Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang
Lihat Foto

Koleksi Tropen Museum (Wikimedia)

Pendaratan tentara Jepang di Jawa.

JAKARTA, KOMPAS.com - Jepang menjajah Indonesia selama 3,5 tahun, terhitung dari menyerahnya Belanda setelah Perjanjian Kalijati, hingga kekalahan Jepang pada sekutu di Perang Dunia II yang bersamaan dengan kemerdekaan Indonesia tahun 1945.

Lantaran usia pendudukannya yang hanya seumur jagung, tak banyak peninggalan infrastruktur yang dibangun Jepang di Indonesia.

Ini berbeda dengan Belanda yang notabene menjajah beberapa wilayah Indonesia dalam kurun waktu yang sangat lama. Sejumlah infrastruktur warisan Belanda masih bisa digunakan hingga saat ini.

Lalu apa saja infrastruktur peninggalan penjajahan Jepang di Indonesia yang secara ekonomi masih dipakai hingga saat ini?

Baca juga: Pernah Dijajah Jepang, Bagaimana Indonesia Menuntut Ganti Rugi?

1. Bandara Frans Kaisiepo Biak

Mengutip laman resmi Ditjen Kebudayaan, Kemendikbud, Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak, Papua, pernah menjadi bandara dengan landasan pacu terpanjang di Indonesia.

Panjang runway mencapai 3.570 meter dan lebar 40 meter, ukuran bandara yang terbilang sangat besar di era pasca-Perang Dunia II.

Karena runway yang panjang, bandara ini bahkan pernah dijadikan bandara internasional untuk keperluan transit pesawat dari Jakarta dan beberapa negara Asia menuju Amerika Serikat sebelum menyebrangi Pasifik.

Menilik sejarahnya, Bandara Biak dibangun oleh Jepang pada tahun 1943 untuk menunjang armada pesawat tempur di Perang Pasifik. Bandara ini juga sedianya dibangun Jepang sebagai batu loncatan untuk menyerang Australia.

Baca juga: Bagaimana Hitler Membangun Ekonomi Jerman yang Hancur Pasca-PD I?

Bandara ini kemudian diambil alih oleh pasukan Sekutu pimpinan Letnan Jenderal L Eichelburger pada Juli 1944 dan sempat dijadikan pangkalan militer Australia. Hingga beberapa tahun kemudian bandara ini diserahkan kepada Belanda dan mengganti namanya menjadi Bandara Mokmer.

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang
Artikel ini menjelaskan tentang berbagai perubahan masyarakat di Indonesia saat terjadinya penjajahan bangsa kolonial Belanda dan Jepang

--

Banyak yang bilang kalau belajar sejarah itu tidak penting-penting amat. Buat apa kita mempelajari kejadian yang sudah lewat? Kenyataannya, apa yang kamu lakukan sekarang adalah akibat dari kejadian-kejadian di masa lalu. Bukan tidak mungkin jalan yang kamu lewati ke sekolah merupakan hasil dari kesepakatan beberapa pihak di masa lalu.

Di artikel kali ini, kita akan membahas tentang kehidupan masyarakat di masa penjajahan. Baik saat masa penjajahan Kolonial, maupun saat Jepang berada di Indonesia. Kira-kira gimana ya situasinya waktu itu?

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Meskipun telah berkembang sebelum penjajahan, perkebunan di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup signifikan. Adanya penambahan jumlah lahan untuk mengembangkan berbagai tanaman ekspor. Pemerintah Kolonial juga melibatkan perusahaan asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hutan dibuka untuk pembukaan lahan perkebunan.

Nah, yang namanya pembukaan lahan pasti harus diatur oleh manusia dong. Nggak mungkin hutan ditebas, dijadikan lahan pertanian lalu nggak ada kehidupan di sekitar sana. Gara-gara Kolonial yang berfokus pada hal ini, mau nggak mau, penduduk kita jadi tersebar. Salah satunya, karena adanya perjanjian Politik Etis yang memberikan tiga keuntungan: 1) Irigasi, 2) Transmigrasi, dan 3) Edukasi.

Hutan-hutan di Sumatera Selatan, misalnya. Dibabat dan diubah kegunaannya. Sebagian ada yang menjadi lahan pertanian dan perkebunan. Ada juga yang menjadi lahan irigasi yang digunakan di sepanjang alirannya dimanfaatkan sebagai lumbung padi.

Salah satu bekas peninggalan yang paling nyata adalah saluran air Bendung Komering 10 di Kabupaten OKU Timur. Sampai saat ini, masih dimanfaatkan dengan baik untuk lahan sekitar.

Selain concern terhadap perkebunan yang tinggi, Kolonial juga membangun berbagai infrastruktur seperti jalan raya, rel kereta, dan telepon.

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Jalan Raya Pos (Sumber: KOMPAS TV via youtube)

Salah satu yang paling terkenal adalah Jalan Raya Pos.

Herman Willem Daendels adalah sosok di belakangnya.

Dia datang ke Batavia pada 5 Januari 1808. Sebagai Gubernur Jenderal, ia mendapat mandat untuk menjaga Hindia agar tidak jatuh ke tangan Inggris yang saat itu sedang berpusat di India. Demi menjalankan misinya tersebut, ia memutuskan untuk membuka jalan dari Anyer (Banten) sampai Panarukan (Situbondo, Jawa Timur).

Ya, jalan yang panjangnya lebih dari 1.000 km.

Tentu aja, proyek ambisius Daendels ini harus dibayar mahal oleh para pekerja dari kaum pribumi kala itu. Kaum pribumi, dalam artikel Sejarah Jalur Daendels: Semacam Jalan Tol di Era Hindia Belanda dikatakan “dipekerjakan secara paksa tanpa diberi upah.”

Bagi Daendels, jalan ini adalah mahakarya yang ia banggakan.

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Saat ini, jalur ini biasa kita sebut dengan Pantura (Pantai Utara). Salah satu jalan sentral yang sering dilewati pemudik ketika lebaran. Walau begitu, dalam Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa (201), Jan Breman mengatakan kalau proyek jalan ini menelan belasan ribu korban jiwa.

Baca juga: Kedatangan NICA di Indonesia

Inilah ironisnya: di satu sisi, Daendels berjasa bagi pembangunan kita. Tapi di sisi lain, ia juga menelan banyak korban. Bayangkan coba kalau hal ini terjadi di masa sekarang? Sebagai sobat rebah, kita pasti ngamuk. Lagi enak-enak tiduran nonton Spongebob, eh disamperin emak. ‘Gali jalan lo sono! Tiduran aje?!’

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Masa penjajahan kolonial juga merupakan masa di mana kita pertama kali menggunakan uang sebagai alat pembayaran tenaga kerja. Tapi, ya, dari segi strata sosial, rakyat kita jelas kalah jauh dibanding kaum kolonial yang datang. Pribumi yang sebelumnya birokrat harus tunduk kepada kompeni-kompeni ini. Para raja dan bupati, harus lengser karena sistemnya diubah. Kolonial lebih memilih gubernur jenderal, residen, bupati dalam sistem pemerintahannya. Sisi baiknya, kaum pribumi yang selama ini terkotak-kotak oleh kerajaan, kini mulai bersatu.

Kita, sedikit demi sedikit, disatukan dalam identitas bernama Indonesia.

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Meskipun sama-sama datang dengan tujuan menguasai Indonesia, Jepang terkenal "lebih sadis dan brutal" dibandingkan para Koloni. Bayangkan, dari awal kedatangannya, Jepang menggunakan strategi licik: propaganda. Ia berpura-pura menjadi juru selamat bagi negara-negara di Asia. Slogannya adalah 3A: Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia.

What? Gila nggak tuh?

Propaganda Jepang udah kayak cara kita ngecek duit asli. "Ingat tiga D! Dilihat, diraba, diterawang!" Terbayang masa-masa kelam itu. Ketika kaum pribumi mulai curiga dengan tingkah laku Jepang, mereka tinggal tutup mulut kita. ‘Ssst! Jangan banyak protes! Ingat 3A! Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Cahaya Asia!’

Lalu kita gak jadi protes.

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Perbedaan lain antara Kolonial dan Jepang adalah, Jepang sangat bernafsu untuk memasukkan budayanya ke kita. Tahu seikirei? Kebiasaan orang Jepang untuk membungkukkan badan. Rakyat kita dipaksa melakukannya demi menghormati kaisar Jepang (saat itu dijabat oleh Michinomiya Hirohito), yang dianggap keturunan Dewi Matahari. Untuk masalah bungkuk membungkuk ini aja, Jepang ketat banget. Kita diminta melakukan seikirei dengan sepenuh hati. Dalam Memoar Perempuan Revolusioner (2006:47), Fransisca mengatakan bahwa orang yang ketahuan membungkuk kurang dalam, akan ditampar.

Upaya pemasukan budaya Jepang memang sangat kental. Anak-anak sekolah harus menyanyikan Kimigayo, harus menghormati bendera Hinomaru, dan mendengarkan lagu-lagu AKB48. Oke, yang terakhir bercanda.

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Jepang juga mengeruk sumber daya alam yang ada. Lahan-lahan perkebunan yang sebelumnya dibuat oleh Belanda, kini diganti menjadi lahan pertanian. Oke, mungkin kamu bertanya ‘Apa bedanya, Kak?’ Bedanya, pada masa Jepang, lahan pertanian dipakai untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari aja. Berbeda dengan Belanda yang bisa diekspor sehingga meningkatkan ekonomi masyarakat.

Perintah pembayaran pajak yang tinggi juga diterapkan oleh Jepang. Udah kita dipersulit dapet uang, eh malah “dipalak”. Alhasil, miskin lah kita cuy. Sampai-sampai banyak penduduk yang terpaksa mengenakan baju dari karung goni.

Untungnya, kita berhasil lepas dari cengkeraman Jepang yang terlihat baik di awal. Jadi, pelajarannya adalah, jangan percaya gitu aja sama dia yang keliatan baik di depan. Biasanya sih yang di depan terlalu manis lama-lama berubah dan ngilang gitu aja. Bentar, ini kenapa jadi curhat ya...

Pokoknya, gitu aja ya pembahasan kita kali ini. Semoga kebayang bagaimana situasi kehidupan masyarakat kita di masa penjajahan. Baik Kolonial Belanda maupun Jepang. Kalau kamu ada yang penasaran dan pengin tahu materi ini dalam bentuk video, cobain aja langsung tonton di ruangbelajar!

Jelaskan perubahan dalam aspek transportasi dan komunikasi pada masa penjajahan Jepang

Referensi:

AM, Sardiman. (2017) Sejarah Indonesia Kelas XI Semester 2. Jakarta: Kemendikbud RI.

N Raditya, Iswara. Sejarah Jalur Daendels: Semacam Jalan Tol di Era Hindia Belanda. 20 Desember 2018. tirto.id [daring]. Tautan: https://tirto.id/sejarah-jalur-daendels-semacam-jalan-tol-di-era-hindia-belanda-dcnj (Diakses: 30 Juni 2020)

Artikel terakhir diperbarui pada 13 November 2020.