Ilustrasi Kunci jawaban Tema 7 Kelas 5 SD MI./ /PIXABAY.com/Dariusz Sankowski Show PortalJember.com - Kali ini kita akan membahas kunci jawaban kelas 5 SD untuk tema 7 Subtema 2 yaitu Peristiwa Kebangsaan Seputar Proklamasi Kemerdekaan. Berdasarkan buku Tema 7 kelas 5 Kurikulum 2013 terbitan 2017 oleh Kemendikbud, materi ini juga menyediakan soal-soal di halaman 133. Artikel ini dibuat untuk membantu adik-adik dan para orang tua yang sedang melaksanakan pembelajaran dari rumah masa pandemi. Baca Juga: Apa Tujuan Pembentukan KNI? Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 5 SD MI Subtema 2 Halaman 115 Dalam artikel ini, akan dibahas penyelesaian soal-soal tersebut. Kunci jawaban yang dibagikan yaitu soal-soal pada Subtema 2 halaman 133. Untuk menjawab soal-soal di halaman itu, adik-adik bisa membaca materi terlebih dulu. Kemudian, adik-adik bisa mencocokkan jawaban dengan kunci jawaban yang tersedia di bawah ini. Jika mengalami kesulitan, adik-adik dapat meminta bantuan kakak atau orang tua. Perjanjian Roem-Roijen (juga dieja Roem-Roeyen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 17 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama.
Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Mohammad Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikapnya terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).[1] Menteri Luar Negeri Belanda van Roijen (rekaman Desember 1948, sebelum berangkat ke New York dalam perjalanan dari negosiasi Resolusi 67 Dewan Keamanan PBB yang akan memaksa Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia). Pada perjanjian ini delegasi Indonesia diwakili oleh Mohammad Roem. Sementara delegasi Belanda diwakili Herman van Roijen.[2] Isi dari perjanjian ini sebenarnya lebih merupakan pernyataan kesediaan berdamai antara kedua belah pihak. Dalam perjanjian itu, pihak delegasi Republik Indonesia menyatakan kesediaannya untuk:[3]
Sedangkan pihak delegasi Pemerintah Belanda saat itu menyatakan kesediaannya untuk:[3]
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibu kota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.[5] Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatra (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.[6]
Lihat Foto KOMPAS.com - Perjanjian Roem Royen merupakan bagian dari berbagai usaha diplomatik dalam mengatasi konflik antara Indonesia dengan Belanda. Tujuan perjanjian Roem Royen tak lain adalah untuk kembali meredakan situasi di Indonesia yang memanas akibat Agresi Militer Belanda II. Baca juga: Perjanjian Renville: Isi, Tokoh, Latar Belakang, dan Dampaknya bagi Kedaulatan Indonesia Perjanjian Roem Royen terjadi setelah perjanjian Linggarjati tahun 1946, perundingan Renville tahun 1947, dan sebelum berlangsungnya Konferensi Meja Bundar tahun (KMB) 1949. Latar Belakang Perjanjian Roem RoyenPerjanjian ini terjadi setelah berlangsungnya Agresi Militer Belanda II yang membuat dibentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat di bawah komando Syafruddin Prawiranegara. Baca juga: Isi Perjanjian Giyanti hingga Dampaknya Memecah Kerajaan Mataram Islam Menjadi 2 Sulaiman Hasan dalam buku Karena Kemerdekaan Harus Dipertahankan, Sejarah Indonesia Paket C Setara SMA/MA Modul Tema 10(2018) menjelaskan bahwa Belanda menghentikan agresi militernya karena pergerakan rakyat dan tekanan dunia internasional. Pada akhirnya Belanda menerima perintah Dewan Keamanan PBB dan membuka peluang untuk berunding. Baca juga: Siapa KKB Papua dan Apa Tujuannya? Nama perjanjian ini diambil dari nama tokoh perjanjian Roem Royen yang terlibat yaitu Mr. Muhammad Roem dari Indonesia dan Dr. JH. Van Royen.dari Belanda. PBB juga membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) sebagai penengah dan mengirim utusan bernama Merle Cochran. Perundingan Roem Royen diadakan di Hotel Des Indes Jakarta dimulai sejak 17 April 1949. Setelah proses yang panjang, perjanjian Roem Royen ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949. Isi Perjanjian Roem RoyenDalam perundingan yang berlarut-larut tersebut, kedua belah pihak akhirnya menyepakati beberapa hal. Pihak Indonesia melalui Mr. Roem menyatakan: 1. Mengeluarkan perintah kepada pengikut-pengikut Republik yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. 2. Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan; dan turut serta pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat. Kemudian Belanda melalui Dr.Royen menyatakan: 1. Menyetujui kembalinya Pemerintah RI ke Yogyakarta. 2. Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik. 3. Tidak akan mendirikan atau mengakui Negara-negara yang ada di daerah yang dikuasai RI sebelum 19 Desember 1949, dan tidak akan meluaskan Negara atau daerah dengan merugikan Republik. 4. Menyetujui adanya RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat 5. Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan sesudah Pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta. Dampak Perjanjian Roem RoyenPerjanjian ini mengubah situasi Indonesia yang sempat memanas dengan ditariknya kembali pasukan Belanda dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini juga diikuti dengan pembebasan para pemimpin Indonesia yang ditawan Belanda pada 6 Juli 1949. Lebih lanjut, kedua pihak mempersiapkan Konferensi Meja Bundar yang akan dilaksanakan kemudian. Sumber: |