DEDE SULAEMAN APANDI, NIM. 06410150 (2013) NILAI-NILAI KETAUHIDAN DALAM AL-QUR’AN SURAH ALBAQARAH AYAT 21-22 DAN RELEVANSINYA DENGAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM (Kajian Terhadap Tafsir Al-Mishbah). Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA.
AbstractNilai-nilai Ketauhidan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah Ayat 21-22 dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam (Kajian Terhadap Tafsir Al-Mishbah). Skripsi: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013. Penelitian ini dilatar belakangi oleh kenyataan bahwa fenomena berbangsa dan bernegara di bawah payung Pancasila dengan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama yang seharusnya rukun dalam kehidupan beragama, namun kenyataannya kita masih dihantui prasangka negatif bahkan penuh kebencian melihat pihak lain yang berbeda keyakinan. Islam dengan pilar tauhid menyatakan dirinya sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh alam), akan tetapi umat Islam belum sepenuhnya mampu merealisasikan misi besar tersebut. Dengan demikian kebutuhan untuk memiliki sebuah pendidikan Islam yang bernaung dibawah bimbingan sumber dasar ajaran Islam melalui penanaman nilai-nilai dasar keyakinan merupakan keniscayaan. Tafsir Al-Mishbah hadir dengan bahasa Indonesia sehingga mudah untuk dipelajari. Harapan terwujudnya semangat beragama dengan menggalinya dari sumber ajaran Islam secara langsung semakin terbuka lebar sehingga masyarakat semakin dewasa dalam beragama. Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan. Pengumpulan data yang meliputi sumber data primer dan sekunder untuk kemudian disimpulkan serta implikasinya terhadap tujuan pendidikan Islam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan filosofis dengan metode hermeneutika. Pengolahan data menggunakan metode analisis isi (content analysis). Dengan metode content analysis, kandungan Q.S. Al-Baqarah ayat 21-22 dalam Tafsir Al-Mishbah dianalisis secara mendalam dan menyeluruh supaya memperoleh kesimpulan yang bersifat khusus. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Terdapat nilai-nilai ketauhidan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 21-22 dalam Tafsir Al-Mishbah yang meliputi (a) nilai tauhid ‘ubudiyah dengan ajakan universal kepada seluruh manusia untuk melaksanakan ibadah, (b) nilai tauhid rububiyah dengan penegasan bahwa pelaksanaan ibadah yang dilakukan hanya harus ditujukan kepada Tuhan sebagai Pencipta seluruh umat manusia, langit, bumi, pemberi rezeki, dll., dan (c) nilai tauhid uluhiyah yang memerintahkan agar hanya menjadikan Allah SWT sebagai Tuhan dengan melarang menyekutukannya dengan yang lain. (2) Relevansi nilai-nilai ketauhidan di atas dengan tujuan pendidikan Islam bermuara pada tugas dan fungsi manusia di dunia ini yaitu (a) manusia sebagai ‘abdullah (hamba Allah), dalam hal ini kaitannya dengan ketiga nilai-nilai ketauhidan di atas, dan (b) manusia sebagai khalifatullah (wakil Allah), hal ini berkaitan dengan rangkaian ayat yang menjelaskan tentang keharusan beribadah dengan diiringi penjelasan bahwa Allah SWT yang telah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta agar manusia sadar bahwa keberadaannya di dunia ini bersama dengan makhluk lain yang membutuhkan pengelolaan yang baik agar dapat diambil manfaat bagi kehidupan manusia sendiri serta tidak merusak tatanan yang telah disusun secara baik oleh Allah SWT Sang Mahapencipta. Share this knowledge with your friends : Actions (login required)
Tauhid secara bahasa Arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal.39). Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal.39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja. (Sumber: https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html) Pembagian tauhid ke dalam tiga bagian diambil dari penelitian terhadap nash-nash al-Qur’an. Dari ayat-ayat tersebut, disimpulkan bahwa tauhid itu terbagi menjadi tiga bagian. Oleh karena itu, pembagian ini merupakan hakikat syari’at yang diambil dari Kitabullah, bukan suatu istilah yang diada-adakan oleh sebagian ulama tanpa dalil. Tauhîd Rubûbiyyah
Di antara dalil-dalil tauhid rubûbiyyah adalah firman Allah l yang artinya,
Firman-Nya juga yang artinya,
Tauhîd Ulûhiyyah Di antara dalil-dalil Tauhid Uluuhiyyah adalah firman Allah l yang artinya,
Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Bahkan kebanyakan isi al-Qur’an menerangkan tentang tauhîd ulûhiyyah, yakni yang menerangkan makna lâ ilâha illallâh, yang tersusun dari dua rukun; 1) An-Nafyu, yakni menolak segala macam yang disembah selain Allah l dengan berbagai macam bentuk peribadatan. 2) Al-Itsbât, yakni menetapkan Allah l semata dalam segala peribadatan kepada-Nya dengan ikhlas, yang dilakukan berdasarkan petunjuk Rasulullah `. Tauhîd Asmâ wa Shifât Di antara dalil-dalil tauhîd asmâ wa shifât adalah firman Allah l yang artinya,
Di antara ayat yang menghimpun tiga macam tauhid adalah firman Allah l yang artinya,
Penting untuk diketahui bahwa pembagian tauhid ke dalam tiga bagian sudah ada sejak zaman salafush shalih. Semua imam membicarakan pembagian tauhid ke dalam tiga bagian. Mereka sepakat dengan ahlus sunnah wal jama’ah. Tidak ada seorang pun dari kaum salaf yang mengingkari pembagian ini. Seandainya seluruh usia kita digunakan untuk meneliti kitab-kitab ahli ilmu, maka tidak akan kita temukan kaum salaf yang mengingkarinya. Justru akan kita dapatkan berbagai nash yang banyak dari mereka yang membicarakan pembagian tauhid ini dengan mengikuti al-Qur’an dan as-Sunnah. Berikut ini akan dikemukakan sebagian kecil saja: Imam Abu ‘Abdillah, ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Baththah al-‘Akbari (wafat tahun 387 H) berkata dalam kitabnya, “Al-Ibânah ‘an Syarî’atil Firqatin Nâjiyati wa Mujânabatil Firaqil Madzmûmah” (hal. 693, 694 dalam manuskripnya atau hal.150 dalam ringkasannya), “Penjelasannya: Sesungguhnya pokok-pokok keimanan kepada Allah l yang harus dijadikan keyakinan oleh makhluk dalam menetapkan keimanan ada tiga perkara”:
Kemudian Ibnu Baththah menerangkan kebathilan pendapat kaum Jahmiyyah yang meniadakan sifat-sifat Allah l. Musta’in Billah Mahasiswa Ilmu Kimia FMIPA UII
|