Wujud meneladani sifat Allah yang Maha Sejahtera yaitu

ASSAJIDIN.COM– Allah adalah sumber kedamaian. Dialah “Mata Air” kedamaian yang tidak pernah kering. Siapa pun yang menghasratkan diri untuk “meminum” sebagian saja dari mata air itu niscaya ia akan merasakan kesegaran dan kebahagiaan hakiki.

Assalamualaikum (warahmatullahi wa barakatuh). Inilah kata-kata indah yang senantiasa diucapkan hamba-hamba Allah dari masa ke masa, sejak lima belas abad lalu. Entah sudah berapa kali kita mengucapkan kalimat agung ini. Yang jelas, dalam sehari semalam, tidak kurang dari sepuluh kali kita mengucapkannya, masing-masing dua kali saat mengakhiri shalat fardu.

Jumlah ini akan bertambah ketika kita melakukan shalat sunat, saat bertemu saudara seiman, saat membuka acara, atau saat bertamu, semuanya diawali ucapan salam.

Rasulullah saw. sangat menganjurkan umatnya untuk menyebarkan salam.

“Demi Zat yang diriku dalam genggaman-Nya, kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman; dan kalian tidak beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang akan membuat kalian saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR Muslim)

Beliau sangat mengistimewakan kalimat keselamatan ini. Di dalamnya terdapat salah satu asma Allah; As Salam As Salam. Artinya, Allah Yang Mahasejahtera, Allah yang berkuasa mencurahkan rahmat dan kesejahteraan kepada semua makhluk-Nya. Dengan demikian, kalimat salam bukan sekadar ucapan tanpa makna. Kalimat salam adalah cerminan doa. Orang yang mengucapkannya dituntut untuk menyebarkan kedamaian dan kesejahteraan kepada orang-orang di sekitarnya, selain bahwa dirinya meyakini bahwa Allah-lah sumber kedamaian dan kesejahteraan tersebut.

Allah sebagai As Salam

Sebagai salah satu sifat Allah, As Salam terungkap dalam QS Al Hasyr (59: 22).

“Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang Mengetahui yang gaib dan nyata, Dialah Yang Maha Pengasih (Ar Rahman) lagi Maha Penyayang (Ar Rahim). Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Maha Penguasa (Al Malik), Yang Mahasuci (Al Quddus), Yang Mahasejahtera (As Salam) ….”

Allah sebagai As Salam memiliki makna bahwa Dia terhindar dari segala kekurangan dari segala aib kejelekan, juga dari kepunahan (kematian) yang biasa dialami makhluk-Nya. Dengan sifat As Salam, Allah Swt. menganugerahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk dan secara khusus menyelamatkan orang-orang beriman dari siksa neraka.

Lihat Juga :  Wahai Remaja...Jangan Terjebak dengan Gadgetmu

Makna Asmaul Husna AS SALAM Allah Yang Maha Sejahtera
Laleh Bakhtiar dalam bukunya Meneladani Akhlak Allah Melalui Asmaul Husna mengungkapkan bahwa sebagai sifat aktif, As Salam adalah pemberi kedamaian dan keselamatan pada awal penciptaan dan pada saat hari Kebangkitan. Mengucapkan assalamualaikum kepada makhluk-Nya termasuk pula perwujudan As Salam.

Dengan demikian, dalam nama As Salam terkandung makna bahwa Allah-lah sumber kedamaian. Sumber yang senantiasa memancarkan “air kedamaian” yang bisa diambil sepuasnya. Siapa pun yang “meminumnya”, pasti akan merasakan kesegaran dan kebahagiaan hakiki, apalagi jika kita sudi membagikan air itu kepada orang lain, atau setidaknya membimbing orang lain menuju mata air tersebut.

Menyayangi sesama adalah cara paling tepat untuk mendapatkan salam dari Allah. “Ingin mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah? Cintai dan kasihi makhluk-Nya,” demikian ungkap seorang bijak. Maka, pantas apabila Rasulullah saw. yang mulia senantiasa menekankan, “Sayangilah yang di bumi niscaya yang di langit (Allah Swt.) akan menyayangimu”. Beliau pun berpesan, “Wahai, manusia, sebarkanlah salam, berilah makan, sambungkan silaturahmi, dan shalatlah pada waktu malam saat orang-orang terlelap tidur niscaya engkau akan masuk surga dengan selamat sejahtera” (HR At Tirmidzi).

Teladan As Salam

Siapa pun yang ingin meneladani asma Allah As Salam harus menjadikan salam (kedamaian) sebagai prinsip utama dalam hidup kita. Kita harus menyiapkan diri untuk menjadi sumber kedamaian bagi orang lain. Siapa pun yang bersama kita, yang dekat dengan kita, dan yang berinteraksi dengan kita, harus merasakan adanya kedamaian.

“… dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS Al Furqan, 25: 63)

Sebagai pemantik semangat, saya kutipkan perjalanan seorang sahabat Nabi yang berjuang menjadikan dirinya sebagai penebar salam. Nama sahabat ini Abu Juray. Awalnya, dia merasa heran. Dilihatnya orang-orang berbicara tentang banyak hal. Akan tetapi, selalu saja sumber perbincangannya berasal dari satu sosok yang istimewa. Abu Juray pun berusaha mencari tahu, siapakah sosok istimewa itu.

“Siapa sosok orang itu?” tanya Abu Juray kepada orang-orang.

“Dia Rasulullah,” jawab mereka.

“‘Alaikassalam, wahai, Rasulullah,” gumamnya.

“Hai, engkau jangan berkata ‘alaikassalam, tapi katakanlah assalamualaikum. ‘alaikassalam itu ucapan untuk orang yang mati,” jawab seseorang.

Setelah bertemu Rasulullah saw., Abu Juray pun bertanya, “Engkaukah Rasulullah?”

Beliau menjawab, “Aku adalah Rasul utusan Allah, Zat yang apabila dirimu terkena kesulitan lalu engkau berdoa kepada-Nya, Dia akan melepaskan kesulitan itu dari dirimu. Jika engkau mengalami musim kering lalu engkau meminta kepada-Nya, Dia akan menumbuhkan tanaman itu untukmu. Jika engkau berada di tanah yang tidak bertuan atau padang gersang, lalu binatang tungganganmu hilang, lalu engkau memohon kepada-Nya, Dia akan mengembalikannya kepadamu …”

Hari itu, Abu Juray belajar tentang Allah Swt., tentang betapa Maha Pengasih dan Penyayangnya Dia. Tampaknya, Abu Juray telah mendapatkan jawaban atas kepenasarannya. Begitu pula keheranannya. Ia mendapati sosok yang dari dirinya mengalir begitu banyak nasihat, budi pekerti yang luhur, pijakan perilaku, kedamaian, dan tuntunan jalan keselamatan. Abu Juray pun memberanikan diri meminta nasihat khusus kepada Nabi.

“Nasihati aku dengan nasihat yang mengikat,” demikian pintanya.

“Janganlah engkau mencaci seorang pun. Janganlah engkau menghina sebentuk kebajikan apa pun. Bicaralah dengan sesama saudaramu dengan keadaan wajah yang cerah karena itu adalah kebaikan. Tinggikan kainmu dan jangan kaujuntaikan karena itu bagian dari kesombongan. Sesungguhnya, Allah tidak menyukai kesombongan. Jika seseorang menghina dan mencaci dirimu dengan sesuatu yang dia tahu bahwa itu memang ada pada dirimu, janganlah engkau membalas menghina dan mencacinya dengan sesuatu yang engkau tahu itu ada pada dirinya. Biarkan kesudahannya kembali pada dirinya dan bagimu pahalanya; dan jangan mencaci apa pun.”

Bagi Abu Juray, hari-hari sesudah itu adalah hari-hari penuh keimanan, pencerahan, jalan lurus, dan kedamaian, sebagai hasil ditunaikannya janji yang dimintanya dari Rasulullah saw. Dengan sepenuh kesungguhan, ia meniti jalan hidup baru; jalan hidup yang penuh salam dan kemuliaan. “Sungguh, sesudah itu, aku tidak pernah menghina dan mencaci seorang pun, budak ataupun orang merdeka, tidak pula aku mencaci keledai ataupun domba,” ungkapnya suatu ketika.

Dengan keteguhan dan keimanan kita kepada Allah, semoga kita bisa memaknai lebih dalam arti dari As Salam.(*/sumber: Alqurantiqrar.com)

Mengimani Allah sebagai As-Salam merupakan bagian integral dari tauhid rububiyyah.

Mgrol120

As-Salam, Allah Maha Memberi Kesejahteraan.

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu al-asma’ al-husna (nama terbaik) Allah SWT adalah As-Salam, Maha Pemberi Kesejahteraan. Makna kata As-Salam, secara bahasa, dapat dilihat dua perspektif, yaitu dari segi dzat, sifat dan perbuatan Allah, dan dari segi manusia atau makhluk-Nya.

Baca Juga

Dari segi dzat, sifat, dan perbuatanNya, As-Salam berarti terbebas dari segala kekurangan, cacat, dan keburukan. Sedangkan dari perspektif manusia atau makhlukNya, As-Salam itu berarti Maha Pemberi Keselamatan, Kesejahteraan, dan Kedamaian.

Sebagai makhluk-Nya, manusia diciptakan dengan fitrah yang cenderung mencintai keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan lahir dan batin. Maka, meneladani As-Salam, berarti mengaktualisasikan nilai kesejahteraan, keselamatan, dan perdamaian dalam kehidupan.

Setiap Mukmin harus meyakini bahwa sumber segala perdamaian, keselamatan, dan kesejahteraan adalah Allah, As-Salam. Mengimani Allah sebagai sumber As-Salam merupakan bagian integral dari tauhid rububiyyah. Tauhid ini penting diaktualisasikan karena tidak jarang konflik bersenjata sesama Muslim, seperti yang terjadi di Suriah, Irak, Yaman, Afganistan, dan lainnya, sama-sama memekikkan Allahu Akbar. Ironis.

Oleh karena itu, pesan dan teladan As-Salam perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai manifestasi dari As-Salam, semua ciptaan Allah itu seimbang, sempurna, tidak mengandung cacat dan cela sedikit pun, dan tidak ada yang sia-sia, sehingga Mukmin yang mengimani-Nya harus bertasbih, memahasucikan-Nya dari segala kekurangan dan keburukan.

Allah SWT menyerukan jalan keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan, karena jalan inilah yang mengantarkan ke surga, kampung akhirat yang penuh kedamaian dan kesejahteraan. Seruan menempuh jalan kedamaian dan kesejahteraan itu harus diikuti dengan menempuh jalan Islam.

“Dan Allah menyeru (manusia) ke Darus-salam (surga), dan memberikan petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus (Islam)," (Qs Yunus [10]: 25).

Jalan keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan itu merupakan pilihan yang petunjuk jalannya telah diberikan Allah dengan syariat-Nya. Syariat Islam sejatinya adalah peta jalan (road map) yang mengantarkan ke surga Allah, Darus-salam.

Dengan menerjemahkan As-Salam dalam kehidupan, tauhid As-Salam dapat menghadirkan budaya keamanan, kedamaian, ketenteraman, kesejahteraan, dan kerukunan. Oleh sebab itu, aktualisasi sifat As-Salam dapat diwujudkan dengan mengamalkan pesan Nabi Muhammad SAW, “Wahai umat manusia, tebarkanlah salam (jalan kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan), berilah makan (kepada orang yang membutuhkan), jalinlah tali silaturrahim, dan shalat malamlah saat mayoritas manusia tidur lelap, niscaya kalian semua akan masuk surga dengan selamat dan penuh kedamaian,” (HR al-Turmudzi, Ibn Majah, Ahmad, al-Darimi, dan al-Hakim).

Jadi, esensi Islam itu adalah subul As-Salam (jalan keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan) yang berasal dari Allah, yang diyakini dapat mengantarkan Mukmin ke surga-Nya, Dar As-Salam (kampung akhirat yang penuh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan abadi).

-----

Muhbib Abdul Wahab, Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan Sekretaris LP2 PP Muhammadiyah.

Sumber: Majalah SM Edisi 10 Tahun 2017

https://www.suaramuhammadiyah.id/2020/11/04/as-salam-allah-maha-memberi-kesejahteraan/

Wujud meneladani sifat Allah yang Maha Sejahtera yaitu

sumber : Suara Muhammadiyah