Tiga teori yang melandasi PENDIDIKAN SD Perspektif PENDIDIKAN SD

Berikut saya bagikan kepada khususnya mahasiswa UT S1 PGSD BI yaitu Rangkuman Makul Perspektif Pendidikan SD Modul 1 Landasan Pendidikan Sekolah Dasar. Semoga bisa memudahkan Anda dalam belajar.

PERSPEKTOIF PENDIDIKAN SD

MODUL 1

LANDASAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

Kegiatan Belajar 1. Landasan Filosofis, Psikologis-Pedagogis, dan Sosiologis-Antropologis Pendidikan Sekolah Dasar

A.    Landasan Filosofis, Psikologis-Pedagogis Pendidikan Sekolah Dasar

     Pandangan filosofis adalah cara melihat pendidikan dasar dari hakikat pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertanyaan filosofis yang akan kita bahas adalah untuk apa pendidikan Sekolah Dasar dikembangkan.

  Pandangan psikologis-pedagogis atau psiko-pedadogis adalah cara melihat  pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam pengembangan potensi individu sesuai dengan karakteristik psikologis peserta didik. Pertanyaan psiko-pedadogis yang relevan dengan fungsi proses itu adalah bagaimana pendidikan dasar dikembangkan sesuai dengan karakteristik peserta didiknya.

     Pandangan sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasardalam sosialisai atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehiduoan masyarakat, dan proses ankulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada peserta didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan.

     Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI) merupakan salah satu bentuk pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dalam jalur pendidikan formal di Indonesia pada saat ini. Bentuk pendidikan ini secara operasional dilaksanakan sebagai satuan pendidikan masing-masing sekolah.

   1.      Landasan Filosofis dan Psikologis-Pedagogis

§  Ada beberapa argumen tentang keniscayaan pendidikan untuk usia sekolah 6-13 tahun.

a)      Pelembagaan proses pendidikan untuk usia dalam system pendidikan persekolahan atau scooling system, diyakini sangat strategis artinya sangat tepat dilakukan, untuk mempengaruhi, mengondisikan, dan mengarahkan perkembangan mental, fisik, dan sosial anak dalam mencapai pendewasaannya secara sistematik dan sistemik

b)      Proses pendewasaan yang sistematik dan sistemik itu diyakini lebih efektif dan bermakna, artinya lebih memberikan hasil yang baik dan menguntungkan, daripada proses pendewasaan yang dilepas secara alami dan kontekstual melalui proses sosialisasi atau pergaulan dalam keluarga budaya semata-mata.

c)      Berbagai teori psikologi khususnya teori belajar yang menjadi landasan konseptual teori pembelajaran, seperti teori behaviorisme, kognitisfisme, humanisme, dan sosial.

§      Terkait pada berbagai pandangan pakar tersebut di atas yang sangat relevan untuk menggali landasan filosofis dan psikologis-pedagogis pendidikan di SD/MI.

a)      Teori Kognifisme

Pieget menegaskan bahwa pengetahuan bukanlah duplikat dari objek, dan bukan pula sebagai tampilan kesadaran dari bentuk yang ada dengan sendirinya dalam diri individu. Pengetahuan sesungguhnya merupakan konstruksi pikiran yang terbentuk, karena secara biologis adanya interaksi antara organisme dengan lingkungan, dan secara kognitif adanya interaksi antara organisme dengan lingkungan, dan secara kognitif adanya interaksi antara pikiran dengan objek.

Secara teoritik perkembangan kognitif mencakup tiga proses mental yakni:

a)      Assimilation atau asimilasi

Assimilation atau asimilasi adalah integrasi data baru dangan struktur kognitif yang sudah ada dalam pikiran

b)      Accommodation atau akomodasi

Accommodation atau akomodasi menunjuk pada proses penyesuaian struktur kognitif dengan situasi baru

c)      Equilibration atau ekuibrasi

Equilibration atau ekuibrasi adalah proses penyesuaian yang sinambung antara asimilasi dan akomodasi.

Anak usia SD/MI berada dalam tahap perkembangan kognitif Praoperasional sampai Konkret. Pada usia ini anak memerlukan bimbingan sistematis atau sistemik guna membangun pengetahuannya. Oleh karena itu, peran pendidikan di SD/MI sangatlah strategis bagi pengembangan kecerdasan dan kepribadian anak.

b)      Teori Historis-Kultural (Cultural Historical Theories)

Secara sosial-kultural aktivitas mental merupakan sesuatu hal yang unik hanya pada manusia. Hal ini merupakan produk dari belajar sosial atau social learning, yakni penyadaran simbol-simbol sosial dan internalisasi kebudayaan dan hubungan sosial. Kebudayaan diinternalisasi dalam bentuk system neuropsikis yang merupakan bagian dari bentuk aktivitas fisiologis dari otak manusia. Aktivitas mental yang tinggi memungkinkan pembentukan dan perkembangan proses mental manusia yang lebih tinggi.

Dengan menggunakan teori sosial kultural, proses pendidikan di SD/MI seyogianya diperlukan sebagai proses pertumbuhan kemampuan dalam diri individu sebagai produk interaksi antara kemampuan intramental dan intermental individu dalam konteks sosial-kultural, lingkungan sosial-kultural.

c)      Teori Humanistik

Pendekatan humanistic memiliki karakteristik : (a) menjadikan peserta didik sendiri sebagai isi, yakni mereka sendiri belajar tentang perasaannya dari perilakunya; (b) mengenal bahwa imajinasi peserta didik seperti dicerminkan dalam seni, impian, cerita, dan fantasi sebagai hal yang penting dalam kehidupan yang dapat dibahas bersama dengan teman sekelasnya; (c) memberikan perhatian khusus terhadap ekspresi non-verbal seperti isyarat dan nada karena diyakini hal itu sebagai ungkapan perasaan dan sikap yang dikomunikasikan; (d) menggunakan pemainan, improvisasi, dan bermain peran sebagai wahana simulasi perilaku yang dapat dikaji dan diubah.

B.     Landasan Sosiologis-Antropologis Pendidikan Sekolah Dasar

§     Cara pandang sosiologis-antropologis atau sosio-antropologis adalah cara melihat pendidikan dasar dari fungsi proses pendidikan dasar dalam proses sosialisasi atau pendewasaan peserta didik dalam konteks kehidupan bermasyarakat, dan proses enkulturasi atau pewarisan nilai dari generasi tua kepada peserta didik yang sedang mendewasa dalam konteks pembudayaan. Pertanyaan dalam kedua proses tersebut adalah bagaimana pendidikan dasar meletakkan dasar dan mengembangan secara kontekstual sikap sosial dan nilai-nilai kebudayaan untuk kepentingan peserta didik dalam hidup bermasyarakat dan berkebudayaan.

§     Dilihat secara sosiologis dan antropologis masyarakat dan bangsa Indonesia sangatlah heterogen dalam segala aspeknya. Oleh karena itu, walaupun kita secara konstitusional menganut satu system pendidikan nasional, instrumental atau pengelolaan system pendidikan itu tidaklah mungkin dilakukan secara homogen penuh.

§  Keseluruhan prinsip tersebut memberi implikasi terhadap kandungan, proses dan manajemen pendidikan nasional. Untuk itulah dalam system pendidikan kita saat ini diupayakan berbagai pembaharuan seperti kurikulum nasional yang bersifat sentralistik menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan yang bersifat desentralistik, penerapan kurikulum yang berdiversifikasi untuk melayani keberagaman, dan pengembangan standar nasional pendidikan sebagai baku mutu pendidikan secara nasional.

Kegiatan Belajar 2. Landasan Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar

A.    Landasan Historis dan Ideologis Pendidikan Sekolah Dasar (SD)

§       Landasan historis dan ideologis adalah dasar pemikiran yang diangkat dari fakta sejarah yang relevan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Sekolah Dasar beserta ide-ide atau pertimbangan yang melatarbelakangi sejak pada masa Hindia Belanda sampai saat ini.

§       Secara historis atau kesejahteraan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kelanjutan dari system pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya system pendidikan pada masa itu ditekankan pada upaya memperoleh tenaga terampil yang menegrti nilai budaya penjajah sehingga menguntungkan mereka dalam mempertahankan dan melangsungkan penjajahannya.

§       Sistem pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembnag secara dinamis pada lingkungan masyarakat yang juga berkembang dalam dimensi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

§    Dari fakta sejarah pendidikan Sekolah Dasar pada zaman Hindia Belanda, kita dapat menangkap bahwa makna segregasi sosial dan diskriminasi secara sengaja dilakukan terhadap anak penduduk bumi putera dalam memperoleh kesempatan belajar di Sekolah Dasar, tergantung pada latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya.

§      Hal lain yang sangat penting adalah tumbuhnya berbagai gerakan pendidikan pada masa perjuangan kemerdekaan yang dilakukan oleh seluruh komponen bangsa, telah mendorong tumbuh dan berkembang pula konsep dan dasar ideology pendidikan yang walaupun berbeda dalam nomenklatuurnya dan konteks perwujudannya, tetapi semuanya pada satu tujuan adanya system pendidikan yang inheren dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara Indonesia. Salah satunya adalah filsafat dan ideology pendidikan Taman Siswa Ing madya mangun karsa, Ing Ngarsa sung Tuladha, Tut Wuri Handayani.

B.     Landasan Historis-Ideologis dan Yuridis Pendidikan SD

§     Landasan historis-ideologis dan yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik Negara Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif konstitusional yang mencerminkan bagaimana system pendidikan nasional dibangun dan diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.

§       Secara ideologis dan yuridis ditetapkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional, termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral yang terkandung dalam bagian dari alenia keempat Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

§    Pendidikan SD mengemban dua fungsi, yakni fungsi pengembangan potensi peserta didik secara psikologis dan pemberian landasan yang kuat untuk pendidikan SMP dan seterusnya. Sedangkan tujuan secara substantif merujuk pada tujuan pendidikan nasional.

§        Peserta didik SD/MI berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan dengan cara sebagai berikut.

1)      Menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya

2)      Menghormati pendidik dan tenaga kependidikan

3)    Mengikuti proses pembelajaran dengan dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku

4)      Memeliha kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial diantara teman

5)      Mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi sesame

6)      Mencintai lingkungan, bangsa dan Negara

7)     Ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan., ketertiban, dan keamanan sekolah.


§       Bila seluruh ketentuan perundang-undangan tentang wajib belajar 9 tahun dapat dilaksanakan dengan baik, maka program Wajar tersebut akan memberi dampak yang luas bagi pencerdasan kehidupan bangsa secara bertahap. Oleh karena itu, sinergi seluruh unsur pemerintahan pusat dan daerah sangatlah penting.

Terima Kasih... Semoga Bermanfaat...