Prinsip-prinsip latihan yang menyebabkan organ tubuh akan menyesuaikan terhadap perubahan adalah

Jawaban:

Latihan olahraga merupakan suatu latihan dalam upaya untuk meningkatkan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan tubuh secara optimal ketika berolahraga. Agar latihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip latihan. Menurut Fox, Bowers & Foss (1988:288), prinsip dasar dalam program latihan adalah mengetahui sistem energi utama yang dipakai untuk melakukan suatu aktivitas dan melalui prinsip beban berlebih (overload) untuk menyusun satu program latihan yang akan mengembangkan sistem energi yang bersifat khusus pada cabang olahraga.

a)      Prinsip Kekhususan (Specificty)

Latihan  bertujuan untuk mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan harus bersifat khusus, yaitu khusus mengembangkan kemampuan tubuh sesuai dengan tuntutan dalam cabang olahraga yang akan dikembangkan. Kekhususan dalam hal ini adalah spesifik terhadap sistem energi utama, spesifik terhadap kelompok otot yang dilatih, pola gerakan, sudut sendi dan jenis kontraksi otot

Menurut Bompa (1990:34) bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam prinsip kekhususan yaitu: (1) melakukan latihan-latihan khusus sesuai dengan karakteristik cabang olahraga, (2) melakukan latihan untuk mengembangkan kemampuan biomotorik khusus dalam olahraga. Soekarman (1987:60) mengemukakan bahwa latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan.

b)      Prinsip Beban-Lebih (The Overload Priciples)

Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan oleh atlet, Atlet harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada diatas ambang rangsang

Pemberian beban dimaksud agar tubuh beradaptasi dengan beban yang diberikan tersebut, jika itu sudah terjadi maka beban harus terus ditambah sedikit demi sedikit untuk meningkatkan kemungkinan perkembangan kemampuan tubuh. Penggunaan beban secara overload akan merangsang penyesuaian fisiologis dalam tubuh, sehingga peningkatan prestasi terus-menerus hanya dapat dicapai dengan peningkatan beban latihan, Bompa (1990:44). Untuk mendapatkan efek latihan yang baik organ tubuh harus diberi beban melebihi beban dari aktivitas sehari-hari. Beban yang diberikan mendekati maksimal hingga maksimal, Brook & Fahey (1984:84).

c)      Prinsip Beban Bertambah (The Prinsiples of Progresive)

Beban latihan adalah sejumlah intensitas, volume, durasi dan frekuensi dari suatu aktivitas yang harus dijalani oleh atlet dalam jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kemampuan fungsional dari sistem organ tubuhnya agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi sesuai dengan tujuan latihan.

Peningkatan pemberian beban hendaknya dilakukan secara progresif dan bertahap. Progresif artinya beban latihan selalu meningkat, dari awal sampai akhir latihan. Peningkatan berat beban dilakukan tidak sekaligus, tetapi bertahap. Diawali dengan beban rendah dan dilanjutkan ke beban yang semakin tinggi, bukan sebaliknya pada awal latihan diberikan beban berat, kemudian makin lama beban latihanya semakin ringan. Menurut Nala (1998:34) bahwa yang dimaksudkan dengan beban latihan tidaklah selalu pengertiannya kuantitatif, tetapi mencakup kuantitatif dan kualitatif. Beban latihan yang bersifat kuantitatif ini, beban latihannya dapat berupa berat beban yang harus diangkat, banyaknya repetisi, set, lama istirahat per set, kecepatan, frekuensi perminggu dan sebagainya. Bagi atlet cabang olahraga yang lain tentu beban latihannya akan berbeda, sebab tujuan latihannya berbeda. Beban latihan yang bersifat kualitatif dapat berupa presentase intensitas latihan, berapa persen beban latihan diambil pada awal latihan dan berapa persen peningkatanya.

d)     Prinsip Individualitas (The Prinsiples of Individuality)

Pada prinsipnya masing-masing individu berbeda satu dengan yang lain. Dalam latihan setiap individu juga berbeda kemampuannya, manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan tersebut direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet. Oleh karena itu faktor-faktor karakteristik individu atlet harus dipertimbangkan untuk menyusun program latihan. Berkaitan dengan hal ini Harsono (1988:112-113) mengemukakan bahwa: faktor-faktor seperti umur, jenis kelamin, bentuk tubuh, kedewasaan, latar belakang pendidikan, lamanya berlatih, tingkat kesegaran jasmaninya, ciri-ciri psikologisnya, semua itu harus ikut dipertimbangkan dalam menyusun program latihan. Latihan yang dilakukan harus direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi individu atlet.  

Penjelasan:

PRINCIPLES OF TRAINING

Bachtiar

ABSTRACT

There are several principles that have to be implemented as guidelines so that the

training objectives are achieved, such as the Principles of Readiness, individual,

adaptation, overload, progressive, specific, variation, heating and cooling, long-term,

reverse, not excessive training and systematic principles. In applying the practice

principle, an athlete must strengthen development thoroughly before heading to

specialization in sports, if specialization occurs too quickly in the development of an

athlete, then he/she will reach the peak of achievement only in junior times, and will

experience burnout soon after. The scope of multilateral training is a very important

foundation for young athletes. As long as athletes experience maturity, specialization

training becomes more important. All exercises will be dominated by drills and

techniques that will take precedence in accelerating adjustments and finally at greater

levels of performance. A key factor in improving performance is planning the progress

of loading. In young athletes, with simple loading and using a little type will be more

effective. In contrast, more experienced athletes need more complex types and

paradigms in more experienced athletes.

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara berkembang yang selalu dipertimbangkan dalam

dunia olahraga, banyak cabang olahraga yang telah mengukir prestasi di tingkat Asia

maupun dunia. Untuk meningkatkan, mengembangkan dan mempertahankan prestasi

pada cabang olahraga tersebut, maka upaya untuk mengembangkan potensi sumber

daya manusia yaitu atlet dan juga pelatih pada bidang olahraga tersebut perlu selalu

digalakkan.

Pada semua cabang olahraga, seorang pelatih sangat dibutuhkan untuk

membimbing atletnya agar meraih prestasi dan mengharumkan nama bangsa. Bila

seorang atlet tidak mendapatkan bimbingan dan pengawasan dari pelatih, para atlet

akan mendapatkan kesulitan untuk mengembangkan dirinya dalam cabang olahraga

yang dia tekuni. Seorang atlet harus mampu menyerap materi latihan yang diberikan

oleh seorang pelatih dan pelatih pun harus mengetahui materi latihan apa yang cocok

untuk diberikan kepada atlet tersebut dimulai dari teknik, taktik, kondisi fisik, maupun

latihan mental sesuai dengan cabang olahraga yang dilatihnya.

Seorang pelatih dituntut harus menguasai sebanyak-banyaknya ilmu mengenai

variasi latihan yang dari cabgang olahraga yang dilatihnya, serta ilmu-ilmu lain yang

menunjang dalam proses pelatihannya. Pelatih diharapkan dapat memberikan

bimbingan yang baik sehingga atlet-atlet yang dibinanya mendapatkan prestasi yang

tinggi. Prestasi olahraga tidak akan meningkat jika dalam berlatih tidak berlandaskan

prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip latihan yang akan dikemukakan disini adalah

prinsip-prinsip dasar dari latihan yang perlu diketahui dan diterapkan dalam setiap

cabang olahraga. Dengan pengetahuan tentang prinsip-prinsip latihan tersebut

diharapkan prestasi seorang atlet akan lebih baik lagi.

B. TUJUAN

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penulisan makalah prinsip-prinsip

latihan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui prinsip latihan pada atlet.

2. Untuk mengetahui pengembangan multilateral dibanding spesialisasi.

3. Untuk mengetahui porsi latihan bagi atlet berdasarkan spesifikasi umur.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip Latihan

Pelatihan olahraga dimulai, lebih dari 3000 tahun lalu, sejak saat itulah atlet

dan pelatih telah melakukan dan mengikuti prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip ini

telah melalui dan merupakan hasil penelitian bidang keilmuan biologi, pembelajaran

anak, dan psikologis. Prinsip-prinsip pelatihan olahraga ini merupakan landasan dari

teori dan metodologi latihan.

Sukadiyanto dan Muluk (2011: 13) menyatakan bahwa “prinsip latihan

merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan atau dihindari agar tujuan latihan

dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan”. Tujuan utama dari latihan adalah

untuk meningkatan kinerja keterampilan (skill) keolahragaam atlet dan, pada

akhirnya, level kinerja pelatihan keolahragaan. Pemakaian secara tepat prinsip-prinsip

latihan ini akan menghasilkan program-program latihan yang superior dan proses

pelatihan yang baik dan sesuai bagi atlet. Adapun kualitas latihan dipengaruhi oleh

tahap-tahap berikut:

Program latihan untuk kebanyakan cabang olahraga pada dasarnya dibagi dalam tiga

tahap, yaitu; (a) tahap persiapan (persiapan umum dan persiapan khusus), (b)

tahap kompetisi (pra kompetisi dan kompetisi utama), dan (c) Tahap transisi.

Usaha untuk mencapai prestasi optimal dipengaruhi oleh kualitas latihan.

Kualitas latihan ditentukan oleh berbagai faktor antara lain, kemampuan dan

kepribadian pelatih, fasilitas dan peralatan, hasil-hasil penelitian, kompetisi dan

kemampuan atlet yang meliputi bakat dan motivasi, serta pemenuhan gizi atlet.

Latihan yang berkualiats memang sangat diharapkan untuk menghasilkan atlet-

atlet yang berprestasi (Sari, Tangkudung, & Sofyan, 2018, p. 11).

Berdasarkan teori yang disampaikan oleh Sukadiyanto dan Muluk (2011: 14-

23), ada beberapa prinsip yang dapat dilaksanakan sebagai pedoman agar tujuan

latihan tercapai, berikut penjelasannya:

1. Prinsip Kesiapan

Pada prinsip ini, materi dan dosis latihan harus disesuaikan dengan usia

karena hal ini berkaitan dengan kondisi fisiologis dan psikologis

olahragawan, artinya para pelatih harus mempertimbangkan dan

memperhatikan tahap pertumbuhan dan perkembangan atletnya.

2. Prinsip Individual

Prinsip ini berdasar dari perbedaan individu setiap orang dan tidak dapat

disamakan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Beberapa faktor

yang dapat membedakan antara lain: faktor keturunan, faktor kematangan,

faktor gizi, faktor waktu istirahat dan tidur, faktor kebugaran, lingkungan,

sakit, cedera, and motivasi.

3. Prinsip adaptasi

Pada prinsip ini organ tubuh manusia cenderung selalu mampu untuk

beradaptasi terhadap perubahan lingkunganya. Keadaan ini tentu

menguntungkan untuk keterlaksanaan proses berlatih-malatih sehingga

kemampuan manusia dapat dipengaruhi dan ditingkatkan melalui proses

latihan.

4. Prinsip beban lebih

Prinsip ini berbicara tentang beban latihan harus mencapai atau melampaui

sedikit diambang batas rangsanagan. Sebab beban yang terlalu berat akan

mengakibatkan tidak mampu diadaptasi oleh tubuh, sedang bila terlalu

ringan tidak berpengaruh terhadap peningktan kualitas fisik, sehingga

beban latihan harus memenuhi prinsip latihan itu.

5. Prinsip progresif

Agar terjadi proses adaptasi pada tubuh, maka diperlukan prinsip beban

lebih yang diikuti dengan prinsip progresif. Latiahan yang bersifat

progresif artinya dalam pelaksanaan latiahn dilakukan dari yang mudah ke

yang sukar, sederhan ke kompleks, umum ke khusus, bagian ke

keseluruhan, ringan ke berat, dan dari kuantitas ke kualitas.

6. Prinsip spesifik

Untuk prinsip spesifik ini materi latihan harus dipilih sesuai dengan

kebutuhan cabang olahraganya. Untuk itu, sebagai pertimbangan dalam

menerapkan prinsip spesifikasi antara lain di tentukan oleh: (a) spesifikasi

kebutuhan energy, (b) spesifikasi bentuk dan metode latihan, (c) spesifikasi

ciri gerak dan kelompok otot yang digunakan, (d) waktu periodisasi

latihan.

7. Prinsip variasi

Program latihan yang baik harus disusunsecara variatif untuk menghindari

kejenuhan keengganan dan keresahan yang merupakan kelelahan secara

psikologis. Untuk itu program latihan perlu disusun lebih variatif agar tetap

meningkatkan ketertarikan olahrgawan terhadap latihan, sehingga tujuan

latihan tercapai.

8. Prinsip pemanasan dan pendinginan

Dalam satu unit latihan atau satu pertemuan latihan selalu terdiri dari: (1)

pengantar (2) pemanasan (3) latihan inti, (4) latihan suplemen (5) cooling

down. Pemanasan bertujuan untuk mempersiapkan fisik dan psikis

olahragawan memasuki latihan inti sedangkan tujuan pendinginan adalah

agar tubuh kembali pada keadaan normal secara bertahap dan tidak

mendadak setelah latihan.

9. Prinsip latihan jangka panjang

Untuk meraih prestasi terbaik, diperlukan proses latihan dalam jangka

waktu yang lama, pengaruh beban latihan tidak dapat diadaptasi oleh tubuh

secara mendadak tetapi membutuhkan waktu dan proses yang harus

dilakukan secara bertahap dan continyu.

10. Prinsip berkebalikan

Prinsip ini berarti olahragawan berhenti dari latihan dalam waktu tertentu

bukan dalam waktu yang lama, maka kualitas organ tubuh akan mengalami

penurunan fungsi secara otomatis.

11. Prinsip tidak berlebihan

Prinsip ini menekankan bahwa pembebanan harus disesuaikan dengan

tingkat kemampuan, pertumbuhan, dan perkembangan olahragawan

sehingga beban latihan yang diberikan benar-benar tepat.

12. Prinsip sistematik

Prinsip ini berkaitan dengan ukuran atau dosis pembebanan dan skala

prioritas, sasaran latihan, setiap sasaran latihan memiliki aturan dosis

pembebanan yang berbeda-beda.

B. Pengembangan Multilateral Dibanding Spesialisasi

Pengembangan kemampuan atlet secara keseluruhan mengandung pelatihan

secara berimbang antara multilateral dan spesialis. Secara umum, pada awal

pengembangan pelatihan atlet harus menitikberatkan pengembangan multilateral,

dengan sasaran pengembangan kondisi fisik secara khusus, yang terutama berpusat

kepada keterampilan yang diperlukan pada sebuah cabang olahraga ditingkatkan

secara baik. Dengan tujuan pengembangan atlet secara efektif, pelatih harus

memahami pentingnya setiap dua tahap latihan (multilateral dan spesialis) dan

bagaimana merubah titik beratnya dalam rangka pengembangan kemampuan atlet.

Pengembangan Multilateral

Menurut Satria, dkk (2014: 31) prinsip perkembangan yang menyeluruh

tampaknya sudah menjadi suatu tuntutan yang dapat diterima di hampir semua dunia

pendidikan dan pembinaan olahraga. Seseorang pada akhirnya akan memilih dan

mempunyai spesialisasi keterampilan, namun pada awal belajar sebaiknya dilibatkan

berbagai aspek kegiatan sehingga ia akan memiliki dasar-dasar kokoh dan komplit

yang akan sangat membantu mencapai prestasinya kelak.

Untuk mendukung konsep pengembangan multilateral, dijumpai pada

berbagai bidang pendidikan dan human endeavors. Pada cabang olahraga,

pengembangan multilateral, atau pengembangan fisik secara keseluruhan, adalah

sebuah necessity. Penggunaan rencana pengembangan multilateral teramat sangat

penting selama tahap awal perkembangan atlet. Pengembangan multilateral selama

rentang waktu beberapa tahun merupakan dasar periode-periode latihan ketika titik

berat berfokus pada perencanaan pengembangan spesialisasi. Jika prinsip ini

diterapkan, fase latihan multilateral akan menguntungkan untuk mengembangkan

kemampuan atlet secara fisik dan psikologi yang merupakan dasar maksimalisasi

kinerja atlet pada pengembangan karirnya.

Temtasi untuk membedakan antara rencana pengembangan multilateral dan

mulai latihan spesialisasi akan sangat cepat, khususnya ketika atlet muda menunjukan

kecepatan perkembangan pada aktivitas sebuah cabang olahraga. Pada berbagai

kejadian, merupakan paramount yang instruktur dan pelatih, atau orang tua tidak

menyukai temtasi ini, karena akan menjadi dokumen yang baik yang merupakan

multilateral yang luas berdasar pengembangan fisik adalah penting untuk persiapan

atlet agar berkembang lebih spesialisasi dikemudian hari. Jika latihan dilakukan

dengan pentahapan yang baik dan dimulai dengan multilateralyang kuat pada awal

pengembangan, atlet akan dapat mencapai level persiapan fisik yang lebih tinggidan

teknik secara sempurna dan pada akhirnya akan mencapai kinerja (prestasi) yang lebih

tinggi.

Sebuah pendekatan bertahap untuk pengembangan atlet, meningkat dari

multilateral menuju latihan spesialisasi seiring dengan kematangan atlet, penampilan

untuk sebuah persyaratan untuk maksimalisasi kinerja cabang olahraga. Gambar 2.1

merupakan ilustrasi sebuah model konseptual untuk pendekatan bertahap jangka

panjang dalam latihan.

Gambar 2.1. Prinsip Multirateral

Dasar piramida pada gambar 2.1 mewakili pengembangan periode

multilateral, yang merupakan landasan dari program latihan. Termasuk pada bagian

program ini adalah berbagai arah dari pengembangan gerak keterampilan berbagai

cabang olahraga, dan sebagian keterampilan cabang olahraga tertentu. Jenis jenis

latihan yang dilakukan atlet memungkinan pengembangan system fisiologik anak.

Sebagai contoh, pada masa pengembangan system neuromuscular, kardiovaskular, dan

system energy diaktifkan dengan berbagai cara untuk memungkinkan pengembangan

secara berimbang.

Pada saat pengembangan atlet mencapai dan memungkinkan pada taraf yang

di inginkan, terutama pada pengembangan secara fisik, ia akan mengalami kemajuan

menuju tahap kedua, dengan ditandai oleh derajat spesialisasi yang lebih baik. Tahap

latihan multilateral tidak dapat dipisahkan dari proses latihan secara khusus.

Sebaliknya, latihan secara khusus dilakukan pada setiap tingkatan program latihan

tetapi dengan proporsi yang berbeda-beda. Ketika atlet mencapai kematangan, derajat

spesialisasi akan mengalami peningkatan. Hal ini di percaya bahwa latihan

multilateral sebagai penyediaan landasan bagi pengembangan atlet di kemudian hari

dan membantu atlet mencegah cidera karena penggunaan yang berlebihan dan

stoleness pada latihan.

High

Perfo

rman

ce

Specialized Training

Multilateral Development

Dukungan pada keuntungan latihan pengembangan multilateral dapat dilihat

pada penelitian jangka panjang yang dilakukan di tiga Negara. Pada penelitian selama

14 tahun di bekas Negara jerman timur, sebagian besar dari atlet yang berumur 9-12

tahun ditempatkan dalam dua kelompok. Pada kelompok pertama dilatih dengan

pendekatan amerika utara, yang berfokus pada spesialisasi cabang olahraga tertentu

lebih awal. Yaitu, atlet dilatih menggunakan jenis dan metode latihan hanya untuk

cabang oalahraga yang telah ditentukan tersebut. Kelompok dua, mengikuti program

generalisasi yang di fokuskan pada perkembangan multilateral. Kelompok ini

diikutkan pada berbagai cabang olahraga, diberikan pembelajaran berbagai jenis

keterampilan, dan ikut ambil bagian pada latihan fisik untuk menunjang latihan-

latihan keterampilan khusus, serta latihan lainnya.

Sumber dari Rusia juga mereferensikan sebuah survey yang menemukan hasil

yang sempurna. Penelitian jangka panjang ini menyimpulkan bahwa spesialisasi tidak

harus disimpulkan pada hampir setiap cabang olahraga sebelum usia 15 tahun. Pada

sebagian besar penemuan dari penelitian ini menunjukkan;

1. Hampir seluruh atlet terbaik Rusia memiliki landasan multilateral yang kuat.

2. Hampir seluruh atlet memulai latihan pada usia 7 atau 8 tahun. Selama awal

tahun, seluruh atlet mengikuti berbagai jenis olahraga, seperti sepakbola, ski,

lintas alam, berlari, skating, berenang, dan bersepeda. Dari usia 10 13, anak-

anak juga berprestasi dalam olahraga beregu, senam, dayung dan atletik.

3. Program spesialisasi dimulai pada usia 15 hingga 17, tanpa melupakan olahraga

dan aktivitas terpadu. Kinerja terbaik akan dicapai setelah 5 hingga 8 tahun pada

massa spesialisasi kecabangan.

4. Atlet-atlet yang dispesialisasikan pada masa awal usia muda mencapai kinerja

terbaik pada level junior (lebih dari 18 tahun). Sebagian besar mengundurkan

diri sebelum level senior. Hanya sebagian kecil atlet yang dispesialisasikan pada

usia muda dapat meningkatkan kinerja pada level senior.

5. Banyak atlet hebat memulai berlatih dengan sumber daya yang terorganisir pada

level yunior (usia 14 – 18 tahun). Mereka tidak pernah menjadi juara yunior atau

memegang rekor nasional., namun pada usia senior banyak atlet yang dapat

mencatat prestasi ditingkat nasisonal maupun internasional.

6. Hampir seluruh atlet mencapai suksesnya ditandai dengan landasan

pengembangan multilateral selama masa kanak-kanak dan junior.

PERBANDINGAN ANTARA SPESIALISASI AWAL

DAN PENGEMBANGAN MULTILATERAL

Spesialisasi Lebih Awal Pengembangan Multilateral

Peningkatan pretasi secara cepat Peningkatan prestasi berlangsung lebih

lambat

Prestasi terbaik dicapai di usia 15 16

tahun dikarenakan adaptasi yang terlalu

cepat

Prestasi terbaik pada usia 18 tahun atau

lebih tua ketika atlit mencapai kematangan

secara fisiologik maupun psikologik

Kebosanan yang sangat tinggi dan berhenti

bertanding ketika usia 18 tahun

Prestasi pada pertandingan konsisten dan

lebih maju

Peningkatan resiko cidera dikarenakan

pemaksaan adaptasi dan dan pengembangan

psikologik yang tidak baik

Karir sebagai atlet lebih panjang

Cidersa lebih sedikit sebagai pola

pengembangan yang lebih progresif dan

pengembangan fisiologik secara menyeluruh

Penelitian ketiga dilakukann oleh Carlson, analisis latar belakang dan pola

latihan pengembangan pemain tennis elit Swedia yang sangat sukses pada kompetisi

Internasional. Subyek dibagi dalam kelompok penelitian pemain tenis elit secara

konsisten dan kelompok kontrol yang cocok dengan usia, jenis kelamin, rengking

yunior. Kedua kelompok pemain memiliki keterampilan yang sama hingga kelompok

usia 12 hingga 14 tahun; perbedaan keterampilan antar dua kelompok terjadi setelah

usia ini. Penemuan lain pada kelompok kontrol adalah pengembangan keterampilan

terjadi sangat cepat pada awal usia remaja dan disini pemain terlibat dalam atmosfer

kebutuhan kesuksesan yang tinggi. Menariknya, kelompok kontrol pemain spesialis

pada usia 11, di mana pada kelompok penelitian tidak memulai spesialisasi hingga

usia 14. kenyataannya, kelompok penelitian berpartisipasi dalam berbagai jenis

aktivitas kecabangan selama awal massa remaja, di mana kelompok kontrol berlatih

secara spesialis pada masa usia 14. Kenyataannya, kelompok penelitian berpartisipasi

dalam berbagai jenis aktivitas kecabangan selama awal masa masa remaja, dimana

kelompok kontrol berlatih secara spesialis berlatih secara propesional. Walaupun

kelompok propesional menunjuk pertasi yang hebat secara siqnifikan ketika yunior,

kelompok penelitian menunjukkan prestasi tertinggi pada saat senior. Peneliti Carlsin

mendukung pentingnya pendekatan latihan multilateral yang ditandai aktivitas seluruh

cabang olahraga dan sedikit tipe latihan propesional selama kanak-kanak dan remaja.

Pelatih harus memberikan latihan multilateral pada tahap awal pengembangan

atlet sebagai landasan untuk spesialisasi dimasa yang akan datang dan kesempurnaan

dalam cabang olahraga. Latihan multilateral harus digunakan hampir seluruh masa

latihan pada saat anak-anak dan junior. Pada saat ini pengembangan atlet berisi

sesuatu yang sangat penting yang ditandai dengan pengembangan aspek fisik dan

psikologis. Persiapan fisik disiapkan selama tahap latihan ini, berisi pergerakan alam

seperti berlari, melompat,memamjat, dan melempar. Selanjutnya, pengembangan

kecepatan, kelincahan, koordinasi, kelentukan, dan keseluruhan aspek kebugaran

secara umum juga sangat penting. Tujuan dari latihan adalah penyempurnaan melalui

berbagai aktivitas yang mungkin untuk pengembangan kemampuan seluruh aspek

biomotor. Pada proses ini atlet muda dilatih dengan berbagai kelompok bermacam-

macam teknik latihan, yang berisi berbagai aspek teknis cabang olahraga tertentu.

Seluruh keterampilan disiapkan akan digunakan untuk lebih mengembangkan atlet

dan latihan secara multilateral menjadi lebih terabaikan.

RANGKUMAN DARI PENGUJIAN PENELITIAN DARI

EFEK SPESIALISASI LEBIH AWAL DAN PELATIHAN

MULTILATERAL PADA PENGEMBANGAN ATLET

Kelompok kontrol Kelompok Penelitian

Memulai spesialisasi usia 11 tahun,

ketika latihan multilateral dihentikan

Memulai latihan spesialisasi usia 14

tahun, atau lebih tua

Pengalaman latihan multilateral lebih

sedikit sekali ketika usia perkembangan

awal

:Pengalaman latihan multilateral banyak

sekaliketika usia perkembangan awal

Lebih banyak berlatih tenis dibanding

kelompok penelitian yaitu anatra 13-15

tahun

Memulai latihan teknis dimulai lebih

banya pada usia 15 tahun jika

dibandingkan kelompok kontrol

Cendrung kehilangan percaya diri

selama melalui masa-masa latihan

Cenderung semakin percaya diri selama

melalui masa-masa latihan

Pada masa remaja perkembangan lebih

cepat diabnding kelompok penelitian

Pada masa remaja perkembangan lebih

lambat dibanding kelompok kontrol

Selama masa awal perkembangan

mengalami tekanan yang lebih hebat

untuk berprestasi dari orang tua dan

pelatih

Selama masa awal perkembangan

mengalami penekanan yang lebih

sedikit untuk berprestasi dari orang tua

dan pelatih

Seluruh atlet harus mengikuti tahap latihan multilateral untuk melewati

beberapa tingkatan dalam karir mereka. Sesuatu yang terhebat dari latihan multilateral

terjadi pada awal perkembangan, dan pada tipe latihan ini lebih sedikit memfokuskan

pada terjadinya kemajuan atlet. Pengembangan multilateral sangat penting untuk

mengoptimalkan latihan spesialisasi atlet di kemudian hari di sepanjang karirnya.

Spesialisasi

Latihan yang dilakukan baik dilapangan, kolam renang, atau diruang

senam,atlet selalu akan memilih spesialisasi kecabangan. Latihan yang dilakukan

untuk adaptasi fisiologis yang diarahkan untuk pola gerak aktivitas cabang tersebut,

pemenuhan kebutuhan metabolis, pola pengerahan tenaga, tipe kontraksi otot, dan

pola pemilihan otot yang digerakkan. Tipe latihan yang digunakan memberikan

dampak bermacam-macam pada karakteristik fisiologik atlet. Sebagai contoh, latihan

daya tahan dapat merangsang kemampuan adaptasi sentral dan feriperal, yang

didalamnya memuat pola pemilihan jenis sistem syaraf, pemodifikasian bioenergetik,

dan faktor-faktor metabolik, dn merangsang pemilihan jenis otot pengerak secara

nyata. Sebaliknya, latihan pembebanan yang dilakukan menghasilkan berbagai system

pengkontraksian, sistem syaraf otot, dan bioenergetik, atau cara jalan metabolik. Dari

hasil penelitian kontemporer menyarankan bahwa otot pengerak menunjukkan

kelentukan yang luas dalam merespon berbagai pembebanan atau latihan daya tahan

yang menghasilkan dalam aktivitas atau deaktivasi berbagai penandaan sistem

molekuler tergantung pada tipe pertemuan latihan. Adaptasi khusus tidak terbatas pada

respon hanya pada responfisiologik, berbagai penyebab teknik, taktik, dan kebiasaan

psikologik, juga berkembang sebagai hasil spesialisasi.

Spesialisasi merupakan proses nonunilateral yang kompleks yang didasarkan

pada pengembangan multilateral. Sebagai kemajuan seorang atlet dari seorang pemula

menuju kematangan atlet yang menguasai cabangnya, jumlah seluruh volume dan

intensitas peningkatan secara progresif dari latihan, sebagai sesuatu yang dilakukan

pada tingkatan dari spesialisasi. Hampir selurus penulis menyarankan bahwa adaptasi

latihan terbaik terjadi dalam respon pada latihan spesipik pada latihan dan aktivitas

kecabangan dengan sasaran kemampuan biomotor hanya setelah pondasi multilateral

dikembangkan. Rujukan sebelumnya bahwa latihan paralel dengan mimik pergerakan

dari cabang olahraga, sedangkan rujukan terkini bahwa latihan adalah pengembangan

kekuatan, kecepatan, dan daya tahan. Perbandingan antra kedua jenis kelompok

latihan setiap cabang olahraga tergantung dari karakteristiknya. Pada lari jarak jauh,

contohnya, sekitar 90 % volume latihan ditunjukkan untuk latihan secara spesifik.

Pada cabang lompat tinggi , latihan ini mewakili hanya 40 % latihan untuk

pengembangan kekuatan tungkai dan daya ledak lompatan menggunakan sisanya.

Ketika kerja dengan atlet berpengalaman, pelatih harus mendedikasikan hanya 60 %

atau 80 % dari keseluruhan waktu latihan untuk latihan pengembangan kemampuan

biomotor.

Pelatih harus berhati-hati merencanakan rasio antara latihan multirateral dan

spesialisasi, patut dijadikan pertimbangan kecenderungan modren untuk usia di bawah

kematangan usia atlet. Pada beberapa cabang olahraga, atlet mencapai level tinggi dari

kinerja pada usia muda dan kemudian harus memasuki atlet usia muda pada cabang

olahraga. Contoh-contoh yang termasuk cabang olahraga ini adalah senam artistik,

figureskating, renang, dan menyelam. Bagaimanapun, dari peraturan kompetisi

olimpiade terkini memungkinkan bagi peningkatan rata-rata usia untuk kinerja

pesenam. Sebagai contoh, untuk berlomba di olimpiade pesenam wanita harus berusia

16 tahun saat pelaksanaan olimpiade. Selama tahun 2007 hingga 2007, rata-rata usia

kompetitor di kejuaraan dunia senam harus berkisar usia 18 tahun.

Tabel 2.1 memperlihatkan panduan secara individu untuk usia mulainya

latihan, waktu dimulainya spesialisasi, dan usia di capainya prestasi tinggi. Beberapa

penulis menyatakan waktu maksimal dimulainya latihan antara 5–9 tahun. Selama

masa awal latihan ini pelatih harus fokus pada pengembangan kemampuan fisik yang

berisi keterampilan dasar seperti berlari, melompat, dan melempar. Hal ini penting

untuk pengembangan keterampilan-ketermpilan pada permulaan latihan sebab atlet

muda berupa pengembangan kemampuan-kemampuan yang lebih cepat dibanding

kematangan atlet. Ketika atlet mengembangkan keterampilan dasar, dia dapat memulai

beberapa spesialisasi. Pada tahap latihan multilateral sebelumnya merupakan fokus

utama hingga sekitar usia 14 dan setelah itu latihan yang lebih spesialisasi terjadi.

Tabel usia muda

Cabang Olahraga Usia

Mulai Latihan

Usia

Dimuai Spesialisasi

Usia

prestasi tertinggi

Panahan 12-14 16-18 23-40

Atletik (treak and

fiel) jarak pendek

Jarak Menengah

Jarak jauh

Lompat Jauh

Lompat Jangkit

Lompat jauh

Lempar

10-12

13-14

14-16

12-14

12-14

12-14

14-15

14-16

16-17

17-20

16-18

17-19

17-19

17-19

22-26

22-26

25-28

22-25

23-26

23-26

23-27

Bulutangkis 10-12 14-16 20-22

Bisbol 10-12 15-16 22-28

Bola Basket 10-12 14-16 22-28

Biatlon 10-12 16-17 23-26

Tinju 13-15 16-17 22-26

Dayung 12-14 15-17 22-26

Catur 7-8 12-15 23-35

Bola Tangan

Continental

10-12 14-16 22-26

Balap Sepeda 12-15 16-18 22-28

Menyelam

Wanita

pria

6-8

8-10

9-11

11-13

14-18

18-22

Berkuda 10-12 14-16 22-28

Anggar 10-12 14-16 20-25

Hoky Lapangan 11-13 14-16 20-25

Figur Sketing 7-9 11-13 18-25

Foot ball 12-14 16-18 23-27

Senam

Wanita

Pria

6-8

8-9

9-10

14-15

14-18

22-25

Hoki Es 6-8 13-14 22-28

Judo 8-10 15-16 22-26

Pentathlon modern 11-13 14-16 21-25

Dayung 11-14 16-18 22-25

Rugby 13-14 16-17 22-26

Layar 10-12 14-16 22-30

Menembak 12-15 17-18 24-30

Ski

Alpine

Nordic

More Than 3K

Jumping

7-8

12-14

-

10-12

12-14

16-18

17-19

14-15

18-25

23-28

24-28

22-26

Speedskoting 10-12 15-16 22-26

Sepak Bola 10-12 14-16 22-26

Sguash dan

BolaTangan

10-12 15-17 23-27

Renang

Wanita

Pria

7-9

7-8

11-13

13-15

18-22

20-24

Renang

Sinkronisasi

6-8 12-14 19-23

Tenis Meja 8-9 13-14 22-25

Tenis Lapangan

Wanita

Pria

7-8

7-8

11-13

12-14

20-25

22-27

Bola voli 10-12 15-16 22-26

Polo air 10-12 16-17 23-26

Angkat Berat 14-15 17-18 23-27

Gulat 11-13 17-19 24-27

Individualisasi

Individualisasi adalah satu dari persyaratan utama latihan sepanjang masa.

Persyaratan individualisasi yang harus dipertimbangkan oleh pelatih adalah

kemampuan atlet, potensi, dan karakteristik pembelajaran dan kebutuhan kecabangan

atlet, untuk menaikkan level kinerja atlet. Setiap atlet memiliki ciri fisiologik dan

psikologik yang dibutuhkan sebagai pertimbangan pengembangan sebuah rencana

latihan.

Seringkali, pelatih menggunakan pendekatan yang tidak ilmiah untuk

menyusun program latihan serta sekaligus tidak mempertimbangkan pengalaman

latihan seorang atlet, kemampuan, dan peningkatan fisiologiknya. Lebih buruk lagi

pelatih menggunakan program latihan atlet elit untuk diterapkan bagi atlet junior yang

belum mengalami pengembangan secara fisik, dasar fisiologik, atau keterampilan

psikologi yang diperlukan untuk digunakan tipe latihan yang dipilih tersebut. Atlet

muda secara fisiologik maupun psikologik tidak dapat menyesuaikan dengan program

yang dibuat untuk atlet berpengalaman. Pelatih memerlukan untuk memahami

keperluan atlet dan pengembangan rencana latihan sesui dengan keperluannya. Hal ini

dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa petunjuk berikut:

Perencanaan Sesuai dengan Derajat Penerimaan

Perencanaan latihan harus berdasar pada analisis secara komprehensif

parameter fisiologik dan psikologik, yang akan diberikan secara mendalam untuk

peningkatan kapasitas kerja atlet. Kapasitas latihan individual dapat diputuskan

dengan mengikuti faktor-faktor:

1. Usia Biologik dan Kronologik : Usia biologik seorang atlet dijadikan

pertimbangan indiator yang lebih akurat potensi kinerja fisik secara individual

dibandingkan dengan usia kronologinya. Salah satu indikator terbaik dari usia

biologik adalah kematangan seksual, sebab hal ini mengidentifikasikan sebuah

peningkatan pada derajat sirkulasi testosteron. Atlet yang lebih matang secara

fisik, ditandai dengan usia biologik yang lebih tinggi, menjadi lebih kuat, cepat,

dan lebih baik dalam olahraga beregu dibanding dengan pasangannya yang

menunjukkan usia biologik lebih rendah, walupun usia kronologiknya sama. Pada

anak-anak secara umum, memiliki daya hambat terhadap kelelahan, yang dapat

dijelaskan mengapa mereka memiliki respon terhadap volume latihan yang lebih

tinggi. Disaat lain, manusia dewasa yang lebih tua menunjukkan penurunan

motivasi latihan secara intens, peningkatan kemungkinan cidera, dan peningkatan

kejadian penyebab stres, yang keseluruhannya akan mungkin berperan pada

penurunan kemampuan penyesuaian yang intens. Sebagian besar atlet yang

yunior mampu menerima latihan yang tinggi dengan pembebanan yang moderat

lebih baik di banding dengan intensitas tinggi atau latihan dengan beban tinggi.

Kombinasi pembebanan yang tinggi dan volume yang tinggi merupakan hal yang

perlu diperhatikan bagi atlet muda sebab latihan memungkinkan peningkatan

resiko cidera otot. Energy suatu otot diperoleh dari proses uraian senyawa kimia

yang disebut adenosine trifosfat (ATP) (“ebookanatomi.PDF,” n.d., p. 58).

2. Usia Latihan: usia latihan didevinisikan sebagai jumlah tahun yang dimulai oleh

atlet dalam melakukan aktivitas cabang olahraga, dan hal ini secara pertimbangan

berbeda dibandingka usia biologik maupun krinologik. Atlet dengan latihan usia

yang tinggi telah berkembang dasar-dasar latihan utamanya dan lebih mungkin

untuk dapat berprestasi dalam rencana latihan, khususnya jika latihan awal

mereka berapa latihan multilateran. Seorang atlet yang memiliki usia kronologik

dan dan memiliki latihan yang rendah mungkin memerlukan latihan multilateral

dan akuisi keterampilan, karena dia memiliki dasar latihan spesialisasi

kecabangan.

3. Riwayat Latihan : riwayat latihan atlet mempengaruhi kapasitas kerjanya.

Seorang atlet yang telah melakukan latihan multilateral yang substansial lebih

dapat berkembang tingkat kebugaran yang diperlukan untuk menerima beban

latihan yang tinggi dibandingkan dengan atlet yang lebih rendah.

4. Status Kesehatan : Atlet yang sakit atau cidera akan menurun kapasitas kerja

dan lebih sering tidak dapat menerima beben latihan yang diberikan. Jenis sakit

atau derajat cidera dan perubahan dasar fisiologik menjadi pertimbangan dalam

memutuskan beben latihan yang dapat diterima oleh atlet.

5. Stres dan Kecepatan Pemulihan : kemampuan untuk menerima beban latihan

selalu berhubungan dengan penyebab stres yang berlawanan dengan atlet.

Keseluruhan penyebab stres menjadi pertimbangan tambahan, dan fakktor-faktor

yang menempatkan kebutuhan yang tinggi dapat memberi pilihan kemampuannya

untuk menerima beban latihan. Sebagai contoh, permasalahan yang berat

disekolah, pekerjaan, atau akktivitas keluarga dapat mempengaruhi kemampuan

menerima beban latihan. Perjalanan menuju dan dari tempat kerja, sekolah atau

latihan dapat berperan pada tingkat stress. Pelatih harus mengenali faktor-faktor

ini dan menyesuaikan beban latihannya. Sebagai contoh, selama dan pada saat

stress tinggi, seperti ujian sekolah, menurunkan beban latihan mungkin di

anjurkan.

Individualidasi Beban Latihan

Kemampuan untuk menyesuaikan beban latihan tergantung pada kapasitas

individual. Sebagaimana garis besar pada seksi ini, beberapa faktor berperan pada

respon individualisasi pada beban dan kemajuan latihan: riwayat latihan, status

kesehatan, stress kehidupan, usia kronologik, usia biologik, dan usia latihan. Meniru

rencana latihan secara simple atlet elit tidak akan menghasilkan prestasi yang optimal.

Dengan demikian, pelatih harus mengarahkan kebutuhan dan kapasitas atlet dengan

pengembangan program individualisasi, yang mempersyaratkan observasi secara rinci

dari kemampuan teknik dan taktik atlet, karakter fisik, kekuatan, dan kelemahan.

Sesuai dengan bahasan pada seksi ini mengenal model latihan pada bab ini, tes

periodik bagi atlet akan memungkinkan untuk rencana latihan lebih spesifik dan

individualisasi pada proses pengembangan. Kurang individualisasi pada perencanaan

latihan yang mungkin diperlukan dengan atlet yang secara kasar pada level yang sama

pada level pengembangan dan tahap latihan.

Memperhitungkan Perbedaan Gender

Perbedaan gender dapat bermain sebagai peran penting dalam penyesuaian

kinerja dan individualisasi latihan. Masa pra remaja bagi laki-laki dan perempuan

sangat serupa pada tinggi, lingkar tubuh, bert, kepadatan tulang dan ketebalan lemak.

Setelah massa puber remaja laki-laki dan mulai perempuan mulai berkembang

perbedaan yang substansial pada ciri-ciri fisik. Setelah masa puber perempuan

cenderung memiliki level lemak yang lebih tinggi,lebih rendah masa bebas massa

lemaknya, dan masa tubuh lebih ringan. Dari sudut pandang kinerja sangat jelas

perbedaannya laki-laki dan perempuan yaitu pada masa otot dan kekuatan, daya ledak

dan kapasitas anaerobik, dan kapasitas aerobik maksimal dan kinerjanya.

Sebagian peneliti mengatakan bahwa perbedaan gender berhubungan dengan

faktor anatomikalmdan biomekanikal namun sebahagian lagiberpendapat bahwa

penglaman latihan dan akses pada latihan spesialisasi secara terpisah menjelaskan

perbedaan pada kinerja. Mendukung untuknperbedaan bahwa latihan mungkin secara

terpisah menjelaskan berdedaan anatar gender telah disampaikan oleh Kraemer dan

kawan-kawan, yang menemukan bahwa perbedaan kinerja anatra laki-laki dan

perempuan secara substansi dikurangi ketika latihan yang sesuai dilakukan oleh

perempuan.

Setelah menlihat pada kinerja anaerobik tingkat tinggi (lari jarak pendek,

berenang, dan speedskating) dari 1952 sampai 2006, seiler dan kawan-kawan

melaporkan bahwa perbedaan kinerja anatara laki-laki dan perempuan mulai menurun,

tetapi kemudian perbedaan kinerja anatr gender berhenti dan kemudian menyempit.

Cheuvrant dan kawan-kawan meneliti kecenderungan yang sama pada kinerja jarak

lari ketika mereka membandingkan variabel-variabel kinerja antara laki-laki dan

perempuan.

Perempuan dapat menerima pola latihan secara eksekutif dan intensif

kenyataannya, Coa mengatakan wanita mampu menghadapi volume dan intensitas

yang lebih tinggi dari pada laki-laki. Bagaimanapun, kehati-hatian harus dilakukan

ketika menguji data ini, Karena wanita mempunyai area khusus yang harus

diperhatikan. Sebagai contoh, wanita cendrung lebih lemah dibagian tubuh bagian atas

dan sistem otot rangka. Berbagai cara latihan penguatan pada area ini bagi atlet wanita

perlu diutamakan.

Respon kinerja pada atlet wanita selama fase siklus menstruasi yang berbeda

menuju kearah yang lebih individualisasi literatur ilmiah menyampaikan bahwa

sebagian besar situasi, kinerja aerobik maksimal dan submaksimal dan kinerja

anaerobik tidak dipengaruhi oleh siklus mentruasi. Bagaimana punjuga, literatur

ilmiah menyampaikan bahwa pengaturan suhu dapat dikompromikan selama fase

luteal sebagai hasil dari kenaikan suhu tubuh. Hal ini mungkin mnejadi pertimbangan

penting bagi wanita yang berlatih untuk memperpanjang waktu pada kondisi yang

hangat dan basah.

Memasukkan Berbagai Variasi Latihan

Variasi adalah suatu dari komponen kunci yang diperlukan untuk merangsang

penyesuaian pada respon latihan. Akuisisi keterampilan dan peningkatan kinerja

secara cepat ketika pengulangan pada rencana latihan atau para digma pembebenan

dengan waktu yang berlebih. Stone dan kawan-kawan mengatakan bahwa variasi

latihan yang buruk dan menyebabkan program overtraining yang monoton

(monotonous program overtraining). Keadaan ini terjadi jika rangsang latihan sama

diperkenalkan secara reguler pada periode yang lama secara hasil akhir terjadi

penurunan atau kinerja yang tetap(plateu), yang tidak dapat dijelaskan bentuk dari

overtraining. Sebagai pendukung dari pendapat ini, O Toole mengatakan bahwa

derajat kemonotonan dalam perencanaan latihan secara signifikan berhubungan

dengan kinerja yang buruk.

Periodisasi latihan dapat menurunkan kemonotonan dan kebosanan dalam

latihan dan akhirnya merangsang adaptasi fisiologik yang hebat. Zatsiorsky

mengatakan bahwa periodisasi adalah sebuah keseimbangan aksi antara variasi dan

kestabilan latihan (kemonotonan atau repetisi) dari latihan. Kemudian variasi latihan

merupakan hal paling penting ketika mempetimbangkan periodisasi. Adaptasi latihan

yang optimal terjadi pada respon terhadap sebuah beban dan isi dari sistem variasi

latihan, jika variasi yang disediakan tidak memadai dan program berlangsung

monoton, kinerja tidak akan menjadi optimal. Hal ini terjadi ketika sistem syaraf tidak

mencukupi penambahan bebannya untuk merangsang adaptasi fisiologik.

Variasi dapat membentuk kesatuan dalam rencana latihan di berbagai

tingkatan. Sebagai contoh, variasi pada level siklus mikro dapat ditambahkan dengan

mengubah volume, intensitas, frekuensi, pemilihan aktivitas jenis latihan. Stone dan

kawan-kawan mengatakan penambahan variasi pada latihan melalui pengenalan dan

pengenalan kembali dati tugas yang baru atau agak baru, hal ini merupakan berbagai

jenis periodik dari latihan yang spesipik. Rencana ini mengakibatkan adaptasi yang

lebih hebat karena tugas dipindahkan dari rencana latihan sebelum adaptasi secara

hebat karena tugas dipindahkan dari rencana latihan sebelum adaptasi secara

menyeluruh diraih dan dipindahkan oleh sebuah tugas yang dialamatkan seperti

kemampuan biomotor. Sebagai contoh untuk mengembangkan kekuatan dan daya

ledak tungkai pada bola voli, atlet dapat berlatih back sguats selama tahap persiapan

latihan tetapi secara periodik dipindahkan latihan ini dengan 1/4 backsquat untuk

merubah rangsangan sepanjang tetap memenuhi sasaran pola gerak dan kelompok

otot. Selama tahap pra kompetisi atau tahap kompetisi, penambahan mungkin dapat

dialihkan dari pengembangan kekuatan menjadi peningkatan kapasitas daya ledak.

Contoh dari persiapan ini dapat dilihat pada siklus persiapan. Selama jeda

musim, Tipikal siklus menerima latihan yang utama seperti ski lintas alam untuk

memelihara kondisi aerobik dan kemudian berlatih bersepeda selama tahap latihan

persiapan. Paradigma pengenalan dan pengenalan kembali menyampaikan bahwa

pengembalian ke latihan bersepeda akan secara cepat meningkatkan kemampuan

bersepeda sebab tugas tersebut sebagai sesuatu yang agak baru ketika diperkenalkan

kemabali.

Variasi latihan dapat dikenalkan selama atau anatara siklus mikro. Sebagai

contoh, pada beberapa hari dalam satu siklus mikro atlet berlatih beberapa kali dalam

satu hari tetapi di lain hari hanya menerima satu sesi latihan saja. Beberapa sesi

latihan dalam satu hari telah menunjukkan terjadinya adaptasi fisiologik yang hebat

terjadi dari pada hanya satu sesi per hari. Bagaimana juga penurunan kepadatan

latihan selama satu hari dapat memungkin terjadinya pemulihan, yang mana

memungkinkan atlet untuk berlatih lebih berat pada bagian hari atau siklus mikro.

Cara lain untuk memvariasikan rencana latihan adalah dengan mengganti

secara sistematik intensitas latihan. Penggantian intensitas latihan terhadap siklus

mikro akan memungkinkan untuk priode stimulasi dan pemulihan, yang mana telah

dinyatakan dapat meningkatkan adaptasi fisiologik secara hebat. Secara menarik,

penggantian sesi latihan berat dan ringan selama siklus mikro yang telah digunakan

pada persiapan daya tahan atlet dan kekuatan, serta daya ledak atlet. Strategi variasi

lain adalah dengan mengganti intensitas dan frekuensi latihan sekaligus. Sebagai

contoh, ketika memanipulasi intensitas latihan selama hari latihan individual, sesi pagi

mungkin terjadi latihan dengan intensitas tinggi dan kemudian sore dengan intensitas

rendah. Di hari berikutnya jumlah sesi diturunkan untuk memberi pemulihan atau di

naikkan untuk meningkatkan stimulus latihan.

Variasi latihan sangat terbatas pada kemampuan pelatih untuk menerapkan

pengetahuan ilmiah dalam gaya yang kreatif. Penerapan variasi latihan harus berdasar

pada pemahaman yang utuh akan bioenergetic dari olahraga. Pola gerak yang

digunakan dalam olahraga, keterampilan yang diperlukan, dan level dari

pengembangan usia latihan atlet. Atlet yang berpengalaman akan mempersyaratkan

variasi latihan yang lebih banyak dibanding atlet pemula, yang memiliki dasar latihan

yang sangat sedikit. Atlet pemula yang dapat meraih hasil yang sangat berarti dengan

model-model latihan dasar biarpun hanya diberikan variasi latihan yang sangat sedikit.

Perkembangan Model Latihan

Model-madel latihan walaupun tidak selalu terorganisir dengan baik dan

terkadang di aplikasikan secara acak, telah digunakan sejak tahun 1960. Walaupun

banyak spesialis olahraga eropa timur mendapatkan pengetahuan serta pengalaman

dalam menggunakan model-model latihan, tren umum untuk menggunakan alat ini

tidak digunakan di seluruh dunia sampai pada tahun 1970an. Telah didokumentasikan

dengan baik bahwa latihan dan penempilan mempunyai kaitan yang sangat erat tetapi

sifatnya sangat individual. Pembangunan pusat model latihan pasca pengertian dari

latihan yang spesifik dan individualisasi dalam program latihan. Program latihan

diperbolehkan untuk di implementasikan, analisis, pengukuran, dan modifikasi dari

rencana latihan berdasarkan kondisi fisik dan parameter penampilan, digunakan

khusus dalam mengembangkan atlet.

Pengembangan model latihan merupakan proses jangka panjang secara

kontiniu dan berubah secara terus menerus, karena model latihan akan berkembang

berkaitan dengan pengembangan atletnya. Pengembangan model merupakan proses

intensiv yang berkaitan dengan model sebelumnya, evaluasi atlet saat ini, dan kondisi

keilmuan yang kuat walupun prosesnya memakan waktu, waktu akan digunakan

dengan baik disebabkan oleh model latihan yang lebih baik, lebih mungkin untuk

mencapai level penampilan yang lebih tinggi. Model tersebut harus di evaluasi dan

dimodifikasi secara kontinyu dalam melihat respon ilmu pengetahuan baru, level

perkembangan atlet, dan pengukuran kemajuan atlet.

Pengembangan model latihan diawali dengan menganalisa secara detail

literature keilmuan berdasarkan cabang olahraga. Mengerti ilmu fisiologi (contoh:

bioenergetics), ilmu morfologi, biomotor, dan karakteristik fisik diasosiasikan dengan

cabang olahraga diletakkan pada fondasi untuk fase ke dua dalam pengembangan

model latihan. Fase kedua dibutuhkan untuk mengembangkan target pengukuran

program yang dapat digunakan untuk menganalisa keadaan kondisi latihan atlet.

Sebagai contoh, literature scientific dalam menempatkan indikasi kekuatan maksimal

dan tenaga ledak berkaitan dengan peningkatan tingkat tinggi. Karenanya, tes fisik

harus dikembangkan dan diimplementasikan untuk mengevaluasi kapasitas Force-

generating (kapasitas Force-generating, rasio dari pengembangan kekuatan, kekuatan

maksimal) dan kekuatan explosive. Kemampuan teknik dan takktik atlet juag harus

dievaluasi untuk melihat area kelemahan untuk dialamatkan pada model latihan. Tes

harus berkembang untuk ber evaluasi area mana yang kurang dari atlet atau memiliki

resiko cidera (contoh: keluasan gerak, otot yang tidak seimbang). Bagian lain yang

dapat dievaluasi yang termasuk area watak psikologik (contoh: pusat suasana hati),

status tidur (contoh, kualitas tidur), dan kebiasaan nutrisi. Akhirnya, catatan atlet dan

hasil penampilan kompetisi harus dievaluasi untuk menemukan apa yang efektif pada

model latihan terdahulu.

Saat evaluasi pada atlet telah selesai, pelatih akan menerjemahkan semua data

yang telah dikumpulkan. Model latihan dirangcang untuk memenuhi target yang

dibutuhkan atlet untuk memenuhi kemungkinan penampilan tingkat tinggi. Pada fase

ini, model utama factor latihan sudah ejeg. Faktor-faktor ini meliputi loading

progression, intensitas latihan, volume latihan, frekwensi latihan dan banyaknya

pengulangan yang yang diperlukan untuk menstimulasi adaptasi fisiologi dan

psikologik yang diperlukan. Sebagai tambahan, komponen-komponen model latihan,

taktik, tehnik dan strategi telah mapan dan terintegerasi kedalam model latihan. Model

latihan bersifat sangat spesifik bagi tiap individu atau tim, karena hasil dari

pengukuran membantu pelatih untuk memantapkan parameter latihan. Setelah model

latihan dibangun, kemudian diimplementasikan.

Selama fase implementasi, si atlet harus terus dipantau, sehingga pelatih dapat

mendeteksi pada saat apakah atlet kurang dapat beradaptasi. Rencana monitoring

secara komprehensif termasuk evaluasi periodic pada ciri fisik (contoh, pengukuran

fisik serupa dengan that coducted Selama fase evaluasi model pengembangan), data

catatan latihan, status psikologi, status nutrisi dan pengembangan kemampuan tehnik.

Jika selama fase ini pelatihn mempertanyakan keefektifan dari model latihan, hal ini

harus dapat dievaluasi kembali dan dimodifikasi untuk lebih yakin lagi bahwa

penampilan yang diinginkan dapat tercapai.

Tes utama dari keefektifan model latihan adalah dengan cara melihat hasil

kompetisi/pertandingan atlet. Jika atlet mencapai kesuksesan dalam kompetisinya,

artinya model latihan sudah valid. Setelah lewat periode kompetisi, khususnya selama

masa transisi, model tersebut dilanjutkan untuk membangun sebagai bahan

mengevaluasi kembali kondisi atlet. Evaluasi ulang ini termasuk pemeriksaan kritis

dan comprehensive dari latihan tahun sebelumnya untuk menemukan apakah tujuan

latihan, objektifitasnya, dan standar penampilan telah dipenuhi. Seluruh pengukuran

terpimpin sepanjang tahun pelatihan dievaluasi untuk menemukan trend yang terjadi

baik peningkatannya maupun penurunan penampilannya. Sebaik apa atlet dapat

menerima bentuk latihan dan stress pada kompetisi harus dievaluasi untuk

menemukan apakah peningkatan pada bagian ini diperluakan. Setelah melihat hasil

evaluasi ini, pelatih memutuskan untuk menggunakan model baru untuk

merencanakan tahunan berikutnya.

Peningkatan Pembebanan

Peningkatan penampilan atlet mengalamim peningkatan selam 50 tahun

terahir. Banyak alasan yang menyebabkan peningkatan dalam penampilan ini. Namun

jelas kemampuan untuk mentoleransi muatan latihan yang tinggi berada di pusat

fenomena ini. Dukungan pada hal ini terdapat pada peningkatan muatan latihan antara

tahun 1975 dan 2000. Peningkatan penampilan berkaitan langsung dengan hasil dari

banyaknya serta kwalitas kerja yang dicapai atlet selama latihan. Dari pemula hingga

atlet elit, muatan beban harus ditingkatkan secara bertahap dan dengan variasi priodik

berdasarkan kapasitas fisik, kemampuan psikologi, dan toleransi beban kerja tiap

masing-masing atlet.

Muatan beban latihan dapat dikatakan merupakan kombinasi antar intensitas,

durasi, dan frekwensi latihan. Beban latihan disusun berdasarkan derazat kekhususan

latihan dan perkembangan status penampilan atlet. Terdapat hubungan yang rumit

antara kebugaran atlet, muatan latihan, dan kemampuan atlet untuk mentoleransi

latihan. Hasil aplikasi dari muatan latihan mengalir dalam respon fisiologi yang

mengijinkan atlet untuk beradaptasi pada stimulus latihan, yang mana meningkatkan

level kebugarannya dan membawa pada toleransi terbesar dalam berlatih dan

peningkatan kapasitas penampilan, saat atlet beradaptasi dengan beban latihan, itu

harus ditingkatkan untuk kelangsungan adaptasi fisik yang terjadi.

Beban latihan dapat secara kasar diklasifikasikan sebagi stimulus

(stimulating), (retaining), atau detraining. Beban stimulus (stimulating) adalah beban

latihan yang lebih berat dari tipikal beban latihan atlet. Sebaliknya, beban detraining

memilikin substansi yang lebih ringan dari biasanya. Hasil akhir beban detraining

adalah hilangnya kebugaran dan kapasitas penampilan. Diantara dua kwalifikasi

muatan pembelajaran tersebut disebut sebagai muatan training, dimana tipe beban

kerja atlet; muatan retaining memperbolehkan atlet untuk memainkan kebugarannya

saat menjalani massa recovery. Saat atlet beradaptasi pada latihan beban stimulating,

beban muatan tersebut menjadi beban muatan retaining dan berikutnya menjadi

muatan beban detraining. Dengan demikian, klasifikasi perbedaan muatan merupakan

fluid konsep (konsep cair) yang dapat berubah bersamaan dengan adaptasi atlet, jadi

pelatih harus memberiakan pelatihan ada tahap muatan beban latihan dalam

perencanaan periodisasi latihan.

Tahap beban latihan yang tetap akan ditingkatkan secara bertahap, hasil

akhirnya dalam peningkatan kapasitas penampilan. Jika, bagaimanapun, beban latihan

secara tiba-tiba dan dramatis terjadi peningkatan, maka akan membutuhkan waktu

lebih banyak untuk adaptasi fisiologis untuk terjadi dan terealisasinya peningkatan

penampilan. Kerangka waktu diperluakan untuk recovery dan adaptasi sejalan dengan

bagian penting peningkatan beban latihan yang tiba-tiba. Berangsur, manipulasi

sistematik dari beban latihan merupakan dasar dari priodesasi latihan dan ditemukan

pada semua level tingkatan atlet. Semestinya tahapan beban latihan langsung dengan

peningkatan penampilan atlet. Muatan paradigma olahraga dan kawasan geografi

dunia. Secara singkat pemeriksaan dari beberapa teori muatan akan dibahas kemudian.

Standar Pembebasan

Standar beban muatan melibatkan penggunaan beban muatan yang sama dan

kepadatan sepanjang fase persiapan latihan. Saat standar beban muatan digunakan

secara berkala selam fase persiapan, peningkatan penampilan terjadi hanya selama

bagian awal fase ini. Saat atlet berada pada masa transisi antara fase persiapan latihan

dan fase kompetisi, sisa stimulasi latihan sangat mirip dengan pengecualian penurunan

beban muatan latihan.

Karena penampilan meningkat hanya sebagian penampilan awal fase

persiapan, muatan beban latihan harus ditingkatkan setiap bulannya. Teori latihan

kontemporer dinyatakan tipe pembebanan ini adalah suboptimal dalam hampir seluruh

situasi dan strategi yang menggunakan langkah pembebasan, summated mikrocyclus

atau menafsirkan tahapan yang mungkin memiliki hasil dalam meningkatkatkan

penampilan yang lebih baik dengan jangka waktu yang lebih panjang. Karenanya,

untuk mengoptimalkan adaptasi penampilan dalam merespon beban latihan, beban

tersebut harus meningkat dari tahun ke tahun untuk menciptakan stimulus yang

dibutuhkan adaptasi fisik yang superior. Peningkatan ini akan terjadi apabila

perencanaan latihan itu bertahap sesuai dengan yang seharusnya dan termasuk

didalamnya periode recovery yang memadai.

Pembebanan Linier

Pembebanan linier pada latihan merupakan knsep yang digunakan untuk

violate many of the tenets dari periodesasi; walau bagaimanapun, tipe dari paradigma

pembebanan sangat populer. Berdasarkan proponets original dari prinsip ini,

penampilan akan meningkat hanya apabila atlet berlatih dengan kapasitas

maksimalnya melawan beban kerja yang berangsur-angsur meningkat dan secara

progresif lebih besar dari kondisi yang harus dihadapi. Secara konsep hal, hal ini

menuntun pada kurva pembebanan yang menggambarkan peningkatan yang kontinyu

seiring dengan berjalannya waktu. Meskipun literatur telah dengan jelas

menggambarkan bahwa beban latihan seharusnya meningkat seiring dengan siklus

latihan atau karir sang atlet, metode pembebanan ini mungkin hanya dapat berguna

selama priode waktu yang singkat, dan priode recovery dibutuhkan untuk

memaksimalkan respon adaptasi. Jika pembebanan linier menerima tanggung jawab

untuk priode waktu yang lama, hasilnya adalah kelebihan latihan (over training). Jika

terjadi over training maka atlet akan terjadi ketidak mampuan beradaptasi baik secara

fisik maupun psikis, penurunan penampilan, dan kelelahan/ fatigue yang sangan

tinggi. Pembebanan linier dalam rasa yang paling murni itu bukanlah cara yang

optimal untuk berlatih, kecuali ketika di implementasikan pada priode waktu yang

singkat, karna tidak terdapatnya waktu yang cukup untuk melakukan recovery, dan

potensi terjadinya bumout dan cidera akan meningkat.

Langkah Pembebanan

Langkah pembebanan model latihan memungkinkan terjadinya pembebanan

yang berlebih secara progresif thai is interperset dengan priode tanpa pembebanan dan

hal ini kadang kala merujuk pada model priodesasi tradisional atau klasik.

Penggunaan fase tanpa pembebanan (unloading) atau fase retaining memungkinkan

terjadinya regenerasi, adaptasi fisiologi yang terbesar dan priode perbaikan kondisi

psikis. Degan langkah paradigma pembebanan, pembentukan gelombang terjadi

peningkatan beban dalam latihan. Karena satu sisi latihan tidak cukup untuk

memprovokasi dengan jelas, baik adaptasi secara fisik maupun psikis, maka

disarankan untuk melakukan pengurangan pengulangan bentuk beban latihan yang

sama lebih dari beberapa kali sesi latihan. Satu bentuk latihan yang umum dilakukan

adalah merencanakan sesi latihan dengan karakteristik yang sama bagi seluruh

mikrocycle dan ,kemudian menigkatkan beban latihan pada sub rangkaian mikrocycle

nya. Tipe pembebanan ini menggunakan paradigma pembebanan, dimana beban

latihan meningkat setelah tiga mikrocycle dan kemudian diturunkan selam empat

mikrocycles untuk mendapatkan recovery dan menghindari masalah yang berkaitan

denagan pembebanan berlebihan (overloading).

Banyak terdapat bukti yang mendukung penggunaan bentuk latihan empat

minggu atau 2 sampai 6 minggu (biasanya 4 minggu) bentuk latihan. Beban akan

meningkat secara bertahap pada tiga mikrocycle awal jumlahnya sama dengan

akumulasi kelelahan (fatigue) yang terjadi, didikuti oleh fase tanpa pembebanan yang

memerlukan dilakukannya penurunan beban latihan dan rasa lelah sebagai gambaran

dalam 4 mikrocycle. Penurunan yang terjadi pada berkurangnya beban latihan

mengurangi raa lelah, meningkatkan masa persiapan dan induces rangkaian adaptasi

fisiologi yang memepersiapkan atlet dalam menghadapi pembebanan pada seri

mikrocycle berikutnya. Semakin besar angka langkah pembebanan secara progresive,

semakin lama juga priode tanpa pembebanan yang diperlukan. Sebagai contoh, Nadori

dan Granek mendemonstrasikan bentuk paradigma dalam rangka mengevaluasikan

beban latihan, dimana 4 minggu digunakan untuk meningkatkan beban diikuti oleh 2

minggu tanpa pembebanan untuk ikut melaksanakan perbaikan, menurunkan

kelelahan, dan meningkatkan masa persiapan. Dalam beberapa situasi sangat

dimungkinkan apabila hanya menggunakan beberapa langkah peningkatan saja.

Cotohnya, atlet muda mungkin menggunakan paradigma diagram 2.1 dengan dua

microcycle dalam meningkatkan beban latihan didikuti satu microcycle untuk

recovery.

Beberapa penulis memperkirakan bahwa paradigma langkah pembebanan

memiliki beberapa kelemahan yang potensial khususnya saat bentuk yang sama dari

pembebanan digunakan tiap hari dalam mikrocyclenya. Penulis ini menyarankan

hanya 1 minggu saja stimulus diberikan selama masa 3-4 minggu seri dari mikrocycle,

atau bentuk latihan (training block), disaat block itu sendiri berada pada pembebanan

yang datar (cotoh, 3-4 minggu latihan strength endurance dalam latihan daya tahan),

dimana dapat berhasil dilakukan pada bentuk latihan yang monoton karena kurangnya

variasi didalam mikrocycle. Sebaliknya, hasil dari langkah pembebanan pada bentuk

latihan yang dengan beban kerja yang intensif dengan tiap langkah yang progresif,

dimana sebagai landasan bagi block latihan berikutnya. Tipe jenis ini cocok untuk

pemula atlet pemula atau yang dengan intensitas tinggi yang tidak seragam. Untuk

memeperjelas beberapa kelemahan yang berkaitan dengan paradigma langkah

pembebanan klasik, telah disarankan untuk menggunakan variasi mikrocycle yang

lebih drastis untuk mendapatkan adaptasi stimulus yang paling baik. Dukungan secara

keilmuan termasuk didalamnya lebih banyak varias mikrocycle dan periodesasi

termasuk latihan sub maksimal dapat ditemukan dalam kedua bentuk penelitian

manusia dan hewan. Literatur ini menyarankan periodesasi termasuk hasil latihan

latihan yang ringan dengan potensi respon adaptif yang terbaik dimana pada akhirnya

akan meningkatkan penampilan.

Variasi latin dari paradigma langkah pembebenan adalah rangkungan dari

mikrocycle. Dalam paradigma ini tiap mikrocycle atau minggu latihan diaokasikan

kedalam atribut latihan (contoh, streng,endurence, maksimal streng, speedstreng).

Lewat dari tiga minggu pertama dari tiap blok latihan volume intensitas latihan akan

meningkat dengan penurunan peada muatan beban latihan yang terjadi selama 4

minggu sebelum masa ini sisa latihan berikutnya. Model ini tampaknya diperbolehkan

untuk stimulus latihan pertama untuk dikenalkan kembali dalam bentuk lingkaran

legulerproponents para digma ini menyarankan bentuk pembebenan umum dalam

strategi yang berkala memperbolehkan banyaknya jumlah perbedaan antara tiap-tiap

mikrocycle saat terjadinya potensi overtraining atau masalah involution. Model ini

telah disarankan untuk memperlihatkan hasil dalam pertemuan epek latihan, dimana

mungkin terjadi peningkatan adaptasi lebih dari jangka waktu yang lama lebih lanjut,

sebagai mana paradigma langkah pembebenan yang telah didiskusikan sebelumnya

model mikrocycle yang berkala dapat termasuk didalamnya pariasi harian dalam

muatan pembebenan yang mungkin dapat memperbesar stimulus pelatihan dan

memungkinkan terjadinya adaptasi yang akan datang. Modivikasi ini menjadi

paradigma langkah muatan pembebenan asanya paling baik diimplementasikan pada

intermediate dan ekspansi atlet.

Intisari Muatan Pembebanan (Consentrated Loading)

Kelebihan pembebanan jangka pendek biasanya di klasifikasikan sebagai

intisari muatan pembebanan (konsentrasi loading) atau overreaching atlet biasanya

dapat pulih dari tipe pembebanan jenis ini dalam periode waktu yang singkat jika

digunakan beban recoveri yang tepat. Sebagai aturan umum yang terbaik, terbesar dan

durasi vase kontratif loading semakin banyak waktu yang diperlukan untuk

meningkatkan penampilan. Siff dan Verkhoshansky menyarankan bahwa peningkatan

penampilan mungkin terjadi sekitar 4 sampai 12 minggu penghentian vase

concentrated loading.

Dukungan keilmuan menggunakan concentrated loading periodesasi atau

perencanaan over-reaching dapat dilihat dalam penelitian mengenai respon

neuroaendoctrine untuk overeaching penyelidikan telah menijau respon hormonal dan

endoktrin yang singkat (1 minggu) dan lama (≥ 3 minggu) periode concentrated

loading diikuti oleh 2 sampai 5 minggu recoveri (masa rehat). Pengukuran endoktrin

yang digunakan adalah rasio testosteron/ cortisol (T:C ratio). Dimana

mengindikasikan keseimbangan anabolic-catabolic. Walaupun T:C rasio tidak untuk

mengukur evek kelebihan latihan (overtraining), namun dapat juga mengindikasikan

kurangnya persiapan (preparedness). Dengan demikian T:c rasio seringkali dikaitkan

dengan tingginya level penampilan.

Peningkatan yang signifikan pada beban latihan untuk 3 minggu atau hasil

yang lebih lama dalam penurunan basal atau T;C rasio sebelum latihan,

mengindikasikan kandungan menuju pusat catabolic cocok untuk melakukan

penurunan penampilan dalam masa persiapan. Sebaliknya, jika setelah penyelesaian

dari priode concentrated loading, beban latihan kembali pada level normal atau level

yang lebih rendah., T;C rasio dan penampilan muncul menjadi supercompensasi

(supercompensate). Fenomena ini juga telah diteliti bagaimana responya kepada

peningkatan subtansi dalam pembedaan beban latihan lewat dari satu mikrocycle.

Sebagai catatan terpadu, durasi dari block cocentrated loading cocok dengan durasi

pengantian ulang yang diperlukan sebelum penampilan super compensasi terjadi.

Mengartikan Rangkaian Paradigma Pembebanan (Conjugated Sequence Loading

Paradigm)

Paradigma mengartikan rangkaian juga mencatat pada rangkaian sistem yang

berurutan (couple successive system). Viru , siff dan Verkhoshansky, serta plisk dan

Stone menyarankan bahwa metode rangkaian pembebanan diperbolehkan pada priode

cocantrated loading atau overraching didikuti oleh priode pengganti ulang

(restitution).Banyak terdapat metode untuk mengimplementasikan tipe paradigma

pembebenan ini tetapi metode yang paling umum digunakan adalah menggunakan 4c

block microcycle dimana 1 penekanan yang utama dilakukan saat menstabilkan beban

dialokasikan kepada arena penekanan yang lain. Plisk dan stone menyatakan bahwa

tujuan utama dari tipe pembebanan ini adalah untuk memberikan periode pada atlet

untuk memenuhi dengan stimulasi latihan yang spesipik selama masa meningkatnya

rasa lelah dan beberapa variable penampilan mengalami penurunan. Sebagai contoh,

atlet mungkin menerima tanggung jawab bloc concentrated loading dimana kekuatan

menjadi penekanan utama, lalu selama plok tanpa pembebenan, atlet menurunkan

penekanannya terhadp kekuatan selagi secara perlahan meningkatkan kecepatan

kerjanya, (speed work). Bentuk dari blok dari pembebenan ini akan menghasilakn

epek super konpensasi dimana penampilan akan meningkat secara drastis. Setelah

menyelesaikan blok ini, atlet menerima tanggung jawab blok yang membebankan

stimulus kekuatan yang progresif, yang memungkinkan atlet untuk meningkatkan

penampilannya.

Beberapa liteatur mencatat beberapa manfaat paradigma tipe pembebanan

jenis ini. Propenens dari tipe paradigma pembebanan ini menyatakan stimulus yang

potensial dapat mengantarkan atlet kepada penampilan yang lebih baik bila

dibandingkan dibandingkan dengan paradogma pembebanan secara traditional.

Akhirnya, volume kerja dapat ditekan melebihi jangka waktu yang lama. Plieks dan

Stone menyatakan bahwa kelelahan akan menjadi hal yang penting selama akumulasi

atau pada pase concentrated loading blok, dan atlet juga harus memilki kapasitas

latihan untuk dapat mentoleransi beban latihan yang tinggi ini karenanya biasanya

rekomendasi untuk ini dapat digunakan hanya untuk atlet tingkat advance.

Pengembangan konsep dasar harus melakukan pertimbangan dalam teori concogated

sequencoing, yaitu latihan dapat dibagi tahapannya dalam berbagai cara dimana

penampilan dapat ditingkatkan sejalan dengan waktu. Plisk dan stone, dalam artikel

strategi periodesasinya, menawarkan latihan sebelum musim pertandingan contohnya

dalam concentrated loading blok latihan diinterpersed dengan periode penggantian

dalam contoh ini, blok 3 minggu dari concentrated loading dinterpersed dengan blok 4

minggu recoveri. Plisk dan stone menyatakan bahwa dengan memanipulasi kepadatan

latihan dan durasi secara signivikan, beban latihan yang berbeda dapat digunakan

tanpa merubah intensitas dasar serta parameter volumenya. Sebagai tambahan,

penelitian ini menyatakan bahwa atlet maupun pelatih dapat menciptakan perbedaan

besar antara blok concentrated loading dengan bolok pergantingan dengan cara

mengurangi lebih jauh pendistribusian latihan selama blok penggantian.

Pembebanan Datar (Flat Loading)

Paradigma pembebanan datar digunakan hanya pada advance,

berpengalaman, dan atlet pelatihan tingkat tinggi. Dalam model ini, mikroclye dengan

pembebanan yang sama berada pada blok yang sama diikuti dengan mikrocyle

recovery ( masa istirahat ). Dalam model pembebanan yang datar, tiga mikrocyle yang

pertama menciptakan tuntutan fisiologis yang tinggi sebagai hasil dari tingginya

volume dan intensitas latihan. Setelah 3 mikrocyle pertama, atlet diberikan tanggung

jawab 4 mikrocyle, atau periode tanpa pembebanan. Panjang dari periode tanpa

pembebanan ini tergantung dengan keseluruhan beban latihan. Catatan, setelah

minggu 9-11, beban latihan yang paling tinggi dalam contoh, terdapat 2 minggu

periode tanpa pembebanan ( minggu 12-13 ). Stone dan O’Bryant menyatakan atlet

dengan tingkat advance dapat mentoleransi tipe pembebanan ini hanya apabila mereka

telah dilatih selama bertahun-tahun dan telah dapat meningktakan dasar kemampuan

fisiknya yang memungkinkan mereka untuk berlatih dengan volume dan intensitas

latihan yang tinggi.

Model pembebanan datar disarankan dilakukan hanya pada tahap pertengahan

masa persiapan saja (preseason). Langkah model pembebanan dapat digunakan

bersamaan dengan model pembebanan dapat digunakan bersamaan dengan model

pembebanan datar untuk meningkatkan beban latihan atlet secara progresif.

Pola pembebanan dinamis dalam fase latihan persiapan dan kompetisi

tergantung dengan pentingnya serta frekwensi dari pertimbangan. Beban latihan dari

ketiga fase tersebut diturunkan untuk mengantisipasi kelelahan dan mulai

meningkatkan level penampilan atlet. Penelitian yang mutakhir menyatakan bahwa

intensitas tinggi dengan volume latihan yang tendah mungkin diperlukan untuk

menstabilkan penampilan selama fase latihan kompetisi. Bagaimanapun, perioritas

menuju kompetisi utama, beban latihan akan diturunkan untuk memberikan kepada

atlet untuk merecovery, dan jika waktu yang diberikan tepat, maka superkompensasi

akan memaksimalkam penampilan.

Rangkaian Dari Pembebanan Latihan (Sequence of The Training Load )

Satu aspect yang paling penting dari periodisasi latihan adala rangkaian

pembebanan latihan. Jika rangkaian terjadi dengan semestinya, tiap blok latihan atau

fase akan berpotensi untuk fase latihan berikutnya. Sebagai contoh, bukti penelitian

mendukung ide dari fase penguatan; telah demonstrasikan untuk pengembangan

kekuatan (strength) dan power. Harris dan rekan-rekanmendemonstrasikan bahwa

kekuatan serta power yang optimal dapat terjadi peningkatan jika pengembangan

kekuatan dasar telah dilakukan lebih dulu sebelum mengembangkan karakteristik

kekuatan dan power. Siff dan Verkhoshansky menyatakan bahwa pengembangan

durasi daya tahan medium bagi olahraga cylic dapat terjadi dengan optimal apabila

rangkaian latihan diawali gaya:persiapan fisik secara umum → kekuatan → kecepatan

daya tahan. Setelah periode pembebanan ini selesai, atlet diberikan latihan

pengembangan kecepatan, bersamaan dengan penurunan pengembangan kekuatan

serta latihan aerobic. Akibat keseluruhan pengubahan penurunan tekanan latihan, yang

mana memungkinkan untuk terjadinya pemulihan sebagai dasar penundaan adaptasi

latihan sekaligus dengan pemusatan pembebanan. Akhirnya, atlet mulai

mengembangkan daya tahan khusus pada blok latihan akhir, hal ini selalu

disempurnakan hingga masa kompetisi.

Terjadi jalan yang tidak berkesudahan untuk mengintegrasikan paradigma

pembebanan latihan, diskusikan pada bab ini sebagai contoh, stone dan rekan-rekan 9

serta Plisik dan Stone menyediakan komposisi dari paradigma pembebanan yang

berbeda yang bersama keduanya menuntun pada pengembangan power.

Saat memilih bagaimana menggabungkan model pembebanan latihan yang

berbeda yang ditampilkan pada bab ini, pelatih harus menyadari status latihan atlet,

sasaran perencanaan latihan, campu tangan yang terjadi pada masa recovery atlet,

banyaknya jumlah waktu yang dapat diberikan si atlet untuk berlatih, dan respon

fisiologis terhadap perbedaan model pembebanan yang dijabarkan dalam literature

keilmuan. Dengan menggunakan informasi ilmiah yang ada, pelatih dapat

memasangkan model pembebanan yang tepat sesuai kebutuhan atlet, dimana akan

meningkatkan adaptasi latihan dan menuntun pada peningkatan penampilan.

BAB III

PENUTUP

Dalam menerapkan prinsip latihan ini seorang atlet harus memantapkan

pengembangan secara menyeluruh sebelum menuju spesialisasi pada cabang olahraga,

jika spesialisasi terjadi terlalu cepat dalam pengembangan seorang atlet, maka ia akan

mencapai puncak prestasi hanya pada masa-masa yunior, dan akan burnout

pengalaman segera setelahnya. Cakupan dari latihan multilateral merupakan landasan

yang sangat penting bagi atlet muda. Selama atlet mengalami kematangan, latihan

spesialisasi menjadi lebih penting. Seluruh latihan akan didominasi dengan drill dan

teknik yang akan diutamakan pada mempercepat penyesuaian dan akhirnya pada

tingkat kinerja yang lebih hebat.

Faktor kunci dalam peningkatan kinerja adalah perencanaan kemajuan

pembebanan. Pada atlet muda, dengan pembebanan sederhana dan menggunakan

sedikit jenis akan lebih efektif. Sebaliknya, pada atlet yang lebih berpengalaman

diperlukan jenis dan paradigma pembebanan yang lebih kompleks. Tanpa

memperdulikan tingkat pengembangan atlet, regenerasi dan pemulihan (recovery)

merupakan inti dalam rangka menghilangkan tingkat kelelahan, memulihkan

cadangan energy, dan menyediakan waktu untuk terjadinya adaptasi fisiologi dan

psikologi.

DAFTAR PUSTAKA

Bompa, Tudor O dan Haff, G. Gregory. Periodization: Theory and Methodology of

Training. Champaign: 1999.

Bompa, Tudor O. Periodization: Training for Sport (Programs for Peak Strength in 35

Sport). Champaign: 1999.

Satriya, dkk. Teori Latihan Olahraga. Bandung: 2014.

Sukadiyanto dan Muluk, Dangsina. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik.

Bandung: 2011.

Sari, D. R., Tangkudung, J., & Hanif, A. S. (2018). EVALUASI PROGRAM

PEMUSATAN LATIHAN DAERAH (PELATDA) BOLAVOLI PASIR PUTRI

DKI JAKARTA. Jurnal Ilmiah Sport Coaching and Education, 2(1), 8-16.

Tangkudung, J. Ilmu Faal (Fisiologi). Jakarta: 2006.

Tangkudung, J., Puspitorini, W. Anatomi. Jakarta: 2014.