Tuliskan 5 lagu yang sering dibawakan oleh orkes Tanjidor

Bedug Tanjidor Terompet Tanjidor Simbal Tanjidor Tanjidor Tenor Tanjidor

TANJIDOR adalah kesenian tradisional Betawi yang berbentuk orkes. Seni musik yang dimainkan secara berkelompok ini banyak dipengaruhi musik Eropa, terutama dalam penggunaan alat musik tiup. Biasa disingkat tanji yang berarti menabuh. Karena yang ditabuh adalah tambur yang berbunyi dor-dor-dor, maka digabunglah menjadi tanjidor.

Asal-usul tanjidor masih belum jelas. Paramita Rahayu Abdurachman dalam Bunga Angin Portugis di Nusantara menyebut kemungkinan berasal dari sisa kebudayaan Islam; entah Moro atau daerah lain. Istilah “tanjidor” sendiri punya kemiripan dengan bahasa Portugis. Dalam bahasa Portugis ada kata “tanger” yang berarti memainkan alat musik dan “tangedor” (diucapkan tanjedor) untuk orang yang memainkan alat musik berdawai di luar ruangan. Kemudian ada “tangedores” berarti brass band yang dimainkan pada parade militer atau pawai keagamaan.

Meski sistem tangga nadanya sama-sama diatonik, kesenian di Portugis cukup berbeda dari tanjidor di masyarakat Betawi. Tanjidor justru lebih didominasi alat musik tiup.

Sejauh ini, kemunculan tanjidor selalu dikaitkan dengan kebiasaan pejabat dan orang-orang kaya di dan sekitar Batavia (Jakarta) yang memiliki ansambel di rumah dan dimainkan budak-budak mereka. Salah satunya Augustijn Michiels atau lebih dikenal sebagai Mayor Jantje, seorang tuan tanah di Citrap (Citeureup), Bogor. Peran Mayor Jantje dalam kemunculan tanjidor diulas Mona Lohanda pada pengantar buku Mayor Jantje: Cerita Tuan Tanah Batavia Abad ke-19 karya Johan Fabricius.

Michiels memiliki beberapa ansambel musik di rumahnya: ansambel Eropa, marching band tentara, ansambel Cina, dan gamelan. Sebagai tuan tanah, dia juga memiliki ratusan budak. Budak-budak itu mempunyai keahlian, di antaranya memainkan alat musik. Maka, 30 budak bergabung dalam Korps Musik Papang (Het Muziek Corps der Papangers).

Para pemusik itu bertugas menghibur Mayor Jantje saat pesta dan jamuan makan. Mereka memainkan musik sembari berbaris memutari meja yang diisi para tamu. Ketika Michiels meninggal dunia tahun 1833, keluarganya melelang 30 musisi budak dan instrumen mereka.

Setelah perbudakan dihapuskan, para budak yang merdeka dan dapat bermain musik membentuk perkumpulan musik, yang kemudian masyhur dengan nama tanjidor. Mereka memainkan lagu-lagu Eropa untuk mengiringi pesta dansa, polka, mars, lancier, dan lagu-lagu parade. Perlahan mereka juga mulai memainkan lagu-lagu Betawi, Melayu, dan sebagainya.

Musik tanjidor kemudian dikembangkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah Bekasi, Depok, Tangerang, Bogor, dan Karawang. Para pemainnya pun kebanyakan berasal dari daerah-daerah di luar Jakarta. Pada zaman dulu, para pemusik tanjidor tak menyandarkan hidup dari tanjidor. Mereka kebanyakan petani. Saat musim bercocok tanam mereka menggantungkan alat-alat musik di rumah. Namun setelah panen, mereka datang ke Jakarta untuk mengamen keliling atau memeriahkan pesta perkawinan, arak-arakan pengantin, sunatan, hingga perayaan Imlek dan Cap Co Meh.

Kelompok musik tanjidor biasanya terdiri dari 7-10 orang yang memainkan repertoar lagu diatonik maupun lagu-lagu yang bertangga nada pelog bahkan slendro. Lagu-lagu yang mereka bawakan antara lain Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara, Jali-Jali, Surilang, Sirih Kuning, Kicir-Kicir, dan Cente Manis.

Dalam sebuah pementasan, kelompok tanjidor biasa mengikuti suatu pola. Mereka memulai permainan dengan lagu-lagu mars dan walz. Baru setelah itu memainkan jenis lagu lain: lagu-lagu Betawi atau gambang kromong, lagu Sunda (jaipongan), lagu Melayu, bahkan lagu dangdut.

Kesenian tanjidor luwes dalam beradaptasi dengan kesenian lain. Seperti disebut buku Wajah Pariwisata Jawa Barat, adaptasi itu melahirkan bentuk kesenian baru seperti jikres (tanjidor-orkes), jinong (tanji-lenong), bajidoran (tanjidor dengan kliningan Sunda), tanji godot (tanjidor dengan tambahan instrumen biola dan cello), dan jipeng (tanji-topeng). Adaptasi juga mengharuskan tanjidor melengkapi instrumen musiknya.

Sebagai sebuah ansambel, tanjidor terdiri dari klarinet (tiup), piston (tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan tambur.

Klarinet kadang disebut suling, klarinet atau kronet menghasilkan suara kecil melengking. Terompet sering disebut piston; merujuk pada klep-klep pada terompet yang dipijit jari tangan untuk memperoleh nada-nada. Ada trombon dengan tabung resonansi memanjang dan bisa digerakkan memendek atau memanjang untuk mendapatkan nada yang diinginkan –sehingga sering disebut terompet panjang.

Alat musik lainnya adalah tuba tenor atau disebut tenor saja, malah ada yang menyebutnya tenor jongkok karena biasa dimainkan di atas pangkuan si pemain sehingga alat ini seperti orang jongkok. Ada tuba bas yang biasa disebut bas saja, bombardon, atau bas selendang karena alat musik ini disandang seperti orang memakai selendang melingkari bahu.

Instrumen lain adalah alat musik perkusi. Ada tambur kecil yang dimainkan dengan cara dipukul membrannya dengan dua tongkat pemukul kayu. Ada tambur besar atau dinamakan tanji yang dimainkan oleh satu tangan pada satu sisi membran dengan satu tongkat pemukul kayu yang kepalanya diberi bulatan kain lunak. Tangan lainnya memegang satu simbal yang kemudian dipukulkan ke simbal lain yang diletakkan di atas tambur besar. Ada drum atau membranofon terbuat dari kulit yang direntangkan dan dipukul dengan tangan atau sebuah batang. Ada pula yang melengkapinya dengan triangle.

Saat ini, musik tanjidor lebih sering dipertunjukkan untuk mengarak pengantin dan menyambut tamu agung.*

Jakarta -

Tanjidor adalah alat musik khas Betawi yang dimainkan secara berkelompok. Alat musik ini dimainkan dengan ditiup.

Tanjidor berasal dari kata Tanji dan dor. Tanji berarti menabuh sedangkan dor adalah bunyi dor, dor, dor. Dua kata itu digabungkan menjadi tanjidor.

Alat musik ini kerap digunakan dalam acara pernikahan, khitanan, dan pawai. Berikut adalah sejarah dan instrumen musik tanjidor yang dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan:

Menurut Ernst Heinz, ahli musik dari Belanda yang mengadakan penelitian musik rakyat di pinggiran Kota Jakarta tahun 1974, tanjidor berasal dari para budak yang ditugaskan bermain musik untuk para tuannya. Tanjidor juga merupakan orkes budak pada masa kompeni.

Para pejabat petinggi Belanda pada masa lalu membangun vila-vila di Cililitan Besar, Pondok Gede, Tanjung Timur, Ciseeng, dan Cimanggis. Di vila-vila tersebut terdapat beberapa budak dan para budak tersebut memiliki kemampuan memainkan alat musik.

Para budak tersebut memainkan alat musik dan menghibur tuannya saat pesta dan jamuan makan. Kemudian pada tahun 1860, perbudakan dihapuskan. Para budak yang merdeka pun berinisiatif membentuk perkumpulan musik dan terkenal. Perkumpulan musik tersebut diberi nama Tanjidor.

Tanjidor berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di daerah-daerah tersebut, biasanya orkes Tanjidor membawakan lagu yang berjudul Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul-judul lagu itu 'berbau' Belanda, meskipun dengan ucapan Betawi.

Lagu-lagu Tanjidor kemudian berkembang dengan membawakan lagu khas Betawi seperti Jali-Jali, Surilang, Sirih Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, Stambul, Persi serta lagu-lagu Sunda, seperti Kang Haji, Sulanjana, Daun Pulus, dan sebagainya. Sejak mulai menggunakan lagu-lagu Betawi, Tanjidor terus berkembang dan terus dimainkan hingga kini.

2. Instrumen Musik Tanjidor

Pada musik Tanjidor terdapat beberapa alat musik yang dimainkan. Alat musik tersebut yakni alat musik tiup dan ditabuh.

Alat musik tiup tersebut yaitu klarinet, piston, trombon, dan terompet. Sedangkan alat musik yang ditabuh adalah drum (membranofon), simbal (perkusi), dan side drums (tambur).

Bagaimana detikers, apakah penjelasan tentang tanjidor dapat dipahami? Jangan lupa mengeksplorasi musik khas Indonesia lainnya ya!

Simak Video "KuTips: Cara Baca Al-Qur'an dengan Tanda Waqaf"


[Gambas:Video 20detik]
(nwy/nwy)

Tuliskan 5 lagu yang sering dibawakan oleh orkes Tanjidor

Musik Tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke 14 sampai 16. Menurut sejarawan, dalam bahasa Portugis ada kata tanger yang artinya memainkan alat musik. Memainkan alat musik ini dilakukan pada pawai militer atau upacara keagamaan. Kata tanger itu kemudian diucapkan menjadi tanjidor.

Musik Tanjidor sangat jelas dipengaruhi musik Belanda. Lagu-lagu yang dibawakan antara lain : Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, Cakranegara. Judul lagu itu berbau Belanda meski dengan ucapan Betawi. Lagu-lagu Tanjidor bertambah dengan membawakan lagu-lagu Betawi. Dapat dimainkan lagu-lagu Gambang Kromong, seperti : Jali-Jali, Surilang, Siring Kuning, Kicir-Kicir, Cente Manis, stambul, dan persi.

Tanjidor berkembang di daerah pinggiran Jakarta, Depok, Cibinong, Citeureup, Cileungsi, Jonggol, Parung, Bogor, Bekasi dan Tangerang. Di daerah-daerah itu dahulu banyak terdapat perkebunan dan villa milik orang Belanda.

Pada tahun 1950-an orkes Tanjidor melakukan pertunjukan ngamen, khususnya pada Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Cina (Imlek). Dengan bertelanjang kaki atau bersandal jepit mereka ngamen dari rumah ke rumah. Lokasi yang dipilih biasanya kawasan elit, seperti : Menteng, Salemba, Kebayoran Baru, yang merupakan daerah pemukiman orang Belanda. Atau mereka ke daerah lain yang penduduknya memeriahkan Tahun Baru. Pada Tahun Baru Cina biasanya Tanjidor ngamen lebih lama. Karena Tahun Baru Cina dirayakan sampai perayaan Cap Gomeh, yang dirayakan pada hari ke-15 setelah Imlek.