Pasukan yang membelot pada Perang Uhud dipimpin oleh

PERANG UHUD

Setelah bermusyawarah dengan para shahabat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan untuk menyambut serangan kaum kuffar Makkah dan sekitarnya diluar Madinah. Sebelum berangkat, Rasulullah membagi pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi tiga regu dan masing-masing diberi bendera. Bendera regu Muhajirin diserahkan kepada Mush’ab bin Umar Radhiyallahu anhu yang selanjutnya diganti oleh Ali bin Abu Thâlib setelah Mush’ab Radhiyallahu anhu wafat sebagai syahid di medan tempur, bendera Aus dibawa oleh Usaid bin Hudhair sementara satu bendera lagi yaitu bendera Khazraj dipercayakan kepada al Habbab bin al Mundzir Radhiyallahu anhu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan Madinah pada hari Jum’at disertai dengan seribu pasukan. Diantara mereka ada 100 orang yang mengenakan baju besi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pada saat itu mengenakan dua lapis baju besi.[1] Sebelum meninggalkan Madinah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan amanah kepada Abdullah bin Ummi Maktûm untuk mengimami shalat kaum muslimin di Madinah.

Ketika sudah melewati bukit Wadâ’, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat sekelompok orang yang bersenjata lengkap. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Siapa mereka ?” Para shahabat menjawab : “Itu adalah Abdullah bin Ubay ibnu Salul beserta teman-temannya orang-orang Yahudi Bani Qainuqâ’, kelompoknya Abdullah bin Salam yang berjumlah enam ratus. Mereka” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi : “Apakah mereka sudah memeluk agama Islam ?” Para shahabat menjawab : “Tidak, wahai Rasulullah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Suruhlah mereka pulang ! kita tidak akan minta bantuan kepada orang-orang musyrik dalam rangka menghadapi orang-orang musyrik juga.”[2] Jika riwayat ini benar, berarti pengusiran terhadap Bani Qainuqâ’ itu terjadi setelah perang Uhud.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum Muslimin melanjutkan perjalanan. Ketika sampai di as-Syauth (nama tempat), tokoh munafik Abdullah bin Ubay ibnu Salul diikuti oleh tiga ratus munafik lainnya membelot, kembali dan tidak mau ikut berperang. Mereka beralasan bahwa peperangan tidak akan terjadi. Pembelotan ini juga sebagai bentuk protes terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memutuskan untuk menyambut kedatangan musuh di luar Madinah.[3] Dalam merespon tindakan buruk yang dilakukan orang-orang munafik ini, para shahabat terbagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok memandang agar kaum muslimin menyerang dan memberi pelajaran kepada orang-orang munafik ini sementara satu kelompok lagi memandang tidak perlu menyerang mereka. lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan firman-Nya :

وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Maka mengapa kalian (terpecah) menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah Telah membalikkan mereka kepada kekafiran, disebabkan usaha mereka sendiri ? [an-Nisa’/4:88][4]

Menyaksikan pembelotan Abdullah bin Ubay ibnu Salul ini, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu menyusul mereka hendak mengingatkan agar kembali dan bergabung dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam namun uapaya ini gagal dan mereka tetap menolak. Akhirnya, Abdullah bin ‘Amr bin Harâm Radhiyallahu anhu geram dan mengatakan : “Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kalian dari rahmat-Nya, wahai musuh-musuh Allah ! Allah Azza wa Jalla pasti akan menjadikan nabi-Nya tidak butuh pada kalian.” Isyarat tentang dialog ini terdapat dalam firman Allah Azza wa Jalla :

Baca Juga  Berdakwah Ke Thaif

وَمَا أَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ فَبِإِذْنِ اللَّهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِينَ﴿١٦٦﴾وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ نَافَقُوا ۚ وَقِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا قَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوِ ادْفَعُوا ۖ قَالُوا لَوْ نَعْلَمُ قِتَالًا لَاتَّبَعْنَاكُمْ ۗ هُمْ لِلْكُفْرِ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْهُمْ لِلْإِيمَانِ ۚ يَقُولُونَ بِأَفْوَاهِهِمْ مَا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ ۗ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يَكْتُمُونَ

Dan apa yang menimpa kalian pada hari bertemunya dua pasukan, maka (kekalahan) itu adalah dengan izin (takdir) Allah, dan agar Allah mengetahui siapa orang-orang yang beriman. Dan supaya Allah mengetahui siapa orang-orang yang munafik. Kepada mereka dikatakan: “Marilah berperang di jalan Allah atau pertahankanlah (dirimu)”. mereka berkata: “Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu” Pada hari itu, mereka lebih dekat kepada kekafiran dari pada keimanan. Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui dalam hatinya. Dan Allah lebih mengetahui apa yang mereka sembunyikan. [Ali Imrân/3:166-167][5]

Ketika itu, Bani salamah dari suku Khazraj dan Bani Hâritsah dari suku Aus hampir saja ikut mundur dan bergabung bersama orang-orang munafik, namun Allah Azza wa Jalla memberikan mereka keteguhan hati untuk tetap bertahan dengan kaum Muslimin. Tentang mereka ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

إِذْ هَمَّتْ طَائِفَتَانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلَا وَاللَّهُ وَلِيُّهُمَا ۗ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

Ketika dua golongan dari kalian ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong bagi kedua golongan itu. Karena itu hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal hanya kepada Allah [Ali Imrân/3:122][6]

Rasulullah beserta kaum Muslimin terus melanjutkan perjalanan. Ketika tiba di daerah Syaikhân[7] , mereka beristirahat dan bermalam disana. Disinilah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada beberapa pemuda untuk kembali dan tidak memperkenankan mereka ikut terjun ke medan tempur. Hal ini disebabkan karena usia mereka yang masih terlalu muda, yaitu masih berusia empat belas tahun kebawah. Diantara mereka yang disuruh pulang adalah Abdullah bin Umar, Zaid bin Tsâbit, Usâmah bin Zaid, Nu’mân bin Basyîr, Zaid bin Arqam, Barrâ’ bin ‘âzib dan lain-lain[8] , termasuk diantara yang ditolak oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma[9] . Jumlah anak-anak muda yang diperintahkan oleh Rasulullah untuk kembali ini sekitar 14 orang. Pada saat yang sama, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ijin kepada Raafi’ bin Khadiij Radhiyallahu anhu karena dia ahli memanah juga memberikan ijin kepada Samurah bin Jundub karena dia lebih kuat dibandingkan Raafi’. Saat itu, usia keduanya juga sudah lima belas tahun. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan ijin kepada mereka karena usia mereka yang sudah lima belas tahun, bukan karena kemampuan mereka.[10]

Baca Juga  Kisah Perang Badar

Pada malam ini, Dzakwân bin Abdil Qais senantiasa berjaga-jaga, bahkan ada yang mengatakan, beliau Radhiyallahu anhu tidak pernah meninggalkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

PELAJARAN DARI KISAH
Seorang pemimpin berhak untuk tidak memberikan ijin kepada anak-anak muda yang belum baligh dan tidak memiliki kemampuan untuk ikut berperang. Sebagaimana yang dilakukan Rasulullah terhadap Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma dan kawan-kawan beliau yang disuruh pulang karena masih terlalu belia.[11]

Maraji : – as-Siratun Nabawiyah fi mashaadiril Ashliyyah

– Fiqhus siyar min Zâdil Ma’âd

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XIII/1430H/2009. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. Disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitab al Mustadrak, 3/25 dan beliau rahimahullah menyatakan hadits ini shahih. Imam Dzahaby menyepakati hokum beliau t ini. (al Maghaziy, karya al-Waaqidi, 1/219) – lihat as-Siratun Nabawiyyah fi Dhau’il Mashadiril Ashliyyah, hlm. 382. [2]. Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d pada dua tempat. yang pertama (2/39) tanpa sanad dan yang kedua (2/48) dengan sanadnya dan riwayat kedua inilah yang kita bawakan ini. Namun dalam sanadnya ada beberapa catatan, karena perawinya yang bernama Ibnu Khadasy, orangnya jujur tapi terkadang salah; perawi yang bernama Muhammad bin Amr, orangnya jujur tapi memiliki catatan; serta Ibnul Mundzir orangnya maqbul. Sanad yang memiliki catatatan ini diperkuat oleh riwayat-riwayat lain (syawâhid dan mutaba’at). – lihat as-siratun nabawiyyah fi dhau’il mashadiril ashliyyah, hlm. 382. [3]. Kisah tentang orang-orang munafik yang membelot ini bisa didapatkan dalam shahih Bukhari, al-Fath, 15/232, hadits no. 4050. [4]. HR Imam Bukhari, al-Fath, 15/232, no. 4050, lihat riwayat-riwayat tentang masalah ini dalam tafsir at-Thabari. beliau rahimahullah juga membawakan riwayat lain tentang sebab turun ini. [5]. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishâq secara mursal (Ibnu Hisyâm, 3/93). [6]. Diriwayatkan oleh Imam Bukhâri, al-Fath,5/233, no. 4051 dan Imam Muslim, 4/1984, no. 2505 [7]. Dua bangunan yang pada zaman jahiliyah ditempati oleh dua orang tua buta. Sehingga kedua bangunan ini dikenal dengan nama syaikhaan (dua orang tua). [8]. Nama-nama mereka disebutkan oleh Ibnu Sayidin Nâs, ‘Uyûnul Atsar 2/7. [9]. HR Imam Bukhâri, al-Fath, 15/276, no. 4097 dan Imam Muslim, 3/1490, no. 1868 [10]. Fiqhus siyar min Zaadil Ma’ad, hlm. 179

[11]. Fiqhus siyar min Zaadil Ma’ad, hlm. 190

🔍 Bukti Syiah Sesat, Hadits Tentang Memilih Teman Dalam Islam, Zikir Pagi Dan Sore, Sejarah Salafi, Bacaan Doa Sujud Sahwi

Perang Uhud memberi pelajaran berharga bagi umat Muslim.

Republika/Fitriyan Zamzami

Perang Uhud, Ketika Kemenangan Nyaris Berpihak pada Muslimin. Suasana di kaki Gunung Uhud, Madinah. Rekahan tak jauh dari kaki gunung itu disebut sebagai tempat berlindung Rasulullah saat pasukan Muslim terdesak pada Perang Uhud.

Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Islam mencatat sejumlah peperangan yang menjadi bukti perjuangan Nabi Muhammad SAW dan kaum Muslimin kala itu. Salah satu peristiwa penting yang terjadi di masa Rasulullah SAW yang terjadi pada bulan Syawal adalah Perang Uhud.

Baca Juga

Perang ini terjadi pada bulan 10-15 tahun 3 Hijriyah. Sesuai namanya, Perang Uhud terjadi di kaki gunung Uhud. Uhud sendiri merupakan nama sebuah gunung yang terletak di sebelah utara kota Madinah dan sekitar tiga mil jarak dari kota itu.

Perang Uhud ini menjadi ajang balas dendam kekalahan kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar sebelumnya. Dengan demikian, pasukan kaum Musyrikin telah melakukan persiapan dengan matang untuk menyerang kaum Muslimin.

Seperti dinukilkan dari buku berjudul Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 3 oleh KH. Moenawar Chalil, disebutkan setidaknya lebih dari 3.000 tentara disiapkan, di antaranya 200 orang berkuda dengan bersenjata lengkap dan lainnya berkendaraan unta, dan 700 orang memakai baju besi.

Dipimpin oleh Abu Sufyan, tentara Musyrikin bergerak menuju Madinah sembari membawa tuhan mereka yang paling besar, yaitu Hubal dan diiringi perempuan-perempuan penyanyi. Sementara itu, dari kalangan kaum Muslimin, Rasulullah SAW mengerahkan setidaknya 1.000 tentara yang juga dipimpin olehnya langsung. 

Akan tetapi, sebanyak 300 orang yang merupakan orang-orang munafik mundur dan menarik diri dari peperangan. Golongan munafik tersebut dipimpin oleh Abdullah bin Ubay.

Dengan semangat ke medan perang, Nabi Muhammad SAW dan pasukan kaum Muslimin berangkat menuju Uhud pada waktu pagi, Sabtu tanggal 11 Syawal tahun ke-3 Hijriyah, dan kemudian pada petang hari itu juga mereka telah kembali ke Madinah. Namun, setelah dari Uhud tersebut dan kembali ke Madinah, Nabi SAW selanjutnya melakukan persiapan perang kembali.

Dalam pertempuran Uhud ini, pasukan kaum Muslimin terdesak dan mendapat kekalahan besar. Banyak di antara tentara Islam yang gugur dalam perang tersebut. 

Dalam kitab-kitab tarikh menurut riwayat Ibnu Hisyam dalam Sirahnya disebutkan, tentara kaum Muslimin yang gugur dalam Perang Uhud berjumlah sekitar 70 orang. Salah satu dari golongan muhajirin yang wafat sekaligus merupakan paman Nabi Muhammad SAW adalah Hamzah bin Abdul Muthalib. Para syuhada yang gugur dalam perang ini dikuburkan di lokasi perang di Gunung Uhud.

Bahkan, Nabi Muhammad SAW pun mengalami luka parah dari serangan musuh. Utbah bin Abi Waqqash melemparkan potongan besi dan mengenai muka Nabi hingga, wajah beliau terluka dan salah satu gigi depan beliau patah. 

Pipi Nabi SAW juga terkena lemparan dua potong besi yang berasal dari kaitan baju rantai oleh Abu Qam'ah. Kuatnya lemparan itu membuat besi masuk dan menembus ke bagian dalam pipi beliau. Melihat itu, Hathib bin Abi Balta'ah kemudian mengejar dan membunuh Utbah.

Tidak hanya itu, Abdullah bin Syihab juga melemparkan batu dengan keras ke arah Nabi SAW. Sehingga, dahinya luka parah dan giginya pecah masuk menembus daging bibir beliau. 

Abu Ubaidah bin Jarrah lantas berupaya mencabut dua potong besi dari kaitan baju rantai yang menembus pipi Nabi SAW, namun ketika besi itu dicabut, dua gigi Abu Ubaidah ikut tanggal. Para sahabat berupaya keras melindungi Nabi SAW dari serangan musuh.  

Secara jumlah dan alat perang, pasukan kaum Muslimin memang kalah dibandingkan dengan pasukan musyrikin Quraisy. Di samping itu, kekalahan ini juga disebabkan karena sebagian tentara Muslim menyalahi perintah Nabi SAW sebagai panglima perang.

Awalnya, kemenangan dalam Perang Uhud nyaris berpihak kepada kaum Muslimin. Kawasan Bukit Uhud yang bergunung-gunung memudahkan penyusunan strategi perang yang dilakukan Nabi SAW. Beliau menempatkan 50 orang pemanah andal di lereng-lereng gunung sebagai penyerang utama. Mereka diperintahkan agar tidak meninggalkan posisi mereka.

Pasukan yang membelot pada Perang Uhud dipimpin oleh

Jabal ruma adalah bukit yang dipercaya sebagai tempat pasukan pemanah Muslim saat Perang Uhud. Sejumlah orang mengunjungi dan naik ke Bukit atau Jabal Ruma. - (Syahruddin El-Fikri/Republika)

Dengan posisi itu, tentara Islam dapat menyerang pasukan Quraisy dengan mudah. Sebab, tentara kafir berlarian dan meninggalkan banyak harta serta senjata. Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab kekalahan kaum Muslim.

Rupanya, hal itu membuat pasukan Muslim lengah. Pasukan pemanah meninggalkan posisi mereka karena mengira perang telah berakhir. Sementara panglima pasukan berkuda Quraisy, Khalid Al-Walid, memanfaatkan kesempatan dalam kelengahan tentara Islam itu. 

Ia menyusun strategi dan berbalik menyerang pasukan pemanah Islam serta merebut harta yang ditinggalkan. Tentara Quraisy juga menyerang pasukan Islam dari arah belakang.

Akibatnya, pasukan Islam terpukul mundur. Kekalahan pada Perang Uhud ini menjadi pelajaran penting bagi kaum Muslimin agar senantiasa tunduk dan patuh pada perintah pimpinan.

Perang Uhud juga mencatat adanya keterlibatan kaum perempuan. Disebutkan, perempuan dari tentara kaum Muslimin ikut berperang dan membantu dalam mengambilkan air minum, menyediakan makanan, serta membuat obat-obatan bagi yang terluka. Di antara mereka adalah Aisyah (istri Nabi SAW), Fathimah (putri Nabi), Shafiyyah (ibu dari Zubair dan saudara Hamzah), Ummu Sulaim (ibu dari Anas). 

Pasukan yang membelot pada Perang Uhud dipimpin oleh

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...