Lama pembuatan batik trusmi adalah berapa hari

Batik Trusmi Cirebon merupakan salah satu batik yang terkenal di Indonesia. Lokasi pembuatannya terpusat di Kecamatan Plered, sekitar empat kilometer di sebelah barat pusat Kota Cirebon, Jawa Barat. Kepopuleran ini membuat daerah asalnya mendapat julukan Kampung Batik Trusmi. Sebuah baliho besar dengan tulisan “Trusmi” dapat terlihat jelas jika Anda tiba di Cirebon melalui Jalan Tol Palimanan-Kanci.

Batik tersebut merupakan khas Cirebon yang memiliki daya tarik tersendiri. Batik Trusmi termasuk dalam kategori batik pesisir karena lokasi geografis Kota Cirebon. Kata batik sendiri berasal dari bahasa Jawa. Secara etimologi kata batik diambil dari kata ambatik yaitu gabungan dari kata amba dalam bahasa Jawa yang berarti menulis dan tik yang berarti titik kecil, tetesan, atau membuat titik. Jadi, batik adalah menulis atau melukis titik.

Kampung Batik Trusmi merupakan jantung produksi batik Cirebon. Ada lebih dari seribu perajin batik yang bekerja setiap hari. Tak hanya penduduk Desa Trusmi, orang-orang dari daerah sekitar seperti Gamel, Kaliwulu, Wotgali, dan Kalitengah turut berkontribusi dalam pembuatan Batik Trusmi.

Pada jalan sepanjang 1,5 kilometer di Kampung Batik Trusmi terdapat deretan toko dan ruang pameran yang menampilkan produk-produk terbaik para perajin. Saat ini, untuk memenuhi permintaan dan beradaptasi dengan perkembangan industri belanja online, ada beberapa toko yang menjual Batik Trusmi secara daring.

Batik Trusmi pertama kali dikembangkan di Keraton Cirebon dalam pimpinan Kesultanan Kasepuhan dan Kanoman. Sedangkan batik pesisir muncul dari komunitas perdagangan dan nelayan. Batik kerajaan dicirikan oleh motif simbol kerajaan berdasarkan filosofi agama, sedangkan batik pesisir lebih dinamis dan terbuka untuk tren saat ini.

Baca Juga

Batik Trusmi Cirebon pertama kali dikenal dari sebuah cerita rakyat pada abad ke-14 di suatu daerah yang memiliki banyak tumbuhan. Melansir dari Dinas Budaya Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kabupaten Cirebon, mulanya, para warga daerah menebang tumbuhan. Namun, tumbuhan tersebut selalu tumbuh kembali sehingga daerah tersebut dinamakan Desa Trusmi yang berasal dari kata “terus bersemi”.

Advertising

Advertising

Trusmi berada di daerah Kabupaten Cirebon dan terletak sekitar selima kilomter dari pusat kota Cirebon. Sebelum menjadi sentra batik, Trusmi merupakan daerah biasa. Awal mula Batik Trusmi berasal dari Ki Buyut Trusmi, beliau merupakan anak pertama dari Raja Pajajaran atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu Siliwangi.

Ki Buyut Trusmi bersama dengan Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam, khususnya pada kawasan desa Trusmi. Selain mengajarkan agama, mereka juga mengajari ketrampilan membatik kepada penduduk setempat.

Kemudian, Sultan Keraton Cirebon memerintahkan warga dari Trusmi untuk membuat batik seperti miliknya tapi hanya boleh ditunjukkan motifnya saja tanpa melihat batik aslinya. Warga kemudian membuat batik sesuai perintah sultan. Saat proses selesai, seorang warga menghadap sultan dengan membawa kain batik yang dibuat. Sang warga meminta batik asli kepada Sultan kemudian ia membungkus kedua batik (asli dan buatan) bersama-sama.

Warga tersebut kemudian menanyakan kepada sultan untuk menentukan mana batik yang asli dan buatan. Sultan merasa kebingungan karena kualitasnya yang tinggi serta pengerjaan yang rapi dan detail walaupun hanya diberikan motif. Warga Trusmi mampu membuat batik yang sama persis dengan aslinya. Keterampilan tersebut diakui oleh sultan dan hingga saat ini, produksi batik di Desa Trusmi terus berkembang.

Ciri Khas Batik Trusmi Cirebon

Batik Cirebon secara umum dibagi menjadi dua motif. Pertama, motif keratonan yang diambil dari ornamen-ornamen keraton, baik dari unsur bangunan maupun benda-benda yang ada di sekitar keraton. Warnanya cenderung pada sogan dan babar mas.

Motif lainnya adalah motif pesisiran yang menampilkan flora dan fauna, baik dari darat maupun laut. Warnanya lebih terang, misalnya biru, merah, dan hijau. Bahan batik yang digunakan terbuat dari sutra, katun, katun primisima, dan prima.

Ciri khas batik Cirebon dibandingkan dengan produksi batik dari daerah lain adalah sebagai berikut :

  1. Menampilkan motif wadasan (batu cadas) pada desain klasik tradisional. Selain itu, terdapat ragam hias berbentuk awan (mega) pada bagian-bagian yang disesuaikan dengan motif utamanya.
  2. Memiliki latar belakang atau dasar kain berwarna lebih muda dibandingkan dengan warna garis motif utamanya.
  3. Bagian latar atau dasar kain biasanya bersih dari noda hitam atau warna-warna yang tidak diinginkan akibat penggunaan lilin yang pecah sehingga pada proses pewarnaan mengakibatkan zat warna menempel pada kain.
  4. Garis-garis yang digunakan dalam motif batik terdiri dari garis tunggal dan tipis yang berukuran kurang lebih 0,5 milimeter dengan warna garis yang lebih tua dibandingkan dengan warna latarnya. Hal tersebut terjadi karena proses batik Cirebon unggul dalam penutupan (blocking area) dengan menggunakan canting khusus (canting tembok dan bleber).
  5. Warna-warna batik Cirebon klasik biasanya dominan warna kuning, hitam (sogan gosok) dan warna dasar krem. Sebagian warna lain yaitu warna merah tua, biru, hitam dengan dasar warna kain krem atau putih gading.

Baca Juga

Untuk ornamen hias yang ditampilkan dalam batik Cirebon dapat digolongkan menjadi lima, yaitu:

Wadasan

Wadasan adalah ornamen klasik batik Cirebon yang menonjolkan corak batik kerajaan. Beberapa motif wadasan yang paling terkenal meliputi motif megamendung (Awan), singa payung (singa yang diselimuti payung), naga saba (naga), dan taman arum, yang motifnya sangat dipengaruhi oleh desain empiris Tiongkok.

Geometris

Ornamen geometris menampilkan garis dan bentuk geometris. Adapun motif geometris tersebut antara lain adalah tambal sewu, liris, kawung, dan lengko-lengko.

Pangkaan (Buketan)

Ornamen pangkaan atau disebut juga buketan menampilkan variasi tanaman seperti pohon atau bunga. Motif yang termasuk dalam ornamen ini adalah pring sedapur, kelapa setundun, soko cina, dan kembang terompet. 

Byur

Ornamen byur ditonjolkan dengan kehadiran bunga dan daun kecil yang memenuhi seluruh kain. Beberapa contoh ornamen byur dapat ditemukan dalam motif karang jahe, mawar sepasang, dara tarung, dan banyak angrum.

Semarangan

Ornamen semarangan menampilkan motif berulang yang ditempatkan dalam pola tertentu. Motif ornamen tersebut antara lain adalah piring selampad dan kembang kantil.

Baca Juga

Salah satu motif batik Cirebon yang paling khas sekaligus menjadi lambang kota tersebut adalah motif batik megamendung. Motif tersebut dipengaruhi oleh budaya Tiongkok. Garis-garis awan dalam motif tersebut terinspirasi dari budaya Tiongkok terutama aliran Taoisme.

Taoisme adalah tradisi filosofis dan spiritual asal Tiongkok yang menekankan hidup selaras dengan Tao. Dalam Taoisme, yang dimaksud Tao adalah sumber, pola dan substansi dari segala sesuatu yang ada.

Bentuk awan dalam motif megamendung melambangkan dunia atas yang luas, bebas dan mempunyai makna transendental (ketuhanan). Konsep mengenai awan juga berpengaruh di dunia seni rupa Islam pada abad ke-16, yang digunakan kaum Sufi untuk ungkapan dunia besar atau alam bebas.

Motif megamendung muncul bermula pada pernikahan Sunan Gunung Jati dengan Ratu Ong Tien yang menggabungkan budaya dan tradisi Tiongkok dengan Keraton Cirebon. Para pembatik keraton menuangkan budaya dan tradisi Tiongkok ke dalam motif batik yang mereka buat, tetapi dengan sentuhan khas Cirebon

Motif tersebut memiliki makna religius dan filosofis. Garis-garis yang ditampilkan merupakan simbol perjalanan hidup manusia dari lahir, anak-anak, remaja, dewasa hingga menemui akhir hayatnya.

Rangkaian kehidupan tersebut merupakan simbol kebesaran Sang Ilahi. Selain perjalanan manusia, corak megamendung juga melukiskan kepemimpinan yang mengayomi dan juga perlambang keluasan serta kesuburan.

Walau dipengaruhi oleh budaya Tiongkok, motif tersebut tetap memiliki ciri khas dalam tampilan garis-garis awan yang berbentuk lonjong, lancip, dan segitiga. Dalam motif Tiongkok, awan umumnya berbentuk bulatan atau lingkaran.

Selain motif megamendung, batik Cirebon juga memiliki motif khas bernama motif kompeni. Konon, motif ini awalnya diciptakan oleh pengusaha Belanda di Cirebon saat zaman Hindia Belanda dahulu.

Adapun ciri motif tersebut adalah menampilkan tentang kehidupan tentara kompeni dengan ciri khas membawa bedil/senapan. Motif kompeni lain juga menampilkan kehidupan petani dan pedagang.

Demikian pembahasan mengenai batik Trusmi Cirebon mulai dari sejarah hingga ciri khasnya. Kampung Batik Trusmi yang terletak di kota tersebut merupakan salah satu tempat wisata yang menarik untuk dikunjungi. Jika Anda berkunjung ke Kota Cirebon, jangan lewatkan kesempatan berkunjung ke sana.

publish : 15 December 2016 | di lihat : 12217 | oleh : Barratut Taqiyyah Rafie

Lama pembuatan batik trusmi adalah berapa hari

CIREBON. Desa Trusmi, Kabupaten Cirebon, kini sudah menjelma menjadi pusat batik yang sangat diminati. Kondisi ini berbeda jauh dengan kondisi desa Trusmi sepuluh tahun lalu. Pada waktu itu, tak banyak orang yang mengetahui harta karun berupa batik berciri khas asal Cirebon itu. Kini, harta karun itu sudah ditemukan dan menjadi magnet utama yang menarik para wisatawan ke daerah ini. Perkembangan batik di daerah Cirebon dimulai dari sebuah desa kecil bernama Trusmi. Menurut Rukadi, Ketua Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Kota Cirebon, sebetulnya perkembangan batik Trusmi berawal dari abad 14. Dia menceritakan, pada jaman itu, daerah Trusmi memang kerap mendapatkan pesanan batik dari keraton Cirebon yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Itu sebabnya, batik Trusmi dapat dikatakan berasal dari seni dan kebudayaan keraton. "Nah, di desa Trusmi ini banyak perajin yang bisa membuat dan memproduksi batik. Bisa disebut mereka adalah praktisi hebat batik yang berasal dari desa Trusmi. Jadi dari dulu memang sudah berkembang batik di desa ini," kata Rukadi. Para perajin hanya membuat batik berdasarkan pesanan dua keraton yang ada pada waktu itu, yaitu Keraton Kanoman dan Kasepuhan. Beberapa motif batik keraton yang terkenal pada masa itu antara lain Paksi Naga Liman, Siti Inggil, Kanoman, Taman Kasepuhan, dan Taman Sunyaragi. Dari keraton, batik kemudian menyebar ke kalangan biasa. Dari sinilah muncul batik pesisiran. "Batik keraton memiliki pola yang baku dan bermakna religius. Sedangkan batik pesisiran lebih dinamis," jelasnya. Rukadi menceritakan, selama bertahun-tahun, batik di daerah Trusmi terus berkembang. Perkembangan yang paling dirasakan terjadi di tahun 1955. Pada waktu itu, perangkat desa mendirikan koperasi batik trusmi yang bertujuan untuk memajukan para pengrajin dan pengusaha batik. Sebenarnya, koperasi ini sudah didirikan sebelum 1955. Hanya saja perubahan secara luas baru dirasakan masyarakat Trusmi sejak tahun 1955. Sejak saat itu, nama Trusmi mulai dikenal. "Trusmi ini bukan hanya dikenal di kalangan domestik tapi juga mancanegara karena kearifan lokal batik trusminya," jelas Rukadi. Kendati sudah dikenal, tapi pada saat itu pemasaran batik Trusmi sangat tergantung pada pemasaran seorang keturunan China yang ada di Cirebon. Baru setelah tahun 1970-an, perdagangan batik Trusmi mulai pesat. "Saking ramainya, Trusmi itu mengekspor tenaga kerja dari Pekalongan. Pada tahun 1970-an itu, orang Pekalongan banyak yang bekerja di desa kami. Bahkan sekitar 40% warga desa Trusmi adalah orang Pekalongan," ungkapnya. Warga Pekalongan, kata Rukadi, sangat ahli dalam mencecek batik. Namun, setelah itu, perekonomian orang Pekalongan semakin membaik sehingga mereka tidak mau lagi ke Cirebon. "Akhirnya, pengusaha Trusmi yang datang ke sana dengan membawa kain untuk dikerjakan," paparnya. Kemudian, perubahan besar terjadi pada tahun 2009. Pada waktu itu, batik Indonesia secara resmi diakui UNESCO. Jika sebelumnya dari 55 perajin batik di desa Trusmi, yang memiliki workshop bisa dihitung dengan jari. Secara berangsur-angsur, workshop perajin batik semakin bertambah. Bahkan di tahun 1991, seorang pengusaha bernama Abed Menda mendirikan showroom pertamanya di desa Trusmi. Saat ini, di desa Trusmi saja, jumlah tenaga kerja yang mempunyai keahlian membatik, baik membatik pola desain awal, mencecek, dan menembok mencapai 3.000 orang. Sedangkan perajin yang mempunyai workshop mencapai 500-an. Adapun pengusaha yang memiliki showroom sejumlah 75 showroom.

Terbantu Tol Cipali

KONTAN sempat mewawancarai Abed Menda, pendiri sekaligus pemilik Batik Gunung Jati. Abed menceritakan, awalnya banyak pihak yang menertawakan saat dirinya mendirikan showroom di Trusmi. "Soalnya kan pada bingung, kok mendirikan showroom di dalam kampung. Siapa yang mau lihat. Tapi saya cuek saja," kata Abed sambil tersenyum.

Keberuntungan berpihak kepada Abed. Sejak dia merintis showroom, akhirnya banyak pengusaha batik lain yang mengikuti jejaknya. "Yang saya ingat, mulai berkembang sekali itu tahun 1993. Setelah saya, banyak keluarga saya yang mendirikan toko di kawasan ini,” kenangnya.

Abed menceritakan, setelah tahun 2000, semakin terlihat perkembangan pesat di desa Trusmi. Hampir 50% perajin batik mempunyai toko di pinggir-pinggir jalan desa Trusmi. Di 2003, jumlah toko atau showroom di desa ini kian banyak dan memenuhi setiap ruas jalan dari ujung desa Panembahan, desa Trusmi, terus sampai ke desa Weru.

“Alhamdulillah sekarang boleh dikatakan Trusmi sudah mulai dikenal,” lanjut Abed.

Erwin Ibrahim, pemilik Rajjas Batik menambahkan, perkembangan pesat desa Trusmi, Cirebon, sangat terasa sejak 2013-2014. Pada saat itu, Tol Cikopo-Palimanan resmi dibuka. Dengan adanya tol ini, jarak tempuh ke Cirebon yang biasanya memakan waktu lima jam, bisa ditempuh dalam waktu dua jam saja.

“Jadi mulai banyak wisatawan lokal yang menjadikan Cirebon sebagai tujuan wisata, seperti one day in Cirebon. Sarapan di Cirebon, makan siang di Cirebon, cari batik, cari kerang atau oleh-oleh lainnya, sorenya pulang,” papar Erwin.

Selain itu, lanjut Erwin, perubahan drastis dalam pengelolaan kereta api juga mendorong bisnis wisata Cirebon. Misalnya saja, jadwal keberangkatan kereta yang tepat waktu, kondisi kereta yang lebih nyaman, tidak diperbolehkannya pedagang asongan masuk, dan sebagainya. Hal itu membuat para pelancong merasa nyaman naik kereta ke Cirebon.

Erwin menilai, faktor-faktor tadi menyebabkan tingkat wisatawan ke Cirebon melonjak. Tentunya, bisnis Rajjas Batik ikut terciprat keuntungan. Dia memprediksi, di tahun ini, lonjakan wisatawan ke Cirebon naik 100% lebih.

“Karena biasanya toko ramai pada Sabtu-Minggu. Tapi sekarang sudah mulai merata. Hari-hari biasa Senin-Jumat juga lumayan bagus,” paparnya.

Di Rajjas Batik, jumlah pengunjung di hari-hari biasa sekitar 20 sampai 30 orang. Sementara, saat weekend, jumlahnya melonjak hingga 100 orang lebih.