Pada tahun berapa negara republik indonesia membentuk partai politik pertama

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagai hak asasi manusia yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan kehidupan kebangsaan yang kuat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, demokratis, dan berdasarkan hukum.

Sejarah partai politik di Indonesia merupakan hal yang menarik untuk dipelajari. Partai politik di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada artikel ini akan dibahas perjalanan partai-partai politik di Indonesia dari zaman penjajahan Belanda hingga sekarang. Sejarah partai politik di Indonesia secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 periode. Ketiga periode tersebut yakni pada masa penjajahan Belanda, masa penjajahan Jepang, dan setelah kemerdekaan Indonesia. Penjelasan secara terperinci dari masing-masing ketiga periode tersebut penting untuk Anda ketahui.

Pada tahun 1908, berdirilah organisasi pergerakan nasional eksklusif untuk priyayi yang bernama Boedi Oetomo. Organisasi ini kemudia menjadi embrio pergerakan organisasi lainnya. Hal ini menyebabkan bermunculannya organisasi-organisasi kemerdekaan lainnya. Partai modern pertama yang secara tegas memperjuangkan Hindia bagi orang Hindia adalah organisasi Indische Partij (Desember 1912). Setelah itu berdirilah partai politik lainnya seperti ISDV (Indische Sosial Democratishe Vereniging) pada Mei 1914, Indische Katholike Partij pada November 1918, PKI (Mei 1920), PNI (Juli 1924), Partai Rakyat Indonesia (September 1930), Parindra (Januari 1931), Partai Indonesia (April 1931), dan Gerindo (Mei 1937). Organisasi tersebut berasal dari bermacam-macam ideologi seperti Islam, sekuler, nasionalis, dan komunis.

Pada 1939, Belanda membentuk dewan rakyat (Volksraad) yang merupakan badan seperti DPR. Oleh karena itu, pada tahun tersebut di Hindia Belanda sudah terdapat beberapa fraksi yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera (PPBB) di bawah Prawoto, dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin. Terdapat usaha untuk mengadalan gabungan dari partai-partai politik di luar Volksraad dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Terdapat Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A’laa Indonesia (MIAI), dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI) di dalam K.R.I.

Berbeda dengan masa penjajahan Belanda, selama Jepang berkuasa di Indonesia kegiatan partai politik dilarang. Namun, hal ini tidak berlaku untuk golongan Islam yang membentuk Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Sejarah Partai MASYUMI).

Pada masa setelah kemerdekaan, Moh. Hatta selaku Wakil Presiden RI mengeluarkan Maklumat No X tanggal 16 Oktober 1945. Hal ini menyebabkan banyak bermunculan partai di Indonesia. Inilah multisistem partai pertama di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Baca juga mengenai Makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Masa parlementer marak terjadi di Indonesia pada tahun 1950-1959 yang merupakan titik kejayaan partai politik di Indonesia. Muncul 4 partai besar yaitu Sejarah Partai PNI (Partai Nasional Indonesia), NU, Masyumi, dan Sejarah PKI, tetapi kabinet berjalan tidak mulus karena banyaknya partai politik pada masa parlementer. Kabinet yang sering berganti-ganti dan pembangunan yang gagal menyebabkan dikeluarkannya dekrit presiden pada 5 Juli 1959 yang menyatakan berakhirnya masa parlementer di Indonesia. Dekrit Presiden ini menjadi jalan keluar dari kemelut Konstituante yang gagal mencapai kata sepakat mengenai Dasar Negara.

Konstiuante merupakan hasil Pemilu 1955 yang melahirkan konfigurasi ideologis antara pendukung Pancasila sebagai dasar negara dan Islam sebagai dasar negara. Anggota Konstituante berjumlah 544 yang berasal dari 34 parpol. Pendukung Pancasila berjumlah 274, Islam 230, dan pendukung gagasan ideologi sosial-ekonomi 10. Selain sebagai respon atas kegagalan Konstituante, Dekrit ini juga mencerminkan kekecewaan yang luas mengenai perilaku partai politik selama periode Demokrasi Liberal (1945-1957). Setelah Dekrit, Presiden Soekarno mulai mengambil langkah penting kea rah penataan partai politik hingga dikeluarkannya Penpres No. 7 Tahun 1959 tentang syarat-syarat dan penyederhanaan kepartaian.

Hal ini juga diikuti oleh dikeluarkannya Penpres No.13 yang mengatur pengakuan, pengawasan, dan pembubaran beberapa partai. Karena keterlibatan sejumlah tokoh utamanya dalam pembentukan PRRI/Permesta maka PSI dan Masyumi dibubarkan melalui Kepres 128/61. Pengakuan diberikan kepada  partai politik yaitu PNI, NU, Partai Katolik, Partai Indonesia, Murba, PSII, IP-KI, dan PKI. Parkindo dan Perti diakui melalui Kepres 440/61. Melalui Kepres 129/61 partai PSSI Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo, dan Partai Rakyat Nasional Djodi Gondokusomo tidak diakui. Tanggal 14 April 1961 pemerintah mengeluarkan pengumuman yang hanya mengakui 10 parpol. Kesepuluh partai politik tersebut adalah PNI, NU, PKI, PSII, Parkindo, Partai Katolik, Perti, Murba, dan IPKI.

Hanya PKI yang secara efektif dapat menjalankan fungsinya sebagai parpol selama periode ini karena digunakan Soerkarno sebagai kekuatan penyeimbang AD yang sudah menjadi kekuatan politik yang utama. Berbagai permasalahan terjadi sehingga Soekarno membubarkan parleman pada 5 Maret 1960 karena adanya penolakan parlemen atas rencana anggaran yang diajukan pemerintah. Selanjutnya dibentuk DPR-GR pada Juli 1960 terlepas dari adanya penentangan sejumlah parpol dan tokoh yang mendirikan “liga demokrasi”. Liga Demokrasi terdiri dari Partai Katolik, Masyumi, PSI, dan IPKI yang mendapatkan dukungan TNI AD, Moh. Hatta, dan sejumlah tokoh PNI dan NU. DPR-GR memiliki anggota sebanyak 263 orang, yaitu 132 berasal dari golongan fungsional (7 wakil AD, 7 wakil AU dan AL, 5 polisi dan selebihnya dari organisasi seperti Sobsi, Gerwani, BTI, Sarpubri, Pemuda Rakyat, dan sebagainya).

Berakhirnya masa parlementer di Indonesia menandakan dimulainya sistem baru di negara ini, yaitu masa demokrasi terpimpin. Masa ini adalah masa dimana presiden sangat kuat yang terbukti dengan slogan NASAKOM-ya. Soekarno memperkuat tiga partai yaitu NU, PNI, dan PKI sebagai inti dari slogan tersebut. PKI saat itu paling menonjol karena menguasai mayoritas suara rakyat Indonesia. Namun setelah Peristiwa G30S/PKI, PKI dicap sebagai partai terlarang karena mencoba mengambil alih pemerintahan. Kudeta PKI diredam oleh Soeharto yang saat itu mendapat mandate berupa Supersemar untuk menumpas PKI dan krooni-kroninya.

Masa ini ditandai dengan Soeharto yang menggantikan Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia. Pada masa Orde Baru munculah organisasi non-partai yang bernama Golongan Karya. Golkar mendapat suara terbanyak mengalahkan NU, Parmusi, dan PNI pada Pemilu 1971.  Pada tahun 1973, Indonesia mulai menyederhanakan partai politik menjadi tiga yakni dua partai politik dan satu golongan. Partai beraliran nasionalis dan beberapa partai non-Islam yaitu PNI, IPKI, Murba, Parkindo, dan Partai Katolik dijadikan satu menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973.

Partai politik yang berideologi Islam yaitu NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI digabungkan menjadi Partai Perstauan Pembangunan (PPP) pada 5 Januari 1973. Satu golongan non-partai adalah Golkar yang merupakan penyokong Soeharto dalam menguasai Indonesia. Dua partai politik dan golongan karya mengikuti sejarah Pemilu di indonesia pada tahun 1977, 192, 1987, 1992, dan 1997. Rezim Orde Baru berakhir dengan pengunduran diri Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 karena diduga banyak melakukan Kolus, Korupsi, dan Nepotisme (KKN).

Setelah rezim Soeharto berhasil ditumbangkan, pemilu dengan sistem multi partai kembali terjadi di Indonesia. Sejak tahun 2004 hingga saat ini peserta Pemilihan Umum muncul tak terbendung. Fenomena ini adalah gambaran euphoria demokrasi Indonesia yang dulu sangat dikekang, tetapi kemudian dilepaskan begitu saja.

Selain banyaknya jumlah partai politik peserta Pemilu, perubahan yang menonjol adalah besarnya peran partai politik dalam pemerintahan. Keberadaan partai politik sangat erat dengan kiprah para elit politik, mengerahkan massa politik, dan semakin mengkristalnya kompetisi memperebutkan sumber daya politik. Keberadaan hakikat reformasi di Indonesia adalah terampilnya partisipasi penuh kekuatan, yaitu kekuatan-kekuatan masyarakat yang disalurkan melalui partai-partai politik sebagai pilar demokrasi.

Hal ini menyebabkan munculnya UU No. 2 Tahun 1999 yang selanjutnya disempurnakan dengan UU No. 31 Tahun 2002 yang memungkinkan lahirnya partai-partai baru di Indonesia. Namun dari sekian banyak partai yang muncul di era reformasi, hanya ada 5 partai yang memperoleh suara signifikan yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Anda dapat mengetahui sejarah partai-partai tersebut dengan membaca sejarah Partai Golkar, sejarah Partai PKB, dan sejarah Partai Amanat Nasional.

Kehadiran banyak partai diharapakan menjadi wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam kemajuan NKRI. Pasal 1 ayat 2 Amandemen UUD 1945 berisi bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi sepenuhnya dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilaksanakan menurut Kententuan UU No. 23. UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden Langsung disusun untuk menindaklanjuti Pasal 1 Ayat 2 Amandemen UUD 1945. Pada penjelasannya diuraikan bahwa salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan pemilihan umum baik untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD maupun untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang seluruhnya dilaksanakan menurut Undang-Undang sebagai perwujudan negara hukum dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung dinyatakan dalam Pasal 6A UUD 1945, yaitu “Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, dan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik gabungan-gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum pelaksanaan Pemilihan Umum”. Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan setiap 5 tahun sekali melalui pemilihan yang dilaksanakan secara LUBER serta JURDIL (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia serta Jujur dan Adil) yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang nasional, tetap, dan mandiri.

Inilah penjelasan mengenai sejarah partai politik di Indonesia. Selain sejarah partai politik, Anda juga perlu memahami sejarah pemilu di Dunia dari awal sampai sekarang. Semoga bermanfaat.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?