Jelaskan urgensi diutusnya seorang Nabi bagi umat manusia berikut tugas tugasnya

Jelaskan urgensi diutusnya seorang Nabi bagi umat manusia berikut tugas tugasnya
Ilustrasi Gurun Sahara. ©2014 Merdeka.com/Shutterstock/takepicsforfun

JATENG | 29 Oktober 2021 15:15 Reporter : Ayu Isti Prabandari

Merdeka.com - Seringkali dianggap sama, namun terdapat perbedaan Nabi dan Rasul. Perbedaan Nabi dan Rasul bisa ditinjau dari wahyu dan tugasnya. Nabi dan Rasul merupakan tokoh penting yang ada agama Islam. Nabi dan Rasuladalah orang-orang pilihan Allah yang diutus untuk menyebarkan agama Islam. Baik Nabi maupun Rasul merupakan orang-orang mulia yang mendapatkan keistimewaan tersendiri di mata Allah.

Selain menyebarkan agama Islam, Nabi dan Rasul juga memberikan teladan yang baik bagi masyarakat sebagai panutan atau contoh. Hal ini pun mencakup berbagai macam hal. Baik teladan dalam hal ibadah, hubungan sosial sesama manusia, bidang ekonomi, kepemimpinan, hingga sikap terhadap lingkungan dan makhluk hidup lain.

Sikap baik dan bijak dari para Nabi dan Rasul pun menjadi acuan bagi umat muslim dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Meskipun sama-sama merupakan orang pilihan Allah, terdapat perbedaan Nabi dan Rasul.Dalam hal ini, seorang Nabi belum tentu mendapatkan gelar Rasul, namun Rasul sudah pasti adalah seorang Nabi.

Dari pemahaman tersebut, terlihat jelas perbedaan status dan tingkat antara Nabi dan Rasul. Selain itu, perbedaan Nabi dan Rasul juga dapat dilihat dari wahyu yang diterima serta tugas dan tanggung jawab yang diberikan Allah. Ini menjadi salah satu pengetahuan dasar yang penting untuk dipahami bagi seluruh umat muslim.

Dilansir dari beberapa sumber, berikut kami merangkum beberapa perbedaan Nabi dan Rasul dalam Islam yang perlu Anda ketahui.

2 dari 5 halaman

Jelaskan urgensi diutusnya seorang Nabi bagi umat manusia berikut tugas tugasnya

©2018 Rexshare.com

Seperti disebutkan sebelumnya, perbedaan Nabi dan Rasul yang mendasar yaitu bahwa tidak semua Nabi mendapatkan gelar Rasul, namun Rasul sudah pasti seorang Nabi. Ini menunjukkan adanya perbedaan status atau gelar dan tingkat antara Nabi dan Rasul.

Selain itu, terdapat beberapa perbedaan Nabi dan Rasul lain yang perlu Anda ketahui, yaitu sebagai berikut :

  • Rasul adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah berupa syariat dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada umat manusia. Sedangkan Nabi merupakan orang yang mendapatkan wahyu berupa syariat namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan kepada manusia.
  • Wahyu yang didapatkan oleh seorang Rasul berupa syariat baru. Sedangkan Nabi hanya diutus untuk membawa atau menyeru syariat Rasul sebelumnya.
  • Rasul mendapat keistimewaan dari Allah yaitu berupa kitab atau syariat khusus (baru). Sementara Nabi tidak mendapatkan wahyu berupa kitab, hanya menyeru pada syariat Rasul sebelumnya.
  • Nabi menerima wahyu Allah melalui mimpi. Rasul menerima wahyu melalui mimpi, serta disampaikan melalui malaikat, dengan kemampuannya yang mampu melihat dan komunikasi secara langsung dengan malaikat.

Perbedaan Nabi dan Rasul dari Tugasnya

Dari beberapa perbedaan Nabi dan Rasul di atas, dapat dipahami bahwa Nabi merupakan orang yang mendapatkan wahyu syariat dari Allah namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan syariat tersebut kepada manusia.

Sedangkan Rasul adalah orang pilihan Allah yang mendapatkan wahyu berupa kitab dan syariat, serta diberi tugas dan tanggung jawab untuk menyebarkan syariat tersebut pada umat manusia.

Nabi mendapat tugas atau diutus kepada yang sudah beriman. Rasul diutus pada kaum yang masih kafir atau belum beriman.

3 dari 5 halaman

Setelah memahami beberapa perbedaan Nabi dan Rasul secara mendasar, berikutnya perlu diketahui bahwa Nabi dan Rasul sama-sama seorang laki-laki yang merdeka. Dalam hal ini dijelaskan bahwa baik Nabi maupun Rasul merupakan orang pilihan Allah, yaitu laki-laki yang merdeka dan bukan budak.

Tidak ada Rasul maupun Nabi seorang wanita. Ini pun diperjelas dengan dalil yang terdapat dalam QS. Al Anbiya ayat 7 dan QS. Yusuf ayat 109, yaitu sebagai berikut :

“Kami tiada mengutus Rasul-Rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tiada mengetahui.” (al-Anbiya: 7)

“Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.” (Yusuf: 109)

4 dari 5 halaman

Jelaskan urgensi diutusnya seorang Nabi bagi umat manusia berikut tugas tugasnya
©2016 istimewa

Setelah mengetahui perbedaan Nabi dan Rasul dan ciri utamanya, tentu Anda ingin tahu siapa Rasul pertama dalam sejarah Islam yang menjadi utusan Allah. Berdasarkan QS. An Nisa ayat 163, dijelaskan bahwa Nabi Nuh Alaihissalam merupakan Nabi sekaligus Rasul pertama yang diutus oleh Allah.

“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang setelahnya.” (an-Nisa: 163)

Selain itu, hal ini juga dipertegas dengan dalil hadist dalam Shahih Muslim, yang menyatakan bahwa di hari akhir, ketika manusia berkumpul di padang Mahsyar, manusia akan berkata kepada Nabi Nuh Alaihissalam, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama.”

Setelah Nabi Nuh, Allah pun menurunkan wahyu kepada Nabi-Nabi generasi selanjutnya. Beberapa di antaranya mendapatkan gelar Rasul yang bertugas untuk menyampaikan ajaran syariat yang diturunkan Allah kepada umat manusia.

5 dari 5 halaman

Setelah mengetahui beberapa perbedaan Nabi dan Rasul, terakhir terdapat 25 Nabi dan Rasul yang tercatat dalam Al Quran dan Hadist. Beberapa Nabi dan Rasul ini wajib diimani oleh setiap umat muslim sebagai salah satu rukun iman. Berikut 25 nama Nabi dan Rasul yang perlu Anda ketahui :

  • Adam AS
  • Idris AS
  • Nuh AS
  • Hud AS
  • Saleh AS
  • Ibrahim AS
  • Luth AS
  • Ismail AS
  • Ishak (Ishaq) AS
  • Yaqub AS
  • Yusuf AS
  • Syu’aib AS
  • Ayyub AS
  • Dzulkifli AS
  • Musa AS
  • Harun AS
  • Daud AS
  • Sulaiman AS
  • Ilyas AS
  • Ilyasa’ AS
  • Yunus AS
  • Zakaria AS
  • Yahya AS
  • Isa AS
  • Muhammad SAW

Dari ke-25 Nabi dan Rasul tersebut, terdapat lima Rasul yang mendapat julukan Ulul Azmi. Julukan ini diberikan kepada Nabi yang memiliki keteguhan hati yang sangat mulai dan mengagumkan.

Selain itu, Nabi yang termasuk dalam Ulul Azmi juga memiliki kesabaran tidak terbatas, hal ini terlihat dari berbagai macam ujian yang diberikan Allah semasa hidupnya. Nabi Ulu Azmi ini tidak lain adalah Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad SAW.

(mdk/ayi)

RASUL, TUGAS DAN KEKHUSUSANNYA

Oleh
Ustadz Kholid Syamhudi

Mengenal para rasul yang diutus kepada umat manusia merupakan perkara penting dan sangat dibutuhkan kaum muslimin, baik berkenaan dengan iman, tugas, kekhususan dan kehidupan mereka agar dapat dijadikan suri teladan bagi manusia.

Apalagi dimasa kini dan khususnya kaum muslimin yang sudah jauh dari kenabian dan ajarannya. Sehingga sudha menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengajak saudaranya mengenal kembali permasalahan ini sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah.

TUGAS PARA RASUL
1. Tugas agung mereka ialah mengajak manusia beribadah kepada Allah dan meninggalkan sesembahan selainNya.[1]

Dakwah kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah merupakan dasar dan jalan dakwah para rasul seluruhnya, sebagaimana dikhabarkan Allah dalam firmanNya:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أَمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu. [An Nahl:36].

Dalam ayat yang mulia ini, Allah menjelaskan tugas, dasar dakwah dan inti risalah para rasul. Yaitu mengajak kepada tauhid, mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan menjauhi segala sesembahan selainNya [2]. Hal ini juga disebutkan dalam firmanNya:

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : “Bahwasanya tidak ada Ilah(yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. [Al Anbiyaa’:25].

Hal ini dikarenakan para rasul diutus untuk menjelaskan jalan menuju tujuan penciptaan manusia yang Allah jelaskan dalam firmanNya:

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُون

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. [Adz Dzaariyaat:56].

Tauhid juga merupakan asas fithrah manusia yang diperintahkan untuk ditegakkan, sebagaimana dalam firmanNya:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَيَعْلَمُونَ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ وَاتَّقُوهُ وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَلاَتَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, dengan kembali bertaubat kepadaNya dan bertaqwalah kepadaNya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. [Ar Ruum:30-31].

Para rasul mengajak umatnya untuk mewujudkan tauhid dalam diri mereka dan dengan segala kemampuannya, mereka merealisikan dakwahnya tersebut. Cukuplah kisah Nabi Nuh dalam surat Nuh sebagai contoh kegigihan para rasul dalam mendakwahkan tauhid kepada masing-masing kaumnya.

2. Menyampaikan syari’at Allah kepada manusia dan menjelaskan agama yang diturunkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah:

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al Maidah:67]

بِالبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan. [An Nahl:44].

3. Menunjukkan umat kepada kebaikan dan menyampaikan kabar kepada mereka tentang pahala yang disiapkan bagi pelakunya, serta memperingatkan kepada mereka dari kejelekan dan siksaan yang disiapkan untuk yang melanggarnya. Allah berfirman :

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [An Nisaa’:165].

4. Memperbaiki manusai dengan teladan dan contoh yang baik dalam perkataan dan perbuatan. Allah berfirman :

أُوْلَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُل لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا إِنْ هُوَ إِلاَّ ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: “Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al Qur’an)”. Al Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk segala umat. [Al An’am:90].

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. [Al Ahzab:21].

5. Para rasul mempunyai tugas menegakkan dan menerapkan syari’at Allah diantara hamba-hambaNya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

وَأَنِ احْكُم بَيْنَهُم بِمَآأَنزَلَ اللهُ وَلاَتَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَن يَفْتِنُوكَ عَن بَعْضِ مَآ أَنزَلَ اللهُ إِلَيْكَ فَإِن تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللهُ أَن يُصِيبَهُم بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ وَإِنَّ كَثِيرًا مِّنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ

Baca Juga  Kesamaan Aqidah Imam Empat

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kemu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. [Al Maidah:49].

6. Menjadi saksi sampainya hujjah kepada manusia.

وَيَوْمَ نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِم مِّنْ أَنفُسِهِمْ وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَآؤُلاَءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

(Dan ingatlah) akan hari (ketika) kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri. [An Nahl:89].

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat Islam), ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. [Al Baqarah:143].

Di dalam muqadimah kitabnya, Imam Abul Qasim Al Ashbahani menyatakan : “Segala puji bagi Allah yang telah menampakkan tanda-tanda kebenaran lalu menjelaskannya, dan telah memunculkan mahaj agama ini lalu menerangkannya. Dialah yang telah menurunkan Al Qur’an lalu seluruh hujjah ada padanya dan mengutus Muhammad sebagai Rasul, sehingga memutus seluruh alasan (udzur). Lalu Rasulullah menyampaikan, bersungguh-sungguh dan berjihad, serta menjelaskan kepada umat ini jalan (kebenaran). Juga menyampaikan kepada mereka syari’at, agar mereka tidak menyatakan “Belum datang kepada kami pemberi kabar gembira (basyir) dan pemberi peringatan (nadzir)’.” [3]

Demikianlah beberapa tugas penting para nabi dan rasul.

KEKHUSUSAN PARA NABI DAN RASUL
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memilih di antara para hambaNya sebagai nabi dan rasul dengan memberikan beberapa kekhususan yang tidak dimiliki hamba-hambaNya yang lain. Di antara kekhususan para nabi dan rasul tersebut ialah:

1. Wahyu.
Allah telah mengkhususkan mereka dengan wahyu, sehingga mereka menjadi perantara Allah dengan hamba-hambaNya. Hal ini telah ditegaskan dalam firmanNya:

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا بَشَرٌ مِّثْلَكُمْ يُوحَى إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلاَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku,’Bahwa sesungguhnya Ilah kamu itu adalah Ilah Yang Esa’.” [Al Kahfi:110].

Di antara nabi dan rasul ada yang langsung berbicara dengan Allah dan ada yang melalui perantara Malaikat jibril, sehingga mereka mengetahui perkara-perkara ghaib dengan wahyu tersebut.

2. Kemaksuman (al ishmah).
Seluruh umat sepakat, para rasul memiliki kemaksuman dalam menerima risalah Allah, sehingga mereka tidak lupa sedikitpun terhadap wahyu yang diturunkan Allah kepadanya. Mereka juga memiliki kemaksuman dalam penyampaian wahyu tersebut kepada manusia. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

سَنُقْرِئُكَ فَلاَتَنسَى

Kami akan membacakan (Al Qur’an) kepadamu (Muhammad), maka kamu tidak akan lupa. [Al A’laa:6].

يَاأَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَآأُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ وَاللهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

Hai Rasul, sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanatNya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. [Al Maidah:67]

وَلَوْ تَقَوَّلَ عَلَيْنَا بَعْضَ اْلأَقَاوِيلِ لأَخَذْنَا مِنْهُ بِالْيَمِينِ ثُمَّ لَقَطَعْنَا مِنْهُ الْوَتِينَ فَمَا مِنكُم مِّنْ أَحَدٍ عَنْهُ حَاجِزِينَ

Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia pada tangan kanannya. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu. [Al Haaqqah:44-47].

3. Diberi pilihan ketika akan dicabut nyawanya, sebagaimana ditunjukkan oleh hadits ‘Aisyah, beliau berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مِنْ نَبِيٍّ يَمْرَضُ إِلَّا خُيِّرَ بَيْنَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَكَانَ فِي شَكْوَاهُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ أَخَذَتْهُ بُحَّةٌ شَدِيدَةٌ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَعَلِمْتُ أَنَّهُ خُيِّرَ

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada seorang nabipun yang sakit kecuali diminta memilih antara dunia dan akhirat Pada saat sakit mendekati kematiannya, Beliau mengeluarkan suara parau sekali, sehingga aku mendengarnya. Beliau mengatakan : Bersama orang yang Allah berikan kenikmatan pada mereka dari kalangan para nabi, shiddiqin, syuhada dan shalihin, lalu aku tahu Beliau sedang diberi pilihan. [5]

Baca Juga  Aqidah Ahlus Sunnah Seputar Arsy

4. Dikuburkan di tempat meninggalnya.
Bila seorang nabi meninggal dunia di suatu tempat, maka ia dikuburkan di tempat tersebut. Hal ini didasari hadits Abu Bakar, beliau berkata:

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَنْ يُقْبَرَ نَبِيٌّ إِلَّا حَيْثُ يَمُوتُ فَأَخَّرُوا فِرَاشَهُ وَحَفَرُوا لَهُ تَحْتَ فِرَاشِهِ رَوَاهُ أَحْمَد

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seorang nabi tidak dikuburkan kecuali di tempat kematiannya dengan menyingkirkan pembaringannya dan dibuat lubang di bawah pembaringannya tersebut.” [6]

5. Jasadnya tidak dimakan bumi.
Allah memuliakan jasad para nabi dengan tidak dihancurkan oleh tanah yang menguburnya, walaupun dengan rentang waktu yang sangat lama, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya:

إِنَّ اللَّهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ

Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala mengharamkan tanah menghancurkan jasad para nabi. [7]

6. Mata mereka terpejam tidur, namun hatinya tetap sadar dan terjaga.
Dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:

تَنَامُ عَيْنِي وَلَا يَنَامُ قَلْبِي

Mataku tidur namun hatiku tidak tidur. [8]

Berkata Anas bin Malik ketika mengisahkan kisah isra’ mi’raj :

وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَائِمَةٌ عَيْنَاهُ وَلَا يَنَامُ قَلْبُهُ وَكَذَلِكَ الْأَنْبِيَاءُ تَنَامُ أَعْيُنُهُمْ وَلَا تَنَامُ قُلُوبُهُمْ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam matanya tidur, namun hatinya tidak tidur. Dan demikian juga para nabi, mata mereka tidur sedang hati mereka tidak tidur.[9]

7. Tetap hidup di kuburan mereka
Para nabi dan rasul walaupun telah meninggal dunia, namun mereka tetap hidup di kuburannya dalam keadaan shalat, sebagaimana diberitakan Rasulullah dalam sabdanya:

الأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءٌ فِيْ قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ

Para nabi itu tetap hidup di kuburan mereka dalam keadaan shalat.[10]

Demikianlah tugas dan kekhususan para nabi secara umum dan ringkas. Mudah-mudahan dapat menambah pengetahuan dan keimanan kita secara benar terhadap mereka. Wallahu a’lam.

Maraji : 1. Tulisan Dr. Abdul Aziz Shalih Ath Thawiyaan dalam pengantar tahqiq kitab An Nubuwat karya Ibnu Taimiyah, Cetakan Pertama, Tahun 1420H, Adwaa As Salaf, Riyaadh. KSA 2. Ar Rusul War Risalaah, karya Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar, Cetakan Ketiga, Tahun 1405H, Maktabah Al Falaah, Kuwait. 3. Usus Manhaj As Salaf Fi Dakwah Ila Allah, karya Fawaaz Halil As Suahaimi, Cetakan Pertama, Tahun 1423H, Dar Ibnu Hazm, Kairo, Mesir. 4. Al Hujjah Fi Bayaan Al Mahajjah Wa Syarh Aqidah Ahli Sunnah, karya Abul Qasim Isma’il bin Muhammad bin Al Fadhl At Taimi Al Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Ar Rabi’ Al Madkhali, Cetakan ke-2, Tahun 1419H, Dar Al Raayah, Riyadh, KSA. 5. Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, karya Syaikh Al Alamah Muhammad Nashiruddin Al Albani, Cetakan Ketiga, Tahun 1408H, Al Maktab Al Islami, Beirut.

6. Al Kutub At Tis’ah (CD).