Apa artinya teknik in vitro kultur jaringan

Perbanyakan tanaman secara in vitro (kultur jaringan tanaman) adalah sebuah kegiatan menjaga dan menumbuhkan jaringan (kalus, sel, protoplas) dan organ tanaman (daun, tunas pucuk/lateral, batang, akar dan embrio) pada kondisi aseptik (Hartmann et al., 1997; George et al., 2007). Teknik ini digunakan untuk berbagai tujuan seperti: memperbanyak tanaman, memodifikasi genotype tanaman, memproduksi biomasa dan metabolit sekunder, mempelajari patologi tanaman, konservasi plasma nutfah dan penelitian-penelitian ilmiah lainnya. Teknik ini juga telah diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, baik tanaman semusim maupun menahun, tanaman herbaceous maupun berkayu. Aplikasi perbanyakan tanaman secara in vitro ini memiliki kelebihan dan kelemahan (Suryowinoto, 1996; Hartmann et al., 1997; George et al., 2007).

Kelebihan perbanyakan tanaman secara in vitro, diantaranya:


  • Menggunakan potongan-potongan kecil dari bagian tanaman (daun, tunas, batang, akar, kalus, sel) untuk menghasilkan tanaman baru yang utuh.
  • Membutuhkan ruang yang kecil, energi dan tenaga yang lebih efisien untuk menjaga, menumbuhkan dan meningkatkan jumlah tanaman
  • Karena perbanyakan tanaman dilakukan dalam kondisi aseptik, bebas dari pathogen, maka saat kultur tanaman berhasil dilakukan tidak akan terjadi kehilangan tanaman karena serangan penyakit dan tanaman yang dihasilkan dari kultur jaringan (pada kondisi tertentu) juga bebas dari bakteri, jamur dan mikroorganisme pengganggu yang lain.
  • Dengan metode khusus (kultur meristem), teknik ini dapat digunakan untuk menghasilkan tanaman yang bebas dari virus.
  • Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti: nutrisi (media), konsentrasi zat pengatur pertumbuhan (ZPT), kadar gula, cahaya, temperatur, kelembaban, dll. lebih mudah diatur. 
  • Dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman yang memiliki pertumbuhan yang lambat dan sulit diperbanyak secara vegetatif.
  • Produksi tanaman menggunakan teknik ini dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa tergantung oleh perubahan musim.
  • Dapat menyimpan tanaman hasil perbanyakan dalam waktu yang lama

Kelemahan perbanyakan tanaman secara in vitro:
  • Membutuhkan ketrampilan yang memadahi, peralatan, bahan dan biaya yang mahal, serta sarana pendukung yang mencukupi,
  • Membutuhkan metode yang khusus dan optimum untuk menunjang keberhasilan aplikasinya pada tiap species dan tanaman,
  • Meski dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah yang banyak dari bagian kecil tanaman, pada kondisi tertentu dapat menghasilkan adanya penyimpangan karakter-karakter tanaman (undesirable characteristics) dan kelainan genetik (genetic abberant),
  • Mengingat tanaman hasil kultur in vitro terbiasa tumbuh pada medium yang cukup dengan sumber karbon, kelembaban yang tinggi dan memiliki kemampuan fotosintesis yang rendah, maka untuk memindahkan tanaman dari kondisi in vitro ke kondisi ex vitro diperlukan proses aklimatisasi dan adaptasi agar tanaman tidak mudah mati akibat kehilangan air dan dapat tumbuh normal pada kondisi ex vitro.
Tahapan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro dibagi dalam 5 tahapan, yaitu: (1) seleksi tanaman induk dan penyiapannya, (2) kultur aseptik, (3) perbanyakan/penggandaan propagule (kalus/tunas/embrio), (4) pengakaran dan (5) aklimatisasi plantlets. Dari ke-5 tahapan tersebut, kultur aseptik merupakan tahapan paling kritikal dan sulit dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Selanjutnya dalam perbanyakan tanaman secara in vitro, tidak semua jenis tanaman memerlukan ke-5 tahapan tersebut. Pada tanaman tertentu (krisan, anyelir) tahap pengakaran tidak diperlukan.
Keberhasilan perbanyakan tanaman tanaman secara in vitro  dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: genotype tanaman; jenis, asal dan umur eksplan; media, zat pengatur tumbuh (ZPT), sumber karbon, bahan aditif, cahaya, suhu, kelembaban, dll. (Debergh dan Zimmerman, 1991; Hartmann et al., 1997; George et al., 2007). Selain itu, keberhasilan kultur jaringan tanaman juga dipengaruhi oleh tersedianya sumber tanaman dan eksplan yang cukup.

 Anny,    25 November 2020 PENGENALAN PERBANYAKAN TANAMAN PISANG DENGAN TEKNIK KULTUR JARINGAN/IN VITRO

(volume 1)

Apa Itu Kultur Jaringan?

Tak kenal maka tak sayang. Sebuah peribahasa yang tepat untuk mengungkap istilah jika suatu hal yang asing akan sulit diketahui jika tidak kenal. Bagi sebagian masyarakat awam tentu masih asing dengan istilah kultur jaringan. Pada kesempatan ini mari kita belajar lebih lanjut tentang kultur jaringan.

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk memisahkan/mengisolasi bagian dari tanaman seperti sel, jaringan atau organ (daun, akar, batang, tunas dan sebagainya) serta membudidayakannya dalam lingkungan yang terkendali [secara in vitro] dan aseptik sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri/beregenerasi menjadi tanaman lengkap.

Teknik kultur jaringan berkembang dari adanya teori totipotensi sel oleh Schwann dan Schleiden, tahun 1838 yang menyatakan didalam masing-masing sel tumbuhan mengandung informasi genetik dan sarana fisiologis tertentu yang mampu membentuk tanaman lengkap bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai.

Hal ini didukung penemuan zat pengatur tumbuh oleh Skoog dan Miller, tahun 1957, penemuan bahwa regenerasi tunas dan akar secara in vitro dikendalikan secara hormonal oleh zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin.

Apa artinya teknik in vitro kultur jaringan

Keuntungan Dan kelemahan Teknik Kultur Jaringan

Kelebihan kultur jaringan dibandingkan dengan perbanyakan bibit secara konvensional adalah; perbanyakan bibit dapat dilakukan dengan cepat dan dalam skala banyak, kontinuitas ketersediaan bibit akan terjaga sepanjang waktu, tanpa harus menunggu musim berbuah, bibit yang dihasilkan akan sama dengan induknya, tingkat keseragaman pertumbuhan bibit di lapangan tinggi, hemat biaya pengiriman/transportasi, dan bebas hama penyakit.

Kelemahan kultur jaringan antara lain; Membutuhkan biaya operasional dan fasilitas produksi yang mahal, membutuhkan tenaga kerja yang khusus dan terampil, dan harga bibit kultur jaringan lebih mahal.

Kegunaan Kultur Jaringan

Selain untuk perbanyakan bibit unggul, kegunaan kultur jaringan di bidang lainnya, yaitu:

  1. Dibidang pemuliaan tanaman untuk meningkatkan keragaman genetik, seperti induksi variasi somaklonal, induksi mutasi.
  2. Dibidang bioteknologi tanaman, teknik kultur jaringan sangat diperlukan untuk meregenerasikan sel tanaman yang telah direkayasa genetiknya menjadi tanaman transgenik.  
  3. Dibidang pengendalian penyakit tanaman, kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang bebas patogen yaitu melalui kultur meristem.
  4. Dibidang konservasi, dapat digunakan untuk memperbanyak tanaman yang hampir punah, atau untuk penyimpanan plasma nutfah.

Apa artinya teknik in vitro kultur jaringan
Teknik Kultur Jaringan, apa saja?

Secara umum terdapat berbagai teknik kultur jaringan untuk penyediaan bibit tanaman, tetapi teknik yang sering digunakan: 1. Teknik Kultur tunas 2. Teknik Organogenesis 3. Teknik Somatik embryogenesis.

Kultur tunas adalah perbanyakan tanaman dengan cara merangsang pertumbuhan (proliferasi) tunas aksiler atau lateral yang sudah ada pada eksplan. Memiliki keuntungan diantaranya: paling sering digunakan untuk produksi bibit secara komersial, lebih mudah dilakukan pada banyak jenis tanaman, dan lebih menjamin kestabilan genetik pada bibit tanaman yang dihasilkan. Sebagai contoh tanaman pisang, jati, eucalyptus, dan lain sebagainya.

Organogenesis adalah proses pembentukan tunas dari eksplan yang tidak memiliki jaringan meristematik. Tunas yang dihasilkan disebut tunas adventif. Dapat kita terapkan untuk kultur tanaman caladium/keladi, nanas.

Emriogenesis somatik adalah proses pembentukan embrio dari jaringan somatik tanaman. Sel-sel somatik berkembang melalui pembelahan sel dan membentuk embrio yang sama dengan embrio zigotik, yaitu mempunyai struktur bipolar yang terdiri dari jaringan meristem tunas dan meristem akar. Semua sel somatik dalam tanaman mengandung seluruh set informasi genetik yang diperlukan untuk berdiferensiasi menjadi tanaman utuh. Perubahan pola ekspresi gen tersebut bisa diinduksi oleh ZPT auksin. Lazim diterapkan pada tanaman kurma ,rumput laut, kelapa sawit, coklat/kakao.

[bersambung]

Pertanian DINAS PERTANIANDAN PANGAN KOTA YOGYAKARTA kultur jaringan Tisue culture Kultur Jaringan pisang laboratorium kultur jaringan

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut bisa dapat memperbanyak diri hingga tumbuh menjadi tanaman-tanaman yang baru kembali dengan sifat yang sama.[1]

Apa artinya teknik in vitro kultur jaringan

Kultur Jaringan Tanaman

Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif.[1] Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.[1] Karena itu teknik ini sering kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dalam kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.[2] Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi.[3] Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup.[3] Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya.[3]

Pelaksanaan teknik ini memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan.[2] Hal yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.[4] Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan.[2] Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.[2]

Media

Ada dua penggolongan media tumbuh: media padat dan media cair.[2] Media padat pada umumnya berupa padatan gel, seperti agar, dimana nutrisi dicampurkan pada agar.[2] Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air.[2] Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak, tergantung kebutuhan.[2]Komposisi media yang digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda komposisinya.[4] Perbedaan komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro.[5] Media Murashige dan Skoog (MS) sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro dan vitamin untuk pertumbuhan tanaman.[6]

Nutrien yang tersedia di media berguna untuk metabolisme, dan vitamin pada media dibutuhkan oleh organisme dalam jumlah sedikit untuk regulasi.[7][8] Pada media MS, tidak terdapat zat pengatur tumbuh (ZPT) oleh karena itu ZPT ditambahkan pada media (eksogen).[7] ZPT atau hormon tumbuhan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.[7]Interaksi dan keseimbangan antara ZPT yang diberikan dalam media (eksogen) dan yang diproduksi oleh sel secara endogen menentukan arah perkembangan suatu kultur.[7][8]

Penambahan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh pada jaringan parenkim dapat mengembalikan jaringan ini menjadi meristematik kembali dan berkembang menjadi jaringan adventif tempat pucuk, tunas, akar maupun daun pada lokasi yang tidak semestinya.[9] Proses ini dikenal dengan peristiwa dediferensiasi. Dediferensiasi ditandai dengan peningkatan aktivitas pembelahan, pembesaran sel, dan perkembangan jaringan.[9]


Beberapa jaringan yang lambat dalam pertumbuhan mereka. Bagi mereka akan ada dua pilihan: (i) Optimalisasi media tumbuh, (ii) Membudidayakan sehat dan penuh semangat tumbuh jaringan atau varietas.[10] Necrosis bisa merusak jaringan kultur. Umumnya, nekrosis kultur jaringan bervariasi dalam varietas yang berbeda dari tanaman. Dengan demikian, dapat dikelola oleh kultur sehat dan penuh semangat tumbuh varietas.[10]

Metode perbanyakan tanaman dan penyilangan tanaman secara in vitro (kultur jaringan) dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu melalui perbanyakan tunas dari mata tunas apikal, melalui pembentukan tunas adventif, dan embriogenesis somatik, baik secara langsung maupun melalui tahap pembentukan kalus.[2] Ada beberapa tipe jaringan yang digunakan sebagai eksplan dalam pengerjaan kultur jaringan.[5] Pertama adalah jaringan muda yang belum mengalami diferensiasi dan masih aktif membelah (meristematik) sehingga memiliki kemampuan regenerasi yang tinggi.[5] Jaringan tipe pertama ini biasa ditemukan pada tunas apikal, tunas aksiler, bagian tepi daun, ujung akar, maupun kambium batang.[11] Tipe jaringan yang kedua adalah jaringan parenkima, yaitu jaringan penyusun tanaman muda yang sudah mengalami diferensiasi dan menjalankan fungsinya.[11] Contoh jaringan tersebut adalah jaringan daun yang sudah berfotosintesis dan jaringan batang atau akar yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan.[11]

  • Kalus

  1. ^ a b c (Inggris) Hameed N, Shabbir A, Ali A, Bajwa R. 2006. In vitro micropropagation of disease free rose (Rosa indica L.). Mycopath 4:35-38.
  2. ^ a b c d e f g h i Gunawan LW. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hal. 252.
  3. ^ a b c (Inggris) Khan IA, Shaw JJ. 1988. Biotechnology in Agriculture. Punjab. Agric. Res. Coordination Board Faisalabad, Pakistan. pp. 2.
  4. ^ a b (Inggris) Ali G, Hadi F, Ali Z, Tariq M, Khan MA. 2007. Callus induction and in vitro complete plant regeneration of different cultivars of tobacco (Nicotiana tabacum L.) on media of different hormonal concentrations. Biotechnol. 6:561-566.
  5. ^ a b c (Inggris) Pierik RLM. 1999. In vitro culture of higher plants. 4th Edition. USA: Kluwer Academic Publishers. Hal. 16-27.
  6. ^ Marlina N. 2004. Teknik modifikasi media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi in vitro. Buletin Teknik Pertanian 9(1):4-6.
  7. ^ a b c d (Inggris) Akiyoshi DE et al. 1983. Cytokinin/auxin balance in crown gall tumors is regulated by specific loci in the T-DNA. J. Proc. Natl. Acad. Sci. 80: 407-411.
  8. ^ a b (Inggris) Soomro R, Yasmin S, Aleem R. 2003. In vitro propagation of Rosa indica. Pakistan Journal of Biological Sciences 6(9):826-830.
  9. ^ a b (Inggris) Lyndon RF. 1990. Plant Development; The Cellular Basis. London: Unwin Hyman Ltd. Hal. 37-41.
  10. ^ a b (Inggris) Pazuki, Arman & Sohani, Mehdi (2013). "Phenotypic evaluation of scutellum-derived calluses in 'Indica' rice cultivars" (PDF). Acta Agriculturae Slovenica. 101 (2): 239–247. doi:10.2478/acas-2013-0020. Diakses tanggal February 2, 2014. 
  11. ^ a b c (Inggris) Evert RF, K.Esau, SE Eichhorn. 2006. Esau's Plant anatomy: meristems, cells, and tissues of the plant body: their structure, function, and development. 3rd edition. New Jersey: John Willey & Sons. Hal. 67-79.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kultur_jaringan&oldid=18936558"