Kewajiban melaksanakan ibadah haji dalam al quran terdapat dalam surat

Oleh: Heri Firmansyah, M.A

HAJI adalah salah satu rukun Islam. Di antara lima rukun Islam lainnya, haji adalah ibadah yang paling besar perjuangannya untuk melaksanakannya, baik dari sisi pribadi maupun materi. Orang yang berhaji harus lah memiliki fisik yang prima dan kesehatan yang mendukung, karena beratnya tantangan dan medan yang akan dilalui. Dana dan materi yang dibutuhkan juga tidak sedikit, guna untuk memenuhi kebutuhan transportasi, akomodasi dan konsumsi selama pelaksanaan ibadah haji.

 Jika itu semua telah dipenuhi, harus juga kita termasuk dalam daftar haji yang bisa diberang­kat­kan dari Indonesia, sesuai jatah kuota haji yang diberikan Kerajaan Arab Saudi. Jika tidak, maka kita tidak bisa diberangkatkan oleh Ke­menterian Agama. Tantangan dan prasyarat yang sedemikian besar, menjadikan ibadah haji ada­lah rukun Islam yang tidak bisa semua orang dapat melakukannya, dan memang hanya orang-orang yang mampu lah yang diperin­tahkan untuk melaksanakannya. Sehing­ga, siapa yang mampu melaksa­nakannya sekali dalam hidupnya, memiliki arti dan makna tersendiri di dalam kehidupannya.

Perintah ibadah haji, setidaknya Alquran menyebutkannya di dalam tiga ayat. Ketiga ayat tersebut baik me­nerangkan tentang perintah ke­wajiban berhaji maupun tentang ta­tacara pelaksanaannya yang digan­­dengkan dengan pelaksanaan ibadah umrah. Ayat-ayat tersebut berbunyi:

Pertama, Albaqarah ayat 158 : “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”. Ayat ini mene­rangkan salah satu rukun haji dan Umroh yaitu melaksanakan sa’i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil diantara puncak bukit shafa dan marwa. Dalam ayat ini Allah meng­ung­kapkan dengan perkataan tidak ada dosa, menurut mufassir sebab sebahagian sahabat merasa kebera­tan mengerjakan sa'i di situ –karena tempat itu bekas tempat berhala. dan di masa jahiliyahpun tempat itu digunakan sebagai tempat sa'i. untuk menghilangkan rasa kebera­tan itu Allah menurunkan ayat ini.

Kedua, dalam surah al-Baqarah ayat 196 : “Dan sempurnakanlah iba­dah haji dan umrah Karena Allah. jika kamu terkepung (terha­lang oleh musuh atau Karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum kor­ban sampai di tempat penyembe­lihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepala­nya (lalu ia bercukur), Maka wa­jiblah atasnya berfidyah, yaitu: ber­puasa atau bersedekah atau ber­kor­ban. apabila kamu Telah (me­rasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpua­sa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu Telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.

Ayat ini menerangkan tentang beberapa hal dalam ibadah haji, yaitu masalah kurban dan fidyah apabila ada beberapa halangan da­lam melaksanakan wajib haji, bukan rukun haji. Karena kalu rukun haji tidak dilakukan menye­babkan batalnya dalam pelaksa­naan ibadah haji. Ayat ini juga menerangkan tentang haji tamattu’ yang mana pelaksananya mestilah menyembelih hewan kurban. Jika tidak mampu berkurban, maka ia wajib berpuasa selama sepuluh hari, 3 hari di waktu haji dan dan 7 hari setelah pulang kampungnya. Inti dari ayat ini seperti yang diungkap dipermulaannya adalah bahwa kita berhaji adalah karena mengharapkan keridhoaan Allah swt, bukan karena faktor lainnya seperti kebanggaan, menunjukkan kekayaan dan lain sebagainya.

Ketiga dalam surah Al-Imran ayat 97 : “Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah Dia; menger­jakan haji adalah kewajiban manu­sia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup menga­dakan perjalanan ke Baitullah[216]. ba­rangsiapa mengingkari (kewaji­ban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya (Tidak memer­lukan sesuatu) dari semesta alam.

Maqam ibrahim ditafsirkan sebagai salah satu tempat nabi Ibrahim a.s. berdiri membangun Ka'bah, yang terdapat bekas telapak kakinya. Makna sanggup di sinilah inti dan kunci dalam pelaksanaan ibadah haji, yaitu bahwa yang di­perintahkan wajib untuk melaksa­nakan ibadah haji bukanlah untuk semua orang, tapi hanya orang yang sanggup mendapatkan perbekalan, biaya dan alat-alat pengangkutan serta sehat jasmani dan rohani, per­jalanannya aman dan mendapat­kan jatah kuota berangkat haji saja.

Alquran. Foto: Unsplash

Surat Ali Imran ayat 97 berisi perintah Allah SWT kepada umat Muslim untuk melaksanakan ibadah haji. Ayat ini turun di Madinah saat terjadinya perang Uhud yaitu pada tahun ketiga Hijriyah.

Melansir buku Rukun Islam oleh Slamet Mulyono, ibadah haji adalah kunjungan ke Baitullah (kakbah) di Mekah dan merupakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji dapat dilaksankan pada bulan Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijah dengan amalan-amalan yang telah ditentukan oleh syara. Sebagaimana Allah berfirman:

فِيۡهِ اٰيٰتٌ ۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبۡرٰهِيۡمَۚ  وَمَنۡ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ؕ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الۡبَيۡتِ مَنِ اسۡتَطَاعَ اِلَيۡهِ سَبِيۡلًا ؕ وَمَنۡ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِىٌّ عَنِ الۡعٰلَمِيۡنَ

Artinya: “Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97).

Ayat di atas mengandung perintah kepada umat Muslim yang telah mampu agar melaksanakan ibadah haji. Maksud kata mampu di sini adalah mempunyai biaya, badan yang sehat, pengetahuan tentang manasik haji, dan bekal untuk ditinggalkan kepada keluarganya di rumah. Dan bila seseorang yang mampu itu tidak melaksanakannya, maka akan mendapat dosa.

Tafsir Surat Ali Imran Ayat 97

Alquran. Foto: Unsplash

Syaikh Abdurrahman menerangkan dalam Tafsir as-Sa'di, bahwa Allah memberitakan melalui surat Ali Imran ayat 97 tentang keagungan Baitul Al-Haram yang merupakan rumah pertama Allah di bumi dan berfungsi sebagai pusat kiblat untuk beribadah kepadanya serta menegakan dzikr kepada-Nya. Di dalamnya juga ada berbagai bentuk keberkahan, hidayah, kemaslahatan, dan manfaat yang begitu besar bagi alam semesta.

Di sana juga ada tanda-tanda yang jelas berupa makam para nabi dan rasul serta pemimpin umat Islam. Selain itu, juga ada ketenangan bagi siapa saja yang memasukinya. Mereka akan merasa aman lagi tentram, serta beriman secara syariat maupun agama.

Mengutip Tafsir Kementerian Agama Republik Indonesia, diterangkan pula dalam ayat di atas bahwa salah satu kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke baitullah. Khususnya bagi orang-orang Islam yang sudah akil balig dan mampu mengadakan perjalanan ke sana.

Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka dia adalah kafir karena tidak percaya pada ajaran Islam. Ketahuilah, bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) apapun dari seluruh alam, baik yang taat dan menjalankan ibadah haji, yang durhaka, maupun yang kafir. Dan Allah akan membalas keburukan dari perbuatan kalian kelak di neraka.