Computational Thinking (CT) adalah sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran. CT memang memiliki peran penting dalam pengembangan aplikasi komputer, namun CT juga dapat digunakan untuk mendukung pemecahan masalah disemua disiplin ilmu, termasuk humaniora, matematika dan ilmu pengetahuan. Siswa yang belajar dimana CT diterapkan dalam kurikulum (proses pembelajaran) dapat mulai melihat hubungan antara mata pelajaran, serta antara kehidupan di dalam dengan di luar kelas. Berpikir komputasi adalah teknik pemecahan masalah yang sangat luas wilayah penerapannya. Tidak mengherankan bahwa memiliki kemampuan tersebut adalah sebuah keharusan bagi seseorang yang hidup pada abad ke dua puluh satu ini. Seperti juga bermain musik dan belajar bahasa asing, Computational Thinking melatih otak untuk terbiasa berfikir secara logis, terstruktur dan kreatif. Istilah CT pertama kali diperkenalkan oleh Seymour Papert pada tahun 1980 dan 1996. Di tahun 2014, pemerintah Inggris memasukkan materi pemrograman kedalam kurikulum sekolah dasar dan menengah, tujuannya bukan untuk mencetak pekerja software (programmer) secara massif tetapi untuk mengenalkan Computational Thinking (CT) sejak dini kepada siswa. Pemerintah Inggris percaya Computational Thinking (CT) dapat membuat siswa lebih cerdas dan membuat mereka lebih cepat memahami teknologi yang ada di sekitar mereka. Tidak hanya pemerintah inggris, di tahun yang sama lembaga non-profit dari Amerika Code.org menyelenggarakan beberapa acara untuk mempromosikan manfaat dari berlajar pemrograman. Mulai dariComputer Science Education Week untuk anak sekolah dan juga yang paling viral, Hour of Code. Program ini didukung oleh Bill Gates, Mark Zuckerberg, Jack Dorsey, Will.i.am dari Black Eyed Peas. Bahkan Google pun terlibat untuk memfasilitasi guru untuk dapat menguasai CT yang merupakan salah satu kecakapan abad 21 yang harus dikuasai oleh peserta didik melalui kursus online. Dibanyak negara CT mulai diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran, bahkan di beberapa negara untuk membantu dan mempercepat pengintegrasian dan penetrasi kearah Computational Thinking, mereka memasukan Computer Science (ICT) sebagai sebuah mata pelajaran wajib dalam kurikulum nasional mereka. Problem Based Learning (PBL) merupakan elemen penting dari Science, Technology, Engineering, dan Matematika (STEM) yang ada pada pendidikan kita. Bahkan kini tidak hanya STEM tapi sudah berkembang menjadi STEAM dimana huruf "A" mewakili "Arts / Seni". Karakteristik Berpikir Komputasi (CT) merumuskan masalah dengan menguraikan masalah tersebut ke segmen yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Strategi ini memungkinkan siswa untuk mengubah masalah yang kompleks menjadi beberapa prosedur atau langkah yang tidak hanya lebih mudah untuk dilaksanakan, akan tetapi juga menyediakan cara yang efisien untuk berpikir kreatif. Dalam pendidikan STEM, Berpikir Komputasi (CT) didefinisikan sebagai seperangkat keterampilan kognitif yang memungkinkan pendidik mengidentifikasi pola, memecahkan masalah selain kompleks menjadi langkah-langkah kecil, mengatur dan membuat serangkaian langkah untuk memberikan solusi, dan membangun representasi data melalui simulasi . Astronomi adalah merupakan sebuah disiplin ilmu (mata pelajaran) dimana Teleskop merupakan salah satu tools / alat untuk mengetahui dan menguasai ilmu Astronomi. TIK adalah merupakan keahlian/skill sekaligus tools/alat, sedangkan Computer Science adalah sebuah mata pelajaran (disiplin ilmu) ilmu tersendiri dimana programing sebagai tools/alat untuk memahaminya. Lulusan Ilmu bahasa English, Mathematic, Biology dll mungkin karirnya terbatas hanya pada bidang yang berhubungan dengan jurusannya tersebut, sedangkan lulusan Computer Science dapat berkarier dibanyak bidang seperti farmasi, hukum, wirausaha, politik, dan segala jenis ilmu pengetahuan serta enginering, bahkan dibidang seni sekalipun. Kini Computer Science sebagai bagian dari STEM/STEAM sudah di laksanakan dibanyak negara sebagi sebuah mata pelajaran wajib, bagaimana dengan Indonesia ? Kita berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dapat segera menerapkan Computer Science di Kurikulum Nasional kita untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dan bersaing serta menjadi pemimpin di Abad 21 ini. Apa itu Computational Thinking (CT)? CT adalah metode berpikir yang dipakai programmer ketika menulis program. Beberapa metode ini antara lain :
Karakteristik berpikir komputasi adalah:
Contoh Computational Thinking (CT) : Bagaimanakah(orgenazing/pengorganisasian) cara mengenali dan mengklasifikasikan organisme secara efektif dan efesien ?
Berapakah banyak pertanyaan yang harus anda ajukan kepada saya, sehingga anda mampu menebak dengan yakin Spesis / organisme yang terfikirkan oleh saya yang ada di bumi ini ? (Bisa saja anda menjawab 10, 12, 20 atau 25 pertanyaan. Seperti permainan “Siapa Dia ?”) Hal tersebut merupakan tantangan menarik namun bisa jadi sulit. Sebenarnya tantangan tersebut relatif mudah untuk dijawab ketika anda menerapkan Decomposition, yakni memecah data/proses/masalah menjadi data/proses/masalah yang lebih kecil. Misalnya : Organisme manakah yang ada di fikiran saya, coba tebak ?
Anda dapat menebak nama organisme yang ada di fikiran saya dengan mengajukan hanya 3 (tiga) pertanyaan tersebut dari 8 kemungkinan jawaban. Jawabannya adalah Harimau. Berapakah banyak pertanyaan yang diperlukan untuk menebak organisme mana yang saya fikirkan dari 16 organisme, jika setiap pertanyaan dapat membuang/menyingkirkan setengah pilihan yang ada ? Jika setiap pertanyaan dapat menyingkirkan/membuang setengah dari 16 organisme maka : - Pertanyaan pertama membuang 8 organisme, tersisa 8 organisme - Pertanyaan kedua membuang 4 organisme, tersisa 4 organisme - Pertanyaan ketiga membuang 2 organisme, tersisa 2 organisme - Pertanyaan pertama membuang 1 organisme, tersisa 1 organisme Jadi untuk memilih 1 dari 16 organisme diperlukan 4 pertanyaan. Selanjutnya berapakah pertanyaan yang diperlukan jika terdapat 32 organisme ? Ya jawabannya adalah 5. Berikut Pola yang terbentuk :
Ketika Anda melihat data dari beberapa percobaan tersebut akan sangat membantu untuk mengenali jika ada pola / tren untuk menentukan apa penyebab atau prinsip yang digunakan. Dengan asumsi ada sekitar 8 miliar spesies di Bumi. Berapa banyak pertanyaan yang diperlukan, dengan setiap pertanyaan menghilangkan sekitar setengah dari pilihan, dapatkah anda menebak spesies yang saya fikirkan ? Ini akan membutuhkan sekitar 33 pertanyaan., Yang tampaknya seperti jumlah yang relatif kecil pertanyaan untuk dapat menebak dengan benar dari miliaran kemungkinan. 20 pertanyaan permainan berpotensi bisa menebak dari lebih dari 1 juta kemungkinan, yang harus lebih dari cukup untuk sebagian besar benda. Anda mungkin sudah tahu sekarang bahwa Anda dapat mengetahui berapa banyak pertanyaan yang Anda butuhkan dengan menghitung log2 dari semua kemungkinan atau dengan menghitung apa kekuatan 2 diperlukan untuk sama dengan jumlah kemungkinan: 24 = 16, 25 = 32,. .., 233 ≈ 8,5 miliar. Kemampuan untuk menggeneralisasi pola yang ditemukan melalui eksperimen menjadi umum aturan, persamaan, atau hukum dikenal sebagai abstraksi Contoh Computational Thinking (CT) : Bagaimanakah membuat “Browniz” yang lezat sebanyak 100 box dengan efektif dan efesien ?
Misalnya memecah struktur komponen dasar pembentuk Browniz menjadi Tepung, Telur, Gula, Mentega, Coklat, Susu, Keju, Backing Powder, Air. Misalnya memecah proses dasar pembuatan Browniz menjadi Penyiapan Bahan, Pencampuran Adonan, Pengembangan Adonan (emulsi), Memasak/Memanggang, Toping/Rias, Packing/Pengepakan
Misalnya mengenali pola dan proses pembuatan 1 box kue Browniz yang dimulai dari tahap Persiapan hingga Packing memerlukan waktu 60 menit dengan menggunakan 1 unit oven. 60 menit = 1 Box atau 1 jam = 1 Box
Misalnya dengan melihat dan mengidentifikasi pola pembuatan browniz secara umum. Jika dalam 1 jam dengan 1 unit oven/pemanggang diperoleh 1 box browniz maka perlu 100 jam (4,16 hari) untuk menghasilkan 100 box browniz. Tentu tidak efektif dan efesien ! Karena proses pembuatan browniz ini merupakan proses yang berulang maka kita dapat melakukan generalisasi bahwa proses ini tidah harus menunggu semua proses selesai baru dilakukan dari awal. Dengan kata lain, saat kue browniz sudah masuk oven, kita dapat melakukan proses pembuatan adonan kembali tanpa harus menunggu hingga semua proses dilaksanakan. Dengan demikian 60 menit >= 3 Box atau 1 jam >= 3 Box Sehingga untuk menghasilkan 100 box browniz dengan 1 unit oven diperlukan waktu 33 jam atau 1,3 hari. Pertanyaan selanjutnya bagaimana jika kita sediakan 2 buah oven, maka jawabnya kita hanya memerlukan waktu 16,5 jam untuk menghasilkan 100 box Browniz. Bagaimana bentuk persamaan matematikanya ? Bagaimana nilai ekonomis dan break even pointnya ? Bagaimana suhu oven yang paling baik ? Bahan (kimia/alami) pengembang adonan yang paling baik dan efektif ?
Rumusnya sederhana (Versi Googler) : Dasarnya Ilmu untuk anak-anak kita adalah Membaca, Menulis dan Berhitung plus Komputasi (bukan komputer), Matematika itu adalah "X for all X". Am I right ? |