Membaca al-Quran harus benar, baik dari segi makharijul huruf atau kaidah tajwid lafal

1. Q. S Al-muzzammil:4                                                                ورتل القرآن ترتيلا

2. Q. S. Al-Qiyamah : 18                                                         فإذاقرأنه فاتبع قرأنه     

3. Q. S Al-Hijr :9 إنا نحن نزلنا الذكروإنا له لحافظون                                                       

4. Hadits رب تال القرآن والقرآن يلعنه                                                                           

من زاد حرفا فى القرآن ونقص منه فقد كفر                                                                        

إن الله يحب أن يقرأ القرآن غضا كما أنزل                                                                          

2. Faktor Bahasa

Al-Qur’an diturunkan kepada manusia melalui Rasululloh SAW, yang hidup di jazirah Arab. Dalam keseharian, baginda Rosul menggunakan bahasa Arab sehingga al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Dalam hal ini Allah menegaskan dalam Q. S. Fusshilat : 44  أأعجميّ وعربيّ ( Apakah {patut al-Qur’an} dalam bahasa asing sedang Rasul adalah orang Arab?). Bahasa Arab terkenal sebagai bahasa yang mempunyai tata bahasa yang cukup tinggi. Satu kata dalam bahasa arab bisa berubah menjadi beragam kata, dan apabila diberi harokat yang berbeda maka artinya berbeda pula, contoh :

اسم المكان

اسم الزمان

اسم مفعول

اسم الفاعل

المصدر

فعل الامر

الفعل المضارع

الفعل الماضي

مَنْصَرٌ

مَنْصَرٌ

مَنْصُوْرٌ

نَاصِرٌ

نَصْرًا

اُنْصُرْ

يَنْصُرُ

نَصَرَ

Tempat menolong

Waktu menolong

Yang ditolong

Yang menolong

pertolongan

Tolonglah

Sedang/akan menolong

Telah menolong

Salah satu kemu’jizatan al-Qur’an adalah dalam lafadznya. Pemilihan kosakata, keserasian susunan huruf dan kalimatnya, berbeda dari bahasa Arab pada umumnya. Ketika al-Qur’an diturunkan, kondisi masyarakat saat itu adalah masyarakat yang sangat menggemari syair, penguasaan kebahasaan sangat tinggi, oleh karenanya al-Qur’an melawannya dengan tingkat bahasa sangat sangat tinggi pula. Keistemawaan gaya bahasa al-Qur’an tampak pula pada cara penyampaian suatu makna dengan beberapa lafal dan beragam penyampaian. Misalnya ketika Allah mengatakan tentang keagungan al-Qur’an, digunakan kata كريم (Q. S. Al-Waqi’ah : 77), العظيم (Q. S. Al-Hijr:87),dan sebagainya. Dari kemu’jizatan dalam hal bahasa al-Qur’an telah melahirkan ilmu dalam bahasa diantaranya adalah : Shorof, Nahwu, Balaghah, Mantiq.

Dalam hal pengucapan, masing-masing huruf dalam abjad hijaiyah mempunyai cara masing-masing yang berbeda antara huruf yang satu dengan huruf yang lainnya. Ada 28 huruf hijaiyah, hal ini berarti ada 28 cara pengucapannya. Dalam ilmu tajwid disebut makhorijul huruf atau tempat-tempat keluarnya huruf hijaiyah.

Seperti halnya ketika belajar bahasa asing lainnya, orang tidak serta merta dapat langsung fasih dalam mengucapkannya. Diperlukan pembelajaran yang berjenjang, latihan yang terus menerus dan yang tidak kalah pentingnya adalah pembimbing yang dapat melatih dan menilai kualitas pengucapan kita sehingga kita dapat mencapai tahapan fasih.

3. Ilmu Tajwid

a. Hukum Mempelajari dan Mempraktekkan

Mengenai hukum mempelajari ilmu tajwid, jumhur ulama’ menyatakan fardlu kifayah, akan tetapi untuk mempraktekkannya ketika membaca al-Qur’an semua ulama berpendapat hukumnya fardlu ‘ain. Wajib hukumnya bagi orang yang membaca al-qur;an untuk membaca dengan benar sesuai dengan kaidah dalam ilmu tajwid seperti yang dikatakan oleh Imam ibn al-Jazari (w.833/1429). Tajwid memberikan pedoman cara membaca al-Qur’an yang benar, tepat, sempurna dan melindungi lidah dalam kekeliruan pengucapan. Ketika membaca al-Qur’an, diwajibkan bagi pembacanya untuk membaca dengan benar baik itu dari segi pelafalannya (makhroj dan sifat huruf), hubungan antar huruf (ahkamul huruf), panjang pendek pengucapan (ahkamul mad wal qoshr), cara berhenti dan memulai (ahkamul waqf wal ibtida’), dan mengerti bentuk tulisan. Ilmu yang mempelajari ini disebut ilmu Tajwid.Kewajiban untuk membaca al-qur’an dengan tajwid sesuai dengan sabda Nabi SAW : إن الله يحب أن يقرأ القرآن غضا كما أنزل               

“Sesungguhnya AllahSWT lebih menyukai bacaan al-qur’an sebagaimana ia diturunkan”

 Masalah mendasar dalam ilmu tajwid adalah bagaimana mengawali dengan baik serta mengakhirinya dengan indah melalui haqq al-hurf yakni tidak melalaikan sifat-sifat asal (dzatiyah) dari masing-masing huruf yang mempunyai sifat Jahr, Syiddah, isti’la’ dan lain-lain, serta menjaga sifat-sifat yang muncul kemudian, misalnya tafkhim yang muncul karena karakter isti’la’ dan tarqiq karena unsur istifal.

 Seperti telah disinggung di atas, bahwa satu perubahan kecil saja, dapat membuat maknanya menjadi berbeda. Dalam membaca al-Qur’an kita diwajibkan berhati-hati, sesuai dengan sabda Nabi SAW : “banyak orang yang membaca al-Qur’an tetapi al-Qur’an melaknatinya”. Membaca al-quran dengan tepat sesuai dengan kaidah ilmu tajwid merupakan salah satu upaya kita untuk ikut menjaga kemurnian al-Qur’an dari segi bacaannya.

b. Definisi dan Pengertian Ilmu Tajwid

            Kata tajwid berakar pada kata jawwada yang dalam bahasa artinya sama dengan tahsiin yakni bagus. Pengertiannya sebagai suatu istilah adalah :

إخراج كلّ حرف من مخرجه مع إعطائه حقّه ومستحقّه

            “Mengeluarkan huruf dari tempatnya dengan memberikan sifat-sifat yang dimilikinya baik asli maupun yang baru datang”

            Dengan demikian pengertian ilmu tajwid adalah suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara mengeluarkan huruf dengan tepat serta semua ketentuan yang berkaitan dengan membaca al-Qur’an baik dari segi lafaz maupun maknanya.

            Secara garis besar rangkuman yang dibahas oleh ilmu tajwid adalah :

  • Masalah tempat keluar huruf (Makharijul huruf)
  • Masalah cara pengucapan huruf (Shifatul huruf)
  • Masalah hubungan antar huruf (Ahkamul huruf)
  • Masalah panjang pendek ucapan (Ahkamul mad wal qosr)
  • Masalah memulai dan menghentikan bacaan (Ahkamul waqf wal ibtida’)
  • Masalah bentuk tulisan (Khattul Usmani)

c. Tujuan Ilmu Tajwid

Ilmu tajwid bertujuan untuk mendapatkan pengucapan yang tepat bagi al-Qur’an sehingga kalamullah yang terkandung di dalamnya tetap terpelihara dari segala cacat baik segi lafaz maupun maknanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penting bagi kita untuk menguasai teorinya dan mempraktekkan di depan guru. Metode ini disebut pula dengan musyafahah, sebuah metode yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan malaikat Jibril A. S. (Q. S. Al-Qiyamah:16-19) dan kemudian diteruskan oleh para Shohabat, Tabi’in, Tabi’it Tabi’in hingga sampai kepada kita.

4. Upaya Pemeliharaan

Allah SWT telah menjamin keterpeliharaan al-Qur’an. Upaya pemeliharaan sudah ada sejak zaman Nabi SAW yakni dengan dua cara. Yang pertama adalah pemeliharaan melalui hafalan (fi al-shudur) dan kedua adalah pemeliharaan melalui tulisan (fi al-suthur). Pemeliharaan melalui hafalan adalah yang utama dan pemeliharaan melalui tulisan adalah pendukungnya.

Metode belajar al-quran yang populer adalah metode talaqqi (berhadapan langsung) dengan guru (musyafahah li al-syuyukh) yang berkompeten dalam qira’at dan mempunyai sanad (jalur periwayatan) yang mutawattir (bersambung sampai Rasululloh SAW).

Salah satu usaha untuk terus menjaga kemurnian al-Qur’an dari segi bacaannya adalah senantiasa menyimakkan bacaan kita kepada orang lain, meskipun sudah mahir dalam membaca maupun menghafal seperti yang dilakukan Nabi SAW setiap Romadlon kepada Malaikat Jibril A. S. Oleh beberapa kalangan tradisi ini dihidupkan dengan cara membuat majlis semaan al-Qur’an. Termasuk dalam upaya pemeliharaan adalah menghormati Mushhaf. Para Salafus Solih misalnya, membaca dengan hormat dan menempatkan pada tempat yang tinggi. Mereka mengharamkan meletakkan Mushhaf  sejajar dengan kaki, menggantung dengan tali, meletakkan di tanah / lantai dan meletakkan barang di atasnya.

Para Ulama’ juga memberi perhatian pada lembaran-lembaran yang koyak dengan berbagai cara. Ada yang mengubur dalam tanah yang tidak dipijak orang, merendam dalam air hingga luntur dan ada juga yang membakarnya seperti yang dilakukan oleh Sahabat Utsman ibn Affan RA.

  • Keutamaan Membaca al-Qur’an

خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ

Sebaik baik kalian adalah orang yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya.(H.R.Utsman ibn Affan R.A)

اقرؤواالقرآن فإنّه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه

Bacalah Al-Qur’an,karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pembawa syafa’at bagi orang yang membacanya.

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ تَعَلَى فَلَهُ [بِهِ]حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهاَ لاأَقُوْلُ الم حَرْفًا,وَلكِنْ ألِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ

Barangsiapa membaca 1 huruf dari Kitabullah, maka baginya 1 kebaikan,dan 1 kebaikannya dilipatkan 10 kali.Tidak dikatakan alif lam mim 1 huruf, tetapi alif 1 huruf lam 1 huruf dan mim 1 huruf.

اَلَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌمَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ,والذي يَقْرَأ القرآن وَهُوَ يَتَتَعْتَعُ فِيهِ وهو عَلَيْهِ شاقٌّ لَهُ أجرانِ

Orang yang mahir membaca Al-Qur’an maka dia bersama para Malaikat yang  mulia dan taat, dan orang yang kesulitan dalam membaca Al-Qur’an maka baginya 2 pahala.

مَنْ قَرَأَ القرآن وَعَمِلَ بِمَا فِيْهِ أَلْبَسَ اللهُ وَالِدَيْهِ تَاجًا يَوْمَ القِيامةِ,ضَوْؤُهُ أحسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشمسِ في بُيُوتِ الدنيا,فَمَا ظَنُّكُمْ بِالذي عَمِلَ بِهَذَا

Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya, Allah SWT akan memakaikan kepada orang tuanya sebuah mahkota pada hari kiamat, yang mana terangnya mahkota tersebut lebih terang dari sinar matahari di dunia

أَدِّبُوأَوْلادَكُمْ عَلَى ثَلاثِ خِصَالٍ :حُبِّ نَبِيُّكُمْ,وَحُبِّ الِ بَيْتِه,وَتِلاوَةِ القرآن,فَإنَّ حَمَلَةَ القرآن في ظِلِّ عَرْشِ الله يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظِلُّهُ مَعَ أنبِيَا ئِه وَأصْفِيَائِه

Didiklah anak-anakmu dengan 3 hal : mencintai nabimu, mencintai keluarga Rasulullah SAW dan membaca Al-Quran,sesungguhnya orang yang menghafal Al-Qur’an akan berada di bawag naungan ‘Arsy Allah pada hari tidak ada lagi naungan selain hanya naunganNya bersama dengan para nabi dan orang-orang suci.

يُقَالُ لِصَاحِبِ القرآن إقرأْ وَرْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ في الدنيا فَإنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

Dikatakan kepada ahli qur’an,bacalah dan naiklah dan tartillah sebagaimana kamu tartil di dunia,sesungguhnya pangkatmu di surga adalah pada ayat terakhir yang kamu baca(dimaknai : dihafal)

Ketika membaca Al-Qur’an, maka seorang muslim perlu memperhatikan adab-adab, aturan-aturan untuk mendapatkan kesempurnaan pahala dalam membaca Al-Qur’an yang diantaranya adalah :

Berniat membaca al-qur’an untuk mengharap keridloan Allah semata, bukan karena disuruh orang atau untuk tujuan keduniawian.

Berbeda dengan buku-buku lainnya, mempelajari Al-Quran harus ada gurunya. Seperti dicontohkan oleh Rasululloh SAW, ketika menerima Al-Qur’an.Nabi mampu membaca dengan benar dan fasih atas pengajaran dari malaikat Jibril AS.Padahal derajat Nabi SAW lebih tinggi dari malaikat Jibril.Hal ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa kita harus berguru kepada seseorang tanpa memandang pangkat dan derajatnya.Tapi lebih mengutamakan intregitas dan kapabilitasnya.

Nabi SAW. Setiap bulan romadlon selalu menyimakkan bacaannya kepada malaikat Jibril AS.Hal ini berarti bahwa meskipun kita sudah mampu membaca dengan baik,bahkan mungkin hafal, kita masih harus tadarusan dengan guru atau teman kita.Ini adalah salah satu upaya agar kita lebih berhati-hati dalam membaca Al-Qur’an.

  • Membaca dalam keadaan suci, dengan duduk yang sopan dan tenang.

Dalam membaca Al-Qur’an seseorang dianjurkan dalam keadaan suci, baik dari hadats kecil maupun hadats besar. Apabila terkena najis sebaiknya najisnya dibersihkan terlebih dahulu.Ketika seseorang akan membaca al-quran disunnahkan bersiwak  terlebih dahulu.Boleh menggunakan kayu arok, sikat gigi, ataupun sesuatu yang kasar. Kemudian memakai pakaian yang bersih lagi suci.Disamping itu ,pilih tempat yang suci dan bersih pula.Posisi duduk sebaiknya menghadap qiblat.

  • Membacanya dengan pelan (tartil) dan mujawwad

Allah berfirman dalam QS.Al-Muzzammil:4 “Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil”.

Rasululloh SAW bersabda, yang artinya:“Siapa saja yang membaca Al-Qur’an (khatam) kurang dari tiga hari, berarti dia tidak memahami.” (HR: Ahmad dan para penyusun kitab-kitab Sunan).

            Mujawwad artinya membaca al-qur’an sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, harus tepat makhroj dan shifatul hurufnya.Juga harus menjaga harokat,al waqfu wal ibtida’,nafas.Dalam membaca al quran harus hati-hati.Salah sedikit merubah arti.           Tidak diperbolehkan membaca al-qur’an seenaknya sendiri dan sembrono.Nabi bersabda “banyak orang membaca Al-Qur’an tetapi Al-Qur’an melaknatinya.”

  • Membaca Al-Qur’an dengan khusyu’,

Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sebagian dari sifat-sifat hamba-Nya yang shalih, “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (QS: Al-Isra’: 109). Namun demikian tidaklah disyariatkan bagi seseorang untuk pura-pura menangis dengan tangisan yang dibuat-buat.Khusyu’ badannya,pikirannya dan juga hatinya.

  • Membaguskan suara ketika membacanya.

Sebagaimana sabda Rosululloh SAW, yang artinya: “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu.” (HR: Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim). Di dalam hadits lain dijelaskan, yang artinya: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak melagukan Al-Qur’an.” (HR: Bukhari dan Muslim). Maksud hadits ini adalah membaca Al-Qur’an dengan susunan bacaan yang jelas dan terang makhroj hurufnya, panjang pendeknya bacaan, tidak sampai keluar dari ketentuan kaidah tajwid. Dan seseorang tidak perlu melenggok-lenggokkan suara di luar kemampuannya.

Sebagai seorang muslim sebaiknya mengagendakan setiap hari kita harus membaca Al-Qur’an dalam kondisi apapun, meskipun hanya beberapa ayat.Yang lebih utama adalah istiqomah jumlah juznya, istiqomah waktunya.Kata ulama Istiqomah khoirun min alfi karomah.