwa jika kita tidak sukses atau menderita, itu berarti kita tidak diberkati Tuhan.Penderitaan adalah cara yang paling bagus untuk mengenang, merasakan dan menyatukan kepedihan kita dengan sengsara Tuhan Yesus sendiri! Kita tidak akan pernah tahu seberapa besar makna penderitaan Tuhan jika kita tidak pernah sedikit pun mengalami penderitaan. Jika kita sedang menderita, ingatlah, Tuhan Yesus sendiri – Anak Allah itu – pernah menderita. Dan sama seperti Dia yang bangkit, percayalah Dia juga akan membangkitkanmu dari penderitaan itu!

    Mau mendengarkan renungan harian singkat dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe channel YouTube Risalah Immanuel. Upload setiap hari jam 6 pagi WITA!

  • 121 c. Yesus Melanggar Adat Saleh - la berbicara dengan perempuan, Ia membela wanifa pezinah, Ia makan dengan tangan najis. - la melanggar sabat, Ia berkata: Sabat untuk manusia, dan bukan manusia untuk sabat.” d. Yesus Mencapuri Urusan Para Pemuka Agama Imam Agung bertanggung jawab atas Bait Allahtetapi Yesus mengusir para pedagang di sana. Dia ada hak apa? Orang macam ini berani mengatakan, bahwa Ia mengerti apa yang dikehendaki Allah, bahwa la mengenal Allah lebih daripada para nabì dahulu, lebih daripada Musa. Musa berbicara dengan Allah dari muka ke muka, namun tukang kayu ini mau apa? Di mata para petinggi agama Yesus itu provokator. 2. Yesus di Mata Petinggi Pemerintahan Pada masa Yesus, situasi Palestina tidaklah tenteram. Selalu ada usaha- usaha untuk melawan pemerintah Romawi. Pewartaan Yesus tentang Kerajaan Allah dan pernyataan diri-Nya sebagai Mesias dapat menumbuhkan harapan bangsa Yahudi akan datangnya Mesias. Harapan ini akan mendorong mereka untuk memberontak. Dengan demikian, tindakan Yesus dapat menumbuhkan pemberontakan politis seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang zellot. Hal itulah yang telah dijadikan alasan para pemuka agama Yahudi untuk menghukum Yesus dan menghadapkan- Nya pada Pilatus. Dalam peristiwa penangkapan dan pengadilan Yesus, pasukan Romawi diperalat oleh para pemuka agama yang mengisyaratkan bahwa Yesus dan pengikut- Nya termasuk dalam kelompok orang yang mau memberontak. Markus menceritakan, “...pada waktu itu adalah seorang yang bernama Barabas sedang dipenjarakan bersama beberapa pemberontak lainnya. Mereka telah melakukan pembunuhan dalam pemberontakan” Mrk 15:7. Keributan di Bait Allah ketika Yesus dan orang-orang- Nya menghalau para pedagang, mungkin saja membuat pemerintah kolonial Romawi waspada. Ketika bangsa-Nya sendiri menyerahkan Yesus, mereka rupanya tidak terlalu berkeberatan untuk mengamankan Dia. Berdasarkan latar belakang atau argumentasi para pemuka agama pemerintahan kala itu, Yesus divonis untuk mati. Seluruh majelis agama menolak Yesus. Dengan suara bulat mereka memutuskan Dia harus dihukum mati. Imam Agung, pemimpin yang dipilih Allah untuk menggembalakan umat-Nya, membuang Yesus. Ponsius Pilatus, gubernur sipil menghukum Yesus. Murid-murid dan teman- teman Yesus 122 tidak seorang pun membela-Nya. Mereka semua meninggalkan Dia. membiarkan Dia mati terkutuk disalib. Menurut keyakinan Yahudi, mati disalib merupakan tanda bukti bahwa seseorang dibuang oleh Allah. Hukuman mati di salib itu lebih dari mencabut nyawa saja. Mati di kayu salib berarti: dibuang oleh bangsa, terkutuk oleh Allah. Mayat seorang terhukum harus segera dikuburkan, karena mengotori dan menajiskan tanah yang diberikan Allah. b. Wafat Yesus 1. Wafat Yesus Adalah Konsekwensi Langsung dari Pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah Gambar 4.25. Yesus dipangkuan Bunda Maria 123 Wafat Yesus tidak dapat dilepaskan dan seluruh perjalanan karya dan hidup-Nya. Telah dikemukakan, bahwa Yesus sudah mengetahui penderitaan dan kesengsaraan yang ditanggung-Nya. Bahkan Ia sudah memberitahukan kepada para munid-Nya bagaimana Ia menderita, wafat dan disalibkan. Tugas perutusan Yesus untuk mewartakan Kerajaan Allah yang dilaksanakan melalui sabda dan tindakan-tindakan- Nya akan membawa diri-Nya pada penderitaan. Yesus sadar bahwa segala sabda dan tindakan-Nya membawa konsekuensi penderitaan. Ia telah datang untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; memberitakan pembebasan bagi orang orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta; membebaskan orang-orang tertindas, dan memberitakan Tahun Rahmat Tuhan telah datang. Yesus menyampaikan adanya tatanan hidup baru di bawah pemerintahan Allah. Pewartaan Yesus dalam sabda dan tindakan-Nya sangatlah radikal. Para penguasa, tua-tua bangsa Yahudi, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat sangat tersinggung dengan segala sepak terjang Yesus. Yesus melihat dan menyadari bahwa kesaksian yang paling kuat dan paling final tentang kesungguhannya mewartakan Kerajaan Allah ialah kesiapan-Nya untuk mati demi pewartaan-Nya itu. Apa jadinya jika Yesus lari dari resiko pewartaan-Nya. Tentu saja seluruh pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah tidak akan dipercayai lagi. Yesus harus menghadapi resiko pewartaan-Nya dengan kepala tegak. Yesus yakin dengan sikap-Nya dan konsekwen berani menghadapi maut, akan memberanikan semua murid-murid dan pengikut- pengikut- Nya di kelak kemudian hari untuk mewartakan dan memberikan kesaksian tentang Kerajaan Allah, walaupun harus mempertaruhkan nyawa-Nya. Kerelaan Yesus dalam menghadapi kematian-Nya mencapai puncaknya dalam penyerahan hidup-Nya, ketika Ia berseru dengan suara nyaring, “Ya Bapa, kedalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”. Kerelaan untuk menderita demi kerajaan Allah telah ditunjukan Yesus sampai kematian-Nya. Inilah juga ajakan yang Dia nyatakan kepada para pengikut-Nya, “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku” Luk.9:23. 2. Wafat Yesus sebagai Tanda Ketaatan dan Kesetiaan-Nya pada Bapa Penyaliban Yesus memang merupakan konsekwensi atas sabda dan tindakan-Nya. Sabda dan tindakan Yesus yang mewartakan kebaikan dan cinta kasih Allah kepada semua manusia, termasuk yang berdosa, telah membuat Dia dibenci dan dimusuhi. 124 Oleh orang-orang yang membenci dan memusuhi-Nya, Ia disiksa dan dibunuh. Yesus menerima semua yang terjadi atas diri-Nya dengan rela, karena itulah yang dikehendaki oleh Allah dalam rencana penyelamatan-Nya. “Yesus memandang kematian-Nya bukan sebagai nasib, melainkan sebagai kurban yang mengukuhkan Perjanjian Baru antara Allah dan umat manusia seluruhnya”. Yesus sadar bahwa kejahatan dan dosa manusia harus diterima-Nya. Oleh karena itu, Ia tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Para murid Yesus diberi teladan untuk memberi pengampunan dan untuk menyerahkan nyawa sebagai wujud kesetiaan terhadap tindakan demi Kerajaan Allah. Tugas untuk mewartakan Kerajaan Allah menuntut kesetiaan dengan taruhan nyawa. Oleh karena itu, peristiwa salib yang membawa kematian Yesus bukanlah kegagalan. Peristiwa salib justru merupakan tahap yang menentukan dalam karya penyelamatan Allah. Melalui wafat Yesus disalib, dosa dan kejahatan manusia juga “dimatikan”. Wafat Yesus menjadi peristiwa penyelamatan yang membaharui hidup manusia, karena setelah wafat-Nya, Allah tidak meninggalkan Dia. Yesus dibangkitkan dari kematian itu. Wafat Yesus memperlihatkan cinta kasih Allah kepada manusia. Yesus menyadari bahwa kematian adalah bagian dari rencana Bapa-Nya. Sabda yang dinyatakanNya, “Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya”, terjadi sudah dalam kematian- Nya. Dia setia kepada kehendak Bapa-Nya, Ia taat sampai mati. Yesus mengganti ketaatan-Nya untuk ketidaktaatan kita. “Jadi sama seperti ketidaktaatan satu orang, semua orang yang telah menjadi orang yang berdosa, demikian pula bagi ketaatan satu orang, semua orang menjadi orang yang benar” Rm. 5:19. Dengan ketaatan- Nya sampai mati, Yesus menyelesaikan tugas-Nya sebagai hamba yang menderita: seperti yang dikatakan dalam Yes 53:10.12. 3. Wafat Yesus Adalah Tanda Solidaritas Yesus dengan Manusia yang Paling dalam dan Final Dalam pandangan orang Timur Tengah Kuno, salib merupakan hukuman bagi orang yang melakukan kejahatan. Pada zaman Yesus, hukuman salib diberlakukan bagi orang yang memberontak. Orang-oranq Yahudi yang memberontak kepada pemerintahan Roma akan menerima hukuman salib apabila tertangkap. Salib menjadi lambang kejahatan. Wafat Yesus “untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang- orang bukan Yahudi suatu kebodohan” 1 Kor. 1:23. Tetapi menurut Paulus, bagi 125 orang-orang yang percaya akan Allah, peristiwa Yesus disalibkan mempunyai arti baru. Untuk mereka yang dipanggil, baik orang Yahudi maupun orang yang bukan Yahudi, Kristus adalah kekuatan Allah dan Hikmah Allah. Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmahnya daripada manusia 1 Kor. 1:24-25. Dalam diri Yesus yang wafat disalib itu Allah berkarya. Salib Yesus tidak terpisahkan dengan datangnya Kerajaan Allah, Yesus mati disalibkan supaya Kerajaan Allah dapat datang. Gambar 4.26. Yesus wafat di kayu salib Dalam peristiwa salib, kita dapat mengenal penyertaan Allah dalam hidup manusia. Allah yang berbelas kasih tidak pernah meninggalkan manusia. Sekalipun manusia mengalami kesengsaraan dan penderitaan Allah tetap menjadi Allah beserta kita Emanuel. Kesengsaraan dan wafat Yesus menjadi tanda agung kehadiran Kerajaan Allah karena memberi kesaksian siapa diri Allah sebenarnya: Allah yang Mahakasih. Allah dalam diri Yesus telah solider dengan manusia. Ia telah senasib dengan manusia sampai kepada kematian, bahkan kematian yang paling hina. Tidak ada wujud 126 solidaritas yang lebih final dan lebih hebat dari itu.Yesus rela mati disalib di antara dua penjahat. Ia telah menjadi manusia, sama dengan kaum tersisih dan terbuang. 4. Wafat Yesus Menyelamatkan Manusia Kematian Yesus yang mengerikan bukanlah sebagai akibat dan kejadian kebetulan, tetapi merupakan bagian dari misteri penyelamatan Allah seperti yang dikatakan oleh St. Petrus dalam khotbahnya yang pertama bagi orang-orang Yahudi Yerusalem pada waktu pentakosta: “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan-tangan bangsa durhaka” Kis. 2:23. Kitab Suci sudah meramalkan rencana penyelamatan ilahi melalui kematian. “Hamba-Ku yang Benar” sebagai misteri penebusan yang universal, inilah yang akan membebaskan manusia dari perbudakan dosa. St. Paulus dalam pengakuan iman menyatakan, “Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai Kitab Suci” 1 Kor.15:3. Yesus mati untuk kepentingan kita. Hal ini ditegaskan melalui surat pertama St. Petrus yang menyatakan, ”Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dan cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan barang yang fana, bukan pula dengan perak dan emas, melainkan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah domba yang tidak bernoda dan tak bercacat. Oleh Dialah kamu percaya kepada Allah, yang telah membangkitkan Dia dari antara orang mati dan yang telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan pengharapanmu tertuju pada Allah” 1 Ptr. 1:18-20. Dosa manusia telah dimatikan melalui kematian. Dengan mengutus anak-Nya dalam rupa seorang hamba, dan seperti manusia pada umumnya kecuali dalam hal dosa, “Dialah yang tidak mengenal dosa telah dibuat- Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” 2 Kor.5:21. Penyerahan diri Yesus kepada Allah yang telah mempersatukan kita kembali dengan Allah. Telah terjadi rekonsiliasi antara kita dengan Allah dengan kematian Yesus disalib. c. Kebangkitan Yesus Kristus Kitab Suci tidak menceritakan bagaimana persisnya Yesus bangkit, yang diceritakan panjang lebar adalah kubur yang kosong dan penampakan-penampakan Yesus kemudian. Bagaimanapun juga pengalaman dan keyakinan para murid bahwa Yesus bangkit, seperti sudah diramalkan-Nya terlebih dahulu, telah menjadi titik balik dan 127 hidup dan pewartaan mereka. Mereka yang mula-mula mulai ragu, bingung dan putus asa oleh kematian Yesus, kemudian bangkit lagi penuh harapan dan berani melanjutkan karya Kristus. Paulus kemudian menulis: “Jika Kristus tidak bangkit, sia- sialah kita percaya” 1 Kor. 15:17. Kebangkitan Kristus juga tidak berarti bahwa Kristus hidup kembali. Kebangkitan Kristus tidak seperti kebangkitan Lazarus Yoh.11;44 atau pemuda dari Nain 7:14- 15 ataupun anak Yairus Mrk. 5:41-42. Mereka semua dikembalikan kepada kehidupan yang fana ini dan beberapa waktu kemudian akan mati lagi. Tidak kemudian halnya dengan Yesus. Gambar 4.27. Yesus bangkit 128 Dengan kebangkitan-Nya Ia masuk ke dalam kemuliaan Bapa-Nya. Kristus sesudah Ia bangkit dari antara orang mati, tidak mati lagi. Maut tidak berkuasa lagi atas Dia Rm. 6:9. Oleh karena itu, kebangkitan dalam Kitab Suci sering di sebut ‘Peninggian’. Yang paling pokok ialah bahwa Yesus sekarang hidup dalam kehidupan ilahi, duduk di sebelah kanan Allah. Kebangkitan berarti pemulihan, peninggian kepada kemuliaan Ilahi. 1. Kebangkitan Yesus Berarti Allah Membenarkan dan Melegitimasi Warta dan Karya Yesus Kematian disalib bagi agama Yahudi berarti bahwa seseorang telah dibuang dan dikutuk oleh seluruh bangsa dan oleh Allah. Kematian Yesus disalib bagaimanapun juga menggoncangkan iman dan hidup para murid-Nya. Dengan kematian Yesus disalib itu berarti Allah telah meninggikan Yesus. Doa Yesus disalib pun menegaskan kenyakinan itu. “Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku?”. Doa dan seseorang yang merasa ditinggalkan Allah. Oleh sebab itu, tidak perlu heran bahwa kematian Yesus disalib sungguh menggoncangkan iman dan hidup para murid-Nya. Pengalaman dan keyakinan bahwa Yesus telah bangkit menghidupkan kembali iman dan harapan mereka. Ia menjadi titik balik yang menentukan bagi pewartaan dan hidup mereka. Dengan kebangkitan Yesus menjadi jelas bahwa Allah tidak meninggalkan Yesus. Ia telah meninggikan Yesus. Allah telah membenarkan dan melegitimasi semua pewartaan dan karya Yesus. Allah telah menerima seluruh hidup Yesus. Layaklah Yesus dimuliakan ke surga dan didudukan disebelah kanan Allah. 2. Kebangkitan Yesus Menyelamatkan Manusia dari Kuasa Dosa dan Kuasa Maut Kebangkitan Yesus menyelamatkan manusia dan kuasa dosa dan kuasa maut. Sebenarnya kita tidak hanya diselamatkan oleh wafat Kristus, melainkan juga oleh kebangkitan-Nya. Dalam kematian menjadi jelas bahwa Kristus sungguh satu dari kita. Oleh karena itu, kita yakin dalam iman bahwa kita juga boleh mengambil bagian dalam kebangkitan-Nya. 129 Gambar 4.28. Yesus bangkit, bertemu Maria Magdalena Karena kamu, Ia menjadi miskin, supaya kamu menjadi kaya oleh kemiskinan-Nya, kata Paulus 2 Kor 8:9. Yesus tidak hanya wafat untuk kita, Ia juga dibangkitkan untuk kita 2 Kor 5:15. Berulang kali dikatakan, bahwa Allah yang membangkitkan Tuhan, akan membangkitkan kita juga oleh Kuasa-Nya. Jikalau kita percaya bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit, kita percaya juga bahwa Allah akan membawa mereka yang telah meninggal bersama-sama dengan Dia 1Tes. 4:14. Salah satu unsur penting dalam liturgi Paska adalah liturgi pembaptisan. Dengan pemberkatan air dan pembaruan janji baptis kita ambil bagian dalam kematian-Nya. Dengan demikian, kita dikuburkan bersama-sama Dia oleh pembaptisan dalam kematian. Sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru Rom 6:3-4. Pembaptisan adalah ungkapan dan pengakuan iman kita akan Kristus yang bangkit. Maka pembaptisan adalah pusat dan pokok perayaan Paska dan disusul perayaan syukur ekaristi atas karya keselamatan Allah itu. d. Makna Wafat dan Kebangkitan Yesus Bagi Kita Dewasa Ini Kita sudah melihat bahwa misi pokok Yesus Kristus ialah mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah. Kesaksian-Nya yang paling final dan paling agung 130 tentang Kerajaan Allah adalah kematian-Nya disalib. Dengan kematian itu Yesus mau menunjukan bahwa Ia taat kepada kehendak dan rencana Allah serta Ia solider dengan manusia. Gambar4.29. Bunda Teresa dan Paus Yoh.Paulus II; saksi Yesus abad XXI Sumber: Hidup Katolik.com Allah tidak mau bahwa Yesus mati konyol. Oleh sebab itu, Ia membangkitkan Yesus dari kematian. Dengan membangkitkan dan meninggikan Yesus, Allah melegitimasi semua pewartaan dan kesaksian Yesus tentang Kerajaan Allah. Allah ternyata berpihak kepada Yesus. Menyadari ini semua, kita sebagai pengikut-pengikut Kristus hendaknya tergerak untuk melanjutkan misi-Nya. Situasi negeri kita rasanya tidak berbeda jauh dengan situasi di Palestina waktu Yesus muncul. Masyarakat kita saat ini sangat menderita oleh permainan politik kaum elit, tekanan ekonomi, jurang-jurang strata sosial, pertentangan suku dan agama dsb. Bagairnana kita dapat membangun Kerajaan Allah di negeri kita ini? Kita harus mengikuti jejak Kristus apapun tantangannya Allah yang telah memuliakan Yesus karena Ia telah melaksanakan kehendak Bapa untuk membangun Kerajaan Allah dibumi ini, akan memuliakan kita pula, kalau kita mengikuti jejak Yesus: membangun 131 Kerajaan Allah di bumi ini. Apa kiranya yang harus kita perjuangkan untuk membangun Kerajaan Allah dibumi ini? 1. Kita Hendaknya Menerima Allah sebagai Raja Gambar 4.30. Yesus adalah kekuatan kita Yesus selalu melihat Allah Bapa sebagai kekuatan dan backing-Nya. Oleh sebab itu, Ia tidak pernah gentar untuk menghadapi pelbagai tantangan, termasuk kematian- Nya. Ia telah menyongsong kematian-Nya dengan kepala tegak. Ia percaya Allah tidak akan meninggalkan-Nya. Allah adalah kekuatan-Nya. Allah adalah benteng hidup- Nya. 132 Yesus mengajak para pengikut-Nya untuk beriman seperti Dia, bersandar pada Allah. Untuk mengandalkan Allah dalam hidup ini, para pengikut-Nya tidak boleh bersandar dan mengandalkan hal-hal lain seperti kekuasaan, kekayaan, teknologi, dsb.. Bahkan kita tidak boleh mengandalkan diri dan kekuatan sendiri. Di hadapan Allah kita harus menjadi orang miskin yang tidak mengandalkan siapa-siapa atau apa pun juga. Hanya Allahlah kekuatan dan kekayaan kita. Sebagai anggota Gereja dan masyarakat, pertama-tama kita harus menjadi orang- orang yang mengandalkan dan percaya pada Allah. Menjadi orang beriman. Kita tidak pertama-tama mengandalkan harta kekuasaan, kekuatan, senjata, dan sebagainya. Kalau kita pertama-tama mengandalkan hal-hal itu, kita akan menjadi anggota Gereja dan masyarakat yang sewenang-wenang, lancang menggunakan kekuatan atau senjata. Kita mau menjadi anggota Gereja dan masyarakat yang bersandar pada Allah. Anggota Gereja dan masyarakat yang beriman. Harta, kekuasaan, kekuatan, dan senjata kalau berada dalam tangan seorang yang tidak beriman, akan membawa banyak petaka. Pembantaian sesama warga dalam setiap kerusuhan di Tanah Air, dilakukan oleh orang-orang yang mengandalkan kekuatan dan senjata, bukan mengandalkan Allah. 2. Kita Hendaknya Mencintai Sesama Tanpa Batas-Batas Yesus menempatkan hukum kasih ini sebagai hukum yang utama dalam Kerajaan Allah, yang daripadanya semua hukum lain bergantung. Ia sendiri menghayati hukum kasih itu. Ia hanya bersendal jepit mengelilingi seluruh Palestina untuk mewartakan Kabar-Baik dan untuk berbuat baik. Orang buta dibuatnya melihat, orang tuli dibuatnya mendengar, orang lumpuh dibuatnya berjalan, orang lapar dibuatnya menjadi kenyang, orang tertawan dibuatnya menjadi bebas. Yesus sangat mencintai negeri-Nya. Ia sangat mencintai bangsa-Nya. Ia mencintai semua, tanpa batas-batas. Ia mencintai orang Yudea, tetapi juga Samaria. Ia mencintai yang miskin tetapi juga mencintai yang kaya, Ia mencintai yang Yahudi tetapi juga yang kafir. Ia mencintai kawan-kawan-Nya tetapi juga musuh- musuh- Nya. Sebagai anggota Gereja dan masyarakat kita dipanggil untuk mencintai negeri dan bangsa ini. Seperti Yesus kita harus memberi diri kita seutuh-utuhnya untuk pengabdian kepada tanah air dan bangsa kita. Alkisah, selama perang kemerdekaan tentara-tentara rakyat yang luka dirawat di pelbagai rumah sakit. Waktu itu banyak pemerhati mengungjungi para prajurit yang 133 luka itu untuk menghibur mereka. Seorang ibu berhenti ditepi tempat tidur seorang anak muda yang baru kembali dari medan pertempuran. Pemuda pejuang itu sudah tidak memiliki tangan kirinya. Si ibu dengan rasa sedih bertanya kepada pemuda itu: “Di mana kamu kehilangan tanganmu?” Dengan bersemangat pemuda pejuang itu menjawab: “Saya tidak kehilangan, saya memberikannya untuk ibu pertiwi”. Mencintai itu berarti memberi. Puncak dari memberi ialah memberi diri. Sebagai anggota Gereja dan masyarakat kita harus mampu memberi, sampai kepada memberi diri untuk nusa dan bangsa. Mgr. Sugiopranata, Bapak I.Y. Kasimo, Komodor Yos Sudarso dll., dapat menjadi contoh bagi orang-orang Kristiani yang berbakti. Dalam mencintai bangsa ini, kita tidak boleh pilih kasih. Cinta seorang warga kristiani adalah cinta tanpa sekat-sekat. Tidak boleh ada sekat-sekat suku, sekat-sekat agama, sekat sekat idiologi, sekat-sekat politik. Yesus sangat mencintai manusia. Ia menjunjung tinggi martabat manusia, sehingga Ia rela menjadi manusia dan mau mati untuk manusia. Yesus tidak mau martabat manusia dilecehkan, juga oleh hukum-hukum dan peraturan manusia. Ia menegaskan bahwa hukum dan peraturan harus diabdikan untuk manusia, bukan sebaliknya. Ia menentang semangat legalisme yang menindas manusia, yaitu berjuang untuk menegakkan kemerdekaan puteri-puteri Allah. Isi proklamasi Injil Yesus Kristus ialah Pemerintahan Allah yang ingin mendekatkan kehidupan semua orang kepada kesempurnaannya menjadi manusia yang bermartabat. Legalisme bertentangan dengan Injil, karena merugikan perkembangan manusia. Allah memerintah supaya manusia dapat semakin menjadi manusia dengan semakin menjadi citra Allah. Selama puluhan tahun kita hidup dalam situasi yang sangat represif. Kita ditindas oleh rezim Orde Baru yang sangat otoriter. Di jaman reformasi ini kita hendaknya kembali kepada cita-cita dan perjuangan aslinya: membela dan memerdekakan rakyat. Patut dicatat bahwa selama gerakan reformasi untuk menumbangkan Orde Baru yang korup dan sewenang-wenang yang dipelopori oleh mahasiswa, banyak pihak telah menampilkan diri secara simpatik untuk mendukung gelombang demontrasi yang menuntut keadilan dan demokrasi. Masih ada banyak tantangan dan mungkin kurban-kurban. Perjuangan yang benar dan baik akan dilegitimasi dan ditinggikan oleh Allah, seperti Ia telah melegitimasi dan meninggikan perjuangan Yesus Kristus. Perjuangan, penderitaan dan kurban-kurban kita akan dimahkota oleh Allah dengan kebangkitan dan kemuliaan.     134 4. Membangun Argumen tentang Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus. Anda telah menemukan data informasi tentang sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus dalam Kitab Suci dan Ajaran Gereja. Sekarang cobalah Anda merumuskan argumentasi berdasarkan fakta Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus 5. Mengomunikasikan tentang Sengsara, Wafat dan Kebangkitan Yesus Kristus Setelah Anda menggali sumber dari teks-teks Kitab Suci serta Ajaran Gereja Tentang sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus, sekarang cobalah Anda mendeskripsikan apa makna dari sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus serta apa makna hidup Yesus bagi hidup kita 6. Rangkuman  Dalam perjalanan hidup-Nya, Yesus juga tidak luput dari penderitaan bahkan sampai wafat di kayu salib. Makna penderitaan yang dialami oleh Yesus pertama-tama merupakan konsekuensi dari tugas perutusan-Nya untuk melaksanakan kehendak Bapa mewartakan dan menegakkan Kerajaan Allah di dunia.  Sebagai orang yang beriman, kita juga diajak untuk selalu meneladani sikap Yesus dalam menghadapi penderitaan dan kematian yaitu bersikap tabah dan taat penuh pada kehendak Tuhan melalui doa dan melalui penyerahan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi.  Dengan penderitaan dan kematian Yesus bagi kebanyakan orang Yahudi pada zaman-Nya, Yesus dianggap gagal, penderitaan-Nya sia-sia, dan seluruh karya- Nya seolah musnah seiring dengan kematian-Nya. Dengan kematian- Nya, seolah-olah Yesus tidak akan pernah diperhitungkan lagi. Dengan peristiwa kebangkitan-Nya dari alam maut, Allah membalikkan semua pemikiran tersebut. Kebangkitan Yesus membuat kehadiran Yesus tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu. Ia hadir di mana-mana dalam hati semua murid-Nya. Kehadiran-Nya itu mampu mempengaruhi hati manusia, menjadi semangat hidup bagi banyak orang.  Melalui kebangkitan-Nya, orang-orang tidak hanya mengenang karya dan ajaran-Nya, tetapi menjadikan Dia sebagai kekuatan hidup sehari-hari. Kehadiran-Nya mampu membuat orang tidak hanya sanggup meneruskan 135 karya-Nya melainkan secara aktif dan kreatif melakukannya. Kebangkitan Yesus merupakan pembenaran dari Allah terhadap sabda dan karya-Nya, pembenaran terhadap perjuangan Yesus Kristus.  Kebangkitan Yesus adalah permulaan dari corak kehidupan baru, kelahiran baru dan permulaan suatu kehidupan yang lebih mulia. Kisah kebangkitan Yesus sendiri tidak banyak dilaporkan dalam Kitab Suci. Namun demikian, bukti-bukti yang dapat menunjukkan bahwa Yesus benar-benar bangkit antara lain: para murid yang melihat kubur Yesus terbuka dan kosong Yoh. 20: 1-10, kain kafan Yesus yang tertinggal, berita dari malaikat mengatakan Yesus sudah bangkit, dan beberapa kali Yesus menampakan kepada murid- murid-Nya. 7. Tugas Belajar LanjutProjek Belajar Untuk memperkaya pemahaman Anda tentang topik pembelajaran ini, Anda diminta untuk membaca buku-buku Ajaran Gereja Katolik, misalnya dokumen Konsili Vatikan II, buku Iman Katolik, oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia KWI, buku Kristologi: Sebuah Sketsa, oleh Nico Syukur Dister, OFM, buku Ensiklopedi Gereja, oleh P. Heuken, S.J., dan buku-buku lain yang terkait dengan pokok bahasan ini, juga mengunjungi website Katolik termasuk perpustakaan digital milik beberapa Universitas Katolik yang ada di dunia mayavirtual. Setelah membaca sumber- sumber tersebut, buatlah rangkumannya  136

    D. Makna Allah Tritunggal Mahakudus

    Sebagai orang Katolik, hampir setiap hari, bahkan setiap saat dalam mengawali kegiatan apa pun selalu membuat tanda salib, sambil mengucapkan “ Dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus”. Kita menyebutnya sebagai tanda kemenangan Kristus. Pada pokok bahasan ini, Anda secara khusus akan mempelajari tentang makna Allah Tritunggal Mahakudus sesuai ajaran iman Katolik. 1. MenelusuriMengamati Pemahaman tentang Tritunggal Mahakudus Bacalah kisah berikut ini Kami Bertiga, Kamu Bertiga Ketika kapal seorang Uskup berlabuh untuk satu hari di sebuah pulau yang terpencil, Uskup bermaksud menggunakan hari itu sebaik-baiknya. Beliau berjalan-jalan menyusur pantai dan menjumpai tiga orang nelayan sedang memperbaiki pukat. Dalam bahasa Inggris pasaran mereka menerangkan, bahwa berabad-abad sebelumnya penduduk pulau itu telah dibaptis oleh para misionaris. ”Kami orang Kristen,” kata mereka sambil dengan bangga menunjuk dada. Uskup amat terkesan. Apakah mereka tahu doa syahadat? Ternyata mereka belum pernah mendengarnya. Uskup terkejut sekali. Bagaimana orang-orang ini dapat menyebut diri mereka Kristen, bila mereka tidak mengenal sesuatu yang begitu dasariah seperti doa syahadat itu? ”Lantas, apa yang kamu ucapkan bila berdoa?” ”Kami memandang ke langit. Kami berdoa, Kami bertiga, kamu bertiga, kasihanilah kami.” Uskup heran akan doa mereka yang primitif dan jelas bersifat bidaah ini. Sepanjang hari ia mengajar mereka berdoa syahadat. Nelayan-nelayan itu sulit sekali menghafal, tetapi mereka berusaha sebisa- bisanya. Sebelum berangkat lagi pada pagi hari berikutnya, Uskup merasa puas. Mereka dapat mengucapkan doa syahadat dengan lengkap tanpa satu kesalahan pun. Beberapa bulan kemudian kapal Uskup kebetulan melewati kepulaun itu lagi. Uskup mondar-mandir di geladak sambil berdoa malam. Dengan rasa senang ia mengenang bahwa di salah satu pulau yang terpencil itu ada tiga orang yang mau berdoa syahadat dengan lengkap berkat usahanya yang penuh kesabaran. Sedang ia termenung, secara kebetulan ia melihat seberkas cahaya di arah timur. Cahaya itu bergerak mendekati kapal. Sambil memandang 137 keheran-heranan, Uskup melihat tiga sosok tubuh manusia berjalan di atas air, menuju ke kapal. Kapten kapal menghentikan kapalnya dan semua pelaut berjejal-jejal di pinggir ke geladak untuk melihat pemandangan ajaib ini. Ketika mereka sudah dekat, barulah Uskup mengenali tiga sahabatnya, para nelayan dulu. ”Bapak Uskup”, seru mereka, ”kami sangat senang bertemu dengan Bapak lagi. Kami dengar kapal Bapak melewati pulau kami, maka cepat-cepat kami datang.” ”Apa yang kamu inginkan?“ tanya Uskup tercengang-cengang. ”Bapa Uskup,” jawab mereka, ”kami sungguh-sungguh amat menyesal. Kami lupa akan doa yang bagus itu. Kami berkata: Aku percaya akan Allah, Bapa yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan akan Yesus Kristus, Putera-Nya yang tunggal Tuhan kita….lantaskami lupa. Ajarilah kami sekali lagi seluruh doa itu” Uskup merasa rendah diri dan berkata: “Sudahlah, pulang saja, saudara- saudaraku yang baik, dan setiap kali kamu berdoa, katakanlah saja, “Kami bertiga, kamu bertiga, kasihanilah kami”. Dari: Burung Berkicau, A .de Mello, S.J. 2. Menanya tentang Tritunggal Mahakudus Ketiga nelayan dalam kisah di atas mengungkapkan iman kepercayaannya pada Allah Tritunggal. Mereka tidak sanggup menghafal doa Bapa Kami yang diajarkan oleh bapak uskup, namun mereka menghayatinya dengan sepenuh hati. Kini cobalah merumuskan beberapa pertanyaan berdasarkan kisah tersebut untuk didiskusikan bersama-sama Pertanyaan-pertanyaan itu tentu saja berkaitan dengan pemahaman para nelayan tentang Allah Tritunggal dan juga bagaimana pemahaman Anda sendiri sebagai orang Katolik tentang siapakah Allah Tritunggal itu? 3. Menggali Sumber Kitab Suci serta Ajaran Gereja Tentang Allah Tritunggal Mahakudus Setelah Anda menelusuri pemahaman tentang Allah Tritunggal Mahakudus, berdasarkan kisah mistik A. de Mello, kemudian Anda merumuskan pertanyaan- pertanyaan yang berkaitan dengan makna Allah Tritunggal Mahakudus. • • • 138 Apabila kita membaca Kitab Suci kita tidak akan menemukan istilah Tritunggal atau Trinitas dan penjelasan teologis tentang-Nya. Apa yang dimaksudkan dengan istilah itu terkandung dalam Kitab Suci. a. Ajaran Kitab Suci 1. Perjanjian Lama Dalam Perjanjian Lama sering dikatakan bahwa Allah berbicara kepada para nabi dan bapa bangsa. Tentu saja berbicara secara rohani. Kalau Allah sering berbicara dan berkomunikasi dengan manusia, siapa kiranya lawan bicara atau teman berkomunikasi Allah sejak kekal? Apakah Ia Allah yang sepi? Jawaban untuk ini belum dapat diberikan dalam konteks monoteisme sederhana Perjanjian Lama, walaupun Kebijaksanaan Abadi sudah dipersonifikasikan secara puitis. Baca Amsal 8. 22-30. Dalam perikop tersebut dikatakan tentang Hikmah atau Kebijaksanaan Abadi yang diciptakan Allah sebelum segala ciptaan diciptakan. 2. Perjanjian Baru a. Injil Sinoptik Dalam ketiga Injil Sinoptik misteri Tritunggal sudah tersirat pada bab pertama Injil tertua, yakni Injil Markus. • Ayat-ayat tentang pembaptisan Yesus Mrk. 1:9-11 bagaikan intisari struktur trinitaris seluruh Injil. Dalam perikop tersebut dikatakan ada suara Allah Bapa dari surga yang mewahyukan Yesus sebagai Putra-Nya yang tercinta, sementara Roh Kudus memperlihatkan diri dalam rupa merpati. • Pada saat puncak pewartaan-Nya dengan gembira dan dipenuhi dengan Roh Kudus Yesus memuji Bapa, Tuhan langit dan bumi yang tidak dikenal oleh siapa pun selain Putera dan orang yang kepadanya diberitahukan oleh Putera Luk. 10:21. • Naskah trinitaris terpenting dalam Injil Sinoptik adalah perintah Yesus yang bangkit. Ia menyuruh para murid-Nya mengajar segala manusia dan membaptis mereka “atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus Mat.28:19. Perhatikan: bukan dikatakan atas nama-nama, melainkan atas nama tunggal. Ayat ini merangkum struktur dasar trinitaris seluruh Perjanjian Baru, bukan sebagai uraian teoretis, melainkan pesan praktis untuk membaptis orang beriman.