Perubahan yang paling mendasar dari masa bercocok tanam dibandingkan dengan masa sebelumnya adalah

tirto.id - Pada masa bercocok tanaman, manusia sudah mulai bertempat tinggal secara menetap dan hidup lebih teratur dalam bentuk kelompok-kelompok. Selain itu, sudah muncul perkampungan masyarakat kecil yang membentuk sebuah organisasi yang memiliki kepala suku dan bersifat menetap.

Masyarakat masa bercocok tanaman terjadi setelah masa berburu dan mengumpulkan makanan. Pada masa masyarakat bercocok tanam tingkat awal terdapat masyarakat yang masih menetap sementara.

Dikutip dari buku Rekam Jejak Peradaban Indonesia (2017), Beberapa ciri-ciri yang dapat dilihat dan dipelajari dari masyarakat praaksara adalah fosil manusia, alat-alat kehidupan, fosil tumbuhan, dan fosil hewan.

Dikutip dari modul Sejarah Kelas X disusun oleh Irma Samrotul Fuadah (2020), ciri-ciri masyarakat pada masa bercocok tanam terdiri dari sistem kepercayaan, kehidupan sosial, budaya yang dihasilkan, sistem ekonomi yang digunakan, dan teknologi yang tersedia pada masa tersebut.

Sistem Kepercayaan di Masa Bercocok Tanam

Masyarakat pada masa bercocok tanaman sudah memiliki kepercayaan terhadap adanya hal gaib. Mereka juga melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan pohon yang rimbun serta menakutkan.

Zaman itu, bentuk menakutkan dan mengerikan dari sebuah pohon dianggap terjadi karena adanya kekuatan roh.

Selain itu, masyarakat pada masa bercocok tanam memuja batu besar, hewan besar, dan beberapa kekuatan alam seperti petir, topan, banjir, dan gunung meletus. Kepercayaan masyarakat pada masa bercocok tanam dibagi menjadi dua aliran sebagai berikut:

a. Animisme

Animisme merupakan kepercayaan kepada benda-benda tertentu. Masyarakat pada masa bercocok tanam percaya bahwa benda-benda tertentu yang dianggap didiami oleh roh-roh. Salah satu contoh kepercayaan ini adalah adanya bentuk kenduri panen untuk memanggil roh pertanian.

b. Dinamisme

Dinamisme merupakan kepercayaan kepada benda-benda gaib. Masyarakat masa bercocok tanam percaya bahwa benda-benda tertentu memiliki kekuatan gaib. Contoh dari kepercayaan dinamisme seperti adanya penghormatan kepada pohon, batu besar, gunung, dan jimat.

Di Indonesia sampai sekarang ini, masih terdapat beberapa masyarakat yang mempraktekan religi dan kepercayaan terhadap roh nenek moyang. Sebagai contoh Suku Dayak di Kalimantan yang masih mempraktekan ritual secara animisme dan dinamisme.

Kehidupan Sosial di Masa Bercocok Tanam

Beberapa kehidupan sosial yang menggambarkan masyarakat pada masa bercocok tanaman sebagai berikut:

a. Masyarakat masa bercocok tanam tingkat awal dikenal melakukan cocok tanam dengan sistem membersihkan hutan dan menanaminya. Kemudian, setelah lahan tidak subur mereka akan berpindah. Teknik tersebut dilakukan secara berulang-ulang dan sering disebut dengan cara bercocok tanam secara berhuma. Dalam masyarakat bercocok tanam tingkat lanjut, sudah mulai melakukan cocok tanam dengan lahan tetap.

b. Masyarakat pada masa bercocok tanam tinggal secara menetap di sekitar huma. Masyarakat sudah dapat mulai menguasai alam lingkungan dibuktikan dengan cara bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan.

c. Mulai terbentuk kelompok-kelompok perkampungan yang bersifat semi nomaden. Jumlah populasi penduduk meningkat dengan rata-rata usia 35 tahun.

d. Meningkatknya kegiatan masyarakat sehingga dibentuk peraturan untuk menjaga ketertiban. Selain itu dipilih seseorang sebagai pemimpin dengan kriteria berwibawa, kuat dan disegani dalam kelompok.

e. Masyarakat pada masa bercocok tanam hidup dengan gotong royong dalam upaya memenuhi kebutuhannya.

Ciri Budaya di Masa Bercocok Tanam

Kebudayaan masyarakat pada masa bercocok tanam sangat berkembang dan semakin baik. Peninggalan masyarakat masa ini semakin banyak dan terbuat dari tanah liat, batu, dan tulang.

Beberapa peninggalan kebudayaan pada masa masyarakat bercocok tanam seperti beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan Megalitikum (menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, punden berundak, waruga, dan arca).

Sistem Ekonomi & Teknologi di Masa Bercocok Tanam

Pada masa bercocok tanam, ekonomi sudah mulai dilakukan secara mandiri dan tidak bergantung kepada alam.

Bidang pertanian dilakukan dengan membabat hutan dan semak belukar untuk ditanami tanaman yang dibutuhkan. Masyarakat bercocok tanam juga melakukan ternak hewan seperti ayam, kerbau, dan hewan lainnya.

Diperkiraan masyarakat masa bercocok tanam sudah melakukan kegiatan perdagangan menggunakan sistem barter (tukar barang) seperti hasil cocok tanam, kerajinan tangan, dan laut. Masyarakat pedalaman membutuhkan ikan dari laut yang dibawa masyarakat sekitar pantai untuk dibarter.

Sementara, pada masyarakat bercocok tanam, teknologi berkembang dan berevolusi dari kehidupan food gathering menuju food producing. Hal tersebut mempengaruhi kehidupan masyarakat pada masa tersebut secara besar-besaran.

Baca juga:

  • Mengenal Apa Itu Unsur & Bentuk-Bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup
  • Mengenal Faktor Pendorong Perubahan Sosial: Budaya Lain & Toleransi
  • Mengenal Apa Itu Ciri-Ciri & Fungsi Lembaga Sosial dalam Masyarakat

Baca juga artikel terkait SEJARAH atau tulisan menarik lainnya Syamsul Dwi Maarif
(tirto.id - sym/ulf)


Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Maria Ulfa
Kontributor: Syamsul Dwi Maarif

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Artikel Sejarah kelas X ini akan menjelaskan aspek kepercayaan masa praaksara.

Siapa yang pernah berkunjung ke museum? Museum merupakan salah satu tempat yang menampung sejarah dan budaya suatu bangsa. Di Indonesia terdapat banyak sekali  museum loh, salah satunya Museum Nasional Indonesia yang terletak di Jakarta. Museum Nasional Indonesia atau yang biasa disebut Museum Gajah adalah sebuah museum arkeologi, etnografi, geografi, dan sejarah. Di sana, terdapat beberapa artefak dan benda bersejarah lainnya; seperti taman arca, prasasti, peninggalan zaman praaksara; lumpung batu, batu bergores, arca megalitik, sarkofagus dan menhir.

Tahu nggak kenapa benda-benda tersebut diletakkan di sebuah museum? Yup! Agar kamu dan yang lainnya bisa melihat, mengetahui, dan mempelajari cerita ataupun nilai-nilai yang terkandung dalam benda tersebut. Nggak mungkin dong sebuah benda disimpan di museum tanpa memiliki cerita bersejarah di dalamnya hehehe.  

Benda-benda bersejarah juga memiliki pengaruh terhadap aspek kepercayaan pada masa praaksara. Hah? Kenapa bisa ya? Aspek kepercayaan merupakan hal yang mendasari munculnya sistem kepercayaan. Manusia pada masa praaksara mulai menyadari kepercayaan ketika mereka sadar kalo hidup bukan hanya untuk memenuhi dan mempertahankan kehidupan aja, tetapi ketika mereka mulai menemukan perbedaan antara hal-hal yang hidup dan yang mati.

Contohnya kayak sarkofagus, nih. Sarkofagus berfungsi sebagai peti mayat untuk manusia pada masa praaksara. Hal itu membuat masyarakat pada masa praaksara percaya bahwa sarkofagus memiliki kekuatan magis atau gaib. Begitu pula dengan benda bersejarah lainnya, mereka memiliki nilai yang sangat berpengaruh pada masanya.

Nah, ngomong-ngomong tentang kepercayaan. Kali ini kita akan membahas mengenai aspek kepercayaan pada kehidupan masa praaksara serta pengaruhnya pada sistem kepercayaan saat ini. Sudah nggak sabar ya?

Baiklah, simak baik-baik ya!

Kehidupan masyarakat masa berburu dan mengumpulkan makanan sangat sederhana dan hanya bergantung pada apa yang disediakan oleh alam. Di masa ini, manusia purba tinggal di alam terbuka secara berkelompok, tinggal di gua-gua, atau membuat tempat tinggal di atas pohon besar. Manusia yang tinggal di gua dikenal sebagai cavemen (orang gua).

Cavemen atau manusia yang tinggal di gua (sumber: timetoast.com)

Sistem kepercayaan manusia diperkirakan bermula pada masa ini, hal itu dibuktikan dengan ditemukannya lukisan-lukisan pada dinding gua, salah satunya di Sulawesi Selatan. Lukisan ini ada yang berbentuk cap tangan, ada pula yang berbentuk seekor babi rusa dengan panah di bagian jantungnya.

Lukisan cap tangan dan seekor babi di Gua Leang, Sulawesi Selatan (sumber: arkeologiindonesia.com)

Lukisan cap tangan dilambangkan sebagai sumber kekuatan dan simbol pelindung untuk mencegah roh-roh jahat sedangkan lukisan ini mengisyaratkan adanya kepercayaan terhadap roh nenek moyang pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Jadi, pada masa ini kepercayaan ditunjukkan dalam simbol-simbol tertentu.

Masa bercocok tanam terjadi ketika manusia mulai hidup menetap di suatu tempat. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dengan beternak hewan dan memanfaatkan hutan belukar untuk dijadikan ladang.

Pada masa ini, mereka mulai percaya kalo ada kehidupan baru setelah kematian. Oleh karena itu, masyarakat mengadakan upacara-upacara untuk menyenangkan hati roh nenek moyang yang telah meninggal. Pemujaan terhadap roh nenek moyang dilakukan melalui upacara penguburan, terutama jika mereka yang dianggap sebagai orang terkemuka oleh masyarakat. 

Pada upacara penguburan, jasad dibekali berbagai macam benda, seperti perhiasan, gerabah, dan benda yang dimiliki semasa hidupnya. Nah, benda-benda tersebut kemudian dikubur dalam satu tempat yang sama. Tujuannya agar perjalanan jasad ke kehidupan selanjutnya akan terjamin sebaik-baiknya. 

Menurut kepercayaan mereka, orang yang telah meninggal, lalu semasa hidupnya berjasa bagi masyarakat akan memiliki tempat khusus di akhirat, lho. Biasanya keluarga dan kerabat terdekat akan mengadakan pesta dan mendirikan batu-batu besar. Batu-batu tersebut dihias dengan ukiran atau lukisan yang melambangkan kehidupan roh semasa hidup.

Penempatan penguburan jasad dan batu-batu besar tersebut berupa dolmen, sarkofagus, kubur batu, menhir, dan kubur peti batu yang digunakan untuk sarana penyembahan. Hmm, kalo sekarang sih kayak nisan atau salib yang berguna sebagai penanda sebuah kuburan.

Dolmen (sumber: gurupendidikan.com)

Pada masa perundagian, manusia sudah mengenal cara mengolah logam. Kepercayaan masyarakat di masa perundagian nggak jauh berbeda dengan masa sebelumnya. Mereka masih melakukan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan memelihara hubungan dengan orang yang sudah meninggal. Nah, yang membedakan yaitu alat yang digunakan untuk praktik pemujaan. Di masa ini, benda yang digunakan terbuat dari bahan perunggu.

Perubahan yang paling mendasar dari masa bercocok tanam dibandingkan dengan masa sebelumnya adalah
Kapak perunggu untuk upacara (sumber: pembelajaramu.com)

Masyarakat melakukan penguburan sesuai dengan tingkatan sosial. Jadi, penguburan orang yang terpandang dan rakyat biasa tuh berbeda ya. Penguburan orang-orang terpandang selalu dibekali dengan barang mewah. Upacara yang dilakukan pun diarak oleh banyak orang. Hmm, sebaliknya nih, kalo yang meninggalnya rakyat biasa, upacaranya sederhana dan kuburan mereka nggak dibekali dengan barang-barang mewah. 

Upacara kematian menjadi hal yang penting di masa perundagian. Seiring berjalannya waktu, hal itu membuat sistem penguburan mengalami perkembangan dan menghasilkan situs arkeologi yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Nah, di masa perundagian ini terdapat dua pola penguburan, lho.

Mau tau apa aja? keep reading!

A. Sistem Penguburan Langsung (Primary Burial)

Sistem penguburan langsung dilakukan dengan cara mengubur langsung jasad ke dalam tempat yang sudah disiapkan. Penguburan langsung dilakukan di tempat arwah nenek moyang tinggal, lho. Jasad dikuburkan dengan posisi membujur, terlipat, atau jongkok. 

Oh iya, jasad pun membawa bekal, lho? Yup! Bekal kubur, seperti unggas dan anjing yang telah mati, periuk-periuk benda perunggu dan besi, manik-manik, dan perhiasan lain. Sistem penguburan ini pernah dilakukan di Sumatera, Bali, Sulawesi, Sumbawa, Sumba, dan Flores.

Perubahan yang paling mendasar dari masa bercocok tanam dibandingkan dengan masa sebelumnya adalah
Penguburan langsung (sumber: researchgate.net)

B. Sistem Penguburan Tidak Langsung (Secondary-burial)

Penguburan tidak langsung dilakukan dengan mengubur mayat lebih dahulu dalam tanah atau kadang-kadang dalam peti kayu yang dianggap sebagai kuburan. Kemudian dalam jangka waktu tertentu sebagian/seluruh tulang akan diambil untuk dikuburkan kembali di tempat yang disediakan. Jadi, sistem penguburan sekunder ini menguburkan kembali tulang ke dalam sebuah wadah kubur yang terbuat dari batu, yaitu tempayan.

Perubahan yang paling mendasar dari masa bercocok tanam dibandingkan dengan masa sebelumnya adalah
Tempayan batu (sumber: munas.kemdikbud.go.id)

Nah, sebelumnya kan sudah dijelaskan bahwa upacara penguburan terjadi di masa berburu dan bercocok tanam dan masa perundagian. Kamu tahu nggak, seiring berjalannya waktu, upacara ritual kepercayaan mengalami perkembangan, lho. Mereka tidak hanya melakukan upacara yang berkaitan dengan leluhur, tetapi dengan mata pencaharian yang mereka lakukan. Misalnya, upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai yaitu penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran hidupnya. Di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.

Itulah aspek kepercayaan pada masa praaksara. Aspek-aspek tersebutlah yang menyebabkan munculnya sistem kepercayaan dan memberi pengaruh pada kepercayaan saat ini. Banyak masyarakat yang melakukan tradisi penyembahan pada roh nenek moyang, melakukan upacara adat nelayan dan pertanian. Tradisi ini tersebar luas di daerah Asia Tenggara dan sampai sekarang masih dipertahankan dan dipraktikan oleh masyarakat suku tradisional di Indonesia. Keren kan? Masa praaksara turut mewarnai sejarah di Indonesia.

Wow! Gimana nih teman-teman sejarah? Menarik sekali ya materi kali ini, dengan mengetahui aspek-aspek kepercayaan pada masa praaksara tadi, kita jadi tahu nih bahwa manusia mengalami proses berpikir dan berkembang dari waktu ke waktu. Nah, supaya lebih paham, kamu bisa mengunjungi museum-museum yang menyimpan cerita sejarah Indonesia di zaman masa praaksara. Selain itu, kamu juga bisa menonton video beranimasi dari ruangbelajar agar tahu lebih lanjut penjelasan lengkapnya.

Sumber Referensi

Gunawan, Restu dkk. 2017. Sejarah Indonesia Kelas X Edisi Revisi. 2017: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Sumber foto

Caveman atau manusia yang tinggal di gua. Tautan: https://www.timetoast.com/timelines/history-of-the-clothes-05a4b2d2-ddee-49e5-b5fe-f0b17e203defLukisan cap tangan dan seekor babi di Gua Leang. Tautan: https://www.arkeologiindonesia.com/2019/02/kompleks-makam-purbakala-sumpang-bitta.html#moreDolmen. Tautan: https://www.gurupendidikan.co.id/zaman-megalitikum/Kapak perunggu. Tautan: https://www.pembelajaranmu.com/2017/07/periodisasi-praaksara-berdasarkan-masa_24.htmlPenguburan langsung (primary burial). Tautan: https://www.researchgate.net/publication/321025465_Catalhoyuk_Research_Project_Human_Remains_Report_2017Tempayan batu.

Tautan: munas.kemendikbud.go.id