Tokoh yang mengusulkan agar bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan adalah

Mohammad Yamin. Foto: dok. Wikimedia Commons

Mohammad Yamin adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia.

Sebagai Ketua Jong Sumatranen Bond (kelompok pemuda Sumatera), Mohammad Yamin mulai aktif mengemukakan gagasan tentang persatuan Indonesia. Sebagai seorang penyair dan sastrawan, Yamin meyakini jika bahasa dapat menjadi “alat” pemersatu bangsa.

Melalui pidatonya dalam Kongres Pemuda I yang diselenggarakan pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Batavia (Jakarta), Mohammad Yamin dengan lantang mengutarakan gagasannya. “Kemungkinan Bahasa-bahasa dan Kesusastraaan di Masa Mendatang”, Mohammad Yamin mengusulkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

Foto udara Upacara Sumpah Merah Putih yang digelar dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda di lapangan Tugu Pahlawan, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (26/10). Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru

“Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa bahasa Melayu lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan dan bahasa persatuan yang ditentukan untuk orang Indonesia. Dan kebudayaan Indonesia masa depan akan mendapat pengungkapannya dalam bahasa itu,” demikian pidato Mohammad Yamin, dikutip dari buku Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru (2003).

Pidato yang disampaikan Mohammad Yamin mendapatkan respons yang baik dari peserta kongres yang hadir. Mereka tertarik terhadap gagasan Mohammad Yamin mengenai persatuan. Banyak yang meyakini bahwa pemakaian bahasa Melayu yang memang sudah banyak digunakan sebagai bahasa pengantar selain bahasa Belanda dan bahasa Arab, dapat digunakan sebagai bahasa pengantar di Indonesia.

Kongres Pemuda I memang belum berhasil menyatukan kelompok pemuda dalam satu organisasi. Sebagaimana Mohammad Yamin pun ikut menolak dilakukannya fusi untuk mewadahi semua organisasi pemuda dalam satu wadah yang sama. Mohamad Yamin lebih memilih dibentuknya federasi dari perkumpulan-perkumpulan yang ada dengan maksud agar organisasi tiap daerah lebih bisa bergerak bebas tanpa adanya sebuah aturan yang melekat.

Namun, pidato Mohammad Yamin pada Kongres Pemuda I mulai menumbuhkan konsep mengenai persatuan Indonesia yang semakin menggebu.

Mohammad Yamin. Foto: dok. Wikimedia Commons

Hingga dilakukannya Kongres Pemuda II yang dilaksanakan pada 27 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta), Yamin yang menjabat sebagai Sekretaris Kongres belum menyetujui dibentuknya fusi, padahal sudah banyak organisasi pemuda yang setuju untuk dibentuknya fusi. Salah satu di antaranya organisasi Perhimpunan Indonesia dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPKI).

Mohammad Yamin tidak ingin Kongres Pemuda II berakhir tanpa hasil. Setidaknya, harus ada kesepakatan bersama yang disetujui dan dibacakan seluruh peserta kongres mengenai nilai persatuan.

Saat kongres tengah berlangsung, Yamin menuliskan gagasan “Sumpah Pemuda” dalam kertas yang kemudian kertas tersebut disodorkan kepada Soegondo Djojopoespito, selaku Ketua Kongres.

Mohammad Yamin. Foto: dok. Wikimedia Commons

“Ik heb een eleganter formulering voor de resolutie (Saya punya rumusan resolusi yang elegan),” ujar Mohammad Yamin pada Seogondo, dikutip dari buku Mengenang Mahaputra Prof. Mr. H. Muhammad Yamin Pahlawan Nasional RI (2003). Rumusan itu kini dikenal dengan nama Sumpah Pemuda yang sampai saat ini sering dikumandangkan setiap Hari Sumpah Pemuda.

Hari Sumpah Pemuda ditetapkan pertama kali di masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1959 melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959. Sumpah Pemuda dimaknai sebagai momentum bersatunya para pemuda seluruh Indonesia yang kemudian bergerak dalam satu haluan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.

Setelah Kongres Pemuda II, Mohammad Yamin mulai melakukan gagasan fusi organisasi pemuda daerah. Akhirnya, pada tahun 1930, semua organisasi pemuda bisa bersatu dalam satu wadah, yaitu Indonesia Muda yang memiliki tujuan untuk membangun dan mempertahankan keinsyafan anak bangsa yang bertanah air satu agar mencapai Indonesia Raya.

Lihat Foto

KOMPAS/MAMAK SUTAMAT

Para tokoh Kongres Pemuda I dan II bertemu di Gedung Sumpah Pemuda (28/10/1978).

KOMPAS.com - Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi atau bahasa nasional di Indonesia.

Selama ini, Bahasa Indonesia telah menyatukan rakyat dari 17.000 pulau, 350 kelompok suku, dan 750 bahasa daerah.

Bahasa Indonesia sendiri berasal dari Bahasa Melayu, yang terus mengalami perkembangan seiring berlakunya ejaan Van Ophuijsen, Soewandi, Melindo, dan yang sekarang Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Pada tanggal 28 Oktober 1928, Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan, bertepatan dengan Sumpah Pemuda.

Lantas, bagaimana sejarah Bahasa Indonesia hingga akhirnya dijadikan sebagai bahasa persatuan?

Baca juga: Perkembangan Bahasa Indonesia sebelum Kemerdekaan

Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu yang telah digunakan di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7.

Salah satu buktinya adalah ditemukannya prasasti di Palembang pada 683, yang penulisannya menggunakan Bahasa Melayu.

Penggunaan Bahasa Melayu tidak terlepas dari pengaruh Kerajaan Sriwijaya, yang pada masa itu menguasai perdagangan di wilayah Pulau Sumatera.

Sejak saat itu, Bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa sehari-hari oleh rakyat di sekitar Selat Malaka.

Seiring berkembangnya zaman, Bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca, atau bahasa perhubungan antargolongan, pedagang, dan kerajaan, yang akhirnya terus meluas di Nusantara.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA