Laporan distribusi zat terlarut antara dua jenis pelarut yang tidak bercampur

DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG TIDAK BERCAMPUR

PERCOBAAN III

DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA JENIS PELARUT YANG TIDAK BERCAMPUR

A. Tujuan Percobaan

Menentukan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua jenis pelarut yang tidak bercampur.

B. Dasar Teori Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (Solut) di antara 2 fasa cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organic maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro (Soebagio, 2002: 34)Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan (Soebagio, 2002:34).Iod mampu larut dalam air dan juga dalam kloroform. Akan tetapi, perbedaan kelarutannya dalam kedua pelarut tersebut cukup besar. Dengan mengekstraksi larutan iod dalam air ke dalam kloroform, menghitung konsentrasi awal dari iod dalam air dengan cara titrasi, maka dapat diperoleh konsentrasi iod dalam kedua pelarut tersebut, sehingga koefisien distribusi iod dalam system kloroform air dapat ditentukan (Anonim, 2010).Keseimbangan merupakan keadaan dimana reaksi berakhir dengan suatu campuran yang mengandung baik zat pereaksi maupun hasil reaksi. Hukum kesetimbangan menyatakan bahwa hasil kali konsentrasi setimbang produk dibagi hasil kali konsentrasi reaktan yang masing-masing dipangkatkan koefisien reaksinya. Dalam larutan terdapat dua kemungkinan kesetimbangan yaitu homogen dan heterogen. Kesetimbangan homogen adalah kesetimbangan yang terjadi pada raksi-reaksi yang komponennya berada dalam satu fasa. Kesetimbangan heterogen adalah kesetimbangan yang terjadi pada reaksi-reaksi yang komponenya berada dalam lebih dari satu fasa (Chang, Raymond, 2004).

Apabila dua macam zat cair yang berbeda fasa atau tidak bercampur dimasukkan dalam satu wadah akan tampak garis batas. Bila ke dalamnya ditambahkan suatu zat yang dapat larut ke dalam dua macam zat cair itu (pelarut I dan pelarut II), maka akan terjadi pembagian kelarutan ke dalam pelarut I dan pelarut II. Pada suatu saat akan diperoleh suatu kondisi seimbang atau kondisi pendistribusian zat terlarut yang sempurna ke dalam pelarut I dan II. Pada kondisi setimbang diperoleh hubungan perbandingan konsentrasi zat terlarut pada pelarut I dan II merupakan suatu ketetapan, yaitu

= C .......................................................................(1)

Dengan dan masing-masing merupakan konsentrasi zat terlarut A pada pelarut I dan II (M), C adalah tetapan.

Hasil eksperimen menunjukkan bahwa nilai tetapan C tidak bergantung pada konsentrasi atau jumlah zat yang dilarutkan, tetapi bergantung pada suhu dan Mr zat terlarut. Persamaan (1) dikenal sebagai hukum distribusi dan nilai tetapan C sebagai koefisien distribusi (Kd). Persamaan Kd dapat ditulis menjadi

= Kd (Endang Widjayanti,2012).

Kd adalah koefisien distribusi atau koefisien partisi yang merupakan tetapan kesetimbangan yang merupakan kelarutan relatif dari suatu senyawa terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur kerap kali sebagai pelarut pertama adalah air sedangkan pelarut kedua adalah pelarut organik yang tidak bercampur dengan air. Dengan demikian, ion anorganik atau senyawa organik polar sebagian besar akan terdapat dalam fasa organik. Hal ini dikatakan Like dissolves likes yang berarti bahwa senyawa polar akan mudah larut dalam pelarut polar dan sebaliknya. Dalam suatu larutan encer faktor tidak mempengaruhi koefisien distribusinya (Subjadi, 1988).

Hukum distribusi adalah metode yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain diketahui, asalkan kedua pelarut tidak tercampur sempurna satu sama lain. Hukum distrbusi atau partisi dapat dirumuskan apabila dalam suatu zat terlarut terdistribusi diatntara dua pelarut yang tidak saling bercampur, maka pada temperature konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distrribusi ini tidak bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Dalam kesetimbangan kimia, jika tekanan diperbesar sama volume diperkecil, maka kesetimbangan akan bergeser kearah jumlah koefisien-koefisien yang lebih kecil, dan jika tekanan diperkecil sama volume diperbesar, maka kesetimbangan akan bergeser kearah jumlah koefisien-koefisien gas yang lebih besar (Syabatini, 2009). Apabila kedua pelarut yang berbeda kepolaran dalam kelarutan dicampurkan maka mereka tidak akan bisa bercampur. Diperlukannya suatu zat perantara untuk dapat membuat pelarut berbeda kepolaran tersebut bercampur. Dalam hal ini zat antara merupakan suatu zat yang dapat bercampur dalam keadaan polar apabila dilarutkan dalam suatu pelarut polar dan juga dapat bercampur apabila dilarutkan dalam pelarut nonpolar (Syabatini, 2009).Suatu dasar agar solute dapat terekstrak dari fasa air ke fasa organic adalah suatu solute tersebut harus menjadi tidak bermuatan (Soebagio, 2002 ; 41).Persamaan hukum distribusi:

=

= Dalam kesetimbangan

= K

(Vogel, 1990)

C. Alat dan Bahan

Alat:

1. Corong pemisah 500 ml

6. Gelas ukur

2. Erlenmeyer 200 ml

7. Stopwatch

3. Pipet tetes

8. Corong

4. Statif dan Klep

9. Beker glass

5. Buret

Bahan:

1. Larutan asam asetat 0,3 M, dan 0,6 M2. Larutan 0,5 M3. Eter/benzena4. Kloroform/ 5. Indikator phenol-phtalien (pp)D. Cara Kerja

E. Data Pengamatan

a. Pelarut kloroform

No.awalV (1)V (2)Rata-

rata Dalam airDalamKd

10,6M0,1 ml0,2 ml0,15mlMM

20,5M0,3 ml0,1 ml0,2mlMM

30,3M0,3ml0,4ml0,35ml

b. Pelarut eter

No.awalV (1)V (2)Rata-

rata Dalam airDalam eterKd

10,6M2,4ml2,4 ml2,4mlMM

20,5M2,5ml2,1ml2,3mlMM

30,3M1,9ml1,5ml1,7ml

F. Perhitungan

1. Pelarut Kloroform

a. untuk M awal = 0,6 M

V = 0,15 ml; M = 0,5 M

Fasa air V = 5 ml

0,5 x 0,15 =x 5

0,015 M

M dalam air = 0,015 M

M dalam kloroform = 1 0,015

= 0,985 M

=

=

= 0,0153 Mb. untuk M awal = 0,5 M

V = 0,2 ml; M = 0,5 M

Fasa air V = 5 ml

0,5 x 0,2 =x 5

0,02 M

M dalam air = 0,02 M

M dalam kloroform = 1 0,02

= 0,98 M

=

=

= 0,0204 Mc. untuk M awal = 0,3 M

V = 0,35 ml; M = 0,5 M

Fasa air V = 5 ml

0,5 x 0,35 =x 5

0,035 M

M dalam air = 0,035 M

M dalam kloroform = 1 0,035

= 0,965 M

=

=

= 0,036 M2. Pelarut Eter

a. untuk M awal = 0,6 M

V = 2,4 ml; M = 0,5 M

Fasa air V = 5 ml

0,5 x 2,4 =x 5

0,24 M

M dalam air = 0,24 M

M dalam kloroform = 1 0,24

= 0,76 M

=

=

= 0,316 M

b. untuk M awal = 0,5 M

V = 2,3 ml; M = 0,5 M

Fasa air V = 5 ml

0,5 x 2,3 =x 5

0,23 M

M dalam air = 0,23 M

M dalam kloroform = 1 0,23

= 0,77 M

=

=

= 0,298 Mc. untuk M awal = 0,3 M

V = 1,7 ml; M = 0,5 M

Fasa air V = 5 ml

0,5 x 1,7 =x 5

0,17 M

M dalam air = 0,17 M

M dalam kloroform = 1 0,17

= 0,83 M

=

=

= 0,205 MG. Pembahasan

Percobaan mengenai distribusi zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak bercampur ini bertujuan untuk menentukan koefisien distribusi zat terlarut dalam dua pelarut yang tidsak bercampur untuk menentukan koefisien distribusi tersebut, dicampurkan suatu zat dengan konsentrasi tertentu ke dalam pelarut yang tidak dapat bercampur. Berdasarkan hukum Nernst, jika suatu larutan (dalam air) mengandung zat organik A dibiarkan bersentuhan dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air, maka zat A akan terdistribusi baik ke dalam lapisan air (fasa air) dan lapisan organik (fasa organik). Dimana pada saat kesetimbangan terjadi, perbandingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa itu dinyatakan sebagai nilai Kd atau koefisien distribusi (partisi) dengan perbadingan konsentrasi zat terlarut A di dalam kedua fasa organik-air tersebut adalah pada temperatur tetap.Ekstraksi-cair-cair tak kontinyu atau dapat disebut juga ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana, murah dan sering digunakan untuk pemisahan analitik. Ekstraksi bertahap baik digunakan jika perbandingan distribusi besar. Alat pemisah yang biasa digunakan pada ekstraksi bertahap adalah corong pemisah. Caranya sangat mudah, yaitu cukup dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula, kemudian dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan diekstraksi pada kedua lapisan. Setelah terbentuk dua lapisan, campuran dipisahkan untuk dianalisis kandungan konsentrasi zat terlarut tersebut.Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan. Jumlah pelarut yang digunakan untuk tiap kali mengekstraksi juga sedikit, sehingga ketika ditotal jumlah pelarut untuk ekstraksi tersebut tidak terlalu besar agar dicapai kesempurnaan ekstraksi. Hasil yang baik diperoleh dengan jumlah ekstraksi yang relatif besar dengan jumlah pelarut yang kecil.Se

DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA PELARUT YANG TAK SALING CAMPUR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA I DISTRIBUSI ZAT TERLARUT ANTARA DUA PELARUT YANG TAK SALING CAMPUR Disusun oleh: Nama NIM Kelompok Tgl Praktikum Dosen : Yovita Novi : H23111004 : 1 (SATU) : 14 Desember 2012

: Berlian Sitorus,S.Si.,M.Si / Intan Syahbanu M.si Asisten Prodi Anggota kelompok : Dian : Kimia : 1. Yovita Novi

2. Irma Ramadhani F 3. Safitri Ulfah Ramadhani

PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cukup diketahui berbagai zat-zat tertentu lebih mudah larut dalam pelarut-pelarut tertentu dibandingkan dengan pelarut-pelarut yang lain. Jadi iod jauh lebih dapat larut dalam karbon disulfida, kloroform, atau karbon tetraklorida. Lagi pula, bila cairan-cairan tertentu seperti karbon disulfida dan air, eter dan air, dikocok bersama-sama dalam satu bejana dan campuran kemudian dibiarkan, maka kedua cairan akan memisah menjadi dua lapisan. Cairan-cairan seperti itu dikatakan sebagai tak-dapat-campur (karbon disulfida dan air) atau setengah-campur (eter dan air), bergantung apakah satu ke dalam yang lain hampir tak dapat larut atau setengah larut. Jika iod dikocok bersama suatu campuran karbon disulfida dan air kemudian didiamkan, iod akan dijumpai terbagi dalam kedua pelarut. Suatu keadaan kesetimbangan terjadi antara larutan iod dalam karbon disulfida dan larutan iod dalam air (Vogel,1986). Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi pada sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padatan dan cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama. Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia. Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara yaitu dengan mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan utntuk kesetimbangan kimia yang berisi gas. Yang kedua dengan hukum distribusi Nernest, untuk kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang terakhir yaitu dengan hukum fase,untuk kesetimbangan yang umum. Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukanaktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain yang diketahui, asalkan kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain. Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini banyak digunakan dalam penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari itu dilakukanlah percobaan distribusi solute(zat terlarut) antara dua pelarut yang tak saling campur ini, agar dapat menentukankonstanta kesetimbangan suatu pelarut yang tidak bercampur. 1.2 Prinsip Percobaan Prinsip dasar percobaan ini yaitu distribusi zat terlarut ke dalam dua pelarut yang tidak saling bercampur yaitu ait dan dietil eter, dimana menurut hukum distribusi Nerst, jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tidak saling bercampur dimasukkan solute yang tak dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan, karena perbedaan kepolaran antara air(polar) dan dietil eter(non polar), menghasilkan dua lapisan berupa lapisan air dibawah dan lapisan eter diatas berdasarkan densitas yang dimiliki oleh kedua cairan, d air = 0,0998 g/cm3, dan d eter = 0,7134 g/cm3. Ada penambahan zat ketiga berupa asam asetat dan asam oksalat, sehingga zat terdistribusi antara lapisan air dan petroleum eter, dilakukan pemisahan, dan hasil pisahan berupa lapisan airnya dititrasi dengan NaOH standar dengan bantuan indikator PP, yang akan menunjukkan titik akhir titrasi. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan

merupakan suatu ketetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut adalah tetapan distribusi atau koefisien distribusi (KD). Penentuan KD bisa dengan rumus berikut: K=C1/C2.

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini yaitu memperlajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur dan menentukan harga konstanta distribusinya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hukum distribusi atau partisi. Suatu zat yang dapat larut dalam dua zat pelarut yang tidak saling campur dan ketiga-tiganya ada bersama, maka zat tersebut akan terbagi kedalam dua pelaruttersebut. Pada keadaan setimbang, perbandingan fraksi mol dari zat terlarut dalam kedua pelarut berharga tetap pada temperatur tetap. Pernyataan ini dikenal dengan hukum distribusi. Hukum ini hanya berlaku bila larutannya encer dan zat terlarut mempunyai struktur molekul yang sama dalam dua pelarut(Sukardjo,1996). Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktek solutakan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah di kocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi dinyatakan dengan berbagai rumus sebagai berikut(Soebagio. 2002): KD = C2/C1 atau KD = Co/Ca Jika ke dalam sistem dua fasa cair yang tak dapat saling bercampur ditambahkan zat ketiga yang dapat melarut pada keduanya maka zat ketiga akan terdistribusi diantara ke dua fasa tadi dalam jumlah tertentu. Bila larutan jenuh I2 dalam CHCl3 dikocok dalam air yang tidak larut dalam CHCl3, maka I2 akan terbagi dalam air dan dalam CHCl3. Setelah tercapai kesetimbangan perbandingan konsentrasi I2 dalam air dan CHCl3 pada temperatur tetap juga tetap, kenyataan ini merupakan akibat langsung hukum termodinamika pada kesetimbangan(Basset,dkk,1994 ). Jika tidak terjadi asosiasi, disosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang kita punya adalah ideal, maka harga KD sama dengan D. untuk tujuan praktis sebagai ganti harga KD atau D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi (E). ini berhubungan dengan perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut(Khopkar,2008): D = (Vw/Vo E)/(100-E) , dimana Vw = volume fase air, Vo = volume fase organik

Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan: bila suatu zat terlarut antaradua pelarut yang tidak saling campur, maka pada suatu temperatur yang konstanuntuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi ini tidak tergantunngpada spesi molekul yang lain. Harga angka banding berubah dengan sifat dasarpelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperatur (Svehla,1990) Ekstraksi campuran-campuran merupakan suatu teknik dimana suatu larutan (biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya organik), yang pada hakikatnya tidak tercampurkan dengan yang pertama, dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solut) ke dalam pelarut kedua itu. Untuk suatu zat terlarut A yang didistribusikan antara dua fasa tidak tercampurkan a dan b, hukum distribusi (atau partisi) Nernst menyatakan bahwa asal keadaan molekulnya sama dalam kedua cairan dan temperatur adalah konstan(Basset,dkk, 1994). Ekstraksi meliputi distribusi zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak dapat campur. Pelarut umum dipakai adalah air dan pelarut organik lain seperti CHCl3, eter atau pentana. Garam anorganik, asam-asam dan bas a-basa yang dapat larut dalam air bisa dipisahkan dengan baik melalui ekstraksi ke dalam air dari pelarut yang kurang polar. Ekstraksi lebih efisien bila dilakukan berulang kali dengan jumlah pelarut yang lebih kecil daripada jumlah pelarutnya banyak tetapi ekstraksinya hanya sekali (Arsyad, 2001).

BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Adapun alat-alat yang digunakan dala percobaan ini yaitu corong pisah 250ml 3 buah, erlenmeyer 250ml 8 buah, buret 50ml 2 buah, pipet volume 10ml 2 buah, gelas kimia 2 buah, bulb 2 buah, statif kayi dan besi lengkap, labu ukur, corong kaca, botol semprot, batang pengaduk, spatula, cawan petri, dan lain-lain. Bahan-bahan yang digunakan dalam percbaaan ini yaitu akuades (H2O), indikator fhenolfthalein(PP), larutan asam asetat(CH3COOH), larutan asam oksalat(H2C2O4), larutan natrium hidroksida (NaOH) standar dan pelarut organik(dietil eter). 3.2 Prosedur Kerja Pertama-tama, dibuat larutan asam asetat, NaOH, dan asam oksalat. Dalam membuat larutan asam asetat dibuat dengan konsentrasi 0,5M dalam 50ml akuades, selanjutnya dilakukan pengenceran bertingkat untuk memperoleh asam asetat dengan variasi konsentrasi 0,25M, 0,125M, dan 0,0625M. Dibuat larutan oksalat dalam 50ml untuk 3 gram sampel, demikian pula untuk NaOH ditimbang 2 gram dan ditepatkan hingga 500ml akuades.

Kemudian mengambil 20 ml asam asetat salah satu kosentrasi dan ditambahkan eter 20 ml, kedua larutan tersebut dimasukkan kedalam corong pisah. Setelah itu dikocok sampai terjadi kesetimbangan selama 15 menit dan larutan terdistribusi dengan baik. Kemudian didiamkan sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan pelarut organik. Setelah dipisahkan kedua lapisan dengan cara mengambil lapisan paling bawah sampai garis batas lapisan. Selanjutnya, diambil 5ml hasil pemisahan tersebut yang berupa lapisan air, ditambahkan indikator PP dan dititrasi dengan larutan standar NaOH. Sebelum dilakukan titrasi hasil pemisahan lapisan air, terlebih dahulu menitrasi asam oksalat dengan 2ml asam oksalat dan ditambahkan indikator PP. Dicatat perubahan yang terjadi, dan dicatat volume NaOH yang dipakai.

3.3 Rangkaian Alat Gb.1 Rangkaian alat titrasi(dipakai untuk titrasi lapisan air dengan NaOH standar).

Gb.2. (a). Proses distribusi dengan mengocok larutan dalam corong pisah; (b). Proses pemisahan dua larutan yang tak saling campur, d