Komposisi tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut kecuali brainly

Oleh : Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan FP UNS, Dr. Dimas Rahadian Aji Muhammad S.T.P., M.Sc.

Pada prinsipnya penyakit itu ada dua jenis, yaitu penyakit menular dan penyakit tidak menular. Virus Corona merupakan penyebab dari penyakit menular, sedangkan permasalahan kesehatan yang timbul akibat kesalahan pola makan (misalnya: diabetes, kolesterol dan lain-lain, termasuk dalam kategori penyakit tidak menular).

Artinya proses tersebarnya virus Corona ini sebenarnya hampir tidak ada hubungannya dengan pola makan masyarakat Indonesia. European Food Safety Association (EFSA) sendiri dalam rilisnya pada tanggal 9 Maret 2020 menjelaskan bahwa belum ada bukti yang menunjukkan bahwa makanan merupakan bagian dari rute penularan virus corona (tentu saja ketika kita mengkonsumsi makanan tersebut dengan cara yang benar dan dalam keadaan bersih sesuai standar).

Namun, meskipun makanan bukan agen penyebaran virus corona dan bukan penyebab timbulnya penyakit tersebut, tetapi pola makan sangat terkait erat dengan daya tahan tubuh manusia ketika terserang virus corona. Seseorang dengan pola makan yang baik, tentu saja mempunyai daya tahan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan seseorang yang mempunyai pola makan yang tidak baik.

Hal ini dapat berakibat pada tingkat kefatalan serangan virus corona, hingga paling parahnya menyebabkan kematian. Pada seseorang yang dengan pola makan tidak baik, baik kurang gizi maupun yang sudah mempunyai penyakit bawaan seperti diabetes, mempunyai resiko kematian yang lebih tinggi. Pada seseorang yang mempunyai daya tahan tubuh yang baik, bisa jadi virus corona hanya menempel saja, namun orang tersebut tidak mengalami gejala apapun.

Pola makan sebagian masyarakat Indonesia memang belum baik. Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan Kementerian Kesehatan Tahun 2018 menunjukkan bahwa tidak sedikit warga negara Indonesia yang kekurangan gizi atau malah menderita diabetes. Kelompok ini yang beresiko mengalami gangguan kesehatan yang fatal ketika terserang virus corona.

Konteks “mencegah Covid-19” ini yang sebenarnya masih perlu diperjelas maksudnya. Artinya begini, rimpang-rimpangan memang mengandung beragam senyawa bioaktif. Senyawa-senyawa di dalam rimpang-rimpangan ini memang secara empiris maupun secara ilmiah telah diakui mempunyai efek yang baik bagi kesehatan, antara lain mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Selain itu, bahkan banyak penelitian yang menunjukkan senyawa-senyawa aktif dalam rimpang-rimpangan ini mempunyai aktifitas spesifik, seperti antioksidan, anti-mikrobia dan anti-virus. Oleh karena itu, tidak heran jika sejak dulu masyarakat Indonesia suka minum jamu dengan dapat meningkatkan daya tahan tubuh atau mengobati penyakit tertentu.

Berdasarkan hal tersebut, maka “mencegah Covid-19” dalam konteks meningkatkan daya tahan tubuh seseorang sehingga serangan Covid-19 tidak berakibat fatal memang logis. Tetapi tentu saja “mencegah Covid-19” dalam konteks mencegah transmisi penularan Covid-19 dari satu orang ke orang lain perlu penelaahan lebih jauh.

Penyebaran virus pada dasarnya karena virus ini dapat memperbanyak diri dan bahkan bermutasi. Nah senyawa aktif dalam rimpang-rimpangan memang sebagian berpotensi untuk menghambat pembelahan diri virus. Namun tentu saja, penghambatan itu terjadi apabila senyawa aktif dari rimpang-rimpangan ini dihantamkan langsung ke virus. Masalah yang terjadi adalah, ketika kita mengkonsumsi rimpang-rimpangan, ada banyak faktor yang selanjutnya berpengaruh terhadap efektifitas rimpang tersebut untuk menghambat virus. Beberapa faktor yang masih perlu dikaji dan belum ada bukti adalah: (1) apakah konsentrasi yang kita konsumsi sudah cukup untuk menghambat virus?; (2) kalaupun kita konsumsi dengan konsentrasi yang cukup, apakah ketika senyawa aktif dalam rimpang tersebut kita makan semuanya terserap dalam tubuh? Atau malah masih terikat dalam matiks makanan sehingga tidak terserap tubuh?;(3) apakah yang terserap oleh tubuh masih dalam bentuk senyawa aslinya atau senyawa turunannya (metabolitnya)? Jika sudah dalam bentuk metabolitnya, maka kemampuan anti-virusnya juga berbeda. Nah, sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa rimpang-rimpangan tersebut mampu menghambat Covid-19. Ketika ada orang yang menyampaikan hal itu, bisa jadi itu terlalu overclaim. Meskipun secara umum rimpang-rimpangan mengandung senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai anti-virus, tetapi jenis virus itu kan sangat bermacam-macam. Maka satu senyawa dapat efektif sebagai anti-virus untuk satu virus tertentu, tetapi tidak dapat efektif untuk virus yang lain.

Jadi rimpang-rimpangan “mencegah Covid-19” artinya rimpang-rimpangan tersebut dapat meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga mengurangi resiko mengalami gangguan kesehatan yang fatal ketika terserang virus corona. Jika “mencegah Covid-19” dalam konteks menghambat pembelahan diri virus, hal tersebut belum ada bukti ilmiahnya.

Herbal dan rempah mempunyai senyawa bioaktif yang dapat berdampak positif bagi kesehatan. Nah, untuk dapat mempunyai efek kesehatan tertentu, senyawa bioaktif itu harus kita konsumsi pada konsentrasi minimal tertentu. Jika tidak mencapai konsentrasi tersebut, efek kesehatannya mungkin sangat kecil atau bahkan tidak kita dapatkan. Tentu saja respon tubuh setiap orang terhadap konsumsi herbal atau rimpang-rimpangan juga bisa berbeda-beda.

Sehingga, bagi anda yang memang selama ini merasa daya tahan tubuhnya bertambah dengan minum ekstrak herbal atau rempah (bisa dalam bentuk kapsul, jamu atau lainnya), dapat diteruskan. Bagi yang tidak terbiasa minum jamu, maka mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung herbal dan rempah dapat berkontribusi terhadap daya tahan tubuh juga.
Tetapi hal yang perlu diingat adalah tidak ada makanan yang sempurna di dunia ini. Artinya, meskipun herbal dan rimpang-rimpangan tersebut mempunyai potensi bioaktiftas, jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping juga bagi kesehatan. Misalnya, konsumsi jahe dapat menimbulkan efek hangat dan meningkatkan daya tahan tubuh. Tetapi konsumsi jahe secara berlebihan, maka bisa jadi timbul efek panas di perut dan dapat berujung pada diare bagi seseorang.

Ada pun, pola makan untuk mencegah transmisi/penyebaran Covid-19 dari satu orang ke orang lain tentu relevansinya kecil. Tetapi pola makan yang sehat untuk mencegah atau mengurangi resiko mengalami gangguan kesehatan yang fatal ketika terserang Covid-19 adalah hal yang lebih logis. Prinsip dari pola makan sehat adalah aman, bergizi, beragam dan berimbang (AB3). Aman dapat diartikan bahwa makanan tersebut aman untuk dikonsumsi dan tidak mengandung zat-zat yang meracuni tubuh. Bergizi dapat diartikan sebagai makanan yang mengandung gizi yang lengkap, meliputi makronutrien dan mikronutrien, termasuk didalamnya adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Selain itu disertai juga minum air putih yang cukup dan aktifitas fisik yang cukup. Beragam dapat diartikan sebagai keberagaman makanan kita. Artinya, ketika kita mengkonsumsi sumber protein, diusahakan tidak dari satu sumber saja, tetapi dari beragam sumber seperti daging, ayam, telur, kedelai, ikan dan sebagainya. Pada prinsipnya zat gizi suatu makanan akan saling melengkapi dengan makanan lainnya. Berimbang dapat diartikan sebagai keseimbangan makanan yang kita konsumsi. Artinya, jangan sampai kita hanya makan nasi banyak dengan lauk sedikit. Itu merupakan indikasi bahwa asupan gizinya tidak berimbang. Tentu saja, ketika ingin meningkatkan daya tahan tubuh, sangat disarankan untuk mengkonsumsi sumber protein, vitamin dan mineral lebih dari biasanya. Protein, vitamin dan mineral (terutama zinc) mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan daya tahan tubuh.
Memilih asupan gizi pada masa sekarang ini memang diutamakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Selain memegang teguh prinsip aman, bergizi, beragam dan berimbang, sangat disarankan untuk mengkonsumsi sumber protein, vitamin dan mineral lebih dari biasanya sebab ketiga komponen gizi tersebut mempunyai kontribusi besar dalam meningkatkan daya tahan tubuh. Suplemen makanan serta jamu jika dipandang mampu memperkuat daya tahan tubuh, dapat dikonsumsi juga secara teratur namun tidak berlebihan.(*)

Komposisi tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut kecuali brainly
Komposisi tubuh dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut kecuali brainly

Metabolisme yakni proses kimia pada tubuh yang bertujuan mengubah zat gizi dari makanan menjadi energi. Meskipun semua manusia mengalaminya, kecepatan metabolisme setiap orang bisa saja berbeda. Ada berbagai faktor yang memengaruhi laju metabolisme.

Laju metabolisme menentukan seberapa banyak kalori yang dibakar oleh tubuh selama jangka waktu tertentu. Di bawah ini faktor-faktor yang membedakan kecepatan metabolisme seseorang dengan yang lain.

1. Genetik

Metabolisme sebagian besarnya bersifat genetik dan tidak dapat dikendalikan. Bahkan, para ahli memperdebatkan apakah seseorang bisa benar-benar mengontrol kecepatan metabolismenya hanya dengan mengubah kebiasaan tertentu.

Beberapa orang mungkin mempunyai kondisi genetik yang membuat tubuhnya mampu membakar banyak kalori. Sebaliknya, ada pula orang dengan laju metabolisme lambat. Keduanya bisa dinilai dengan perhitungan laju metabolisme basal (BMR).

2. Waktu tidur

Kurang tidur terbukti memengaruhi laju metabolisme. Menurut sebuah studi dalam International Journal of Endocrinology, salah satu efeknya yaitu penguraian gula menjadi terganggu. Padahal, gula merupakan sumber energi utama tubuh.

Waktu tidur yang kurang juga bisa memengaruhi hormon-hormon penting dalam proses metabolisme. Selain itu, sejumlah temuan ilmiah pun menunjukkan kaitan antara kurang tidur dengan risiko obesitas dan penyakit diabetes.

3. Usia

Begitu Anda berusia 40 tahun, kecepatan metabolisme secara alamiah akan mengalami penurunan sekitar 5 persen setiap tahun. Ini karena seiring bertambahnya usia, massa otot tubuh Anda akan semakin tergantikan oleh massa lemak.

Otot membakar banyak kalori, tapi tidak dengan lemak. Semakin banyak jumlah lemak dalam tubuh Anda, semakin lambat pula laju metabolisme yang terjadi. Tanpa aktivitas fisik yang cukup, hal ini bisa saja menyebabkan pertambahan berat badan.

4. Jenis kelamin

Faktor lainnya dari dalam tubuh yang dapat memengaruhi laju metabolisme yaitu jenis kelamin. Laki-laki biasanya memiliki otot yang lebih banyak dan lemak yang lebih sedikit dibandingkan perempuan dengan usia dan berat badan yang sama.

Dengan adanya perbedaan tersebut, tubuh laki-laki cenderung membakar lebih banyak kalori dibandingkan perempuan. Untuk mengimbangi perbedaan ini, perempuan perlu melakukan aktivitas fisik yang lebih banyak agar laju metabolismenya meningkat.

5. Perubahan hormon

Beberapa hormon dapat memengaruhi kecepatan metabolisme, salah satunya hormon tiroid. Hormon ini membantu pembakaran lemak sehingga tubuh mendapatkan energi. Jika tubuh kekurangan hormon tiroid, laju metabolisme juga akan melambat.

Ada pula hormon kortisol yang dihasilkan oleh tubuh ketika mengalami stres. Kortisol menghambat kerja hormon insulin agar kadar gula darah tidak terlalu rendah. Pada saat yang sama, hormon ini juga mencegah pembakaran kalori dari protein otot.

6. Asupan cairan

Asupan cairan juga merupakan faktor penting yang memengaruhi laju metabolisme. Ini karena tubuh memerlukan energi untuk menyesuaikan suhu air dengan suhu internal. Semakin banyak air yang Anda minum, semakin besar juga energi yang dibutuhkan.

Cukup dengan meminum dua cangkir air bersuhu ruang saja, Anda bisa meningkatkan laju metabolisme sebesar 30%. Inilah mengapa minum air menjadi salah satu cara efektif untuk menurunkan berat badan.

7. Makanan yang dikonsumsi

Tubuh Anda membutuhkan asupan zat gizi yang memadai untuk menjalankan proses metabolisme. Contohnya, kelenjar tiroid membutuhkan mineral yodium untuk bisa membentuk hormon tiroid. Hormon inilah yang membantu membakar lemak tubuh.

Tidak hanya itu, sel-sel tubuh Anda juga membutuhkan kalsium untuk melangsungkan metabolisme. Tanpa asupan gizi yang cukup, metabolisme tidak dapat berjalan dengan baik. Bahkan, Anda mungkin akan rentan mengalami gangguan metabolisme.

8. Aktivitas fisik

Satu lagi faktor yang memengaruhi laju metabolisme yakni aktivitas fisik. Tubuh Anda membakar banyak kalori saat bergerak. Ini karena otot-otot membutuhkan energi untuk berkontraksi sehingga Anda dapat beraktivitas dan berolahraga.

Anda bahkan tidak perlu melakukan olahraga berat untuk mempercepat metabolisme. Aktivitas ringan sekalipun seperti bersih-bersih rumah, berjalan cepat, serta naik-turun tangga sudah bisa membuat laju metabolisme Anda meningkat.

Metabolisme merupakan proses kimiawi dalam tubuh untuk menghasilkan energi. Ada berbagai faktor yang memengaruhi laju metabolisme. Beberapa faktor mampu mempercepat proses ini, tapi ada pula yang membuatnya menjadi lebih lambat.

Hello Health Group tidak menyediakan saran medis, diagnosis, atau perawatan.

Sumber

Does Metabolism Matter in Weight Loss?. (2015). Retrieved 29 April 2021, from https://www.health.harvard.edu/diet-and-weight-loss/does-metabolism-matter-in-weight-loss

Yes, drinking more water may help you lose weight. (2020). Retrieved 29 April 2021, from https://hub.jhu.edu/at-work/2020/01/15/focus-on-wellness-drinking-more-water/

The Role of Your Thyroid in Metabolism and Weight Control. (2009). Retrieved 29 April 2021, from https://www.obesityaction.org/community/article-library/the-role-of-your-thyroid-in-metabolism-and-weight-control/

Metabolism. (2020). Retrieved 29 April 2021, from https://www.betterhealth.vic.gov.au/health/ConditionsAndTreatments/metabolism

Metabolism and weight loss: How you burn calories. (2020). Retrieved 29 April 2021, from https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/weight-loss/in-depth/metabolism/art-20046508

Sharma, S., & Kavuru, M. (2010). Sleep and metabolism: an overview. International journal of endocrinology, 2010, 270832. https://doi.org/10.1155/2010/270832

Mullur, R., Liu, Y. Y., & Brent, G. A. (2014). Thyroid hormone regulation of metabolism. Physiological reviews, 94(2), 355–382. https://doi.org/10.1152/physrev.00030.2013

Maggi, A., & Della Torre, S. (2018). Sex, metabolism and health. Molecular metabolism, 15, 3–7. https://doi.org/10.1016/j.molmet.2018.02.012