Hukum bacaan alif lam dan contohnya mohon bantuan nya kak Ujian yang diberikan Allah kepada umat manusia ada bermacam-macam, ada yang berupa ujian fisik dan ujian psikis, ujian berikut ini yang termasuk dalam … Sesungguhnya Allah Swt. senantiasa menyertai orang-orang yang sabar. Pernyataan tersebut sesuai firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an .... A. Surah Al-Baq … tolong bantu kak ... tolong bantu kak ... tolong bantu kak ... mohon bantuan nya kak mohon bantuan nya kak Nahwu Sharaf kelas 8 bab mubatada & khobar
Wahai remaja muslim yang cerdas, kisah dan sejarah yang akan disajikan pada bagian ini merupakan kisah terhebat dalam sejarah peradaban Islam. Kisah yang dimaksud adalah mengenai tumbuh suburnya ilmu pengetahuan pada masa Daulah Abbasiyah yang berpusat di Bagdad, Irak. Puncak dari masa keemasan itu ditandai dengan tumbuh suburnya ilmu pengetahuan pada abad ke-8. Saat itu para ilmuwan muslim sangat produktif dan menjadi pelopor perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Subhanallah. Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun ar-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun. Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Bayangkan, pada masa itu sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di samping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Bidang kesejahteraan, sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Ma’mun, pengganti Harun ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah. Salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsisebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Mari kita renungkan, betapa harum citra dunia Islam waktu itu. Kaum muslimin sangat disegani oleh pergaulan di seluruh dunia. Waktu itu umat Islam identik dengan ilmu pengetahuan. Kemajuan di berbagai bidang ilmu pengetahuan selalu dipelopori dari kalangan kaum muslimin. Hal ini dilakukan karena al-Qur’ān dan Hadis menjadisumber inspirasi dan motivasi. Akankah masa kejayaan dan kemajuan tersebut pada saatnya dapat terulang kembali? Jawabannya tentu ada pada benak kalian para generasi muslim. Pola pemerintahan yang diterapkan oleh Daulah Abbasiyah berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M). Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Daulah Abbas menjadi lima periode:
Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga eksekutif dan yudikatif. Dalam bidang pemerintahan, al-Mansur menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator dari kementerian yang ada. Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dari Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abdurrahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekadar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah. Pada masa al-Mahdi (khalifah ke-3) perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Di samping itu transit perdagangan antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting. Daulah Abbasiyah mengalami masa keemasan pada masa diperintah oleh Khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan puteranya al-Ma’mun (813-833 M). Harun ar-Rasyid adalah seorang khalifah yang adil dan memiliki jiwa sosial yang sangat tinggi. Untuk menungkatkan kesejahteraan dan layanan kesehatan, dia mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi. Pada masa pemerintahannya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Harun ar-Rasyid juga membangun tempat-tempat untuk pemandian umum utuk rakyatnya. Sungguh pada waktu itu kesejahteraan, sosial, dan kesehatan menjadi perhatian serius pemerintah. Untuk mendukung terwujudnya kemajuan tersebut, pemerintah mendorong tumbuhnya ilmu pengetahuan melalui sektor pendidikan. Perhatian pemerintah terhadapmasalah pendidikan dan ilmu pengetahuan berlanjut pada saat Daulah Abbasiyah dipimpin oleh Khalifah al-Ma’mun. Khalifah al-Ma’mun adalah khalifah setelah Harun ar-Rasyid. al-Makmun juga dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk keperluan penerjemahan ini ia mendirikan lebaga yang bernama Baitul Hikmah sebagai pusat penerjemahan sekaligus berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Al-Mu’tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik perang bagi orang-orang muslim sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan internal Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi’ah, dan konflik antarbangsa dan aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendekiawancendekiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Adapun cendekiawan-cendekiawan Islam pada masa Daulah Abasiyah adalah:
a. Kota Bagdad, merupakan ibu kota negara Kerajaan Abbasiyah yang didirikan oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (754 – 775 M) pada tahun 762 M. Kota ini terletak di tepian Sungai Tigris. Masa keemasan Kota Bagdad terjadi pada pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid (786 – 809 M) dan anaknya al-Ma’mun (813 – 833M). b. Kota Samarra, letaknya di sebelah timur Sungai Tigris yang berjarak kurang lebih 60 km dari Kota Bagdad. Di kota ini terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain. Kemajuan yang dicapai tidak hanya mencakup kepentingan sosial saja, tetapi juga peradaban di semua aspek kehidupan, seperti: administrasi pemerintahan dengan biro-bironya, sistem organisasi militer, administrasi wilayah pemerintahan, pertanian, perdagangan, dan industri, Islamisasi pemerintahan, kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi, historiografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika Islam, sastra, seni, dan penerjemahan serta pendidikan, kesenian, arsitektur, meliputi pendidikan dasar (kuttab), menengah, dan perguruan tinggi, perpustakaan dan toko buku, media tulis, seni rupa, seni musik, dan arsitek. |