Pesan moral yang terkandung dalam cerita Mahabharata

Om swastyastu

Makalah nilai-nilai moral atau agama dan pendidikan dalam cerita atau kitab Mahabharta

                                BAB I
                       PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Umat Hindu umumnya tidak asing lagi dengan istilah Kali Yuga. Kata Kali sendiri berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti keadaan yang penuh dengan pertentangan, perkelahian, percekcokan, bahkan pembunuhan yang dipicu oleh kecurigaan, ketidakadilan, kebohongan dengan kekerasan, di mana kejujuran sudah tidak ada tempatnya dan tersingkirkan. (Mertha, 2009 :1). Kali Yuga sendiri merupakan salah satu bagian dari pembagian jaman menurut Agama Hindu. Dalam susastra Purana, khususnya Brahmanda Purana dijelaskan tentang pembagian jaman yang dimaksud. Terdapat 4 pembagian jaman dalam hal ini yaitu Krta Yuga, Treta Yuga, Dvapara Yuga, dan Kali Yuga. Krta Yuga ditandai dengan keadaan manusia yang mengutamakan tapa, yoga sebagai medium bhakti kepada dewata dan leluhur. Pada Treta Yuga mulai dirasakan ketidakserasian Dharma dalam Weda, mulai dituliskannya kitab suci Weda, dan struktur masyarakat ditegakkan dalam konsep Varnasramadharma. Dvaparayuga ditandai dengan terjadinya kemunduran dan kekacauan kehidupan sosial, agama dan berbagai kondisi menuju kehancuran, setiap orang menginginkan kemasyuran dan kejayaan dengan jalan yang tidak benar, serta cenderung melakukan upacara-upacara agama yang besar. Memasuki jaman Kali sangat  jelas terlihat bahwa Dharma sudah kehilangan jatidirinya sehinga banyak uat manusia yang prilakunya melenceng dari ajaran dharma. Jaman ini ditandai dengan prilaku umat manusia, baik itu laki-laki dan perempuan kehilangan sifat mulianya, para edagang dan politisi akan melakukan pekerjaan yang kotor, para pandita akan jatuh dan hidup dengan orang-orang hina. Para pekerja akan menjadi pemimpin seperti pandita, para pemimpin dan politisi mestinya melindungi masyarakat, malahan menjadi perampok rakyat (Sandhi dan Pudja, 1980 : 192-193). Berangkat dari pemikiran tersebut dan dengan mengamati fenomena yang berkembang dewasa ini, dapat ditarik suatu kesimpulan sederhana bahwa kehidupan umat manusia saat ini memang lebih banyak didominasi oleh sifat-sifat adharma. Tindakan kejahatan terjadi dimana-mana, pembunuhan, pencurian, pemerkosaan, penggelapan pajak, korupsi, perusakan fasilitas umum, tawuran pelajar, bakan tidak jarang pelaku tersebut merupakan orang yang seharusnya menjadi teladan masyarakat. Sekilas memang tampak adanya hubungan antara Kali Yuga dengan keadaan umat manusia saat ini, namun perlu digaris bawahi apa sesungguhnya yang menjadi faktor degradasi moral tersebut. Umat manusia di jaman Kali cenderung terikat kepada hal-hal keduniawian yang menjanjikan kebahagiaan jasmani semata, dan menegesampingkan kebahagiaan rohani. Umat manusia sudah mulai melupakan dan bahkan meninggalkan dharma, hal itu tercermin dalam prilaku yang melanggar norma serta hukum yang berlaku, dengan mudahnya berbuat dosa tanpa memikirkan akibat yang akan ditimbulkan dari perbuatannya tersebut. Hukum sudah kehilangan kekuatannya, karena hanya dijadikan sebatas wacana, tanpa adanya idealisme dala penerapannya. Para pemimpin yang seharusnya melindungi rakyat, justru menjadi perampok hak-hak rakyat, politisi melakukan tindakan atau pekerjaan yang kotor, anak sudah tidak hormat lagi kepada orang tua dan guru di sekolah, dan pergaulan bebas merupakan beberapa gambaran kehidupan masyarakat di jaman Kali. Sesungguhnya Agama Hindu telah mengajarkan umatnya untuk selalu berjalan di atas jalan dharma (kebenaran). Salah satu ajaran Agama Hindu yang mampu menuntun umatnya ke arah yang baik dan benar adalaha ajaran tentang etika dan moralitas. Dasar etika dan moralitas Hindu itu sendiri adalah bersumber dari adanya keyakinan yang mendalam terhadap adanya kelahiran kembali atau perpindahan roh yang merupakan rangkaian ajaran Karma Phala, yang mengajarkan bahwa setiap perbuatan baik atau buruk akan mendapatkan pahala, bukan hanya sorga atau neraka, tetapi juga menjelma berulang-ulang dengan mengenakan berbagai badan, dari badan yang suci seperti devata yang agung atau menjadi serangga atau tumbuh-tumbuhan, dan bahkan menjadi batu (Titib, 2004 : 281). Ajaran tentang Karma Phala banyak tertuang di dalam kitab-kitab suci maupun susastra Agama Hindu di antaranya Bhagavad Gita, Manava Dharmasastra, Sarasamuccaya, Slokantara, Itihasa dan Purana.

1.2.  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka beberapa permasalahan yang dapat  dirumusakan adalah sebagai berikut : 1.      Apakah Nilai Moral atau Agama dan Pendidikan yang terkandung dalam Kitab Mahabrata?

1.3.  Manfaat Penelitian


Mengetahui Nilai Moral atau Agama dan Pendidikan yang terkandung dalam Kitab Mahabrata.

                             BAB II
                     PEMBAHASAN Kitab Mahabharata disusun dalam bentuk parwa yang jumlahnya 18 buah(18 parwa), oleh karena itu di dalam uastra Jawa Kuno, Mahabharata juga disebut Auppadauaparva (Sanghyang Auupadauaparva) yang merupakan karya seorang Maharsi bernama Veda Vyasa seperti telah disebutkan di depan. Kitab ini juga sering disebut sebagai Mahabharata yuddha atau disingkat Bharatayuddha, yakni cerita tentang keluarga besar keturunan Maharaja Bharata yang kemudian menurunkan dua keluarga yang saling bermusuhan, yakni Pandawa dan Kaurawa. Pandawa merupakan putra lima bersaudara Maharaja Pandawa yang meninggal dunia karena kutukan akibat membunuh sepasang kijang yang sedang bercengkrama yang ternyata adalah siluman dua orang pandita. Saat itu usia Pandawa masih kanak-kanak, maka tahta diwakili kerajaan oleh Maharaja Dhasarata kakak dari Maharaja Pandawa yang karena menderita cacat mata (buta) menurut ketentuan hukum, seseorang yang cacat demikian tidak boleh menduduki tahta kerajaan. Putra-putra  Dhasarata sebanyak 100 orang sebagai penerus dinasti Kuru disebut Kaurava. Sejak kanak-kanak para Kaurava sudah memperlihatkan sifat-sifat jahatnya dan selalu irihati kepada saudara misannya Pandawa tersebut. Prabhu Dhasarata rupanya sangat kesulitan mendidik dan mengatasi karakter anak-anaknya tersebut, terlebih lagi kelicikan pamannya Sakuni sangat mempengaruhi Kaurava sehingga ketika sudah dewasa dengan kelicikannya pula ingin merebut tahta yang mestinya jatuh ke tangan Pandawa. Dengan berbagai tipudaya Kaurava berusaha mengalahkan Pandawa dan puncak dari konflik yang berkepanjangan tersebut meletuslah perang besar selama 18 hari dengan memakan korban 100 orang Kaurava bersaudara tewas di medan perang Kuruksetra. Kitab Mahabharata berakhir ketika Yudistira mencapai sorga dan bertemu kembali dengan saudara-saudaranya di sana. Secara garis besar, cerita Mahabarata bercerita mengenai kehidupan Prabu Santanu atau Sentanu (Çantanu). Dia adalah seorang raja keturunan keluarga Kuru yang menjadi raja kerajaan Barata. Dia mempunyai permaisuri bernama Dewi Gangga, dan berputra Bisma. Isi epos Mahabarata secara garis besar mengisahkan kehidupan Santanu (Çantanu) seorang raja yang perkasa keturunan keluarga Kuru dan bertakhta di kerajaan Barata. Bersama permaisurinya Dewi Gangga, mereka dikaruniai seorang putra bernama Bisma. Pada suatu hari Çantanu jatuh cinta pada seorang anak raja nelayan bernama Setyawati. Namun ayahanda Setyawati hanya mau memberikan putrinya jika Çantanu kelak mau menobatkan anaknya dari Setyawati sebagai putra mahkota pewaris takhta dan bukannya Bisma. Karena syarat yang berat ini Çantanu terus bersedih. Melihat hal ini, Bisma yang tahu mengapa ayahnya demikian, merelakan haknya atas takhta di Barata diserahkan kepada putra yang kelak lahir dari Setyawati. Bahkan Bisma berjanji tidak akan menuntut itu kapan pun dan berjanji tidak akan menikah agar kelak tidak mendapat anak untuk mewarisi takhta Çantanu. Perkawinan Çantanu dan Setyawati melahirkan dua orang putra masing-masing Citranggada dan Wicitrawirya. Namun kedua putra ini meninggal dalam pertempuran tanpa meninggalkan keturunan. Karena takut punahnya keturunan raja, Setyawati memohon kepada Bisma agar menikah dengan dua mantan menantunya yang ditinggal mati oleh Wicitrawirya, masing-masing Ambika dan Ambalika. Namun permintaan ini ditolak Bisma mengingat sumpahnya untuk tidak menikah. Akhirnya Setyawati meminta kepada Wiyasa, anaknya dari perkawinan yang lain, untuk menikah dengan Ambika dan Ambalika. Perkawinan dengan Ambika melahirkan Destarasta dan dengan Ambalika melahirkan Pandu. Destarasta lalu menikah dengan Gandari dan melahirkan seratus orang anak, sedangkan Pandu menikahi Kunti dan Madrim tapi tidak mendapat anak. Nanti ketika Kunti dan Madrim kawin dengan dewa-dewa, Kunti melahirkan 3 orang anak masing dengan dewa Darma lahirlah Yudistira, dengan dewa Bayu lahir Werkodara atau Bima dan dengan dewa Indra lahirlah Arjuna. Sedangkan Madri yang menikah dengan dewa kembar Aҫwin, lahir anak kembar bernama Nakula dan Sadewa.

Selanjutnya, keturunan-keturuan itu dibagi dua yakni keturunan Destarasta disebut Kaum Kurawa sedangkan keturunan Pandu disebut kaum Pandawa.

Sebenarnya Destarasta berhak mewarisi takhta ayahnya, tapi karena ia buta sejak lahir, maka takhta itu kemudian diberikan kepada Pandu. Hal ini pada kemudian hari menjadi sumber bencana antara kaum Pandawa dan Kurawa dalam memperebutkan takhta sampai berlarut-larut, hingga akhirnya pecah perang dahsyat yang disebut Baratayuda yang berarti peperangan memperebutkan kerajaan Barata.

Peperangan diawali dengan aksi judi dimana kaum Pandawa kalah. Kekalahan ini menyebabkan mereka harus mengembara di hutan belantara selama dua belas tahun. Setelah itu, pada tahun ke-13 sesuai perjanjian dengan Kurawa, para Pandawa harus menyembunyikan diri di tempat tertentu. Namun para Pandawa memutuskan untuk bersembunyi di istana raja Matsyapati. Pada tahun berikutnya, para Pandawa keluar dari persembunyian dan memperlihatkan diri di muka umum lalu menuntut hak mereka kepada Kurawa. Namun tuntutan mereka tidak dipenuhi Kurawa hingga terjadi perang 18 hari yang menyebabkan lenyapnya kaum Kurawa. Dengan demikian, kaum Pandawa dengan leluasa mengambil alih kekuasaan di Barata. Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Astadasaparwa diantaranya adalah: Nilai ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci). Nilai-nilai ini kiranya ada manfaatnya untuk direnungkan dalam kehidupan dewasa ini. Pertama, Nilai Dharma (kebenaran hakiki) , inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara saudara sepupu (Pandawa melawan seratus Korawa) keturunan Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut juga Maha-bharatayuddha. Konflik antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh Panca Pandawa) dengan Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh Seratus Korawa. Dharma merupakan kebajikan tertinggi yang senantiasa diketengahkan dalam cerita Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan, menyenangkan hati diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama dan utama Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya. Panca Pandawa dalam menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan akan melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan. Sebagaimana yang dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. " Satyam ewa jayate " (hanya kebenaran yang menang). Kedua, nilai kesetiaan (satya) , cerita Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya) yang diwakili oleh Yudhistira sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu adalah: Pertama, satya wacana artinya setia atau jujur dalam berkata-kata, tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan. Kedua, satya hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya setia dan jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Keempat, satya mitra, artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima, satya semaya, artinya setia kepada janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran. Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh virus ketidakjujuran. Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang-ambing oleh gerakan panca indria. Orang yang tidak jujur sulit mendapat kepercayaan dari lingkungannya dan Tuhan pun tidak merestui. Ketiga, nilai pendidikan, sistem Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata lebih menekankan pada penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Artinya seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan kemampuan masing-masing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima yang memiliki tubuh kekar dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang senjata panah, dididik menjadi ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di bidangnya masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci dalam proses belajar mengajar. Keempat, nilai yajna (koban suci dan keiklasan) , bermacam-macam yajna dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda, yajna dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna untuk kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama adalah pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam). Kegiatan upacara agama dan dharma sadhana lainnya sesungguhnya adalah usaha peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyebutkan.:

"Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)"

Adapun Nilai Pendidikan Hindu yang terkandung dalam Kitab Mahabharata. yakni, Satya Wacana dan Satya Semaya Bhisma yang menjalankan Sukla Brahmacari sesuai dengan janji yang pernah diucapkannya. Dharma Agama dan Dharma Negara Drona dan Bhisma yang mati-matian membela Negara. Arjuna dan Pandawa lainnya yang berperang untuk menegakan keadilan. Lobha Duryodana ingin menguasai Astina sepenuhnya, sampai Indraprasta pun ingin dikuasai. Moha Arjuna yang kebingungan dalam peperangan Guru bhakti

Pandawa tetap menghormati gurunya walaupun dalam medan peperangan. Karna yang memotong ibu jarinya dipersembahkan untuk menghormati gurunya Drona

                              BAB III
                        KESIMPULAN

3.1  Kesimpulan
Dengan adanya makalah ini penulis generasi penerus atau siswa mampu memahami arti dari kitab Mahabrata. Begitu banyak nilai yang kita dapatkan dari Kitab tersebut.dengan membacanya kita bisa memahami betapa sulitnya menjalani hidup terdahulu maupun yang sekarang. Dengan demikian memahami isi kitab ini kita bisa mengendalikan diri dan melangkah lebih baik di hari esok.

3.2  Saran
Penulis menyarankan walaupun kita sekarang berada pada kondisi yang berbeda dari cerita yang dimuat pada Kitab Mahabrata. Kita harus mampu mengikuti kemampuan-kemampuan mereka yang semangat menjalani hidup ini.

Terimakasih...
Om Santih santih santih Om

BANTEN PRAYASCITA om swastyastu            Isi dari postingan kali ini merupakan tugas mata kuliah Upakara yang sengaja penulis posting untuk membiasakan budaya berbagi. Siapa tahu ada di antara kita yang membutuhkan informasi tentang bagaimanakah Banten Prayascita itu. Oke, langsung saja!          Dalam masyarakat hindu bali, banten merupakan  salah satu komponen penting dalam kehidupan mereka ibaratnya masyarakat hindu menggunakan banten seperti mereka menggunakan  udara untuk bernafas. Banten memiliki arti sebagai  persembahan  serta sarana bagi umat Hindu Bali sebagai rasa bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas dasar tulus ikhlas, perwujudan cinta kasih, serta tidak lupa untuk mewujudkan rasa terima kasih atas semua anugerah yang telah di limpahkan-Nya. 2.1 Banten Prayascita             Memiliki susunan sarana-sarana (tetandingan) yang merupakan simbol-simbol yang sarat denngan makna religius. Seperti halnya dalam banten prayascita.            

Halo Semua Apa Kabar? Kesempatan kali ini, saya akan memberikan informasi tentang tutorial memakai pakaian adat atau kamen yang baik dan benar untuk acara atau karya di pura. Kalian langsung saja menuju ke video tutorialnya Disini 👉  Video Tutorial  atau langsung tonton videonya di bawah ini👇 Oke sekian dan terimakasih. Semoga bermanfaat.