Apa faktor perpindahan manusia purba pada saat itu

INDONESIA memiliki ragam suku dan bahasa serta karakter berbeda di tiap wilayah tempat tinggal penduduknya. Sebagian besar penduduk Indonesia tergolong dalam ras Austronesia atau rumpun Melayu.

Persebaran nenek moyang Indonesia diperkirakan dari wilayah Selatan Tibet. Teori ini dikenal sebagai teori Yunnan yang menyatakan asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunnan, wilayah di Tiongkok Selatan.

Asal Usul Nenek Moyang Bangsa Indonesia

Apa faktor perpindahan manusia purba pada saat itu

Bas-relief (relief dalam) pada Candi Borobudur, menunjukkan kapal/perahu bercadik khas Nusantara yang digunakan pedagang dari wilayah ini. Perhatikan pula arsitektur rumah panggung di sisi kiri, yang banyak dijumpai di berbagai tempat di Nusantara. Sumber Wikipedia.

Seorang sejarawan yang juga seorang arkeolog asal Austria, Robert Barron von Heine (1885-1968), pernah melakukan kajian mendalam terhadap kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan Pasifik. Dia menyimpulkan, pada masa neolitikum (2000 SM- 200 SM), ada bangsa yang bermigrasi dalam beberapa gelombang dari Asia Utara menuju Asia Selatan.

Migrasi tersebut membuat banyak manusia purba yang akhirnya mendiami pulau-pulau yang terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Cile). Hal inilah yang akhirnya mengilhami pemikiran bahwa leluhur bangsa Indonesia berasal dari Yunnan. Mereka yang melakukan migrasi dari Yunnan disebut sebagai bangsa Proto Melayu atau Melayu Tua.

Sayangnya, teori Yunan masih sangat lemah dan kurang akurat. Hal itu disebabkan karena teori ini cuma berdasar pada bukti-bukti kesamaan secara fisik, temuan benda-benda bersejarah yang mirip, serta kebudayaan megalitikum saja.

Karena teori Yunnan tidak begitu kuat, para ahli kemudian melakukan penelitian dengan pendekatan lain. Teori lain mengenai asal-usul bangsa Indonesia bisa dilihat dengan pendekatan kebahasaan atau linguistik.

Berdasarkan pendekatan kebahasaan, keseluruhan bahasa yang digunakan suku-suku di Indonesia diketahui berasal dari rumpun Austronesia. Akar dari rumpun Austronesia sendiri pada awalnya berasal dari Kepulauan Formosa (Taiwan) yang sudah berkembang sejak 6.000 tahun yang lalu.

Pada dasarnya, pendekatan kebahasaan ini menyatakan bahwa asal-usul suatu bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya. Karena keseluruhan bahasa di Indonesia berasal dari Austronesia yang berkembang di Taiwan, nenek moyang bangsa Indonesia pun kemungkinan besar berasal dari asal-usul yang sama dengan bahasanya itu.

Dari Taiwan, bangsa Austronesia kemudian melakukan migrasi, menyebar ke Filipina, Indonesia, Madagaskar, hingga ke pulau-pulau kecil di wilayah Pasifik. Pendekatan kebahasaan pun melahirkan teori yang dikenal sebagai Out of Taiwan yang menyatakan bahwa asal-usul manusia Indonesia berasal dari Taiwan.

Tak berhenti di situ, para peneliti juga melakukan penelitian dengan pendekatan genetika untuk mengetahui asal-usul bangsa Indonesia. Pendekatan genetika merupakan penelusuran asal-usul manusia berdasarkan dengan penelitian kromosom maupun DNA-nya. Dari hasil penelitian 2018 terhadap 3.700 orang Indonesia dari 35 etnis berbeda, terungkap bahwa orang-orang Indonesia memang memiliki kecocokan genetika dengan bangsa Austronesia.

Pada akhirnya, Teori Out of Taiwan lebih kuat karena disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika yang dilakukan pada ribuan kromosom manusia modern tersebut. Berdasarkan teori Out of Taiwan, migrasi leluhur dari Taiwan tiba lebih dulu di Filipina bagian utara sekitar 4500 hingga 3000 SM. Migrasi tersebut terjadi diduga bertujuan untuk memisahkan diri, mencari wilayah baru di selatan.

Selanjutnya, sekitar 3500 hingga 2000 SM, manusia purba yang mendiami Filipina melakukan migrasi lagi dengan tujuan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara. Kemudian terus menyebar ke Jawa, Sumatra, Nusa Tenggara, Papua bagian Barat, Oseania, hingga mencapai Melanesia di Pasifik.

Namun ada pendapat lain mengenai asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia, salah satunya dikemukakan oleh Prof. Moh. Yamin. Dia beranggapan nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari wilayah Indonesia itu sendiri, bukan wilayah lain.

Pendapatnya itu didukung alasan bahwa fosil dan artefak lebih banyak dan lengkap ditemukan di wilayah Indonesia dibandingkan dengan daerah lain di Asia. Misalnya dengan penemuan manusia purba sejenis homo soloensis dan homo wajakensis. (OL-14)

Apa faktor perpindahan manusia purba pada saat itu

Kegiatan ekonomi pada masa praaksara telah berlangsung dan dilakukan oleh nenek moyang kita jauh sebelum mengenal alat pembayaran berupa seperti sekarang. Kegiatan ekonomi pada masa praaksara yaitu berburu dan meramu serta manusia sudah melakukan bercocok tanam atau beternak. Pada masa praaksara tingkat kecerdasan manusia masih sangat rendah sehingga manusia mengumpulkan makanan dengan cara berburu saja. Mereka mendekati sumber air seperti sungai. Hal tersebut dikarenakan karena hewan akan mendekati air namun masalahnya hewan akan selalu berpindah salah satuntunya karena faktor perubahan iklim. Hal ini mengakibatkan manusia juga saat itu harus nomaden atau berpindah-pindah tempat. Mereka sangat bergantung dengan alam.

Dengan demikian alasan manusia purba berpindah-pindah tempat pada zama berburu dan meramu ialah karena pada saat itu mereka bergantung kepada ketersedian alam, termasuk hewan buruan.

Pola hunian pada masa manusia purba adalah bersifat  atau berpindah-pindah. Hal tersebut dikarenakan manusia purba mencari daerah yang subur, tersedia bahan makanan, dan tersedia air. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan manusia purba masih sangat bergantung dengan alam. Hal tersebut terjadi karena manusia purba belum mengenal pertanian untuk memproduksi makanan. Perubahan terjadi ketika memasuki zaman Neolithikum, manusia sudah mulai menetap dan membuka lahan pertanian untuk menopang ketersediaan pangan.

Dengan demikian jawaban yang tepat adalah E.

Apa faktor perpindahan manusia purba pada saat itu

Apa faktor perpindahan manusia purba pada saat itu
Lihat Foto

Getty Images/iStockphoto

Ilustrasi manusia purba yang hidup di dalam gua.

KOMPAS.com - Pada awalnya, manusia prasejarah hidup secara berpindah-pindah (nomaden) karena kemampuan mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam masih sangat terbatas.

Pola hunian mereka memiliki dua ciri khas, yakni kedekatan dengan sumber air dan kehidupan di alam terbuka.

Pada perkembangan selanjutnya, manusia purba mulai hidup semi nomaden dengan cara tinggal di dalam gua.

Manusia purba yang diperkirakan hidup pada Zaman Mesolitikum ini terkadang menetap di gua-gua alam, kemudian berpindah lagi apabila persediaan makanan disekitar tempat tinggalnya telah habis.

Lantas, kenapa manusia prasejarah memilih gua sebagai tempat tinggal?

Baca juga: Zaman Mesolitikum: Peninggalan, Manusia Pendukung, dan Ciri-ciri

Alasan pemilihan gua

Pola hunian manusia purba pada masa praaksara sangat dipengaruhi oleh penguasaan teknologi dan kondisi lingkungan.

Pada awalnya, teknologi yang dikuasai masyarakatnya masih sangat terbatas dan belum mampu mendirikan tempat tinggal atau rumah, sehingga tinggal di gua menjadi pilihan.

Selain itu, alasan manusia purba memilih gua sebagai tempat tinggalnya adalah untuk menghindari cuaca buruk, seperti hujan dan badai.

Dengan tinggal di gua, mereka dapat terlindung ketika cuaca sangat panas ataupun hujan dan berangin.

Pemilihan gua biasanya dipengaruhi oleh dua faktor, yakni kondisi di sekitar yang tidak terlalu lembap dan dekat dengan sumber air, serta faktor ketersediaan sumber makanan.

Selain gua, manusia purba juga memanfaatkan bentukan alam seperti lembah sungai dan kawasan karst pantai.

Manusia praaksara pada masa itu juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal untuk menghindari dari serangan hewan buas.

Baca juga: Nomaden: Sejarah dan Perkembangannya

Abris sous roche

Salah satu contoh peninggalan yang khas dari Zaman Mesolitikum adalah abris sous roche, yaitu gua menyerupai ceruk batu karang yang digunakan sebagai tempat tinggal.

Di Indonesia, penelitian abris sous roche pernah dilakukan oleh van Stein Callenfels di Goa Lawu yang berlokasi di dekat Sampung, Ponorogo.

Selain itu, abris sous roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote oleh Alfred Buhler.

Manusia purba memilih tinggal sementara di abris sous roche yang sebenarnya lebih menyerupai ceruk karena dirasa cukup untuk memberi perlindungan terhadap hujan dan panas.

Referensi:

  • Rahmadi, Duwi dan Suheri. (2017). Mari Mengenal Masa Prasejarah. Sukoharjo: Sindunata.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.