Apa yang dapat disimpulkan dari surah tentang pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Anshari, Muhammad Fazlurrahman.Konsepsi Masyarakat Islam Modern. Bandung: Risalah, 1984.

Amin, M. Syukur.Pengantar Studi Islam. Semarang: Pustaka Nuun, 2010.

Al-Qaradhawi, Yusuf.Al-Iman Wa Al-Haya, dalamPustaka Pengetahuan Alquran, Jilid I. Jakarta: Rehal

Publika, 2007.

Ahmadehirjin, Moh., Alquran dan Ulumul Quran (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998.Al-

Shalih, Shubhi, Mabahia fi ‘Ulumul Qur’an. Beirut: Dar al-‘Ilm Al-Malayyin, 1985.

Al-Munawar, Said Agil Husin. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam. Jakarta:

Ciputat Press, 2005.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Darajat, Dzakiyah.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Darajat, Zakiyah.Ilmu Pendidikan Agama Isla. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.

Hisham, Ibn.Siratu al-Nabiy li Abi Muhammad ‘Abd al-Malik bin Hisham. Juz II,Mesir: Dar al-Sahabah li

al-Turath, 1995.

Isma’il, Abu al-Fida’i Ibn ‘Umar Ibn Kasòir.Tafsir al-Qur’an al-‘Azòòim, ed. Sami´ Ibn Muhòammad Salamah,

Jilid IV, t.t.p. : Dar Tòayyibah li al-Nasòr wa al-Tauzòi’, 1999.

Khon, Abdul Majid,Hadis Tarbawi, Jakarta: Karisma Putra Utama, 2013.

Langgulung, Hasan,Asas-Asas Pendidikan Islam, cet. II. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1992.

Manzur, Ibnu,Lisân al-‘Arab. Beirut: Dar Sadir, t.t.

Maslikha. Ensiklopedia Pendidikan. Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2009.

Munawwir, Ahmad Warson,Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: TP. 1984.

Muhammad, Abu Abdullah bin ‘Isma’il al-Bukhari.Sahih al-Bukhari, Juz VI. t.tp: Dar Tuq al-Najah, t.t.

Muhammad, Syeikh bin Salih al- ‘Uthaimin.Tafsir Juz ‘Amma. Riyad: Dar Ibn al-Jauzy, t.t.

Qaththan, Manna’ Khalil.Mabahia fi ‘Ulum Al-qur’an. Riyadh: Mansyurat Al-‘Asr Al-Hadis, 1973.Qardhawi,

Yusuf. Konsep Kaidah Dalam Islam. Surabaya: Central Media, 1993.

Ramayulis.Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Muliah, 2002.

Subagyo, Joko.Metodologi Penelitian: Teori dan Praktik. Jakarta: Rhineka Cipta, 1991.

Syafaruddin. Ilmu Pendidikan Islam: Melejitkan Potensi Budaya Umat. Jakarta: Hijri Pustaka Utama,

Tim Penyusun,Ensiklopedi al-Qur’an Dunia Islam Modern. Yogyakarta: Dana Sakti Primayasa, 2005.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:

CV. Eka Jaya, 2003.

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Yogyakarta: Buku Obor, 2008.

Zahuw, Abu. Muhammad. Al-Hadisu Wal Muhadditsun. Mesir: Al-Malikatu Al-‘Arabiyah As-Saudiah,

Latar belakang penelitian ini adalah bahwa pada kenyataannya bangsa Indonesia mengalami dekadensi moral, fenomena yang banyak terjadi sudah jauh dari nilai-nilai ajaran Al-Qur’an, oleh karena itu pemerintah mengembangkan program pendidikan karakter untuk mengantisipasi krisis moral yang lebih serius dengan mengacu pada pedoman pelaksanaan pendidikan karakter yang disusun oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Oleh karena itu pengembangan pendidikan karakter yang sesuai dengan Al-Qur’an mutlak dilakukan, dalam surat Al-Isra’ ayat 23-38 melalui telaah tafsir al-Misbah. Adapun fokus penelitian ini (1) Bagaimana nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam Q.S Al-isra’ ayat 23-38 (tela’ah tafsir al-Misbah)? (2) Bagaimana nilai-nilai Pendidikan Karakter yang terkandung dalam Q.S Al-isra’ ayat 23-38 Tela’ah Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish Shihab dan Relevansinya dengan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Indonesia? Jenis penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), menggunakan pendekatan kualitatif, Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan dokumentasi dengan cara mengumpulkan literatur yang ada, Adapun metode atau teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan content analysis yaitu menelaah ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan karakter, dan mengelompokkannya menjadi beberapa poin-poin penting. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1. nilai pendidikan karakter dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 23-38 dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter meliputi (1) nilai religius (2) nilai jujur (3) nilai disiplin (4) nilai demokratis (5) nilai kerja keras (6) nilai cinta damai (7) nilai peduli sosial (8) nilai tanggung jawab. 2. Terdapatnya relevansi atau hubungan antara nilai-nilai karakter dalam Q.S Al-Isra’ ayat 23-38 dengan nilai-nilai pendidikan karakter indonesia. Untuk penelitian lebih lanjut masih ada alternatif lain yang mungkin lebih baik dari apa yang telah disampaikan penulis dalam tesis ini, maka hal itu dapat dijadikan sebagai masukan atau tambahan agar tesis ini terus berkembang dan tidak berhenti sampai disini.

Penyusun: Mustangin 2

MUQODIMAH

Dalam perspektif Islam manusia merupakan makhluk yang diciptakan oleh Alloh SWT di dunia ini dalam keadaan paling baik jika dibandingkan dengan makhluk lain (QS Al- Tin [95]:4).  Dalam proses kreatifnya, sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat Al Qur’an bahwa manusia diciptakan melalui dua proses penciptaan atau kejadian, yaitu proses yang bersifat fisik atau material dan proses yang bersifat non fisik atau immaterial. Pada proses fisik (material) manusia diciptakan melalui 5 tahapan perkembangan, yaitu: nuthfah, ‘alaqoh, mudlghoh, ‘idham, dan lahm yang membungkus

‘idham atau mengikuti bentuk rangka yang menggambarkan bentuk manusia (QS Al- Mu’minun [23]:12-14; QS Al-Hajj [22]:5; QS Al-Mu’min/Ghafir [40]:67). Sedangkan pada proses non fisik (immaterial), penciptaan manusia melaui satu tahapan penting, yaitu tahap peniupan atau penghembusan roh kemanusiaan oleh Allah kepada fisik atau jasad manusia  (QS As-Sajdah [30]: 8-9).

Keunggulan yang dimiliki manusia baik secara komparatif maupun secara kompetitif, disebabkan oleh adanya potensi, fitrah dan hikmah yang hebat dan unik, baik lahir maupun batin. Tentu saja, manusia dengan  segala keunggulannya, dituntut untuk mengaktualkan dan mengembangkan potensi fitrahnya dalam kehidupan sehari- hari, yang untuk selanjutnya mempertanggungjawabkannya kepada Allah kelak di akherat. Fitrah manusia merupakan suatu kekuatan atau kemampuan (potensi terpendam) yang menetap pada diri manusia sejak awal kejadiannya, untuk komitmen terhadap nilai-nilai keimanan kepada-Nya, cenderung kepada kebenaran (hanif), dan

potensi itu merupakan ciptaan Allah. Fitrah manusia dibawa sejak lahir, karena manusia lahir dengan fitrah penciptaan (fithrah mukhollaqah).

Pada saat dilahirkan, manusia tidak memiliki pengetahuan sedikitpun. Dalam Al-Qur’an (QS An-Nahl [16]:78), Alloh SWT berfirman:

Dalam sebuah Hadis disebutkan bahwa “Tidaklah dilahirkan seorang anak, melainkan atas fitrah …” (HR Muslim). Diantara fitrah-fitrah yang dimiliki manusia, terdapat 13 macam fitrah manusia yang sangat penting, yaitu: (1) fitrah beragama, (2) fitrah berakal budi, (3) fitrah kebersihan dan kesucian, (4) fitrah bermoral atau berakhlak, (5) fitrah kebenaran; (6) fitrah keadilan, (7) fitrah persamaan dan persatuan, (8) fitrah individu, (9) fitrah sosial, (10) fitrah seksual, (11) fitrah ekonomi, (12) fitrah politik, dan (13) fitrah seni. Berbagai fitrah manusia tersebut harus dikembangkan secara optimal dan seimbang. Jika ada salah satu saja fitrah manusia yang tidak mendapatkan perhatian

dalam pengembangnnya, maka tentu akan terjadi disharmoni dan atau krisis dalam kehidupan manusia. Pengembangan fitrah penciptaan (fithrah mukhollaqah) dimaksudkan untuk tetap terjaganya komitmen manusia terhadap kontraknya dengan Allah sebelum proses penciptaan dilakukan. Dalam hal ini Allah telah menurunkan agama sebagai fithrah munazzalah, untuk barometer apakah manusia masih konsisten dan komit terhadap misi kemanusiaannya sebagai wakil Allah di Bumi.

Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa pada dasarnya sebelum proses penciptaan manusia dimulai, telah terjadi perjanjian kontrak teologis antara manusia dan Allah. Allah bertanya kepada roh-roh manusia: Bukankah Aku ini Tuhanmu? Roh-roh manusia menjawab: Benar, kami telah menyaksikan …. (QS Al-A’rof [7]:172). Berdasarkan keterangan tersebut, dapat dipahami bahwa setiap manusia yang lahir telah terikat dan melekat fithrah mukhollaqah, dengan komitmen manusia untuk mengabdi kepada Allah dan sanggup melaksanakan fungsi-fungsi dan peran-peran Allah di bumi sebagai wakil-Nya (kholifah fil Ardl).

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia yang dilahirkan memiliki potensi dasar (fitrah) yang pada dasarnya adalah baik. Namun demikian, potensi tersebut dapat berkembang sesuai dengan lingkungan yang membentuknya. Potensi dasar manusia akan berkembang menjadi baik kalau lingkungan yang membentuknya baik dan sebaliknya.   Demikianlah, perkembangan kehidupan manusia bersifat terbuka atau serba mungkin. Inilah prinsip posibilitas/prinsip aktualitas.

Dari  uraian di atas, dapat dipahami bahwa berbagai kemampuan yang seharusnya dilakukan manusia tidak dibawa sejak kelahirannya, melainkan harus diperoleh setelah kelahirannya  dalam  perkembangan menuju kedewasaannya.  Di satu pihak, berbagai kemampuan tersebut diperoleh manusia melalui upaya bantuan dari pihak lain.

Mungkin  dalam bentuk pengasuhan, pengajaran, latihan, bimbingan, dan berbagai bentuk kegiatan lainnya yang dapat dirangkumkan dalam istilah pendidikan. Di lain pihak, manusia yang bersangkutan juga harus  belajar atau harus mendidik diri. Mengapa  manusia  harus mendidik diri? Sebab, dalam bereksistensi yang harus “menga-ada-kan/menjadikan” diri itu hakikatnya adalah manusia itu sendiri. Sebaik dan sekuat apa pun upaya  yang diberikan pihak lain (pendidik) kepada seseorang (peserta didik) untuk membantunya menjadi manusia, tetapi apabila seseorang tersebut tidak mau mendidik diri, maka upaya bantuan tersebut tidak akan memberikan konstribusi bagi kemungkinan seseorang tadi untuk menjadi  manusia.  Lebih dari itu,   jika sejak kelahirannya  perkembangan dan pengembangan kehidupan manusia diserahkan kepada   dirinya  masing-masing tanpa dididik oleh orang lain dan tanpa upaya mendidik diri dari pihak manusia yang bersangkutan,  kemungkinannya ia hanya akan hidup berdasarkan dorongan instingnya saja.

Manusia  belum selesai menjadi manusia,  ia dibebani keharusan untuk menjadi manusia, tetapi ia tidak dengan sendirinya menjadi manusia, untuk menjadi manusia ia  perlu  dididik dan  mendidik  diri. Manusia dapat  menjadi manusia hanya melalui pendidikan. Permaslahan selanjutnya adalah apabila manusia perlu dididik, apakah manusia akan dapat dididik? Prinsip-prinsip Antropologis apakah yang melandasinya?  Bagaimana Al-Qur’an mendeskripsikan pendidikan? Paparan berikut mebahas sekelumit tentang konsep pendidikan dan tujuan pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an.

KONSEP PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN

Dalam Al-Qur’an terdapat banyak term yang dapat diasosiasikan dengan kata pendidikan, pembelajaran, dan atau pelatihan. Terminologi al-Tarbiyah, al-Ta’lim, al- Ta’dib, al-Tazkiyah, al-Tadris, al-Tafaqquh, al-Ta’aqqul, al-Tadabbur, al-Tazkirah, dan al- Mauizah digunakan untuk menjelaskan tema atau konteks kapan dan di mana ayat-ayat tesebut diturunkan. Di antara istilah-istilah tersebut kata al-Tarbiyah termasuk yang paling popular untuk dipadankan dengan kata pendidikan dalam pengertian kontemporer di sampaing kata al-Ta’lim dan al-Ta’dib.

Secara khusus dalam bahasa arab kata al–Tarbiyah (education-pendidikan) berbeda dengan kata al-Ta’lim (instruction-pembelajaran) dan kata al-Ta’dib (training– pelatihan/pembiasaan). Secara etimologis pendidikan dimaksudkan sebagai usaha atau proses untuk menumbuhkembangkan potensi pembawaan atau fitrah anak secara berangsur-angsur dan bertahap sampai mencapai tingkat kesempurnaannya dan mampu melaksanakan fungsi dan tugas-tugas hidup dengan sebaik-baiknya. Adapun al- Ta’lim digunakan dalam pengertian usaha untuk menjadikan seorang (anak) mengenal tanda-tanda yang membedakan sesuatu dari lainnya, dan mempunyai pengetahuan serta pemahaman yang benar tentang sesuatu. Istilah al-Ta’lim dalam hal ini dikonotasikan sebagai usaha penerusan informasi atau pengetahuan dari pengajar ke siswa. Sedangkan kata al-Ta’dib digunakan dalam pengertian usaha untuk menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga anak terdorong dan tergerak jiwa dan hatinya untuk berperilaku dan beradab atau sopan santun yang baik sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya ketiga istilah tersebut saling terkait satu sama lain untuk digunakan menyebut suatu proses pemanusiaan manusia untuk dapat mencapai tingkat kemanusiaan yang hakiki. Dalam konteks pendidikan yang lebih umum Mohammad Tholhah Hasan (2005) mendefiniskan pendidikan sebagai proses untuk menyelematkan fitrah dan mengembangkan fitrah manusia agar dapat berperan secara efektif sebagai kholifah di bumi (kholifah fil ardl).

TUJUAN PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN

Tujuan adalah cita-cita, yakni suasana ideal yang ingin diwujudkan. Pendidikan merupakan instrumen penting bagi manusia untuk memenuhi hakikat dan martabat kemanusiaan sebagimana ide dasar penciptaannya.  Dalam Al-Qur’an (QS Al-Baqarah, [2]:30) Alloh SWT berfirman:

Berdasarkan ayat tersebut, sangat jelas bahwa manusia dilahirkan sebagai kholifah fil ardl (wakil Tuhan di bumi). Hal ini berarti dapat diphami bahwa sesungguhnya pendidikan dapat berkontribusi sangat penting untuk menjadikan manusia berperan secara efektif sebagai wakil Tuhan di bumi.

Dalam perspektif Al-Qur’an pendidikan merupakan ikhtiar yang bertujuan untuk memebentuk manusia paripurna (Insan Kamil). Insan kamil digunakan untuk mendeskripsikan manusia yang dapat berkembang secara optimal sesuai dengan fitrah kemanuasiaannya. Beberapa pakar (ulama) mengelaborasi term insan kamil dalam beberapa frasa kunci sebagai berikut. Pertama, Muhammad Athiyah al-Abrasy menyatakan bahwa “the first and highest goal of Islamic is moral refinment and spiritual, training” (tujuan pertama dan tertinggi dari pendidikan Islam adalah kehalusan budi pekerti dan pendidikan jiwa)”. Kedua, Syahminan Zaini menyatakan bahawa “Tujuan Pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang berjasmani kuat dan sehat dan terampil, berotak cerdas dan berilmu banyak, berhati tunduk kepada Allah serta mempunyai semangat kerja yang hebat, disiplin yang tinggi dan berpendirian teguh” (Mukhlis, 2009). Ketiga, Mohammad Tholhah Hasan (2005) menyatakan bahwa secara makro tujuan pendidikan Islam adalah: (1) Menyelamatkan fitrah manusia dengan segala komitmen ketauhidan dan loyalitasnya kepada Alloh SWT; (2) Mengembangkan potensi-potensi fitrah manusia (aqliyah, qolbiyah, dan jismiyah) sehingga mampu dan kompeten melakukan tugas-tugas kekhalifahan di muka bumi, dengan segala dimensinya; dan (3) Menyelaraskan langkah perjalanan fithrah mukhallaqah manusia dengan fithrah munazzalah (as-shirath al-mustaqim).

Dari berbagai pendapat tentang tujuan pendidikan Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang sehat jasmani dan rohani serta moral yang tinggi, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat. Dalam hal ini pendidikan menempati peranan strategis dalam mengaktualkan dan mengembangkan fithrah mukhollaqah  manusia, agar tetap relevan dan sesuai dengan fithrah munazzalah  yaitu agama.

PENUTUP

Potensi fitrah manusia yang diciptakan dan diberikan oleh Allah, merupakan modal kemanusiaan yang sangat penting. Oleh karena itu, supaya potensi tersebut berkembang dan dapat digunakan dalam peran manusia sebagai wakil Tuhan di bumi, maka harus ada upaya untuk mengaktualkan potensi tersebut dalam kehidupan sehari- hari. Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk yang dapat dididik, memerlukan pendidikan serata dapat mendidik dirinya dan mendidik orang lain. Potensi dasar manusia yang cenderung baik dapat berkembang sesuai dengan lingkungan yang membentuknya.

Pendidikan memiliki peranan strategis, dalam rangka mengembangkan dan mengaktualkan potensi fitrah manusia. Pendidikan juga merupakan instrumen penting dalam membentuk watak dan karakter masyarakat. Supaya manusia dapat melaksanakan peran-peran Allah dalam kehidupan nyata, maka pendidikan harus secara terus menerus diupayakan untuk dikembalikan pada khittahnya. Jika pendidikan telah ditempatkan pada peran dan fungsinya sebagai agen pengembangan potensi fitrah, maka tentu akan muncul manusia-manusia berpendidikan yang secara efektif dapat berkarya sesuai dengan peran dan fungsi kemanusiannya. Selamat berjuang!

Bahan Bacaan

Buchori, Mochtar. 2001. Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Hasan, Mohammad Tholhah. 2005. Pendidikan Islam sebagai Upaya Sadar Penyelamatan dan Pengembangan Fitrah Manusia. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah

Joni, T.R. 2005. Pembelajaran yang Mendidik (Makalah tidak diterbitkan). Malang: PPS Universitas Negeri Malang

Muhadjir, Noeng. 2000. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogjakarta: Penerbit Rake Sarasin

Mukhlis, F. 2009. Konsep Pendidikan dalam Al-Qur’an dan Pengembangannya dalam Menghadapi Problematika Pendidikan. (online diakses tanggal 23 Maret 2009)

Tadjab, dkk. 1996. Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Surabaya: Penerbit Karya Aditama

Tilaar, H.A.R. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Tilaar. 1999. Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Widiani, Desti. 2018. Konsep Pendidikan Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal Pendidikan Islam Murobby Vol. 1 No. 2

1) Makalah disampaikan dalam KISS (Kajian Islam Interdisipliner) LPIK Universitas Islam Malang tanggal 05 Februari 2020;

2) Mustangin adalah Sekretaris Yayasan Universitas Islam Malang