Ketika orang orang kafir Quraisy ditanya siapakah yang menciptakan mereka maka mereka menjawab?

Syahadat merupakan dua kalimat yang terdiri dari “Asyhadu an laa ilaaha illa Allah” dan “Asyhadu anna Muhammad ar-Rasulullah”. Dua kalimat singkat yang sekilas sangat sederhana. Namun, mengapa orang kafir Quraisy sangat enggan mengatakannya?

Ada beberapa alasan mengapa kafir Qiraisy bersikeras tidak mau mengucapkan dua kalimat syahadat. Beberaoa di antaranya adalah alasan berikut ini:

1. Kafir Quraisy Memahami Makna Kalimat Syahadat

Dua kalimat syahadat diturunkan dalam bahasa Arab. Yang juga merupakan bahasa ibu dari kaum Quraisy. Karena itu, tidak sulit bagi kaum kafir Quraisy untuk memahami makna sebenarnya dari dua kalimat syahadat ini serta konsekuensi yang akan didapatkan jika mengucapkan dua kalimat syahadat.

Berbeda dengan sebagian orang di zaman kita yang bisa dengan mudahnya mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa memahami makna dan konsekuensinya. Pemahaman yang benar mengenai dua kalimat syahadat membuat kaum kafir Quraisy menolak untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

2. Kafir Quraisy Enggan Meninggalkan Ibadah Mereka

Sebenarnya, kaum Quraisy telah terbiasa menjadikan Allah sebagai Tuhan. Mereka pun telah terbiasa bersumpah dengan menggunakan nama Allah. Hal ini menunjukkan bahwa kaum Quraisy sebelum kedatangan Islam sudah mengakui bahwa Allah adalah Tuhan yang wajib disembah.

Hanya saja, dua kalimat syahadat mensyaratkan peribadatan murni hanya kepada Allah. Saat mengucapkan dua kalimat syahadat, maka orang tersebut telah bersaksi dan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dengan begitu, semua peribadatan harus ditujukan kepada Allah saja.

Kaum kafir Quraisy enggan mengikuti hal ini. Mereka masih bersikeras untuk menyembah tuhan lain yang sudah diwariskan secara turun temurun. Mereka menolak mengakui keesaan Allah dan menolak beribadah hanya untuk satu Tuhan saja.

3. Kafir Quraisy Enggan Mengakui Muhammad Sebagai Utusan Allah

Kalimat kedua dalam syahadat adalah pengakuan tentang kerasulan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Sebagian kaum Quraisy ada yang mengakui Allah sebagai Tuhan, namun menolak Muhammad sebagai nabi. Dengan alasan ini, maka mereka enggan mengakui bahwa Muhammad adalah seorang Nabi dan juga utusan Allah.

Ada beberapa alasan yang menjadikan kaum kafir Quraisy menolak mengakui Muhammad sebagai utusan Allah. Salah satunya adalah karena rasa sombong di dalam dirinya yang menganggap bahwa Muhammad tidak layak menjadi Nabi. Klaim ini muncul karena melihat Nabi Muhammad saat itu merupakan pemuda yang masih muda.

Selain itu, ada juga yang menolak kerasulan Nabi Muhammad karena beliau tidak berasal dari kalangan mereka. Orang – orang yang beranggapan demikian adalah golongan Yahudi. Mereka percaya bahwa seharusnya nabi terakhir berasal dari kalangan Yahudi, dan bukan dari bangsa Arab. Karena kesombongan ini, maka mereka menolak mengakui Nabi Muhammad sebagai rasul Allah dan menolak untuk mengucapkan dua kalimat syahadat.

Itulah beberapa alasan mengapa kaum kafir Quraisy enggan mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian mereka mempercayai keberadaan Allah sebagai Tuhan. Namun menolak untuk mengesakan Allah dan menjadikan Allah sebagai satu – satunya Dzat yang disembah. Karena hal tersebut bertentangan

Sedangkan sebagian lainnya menolak mengucapkan dua kalimat syahadat karena menolak kenabian Muhammad SAW. Apapun alasannya, dua kalimat syahadat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Seseorang baru dianggap berislam jika mengakui keduanya. Keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. Menolak salah satunya sama artinya dengan menolak Islam sama sekali.

ORANG-ORANG KAFIR YANG DIPERANGI OLEH RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM TELAH MEYAKINI BAHWA ALLAH ADALAH PENCIPTA DAN PENGATUR SEGALA URUSAN MAKHLUK

Oleh: Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan

Untuk mengetahui hakikat kemusyrikan, adalah dengan mengetahui empat kaidah yang disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Quran:

1. Kaidah pertama:

Perlu diketahui bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka menyatakan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur segala urusan, namun pernyataan tersebut tidak membuat mereka disebut sebagai muslim. Dalil kaidah ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah (muhammad), ‘siapakah yang memberi rezeki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?’ ” (QS. Yunus [10]: 31)

Kaidah ini menunjukan bahwa sekedar menetapkan tauhid rububiyyah, yaitu menetapkan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, yang mengatur segala urusan, tidaklah cukup untuk mendapatkan gelar muslim yang bertauhid. Karena tidak ada seorang pun yang mengingkari rububiyyah Allah kecuali orang aneh, bahkan umat-umat terdahulu semuanya mengakui kemahaesaan Allah di dalam kekuasaan-Nya (rububiyyah-Nya).

Orang-orang musyrik dahulu menyatakan bahwa Allah adalah pencipta, pemberi rizki, menghidupkan, mematikan dan mengatur segala urusan, karena memang tidak ada seorang pun yang mengeklaim bahwa ada makhluk yang berserikat dengan Allah dalam menciptakan maupun memberi rizki.

Allah berfirman:

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ ۚ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan sungguh, jika engkau (Muhammad) tanyakan kepada mereka, ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab, ‘Allah’. Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah’, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Luqman [31]: 25)

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

“Katakanlah, ‘Siapakah Tuhan yang memiliki langit yang tujuh dan yang memiliki ‘Arsy yang agung?'” (QS. Al-Mu’minun [23]: 86)


سَيَقُولُونَ لِلَّهِ ۚ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Mereka akan menjawab,‘(Milik) Allah.’ Katakanlah, ‘Maka mengapa kamu tidak bertakwa?.’” (QS. Al-Mu’minun [23]: 87)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan oleh Allah untuk bertanya kepada orang-orang musyrik yang telah menetapkan tauhid rububiyyah, namun mengingakri tauhid uluhiyah (mereka tidak mengesakan Allah dalam ibadah):

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?'” (QS. Yunus [10]: 31)

Dalil-dalil di atas Menunjukan bahwa orang-orang musyrik dahulu telah mengesakan rububiyyah Allah.

Dengan demikian, maka tauhid yang menjadi inti dakwah Rasulullah, bukanlah tauhid rububiyyah, namun tauhid uluhiyah, yaitu mengesakan Allah di dalam ibadah.

Hakikat tauhid itu bukanlah seperti yang dijelaskan oleh ahli kalam, mereka mengatakan bahwa tauhid adalah menyatakan bahwa Allah satu-satunya pencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan. Mereka mengungkapkan mentauhidkan Allah adalah:

“Meyakini bahwa dzat Allah esa tidak berbilang, esa dalam sifat-Nya, tidak ada yang serupa dengan-Nya, esa dalam perbuatan-Nya, tidak ada sekutu bagi-Nya.”

Ungkapan di atas hanya mencakup tauhid rububiyyah, memang betul Allah esa dalam rububiyyah-Nya, tapi tauhid yang dengannya seseorang dikatakan sebagai muslim adalah ketika dia betul-betul ibadah secara ikhlas hanya kepada Allah, berlepas diri dari ibadah yang dipalingkan kepada selain-Nya, serta berlepas diri dari para pelaku kemusyrikan tersebut. Inilah tauhid yang dibawa dan didakwahkan seluruh Nabi dan Rasul. Dengan tauhid ibadahlah kalimat laa Ilaaha illallaah kita maknai, bukan dengan tauhid rububiyyah.

Sekedar mengimani tauhid rububiyyah, tidaklah berguna bagi siapa pun, karena tauhid ini sudah direalisasikan oleh para pembangkang dari kalangan jahiliyah dahulu, namun keyakinan mereka terhadap keesaan Allah dalam rububiyyah tidak membuat predikat kafir dicabut dari mereka, tidak disebut sebagai muslim, sampai betul-betul hanya ibadah kepada Allah semata. Sehingga orang yang hanya sampai pada tauhid rububiyyah, tidaklah lebih baik dari Abu jahal dan Abu Lahab.

Begitupun dalam memahami kemusyrikan, ahli kalam mengira bahwa orang jahiliyah disebut musyrik karena meyakini ada pencipta selain Allah, atau ada pemberi rizki lain selain Allah. Ini kekeliruan besar. Bahkan Abu Jahal dan Abu Lahab tidak pernah berkata demikian, karena mereka telah meyakini tauhid rububiyyah sebagaimana dalil-dalilnya disebutkan di atas. Dan ayat-ayat itulah yang menjadi kaidah dalam memahami kemusyrikan jahiliyah yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bersambung in syaa Allah…

Ditulis oleh: Ustadz Hafizh Abdul Rohman, Lc. (Abu Ayman)
Referensi:

  • Al-Qawa’idul Arba’, Syaikh Muhammad bin Abdul wahhab,
  • Syarh Al-Qawa’idul Arba’, Syaikh DR. Shalih bin Fauzan Al Fauzan