Publikasi merupakan salah satu proses yang sangat penting untuk pengembangan sains karena

1. Transparansi dan reproduktifitas
Sebagian besar hasil karya ilmiah yang dipublikasikan saat ini hanyalah berupa ringkasan dari apa yang peneliti lakukan dan temukan. Data yang mendasarinya tidak tersedia, sehingga sulit untuk memverifikasi dan mereplikasi hasil. Jika data selalu tersedia dengan publikasi, transparansi penelitian akan sangat meningkat.

2.Penggunaan Kembali (reuse)
Ketersediaan data mentah memungkinkan peneliti lain untuk menggunakan kembali data. Bukan hanya untuk tujuan replikasi, tetapi untuk menjawab pertanyaan penelitian baru.

3.Penghargaan
Ketika peneliti mengutip data yang mereka gunakan, hal tersebut membentuk sebuah landasan bagi pembentukan sistem penghargaan terhadap data. Saat ini para peneliti tidak benar-benar mendapat keuntungan ketika harus berbagi data mereka, karena tidak ada yang melihat data metrik dan mengukur dampaknya. Kutipan Data adalah langkah pertama menuju perubahan menuju sistem penghargaan terhadap data.

O ya, sudah banyak situs penyedia layanan open data saat ini, diantaranya adalah Data Cite dan figshare. Saya sudah mencoba mebagikan data di fighshare terkait hasil pengukuran kualitas air sungai di Banjarmasin yang bisa di lihat disini.

repost dari i http://www.mratodi.net/2018/11/kenapa-kita-harus-mulai-mengutip-data.html

Hibah Penelitian untuk Publikasi Internasional Universitas Muhammadiyah Malang     Seorang ilmuwan atau peneliti dalam melakukan penelitian yang bertanggung jawab harus memahami betul ada suatu landasan sosial dalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mempunyai landasan sosial dalam artian bahwa penelitian bertujuan memperluas pengetahuan manusia tentang dunia fisik, biologis, dan sosial melebihi apa yang sudah diketahui saat ini. Akan tetapi, pengetahuan atau hasil penelitian seseorang akan memasuki ranah sains sesungguhnya hanya setelah hasil tersebut disajikan kepada publik (publikasi) dalam bentuk yang kesahihannya dapat dinilai dan dievaluasi secara bebas. Dengan demikian, peneliti yang telah menyelesaikan penelitiannya dengan baik harus merasakan tekanan untuk mempublikasikan hasil penelitiannya. Publikasi hasil penelitian paling baik dilakukan melalui jurnal ilmiah. Dalam menyiapkan tulisan untuk diterbitkan, penulis terkungkung oleh seperangkat norma yang berlaku universal.      Proses publikasi ini terjadi terutama dengan cara menulis hasil penelitiannya dan mengirimkannya ke jurnal ilmiah, yang selanjutnya naskah artikel itu akan dievaluasi oleh reviewer secara cermat dan teliti sehingga apa yang disajikan pada tulisan tersebut tidak akan menyesatkan publik. Setelah artikel diterbitkan, para pembaca akan menilai hasil itu berdasarkan apa yang mereka ketahui sebelumnya dari sumber-sumber lain. Dalam proses ini, pengetahuan individu secara pelan-pelan akan memasuki ranah pengetahuan yang secara umum diterima. Proses review dan revisi ini sangat penting sehingga dapat meminimalkan pengaruh subjektivitas individu dengan mengharuskan bahwa hasil penelitian itu harus diterima oleh ilmuwan lain.   Dari awal pertama publikasi jurnal pada tahun 1665 sampai sekarang, fungsi jurnal ilmiah tidak banyak berubah, yaitu serbagai media untuk regitrasi (pendaftaran atau registration), disseminasi (penyebarluasan hasil penelitian atau dissemination), pengarsipan (archive), dan sertifikasi (certification) hasil-hasil penelitian.       Sains bukan hanya pengalaman pribadi. Sains adalah pengetahuan yang dibagikan berdasarkan pemahaman bersama tentang beberapa aspek dunia fisik dan sosial. Untuk alasan itu, konvensi sosial sain memainkan peranan penting dalam memantapkan keandalan pengetahuan ilmiah. Jika konvensi ini dilanggar, kualitas sains akan rusak. Konvensi sosial yang sudah terbukti efektif dalam sains adalah publikasi penelaahan sejawat. Ada konvensi bahwa penemu pertama bukan yang meneliti pertama tetapi yang melaporkan pertama dalam jurnal ilmiah yang menjadi penemu pertama. Sekali hasil penelitian telah diterbitkan maka hasil tersebut akan dapat digunakan oleh peneliti lain untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi harus diingat bahwa sampai hasil itu menjadi pengetahuan umum, orang-orang yang menggunakannya harus mengakui penemunya melalui rujukan. Dengan cara ini ilmuwan menjadi diberikan ganjaran melalui pengakuan sejawat dengan mempublikasikan hasil penelitian. Sebelum publikasi, pertimbangan yang berbeda akan berlaku. Jika seseorang menggunakan bahan-bahan yang belum dipublikasikan yang ditemukan pada suatu usulan penelitian khusus atau pada naskah, orang yang menggunakan informasi tersebut bisa dikatakan pencuri hak kekayaan intelektual. Dalam industri, hak komersial atas karya ilmiah dimiliki oleh pemilik usaha dibandingkan dengan pekerja, akan tetapi ketentuan yang hampir mirip berlaku: hasil penelitian adalah rahasia (privilage) sampai hasil tersebut dipublikasikan atau yang dibeberkan atau disebarluaskan secara publik. Publikasi pada jurnal yang ditelaah oleh rekan sejawat masih tetap merupakan cara baku untuk menyebarluaskan hasil penelitian ilmiah. Poster, abstrak, kuliah umum, dan volume prosiding sering sekali digunakan untuk menyajikan hasil awal sebelum penelaahan yang mendalam. Apa pun metode publikasi yang digunakan harus tetap menjaga mekanisme kontrol mutu. Jika kontrol mutu ini tidak dilakukan maka akan melemahkan bahkan mematikan konvensi yang telah melayani sains dengan baik. Hal yang sering terjadi adalah contoh seperti seorang saintis yang membeberkan atau mengumumkan hasil penting dan kontroversial langsung ke publik sebelum diserahkan ke penelaahan dan pemeriksaan oleh ahli sejawat. Jika peneliti telah melakukan kesalahan atau jika temuan itu disalahtafsirkan oleh media atau publik, kumunitas ilmiah dan publik bisa bereaksi buruk. Jika berita seperti itu akan dibeberkan ke media, seharusnya dilakukan setelah penelaahan oleh sejawat dan ahli sudah selesai, biasanya pada waktu publikasi pada suatu jurnal ilmiah.        Suatu survai oleh Scientific American di tahun 1994 menunjukkan bahwa kontribusi ilmuwan Indonesia pada khasanah pengembangan dunia ilmu setiap tahunnya hanyalah sekitar 0.012%, yang jauh berada di bawah Singapura yang berjumlah 0.179%, apalagi kalau dibandingkan dengan USA yang besarnya lebih dari 25%.         Oleh beberapa pengamat barat, jerih payah upaya ilmuwan Indonesia untuk ikut berkontribusi terhadap perkembangan khasanah ilmiah dunia diistilahkan lost science in the third world. Pernyataan bernada sumbang ini terutama disebabkan karena hasil yang disumbangkan mereka tidak sampai ke hadapan mitra bestari sesama ilmuwannya yang sebidang hanya karena ditulis dalam berkala yang berjangkauan terbatas. Keterbatasannya disebabkan karena sempitnya sirkulasi persebaran publikasi dan berkala, tiras yang sedikit sehingga tidak dilanggan oleh perpustakaan utama pusat kegiatan ilmiah internasional, dan penggunaan bahasa yang tak terbacakan secara luas.         Sebagai akibatnya judul tulisan karya ilmuwan Indonesia pun tak tertampilkan dalam layanan cepat bibliografi dan kata kuncinya tak terambil oleh penyedia pindaian internet. Dapatlah dimengerti jika ilmuwan Indonesia sudah dicap hanya merupakan jago kandang. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika berkala ilmiah Indonesia yang terdaftar dalam liputan Science Citation Index masih dapat dihitung dengan jari sebelah tangan.         Secara umum suatu berkala dan publikasi ilmiah lain dikatakan beraspirasi internasional jika: Ditulis dalam salah satu bahasa PBB sehingga memiliki cakupan pembaca yang luas; Memuat artikel yang berisi sumbangan nyata bagi kemajuan suatu disiplin ilmu yang banyak diminati ilmuwan sedunia; Penerbitannya dikelola secara terbuka sehingga melibatkan dewan penyunting dari berbagai penjuru dunia, atau paling tidak setiap artikelnya diolah oleh pakar-pakar internasional melalui sistem penelaahan oleh mitra bestari dunia secara anonim; Penyumbang artikelnya berasal dari pelbagai negara yang lembaga-lembaganya memiliki pakar yang berspesialisasi dalam bidang kekhususan berkala. Sejalan dengan itu persebaran berkalanya juga mendunia karena dilanggan oleh pelbagai lembaga dan pakar dari berbagai negara yang berminat pada disiplin ilmu termaksud.         Perlu disadari banyaknya hambatan budaya lekat diri dalam pola pikir, formulasi perencanaan penelitian, pendekatan pengolahan simpulan, dan motivasi penerbitan hasilnya yang telah dilakukan peneliti Indonesia, antara lain: Keterbatasan aspirasi segala kegiatan kecendekiaannya yang sering sangat melokal dan tidak menasional apalagi mengglobal kesempitan sudut pandang dan pembatasan cakupan oleh judul kegiatan (dan juga judul karya ilmiahnya) yang mengungkung kekurangberanian untuk menganalisis secara mendalam data dan informasi yang terkumpul selama penelitian ketiadaan sintesis melebar terhadap hasil yang diperoleh dengan jalan membandingkannya dengan 'mencakup' hasil penelitian lain, meminjam dari waktu lain, memanfaatkan disiplin lain, menyadap dari budaya lain, ataupun mengacu pada pengalaman orang lain yang sudah ada dalam khasanah pustaka mutakhir ketakutan dalam menyusun simpulan berdampak meluas kekerdilan buat melontarkan perampatan revolusioner yang memungkinkan tersusunnya suatu grand theory             Penelitilah yang tahu betul apakah kegiatan penelitian yang sudah diselesaikan diyakini secara pasti menghasilkan simpulan berupa keluaran (output) yang memiliki keunikan tinggi yang diminati orang banyak di pentas lokal, nasional, ataupun internasional karena sangat orisinal, serta memunyai akibatan (outcome), dan dampak (impact) luas dalam memajukan frontir ilmu dan teknologi.         Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, jumlah publikasi Indonesia sangat sedikit. Data LIPI menyebutkan, pada 2004 publikasi ilmiah di Indonesia hanya 371, sedangkan Malaysia menghasilkan 700 publikasi ilmiah, Thailand 2.125, dan Singapura 3.086. Sementara itu, dari jumlah penelitian yang dipatenkan di Amerika pada 2006, Indonesia dengan angka 43 berada di bawah Malaysia, Thailand, dan Filipina, yang masing-masing mematenkan 694, 164, dan 145 temuan ilmiah. Tidaklah mengherankan bila posisi publikasi ilmiah peneliti Indonesia yang terbit dalam berkala internasional hanya merupakan 1/3 dari Thailand, 1/10 dari Korea, 1/50 dari RRC dan Kenya, dan 1/4 dari Nigeria.         Laporan Thomson Scientific (Amerika) mengatakan bahwa jumlah paper ilmiah yang di publikasikan selama tahun 2004 oleh peneliti di Indonesia (yang berafiliasi ke lembaga penelitian atau universitas di Indonesia) berjumlah 522 paper ilmiah. Jumlah ini hanya sepertiga dari paper ilmiah yang hasilkan oleh Malaysia (1438 paper). Di level ASEAN, Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Singapore (5781 paper), Thailand (2397 paper) dan Malaysia. Yang dekat dengan Indonesia adalah Vietnam (453 paper).         Data yang hampir sama, yang dilaporkan oleh Science Direct, Elsevier menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 output riset Indonesia adalah 500an dan hingga 2007 tetap masih kurang dari 1000 paper, sama dengan Filippina dan Viet Nam, sementara Thailand sudah berada pada 1000an pada tahun 1996 dan melonjak mencapai 5500an pada tahun 2007. Malaysia pada tahun 1996 mempunyai output riset 1000an dan meningkat menjadi 3500an pada tahun 2007. Angka ini kembali lagi menguatkan rendahnya output riset ilmuwan Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah.         Rendahnya publikasi ilmiah peneliti di perguruan tinggi di Indonesia di jurnal ilmiah bereputasi internasional merupakan faktor penting terhalangnya perguruan tinggi Indonesia masuk ke world class university. Data THES pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 3 perguruan tinggi (UI, ITB, dan UGM) yang masuk dalam peringkat 500 tertinggi di dunia. Mundurnya peringkat oleh ke-3 perguruan tinggi tersebut harus dikhawatirkan. Data tahun 2006 menunjukkan UI menduduki peringkat 250, turun menjadi 395 pada tahun berikutnya. ITB menduduki peringkat 258 pada tahun 2006 dan turun menjadi 369, dan UGM dari peringkat 270 menjadi 360.         Rendahnya publikasi ilmiah para dosen di perguruan tinggi di Indonesia diduga disebabkan oleh rendahnya kemampuan atau mungkin juga rendahnya dorongan para dosen untuk menuliskan hasil penelitiannya di jurnal ilmiah bereputasi internasional, padahal skim penelitian kompetitif  Hibah Bersaing, Penelitian Fundamental, dan Hibah Tim Pascasarjana secara jelas (cermati Panduan Penelitian edisi VII) menuntut output penelitian dalam bentuk publikasi ilmiah pada jurnal bereputasi internasional. Menurut data LAKIP 2007, jumlah penelitian yang didanai oleh HB untuk tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah 450, 509, 750, dan 1696 judul, dengan total selama 4 tahun adalah 3405 judul. Pada periode yang sama, jumlah penelitian yang didanai oleh Penelitian Fundamental adalah 250, 289, 400, dan 846 judul, dengan total selama 4 tahun adalah 1785 judul. Jumlah penelitian yang didanai oleh Hibah Tim Pascasarjana pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah 25, 29, 59, dan 80 judul dengan total 193 judul. Total keseluruhan judul penelitian yang sudah dibiayai melalui ketiga skim penelitian yang secara legal menuntut penerimanya harus publikasi pada jurnal ilmiah bereputasi internasional adalah 5383 (lima ribu tiga ratus delapan puluh tiga judul).         Program insentif penulisan artikel ilmiah pada berkala bereputasi internasional pada tahun 2006 menerima 68 judul usulan. Akan tetapi, dari jumlah tersebut hanya 20 judul (29%) yang memenuhi syarat untuk diberi insentif. Pada tahun berikutnya, 2007, jumlah usulan yang masuk adalah 52 judul, menurun dari tahun sebelumnya, tetapi 34 judul (65%) yang memenuhi syarat untuk diberi insentif. Pada tahun 2008, jumlah usulan yang masuk melonjak menjadi 126 judul, dan dari jumlah itu 51 judul (40%) yang memenuhi syarat untuk menerima insentif. Total artikel yang diusulkan untuk menerima insentif publikasi internasional adalah 246 judul dan yang memenuhi syarat untuk diberikan insentif (jurnalnya betul-betul bereputasi internasional, penelitiannya didanai oleh APBN [sedikit sekali di antaranya yang didanai oleh HB, Fundamental, dan Hibah Tim Pascasarjana] dan penulis utama adalah orang Indonesia dan ada alamat lembaga Indonesia pada baris kredit artikel tersebut) adalah 105 judul.         Dengan demikian, andaikan diasumsikan semua itu berasal dari HB, Fundamental, dan Hibah Tim Pascasarjana (dan kenyataannya hanya beberapa saja) maka persentasenya hanya 105/5383 (sekitar kurang dari 2%) (pada realisasinya sangat jauh di bawah 2%).                Penjelasan dan angka-angka kasar ini tentunya sangat memprihatinkan dan perlu upaya untuk meningkatkan output riset dosen-dosen perguruan tinggi di Indonesia secara khusus dan ilmuwan secara umum. Untuk mendorong publikasi ilmiah para dosen penerima hibah penelitian kompetitif yang dikeluarkan oleh DP2M Dikti perlu kiranya diluncurkan suatu skim HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN UNTUK PUBLIKASI INTERNASIONAL Download : File ini Hibah Penelitian Publikasi Internasional                 Panduan Hibah Penelitian Publikasi Internasional                 Surat Hibah Penelitian Publikasi Internasional BACK

Hibah Penelitian untuk Publikasi Internasional

Universitas Muhammadiyah Malang


    Seorang ilmuwan atau peneliti dalam melakukan penelitian yang bertanggung jawab harus memahami betul ada suatu landasan sosial dalam ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan mempunyai landasan sosial dalam artian bahwa penelitian bertujuan memperluas pengetahuan manusia tentang dunia fisik, biologis, dan sosial melebihi apa yang sudah diketahui saat ini. Akan tetapi, pengetahuan atau hasil penelitian seseorang akan memasuki ranah sains sesungguhnya hanya setelah hasil tersebut disajikan kepada publik (publikasi) dalam bentuk yang kesahihannya dapat dinilai dan dievaluasi secara bebas. Dengan demikian, peneliti yang telah menyelesaikan penelitiannya dengan baik harus merasakan tekanan untuk mempublikasikan hasil penelitiannya. Publikasi hasil penelitian paling baik dilakukan melalui jurnal ilmiah. Dalam menyiapkan tulisan untuk diterbitkan, penulis terkungkung oleh seperangkat norma yang berlaku universal.

     Proses publikasi ini terjadi terutama dengan cara menulis hasil penelitiannya dan mengirimkannya ke jurnal ilmiah, yang selanjutnya naskah artikel itu akan dievaluasi oleh reviewer secara cermat dan teliti sehingga apa yang disajikan pada tulisan tersebut tidak akan menyesatkan publik. Setelah artikel diterbitkan, para pembaca akan menilai hasil itu berdasarkan apa yang mereka ketahui sebelumnya dari sumber-sumber lain. Dalam proses ini, pengetahuan individu secara pelan-pelan akan memasuki ranah pengetahuan yang secara umum diterima. Proses review dan revisi ini sangat penting sehingga dapat meminimalkan pengaruh subjektivitas individu dengan mengharuskan bahwa hasil penelitian itu harus diterima oleh ilmuwan lain.   Dari awal pertama publikasi jurnal pada tahun 1665 sampai sekarang, fungsi jurnal ilmiah tidak banyak berubah, yaitu serbagai media untuk regitrasi (pendaftaran atau registration), disseminasi (penyebarluasan hasil penelitian atau dissemination), pengarsipan (archive), dan sertifikasi (certification) hasil-hasil penelitian.

      Sains bukan hanya pengalaman pribadi. Sains adalah pengetahuan yang dibagikan berdasarkan pemahaman bersama tentang beberapa aspek dunia fisik dan sosial. Untuk alasan itu, konvensi sosial sain memainkan peranan penting dalam memantapkan keandalan pengetahuan ilmiah. Jika konvensi ini dilanggar, kualitas sains akan rusak. Konvensi sosial yang sudah terbukti efektif dalam sains adalah publikasi penelaahan sejawat. Ada konvensi bahwa penemu pertama bukan yang meneliti pertama tetapi yang melaporkan pertama dalam jurnal ilmiah yang menjadi penemu pertama. Sekali hasil penelitian telah diterbitkan maka hasil tersebut akan dapat digunakan oleh peneliti lain untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Akan tetapi harus diingat bahwa sampai hasil itu menjadi pengetahuan umum, orang-orang yang menggunakannya harus mengakui penemunya melalui rujukan. Dengan cara ini ilmuwan menjadi diberikan ganjaran melalui pengakuan sejawat dengan mempublikasikan hasil penelitian. Sebelum publikasi, pertimbangan yang berbeda akan berlaku. Jika seseorang menggunakan bahan-bahan yang belum dipublikasikan yang ditemukan pada suatu usulan penelitian khusus atau pada naskah, orang yang menggunakan informasi tersebut bisa dikatakan pencuri hak kekayaan intelektual. Dalam industri, hak komersial atas karya ilmiah dimiliki oleh pemilik usaha dibandingkan dengan pekerja, akan tetapi ketentuan yang hampir mirip berlaku: hasil penelitian adalah rahasia (privilage) sampai hasil tersebut dipublikasikan atau yang dibeberkan atau disebarluaskan secara publik. Publikasi pada jurnal yang ditelaah oleh rekan sejawat masih tetap merupakan cara baku untuk menyebarluaskan hasil penelitian ilmiah. Poster, abstrak, kuliah umum, dan volume prosiding sering sekali digunakan untuk menyajikan hasil awal sebelum penelaahan yang mendalam. Apa pun metode publikasi yang digunakan harus tetap menjaga mekanisme kontrol mutu. Jika kontrol mutu ini tidak dilakukan maka akan melemahkan bahkan mematikan konvensi yang telah melayani sains dengan baik. Hal yang sering terjadi adalah contoh seperti seorang saintis yang membeberkan atau mengumumkan hasil penting dan kontroversial langsung ke publik sebelum diserahkan ke penelaahan dan pemeriksaan oleh ahli sejawat. Jika peneliti telah melakukan kesalahan atau jika temuan itu disalahtafsirkan oleh media atau publik, kumunitas ilmiah dan publik bisa bereaksi buruk. Jika berita seperti itu akan dibeberkan ke media, seharusnya dilakukan setelah penelaahan oleh sejawat dan ahli sudah selesai, biasanya pada waktu publikasi pada suatu jurnal ilmiah.

       Suatu survai oleh Scientific American di tahun 1994 menunjukkan bahwa kontribusi ilmuwan Indonesia pada khasanah pengembangan dunia ilmu setiap tahunnya hanyalah sekitar 0.012%, yang jauh berada di bawah Singapura yang berjumlah 0.179%, apalagi kalau dibandingkan dengan USA yang besarnya lebih dari 25%.

        Oleh beberapa pengamat barat, jerih payah upaya ilmuwan Indonesia untuk ikut berkontribusi terhadap perkembangan khasanah ilmiah dunia diistilahkan lost science in the third world. Pernyataan bernada sumbang ini terutama disebabkan karena hasil yang disumbangkan mereka tidak sampai ke hadapan mitra bestari sesama ilmuwannya yang sebidang hanya karena ditulis dalam berkala yang berjangkauan terbatas. Keterbatasannya disebabkan karena sempitnya sirkulasi persebaran publikasi dan berkala, tiras yang sedikit sehingga tidak dilanggan oleh perpustakaan utama pusat kegiatan ilmiah internasional, dan penggunaan bahasa yang tak terbacakan secara luas.

        Sebagai akibatnya judul tulisan karya ilmuwan Indonesia pun tak tertampilkan dalam layanan cepat bibliografi dan kata kuncinya tak terambil oleh penyedia pindaian internet. Dapatlah dimengerti jika ilmuwan Indonesia sudah dicap hanya merupakan jago kandang. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika berkala ilmiah Indonesia yang terdaftar dalam liputan Science Citation Index masih dapat dihitung dengan jari sebelah tangan.

        Secara umum suatu berkala dan publikasi ilmiah lain dikatakan beraspirasi internasional jika: Ditulis dalam salah satu bahasa PBB sehingga memiliki cakupan pembaca yang luas; Memuat artikel yang berisi sumbangan nyata bagi kemajuan suatu disiplin ilmu yang banyak diminati ilmuwan sedunia; Penerbitannya dikelola secara terbuka sehingga melibatkan dewan penyunting dari berbagai penjuru dunia, atau paling tidak setiap artikelnya diolah oleh pakar-pakar internasional melalui sistem penelaahan oleh mitra bestari dunia secara anonim; Penyumbang artikelnya berasal dari pelbagai negara yang lembaga-lembaganya memiliki pakar yang berspesialisasi dalam bidang kekhususan berkala. Sejalan dengan itu persebaran berkalanya juga mendunia karena dilanggan oleh pelbagai lembaga dan pakar dari berbagai negara yang berminat pada disiplin ilmu termaksud.

        Perlu disadari banyaknya hambatan budaya lekat diri dalam pola pikir, formulasi perencanaan penelitian, pendekatan pengolahan simpulan, dan motivasi penerbitan hasilnya yang telah dilakukan peneliti Indonesia, antara lain:

  1. Keterbatasan aspirasi segala kegiatan kecendekiaannya yang sering sangat melokal dan tidak menasional apalagi mengglobal
  2. kesempitan sudut pandang dan pembatasan cakupan oleh judul kegiatan (dan juga judul karya ilmiahnya) yang mengungkung
  3. kekurangberanian untuk menganalisis secara mendalam data dan informasi yang terkumpul selama penelitian
  4. ketiadaan sintesis melebar terhadap hasil yang diperoleh dengan jalan membandingkannya dengan 'mencakup' hasil penelitian lain, meminjam dari waktu lain, memanfaatkan disiplin lain, menyadap dari budaya lain, ataupun mengacu pada pengalaman orang lain yang sudah ada dalam khasanah pustaka mutakhir
  5. ketakutan dalam menyusun simpulan berdampak meluas
  6. kekerdilan buat melontarkan perampatan revolusioner yang memungkinkan tersusunnya suatu grand theory

        Penelitilah yang tahu betul apakah kegiatan penelitian yang sudah diselesaikan diyakini secara pasti menghasilkan simpulan berupa keluaran (output) yang memiliki keunikan tinggi yang diminati orang banyak di pentas lokal, nasional, ataupun internasional karena sangat orisinal, serta memunyai akibatan (outcome), dan dampak (impact) luas dalam memajukan frontir ilmu dan teknologi.

        Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, jumlah publikasi Indonesia sangat sedikit. Data LIPI menyebutkan, pada 2004 publikasi ilmiah di Indonesia hanya 371, sedangkan Malaysia menghasilkan 700 publikasi ilmiah, Thailand 2.125, dan Singapura 3.086. Sementara itu, dari jumlah penelitian yang dipatenkan di Amerika pada 2006, Indonesia dengan angka 43 berada di bawah Malaysia, Thailand, dan Filipina, yang masing-masing mematenkan 694, 164, dan 145 temuan ilmiah. Tidaklah mengherankan bila posisi publikasi ilmiah peneliti Indonesia yang terbit dalam berkala internasional hanya merupakan 1/3 dari Thailand, 1/10 dari Korea, 1/50 dari RRC dan Kenya, dan 1/4 dari Nigeria.

        Laporan Thomson Scientific (Amerika) mengatakan bahwa jumlah paper ilmiah yang di publikasikan selama tahun 2004 oleh peneliti di Indonesia (yang berafiliasi ke lembaga penelitian atau universitas di Indonesia) berjumlah 522 paper ilmiah. Jumlah ini hanya sepertiga dari paper ilmiah yang hasilkan oleh Malaysia (1438 paper). Di level ASEAN, Indonesia menduduki peringkat keempat setelah Singapore (5781 paper), Thailand (2397 paper) dan Malaysia. Yang dekat dengan Indonesia adalah Vietnam (453 paper).

        Data yang hampir sama, yang dilaporkan oleh Science Direct, Elsevier menunjukkan bahwa sejak tahun 1996 output riset Indonesia adalah 500an dan hingga 2007 tetap masih kurang dari 1000 paper, sama dengan Filippina dan Viet Nam, sementara Thailand sudah berada pada 1000an pada tahun 1996 dan melonjak mencapai 5500an pada tahun 2007. Malaysia pada tahun 1996 mempunyai output riset 1000an dan meningkat menjadi 3500an pada tahun 2007. Angka ini kembali lagi menguatkan rendahnya output riset ilmuwan Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah.

        Rendahnya publikasi ilmiah peneliti di perguruan tinggi di Indonesia di jurnal ilmiah bereputasi internasional merupakan faktor penting terhalangnya perguruan tinggi Indonesia masuk ke world class university. Data THES pada tahun 2008 menunjukkan bahwa hanya 3 perguruan tinggi (UI, ITB, dan UGM) yang masuk dalam peringkat 500 tertinggi di dunia. Mundurnya peringkat oleh ke-3 perguruan tinggi tersebut harus dikhawatirkan. Data tahun 2006 menunjukkan UI menduduki peringkat 250, turun menjadi 395 pada tahun berikutnya. ITB menduduki peringkat 258 pada tahun 2006 dan turun menjadi 369, dan UGM dari peringkat 270 menjadi 360.

        Rendahnya publikasi ilmiah para dosen di perguruan tinggi di Indonesia diduga disebabkan oleh rendahnya kemampuan atau mungkin juga rendahnya dorongan para dosen untuk menuliskan hasil penelitiannya di jurnal ilmiah bereputasi internasional, padahal skim penelitian kompetitif  Hibah Bersaing, Penelitian Fundamental, dan Hibah Tim Pascasarjana secara jelas (cermati Panduan Penelitian edisi VII) menuntut output penelitian dalam bentuk publikasi ilmiah pada jurnal bereputasi internasional. Menurut data LAKIP 2007, jumlah penelitian yang didanai oleh HB untuk tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah 450, 509, 750, dan 1696 judul, dengan total selama 4 tahun adalah 3405 judul. Pada periode yang sama, jumlah penelitian yang didanai oleh Penelitian Fundamental adalah 250, 289, 400, dan 846 judul, dengan total selama 4 tahun adalah 1785 judul. Jumlah penelitian yang didanai oleh Hibah Tim Pascasarjana pada tahun 2005, 2006, 2007, dan 2008 adalah 25, 29, 59, dan 80 judul dengan total 193 judul. Total keseluruhan judul penelitian yang sudah dibiayai melalui ketiga skim penelitian yang secara legal menuntut penerimanya harus publikasi pada jurnal ilmiah bereputasi internasional adalah 5383 (lima ribu tiga ratus delapan puluh tiga judul).

        Program insentif penulisan artikel ilmiah pada berkala bereputasi internasional pada tahun 2006 menerima 68 judul usulan. Akan tetapi, dari jumlah tersebut hanya 20 judul (29%) yang memenuhi syarat untuk diberi insentif. Pada tahun berikutnya, 2007, jumlah usulan yang masuk adalah 52 judul, menurun dari tahun sebelumnya, tetapi 34 judul (65%) yang memenuhi syarat untuk diberi insentif. Pada tahun 2008, jumlah usulan yang masuk melonjak menjadi 126 judul, dan dari jumlah itu 51 judul (40%) yang memenuhi syarat untuk menerima insentif. Total artikel yang diusulkan untuk menerima insentif publikasi internasional adalah 246 judul dan yang memenuhi syarat untuk diberikan insentif (jurnalnya betul-betul bereputasi internasional, penelitiannya didanai oleh APBN [sedikit sekali di antaranya yang didanai oleh HB, Fundamental, dan Hibah Tim Pascasarjana] dan penulis utama adalah orang Indonesia dan ada alamat lembaga Indonesia pada baris kredit artikel tersebut) adalah 105 judul.

        Dengan demikian, andaikan diasumsikan semua itu berasal dari HB, Fundamental, dan Hibah Tim Pascasarjana (dan kenyataannya hanya beberapa saja) maka persentasenya hanya 105/5383 (sekitar kurang dari 2%) (pada realisasinya sangat jauh di bawah 2%).

         Penjelasan dan angka-angka kasar ini tentunya sangat memprihatinkan dan perlu upaya untuk meningkatkan output riset dosen-dosen perguruan tinggi di Indonesia secara khusus dan ilmuwan secara umum. Untuk mendorong publikasi ilmiah para dosen penerima hibah penelitian kompetitif yang dikeluarkan oleh DP2M Dikti perlu kiranya diluncurkan suatu skim HIBAH KOMPETITIF PENELITIAN UNTUK PUBLIKASI INTERNASIONAL

Download : File ini

Hibah Penelitian Publikasi Internasional
                Panduan Hibah Penelitian Publikasi Internasional
                Surat Hibah Penelitian Publikasi Internasional

BACK