Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada lima alasan komunisme dan Partai Komunis Indonesia (PKI) tidak boleh kembali muncul di Indonesia. Dari segala aspek teologi, ideologi, sosial, politik, dan sejarah yang diajarkan paham ini sangat bertentangan dengan ajaran Indonesia sebagai negara demokrasi dan berideologi pancasila.

Hal tersebut dikatakan oleh, Seketaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Abdul Mun'in DZ dalam diskusi seminar dan dialog lintas generasi 'menyelamatkan generasi muda Indonesia dari bahaya komunisme', di Gedung Joang 45, Selasa (31/5/2016).

Ia mengatakan, dari segi teologi, komunisme telah melawan prinsip ketuhanan. Hal ini karena komunisme tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan di Indonesia, dalam sila pertama Pancasila, yakni ketuhanan yang Maha Esa.

Selain itu, dari segi ideologi, komunisme tentu sangat berlainan dengan paham Pancasila. Perbedaan itu tertanam jelas dari butir Pancasila.

Dari segi sosial, kata Abdul, komunisme mengajarkan pertentangan kelas. Misalnya, pertentangan kelas antara buruh dan majikan, kaya dan miskin, tuan dan bawahan. Padahal, prinsip tersebut akan terus mengadu domba antara pihak yang merasa tertindas dan ditindas, sehingga tidak tercipta suasana yang harmonis.

"Indonesia tidak menanamkan prinsip itu, tidak ada pertentangan kelas. Kalau terus memperdebatkan kelas tidak akan selesai masalahnya dan akan ada terus ketegangan," ujar Abdul Mun'in.

Abdul juga mengatakan, dari segi politis, komunisme jelas mengajarkan bagaimana melakukan agitas dan propaganda kepada lawan politik. Sedangkan hal tersebut tidak dibenarkan. Pasalnya, Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai kebenaran dan jujur termasuk dalam berpolitik.

Dari nilai sejarah, pemberontakan yang dilakukan PKI di Indonesia tidak hanya sekali. Menurut dia, pemberontakan PKI dimulai sejak tahun 1926, 1945, 1958, 1950 dan terakhir tahun 1965.

Peristiwa 1965 dikenal sebagai pemberontakan PKI yang paling besar karena memakan banyak korban baik dari para jenderal TNI, masyarakat sipil, hingga anggota PKI.

"Pemberontakan yang dilakukan kan jelas tidak membawa keuntungan dan muslihat yang baik bagi bangsa. Karena Itu PKI tidak boleh ada kembali," kata Abdul.

Kompas TV

Massa Tolak Simposium Nasional Digelar

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama
Lihat Foto

Seventh News Service via National Geographic Indonesia

Presiden Soekarno menutup kuping saat mendengar musk ngak ngik ngok

KOMPAS.com - Pancasila adalah dasar negara dan ideologi Indonesia. 

Kendati demikian, penerapannya dalam kehidupan bernegara selalu berbeda dari masa ke masa.

Pada masa Orde Lama sejak 1945 hingga 1966, Pancasila diterapkan sesuai dengan kebijakan Presiden Soekarno.

Baca juga: Penyimpangan Konstitusi pada Era Orde Lama

Penerapan Pancasila Masa Orde Lama

Pada masa Orde Lama, masa kepemimpinan Presiden Soekarno, Pancasila mengalami ideologisasi. 

Arti dari ideologisasi adalah Pancasila berusaha untuk dibangun dan dijadikan sebagai keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. 

Meskipun saat itu menurut Soekarno ideologi Pancasila belum jelas dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke kesejahteraan atau tidak, Soekarno tetap berani menjadikan Pancasila sebagai ideologi Indonesia. 

Pada masa Orde Lama, masih dicari bentuk implementasi dari Pancasila itu sendiri, terutama dalam sistem ketatanegaraan. 

Oleh sebab itu, Pancasila pun diterapkan dengan bentuk yang berbeda-beda. 

Demokrasi Parlementer

Tahun 1945 hingga 1950, nilai persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia masih tinggi karena menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan daerah jajahannya di Indonesia. 

Namun, setelah Belanda pergi, Indonesia mendapat tantangan dari dalam. 

Merdeka.com - Komunis lahir dari pemikiran Karl Marx, seorang filsuf sekaligus pakar ekonomi dan politik. Komunis sempat tumbuh menjadi poros kekuatan dunia. Berdiri menentang kapitalis dan para pemilik modal.

Pada masa Orde Lama, Partai Komunis Indonesia (PKI) sempat menjadi salah satu partai terbesar di dunia. Di bawah Uni Soviet dan China. PKI juga menempati posisi nomor empat pada Pemilu 1955. Di bawah PNI, Masyumi dan NU.

Peristiwa G30 September menghancurkan PKI ke titik nol. Mereka dituding jadi dalang kudeta dan pembunuhan tujuh jenderal. Imbasnya ratusan ribu orang yang dicap komunis dibantai. Soeharto membubarkan PKI. Marxisme dan Komunis jadi ajaran terlarang di Indonesia.

Imbasnya terasa hingga kini. Walau cap eks tahanan politik (ET) sudah dihapus dari Kartu Tanda Penduduk (KTP), namun fobia Komunis tetap terasa.

Salah seorang bapak revolusi Indonesia, Tan Malaka, bahkan hingga kini sulit diterima sebagian besar rakyat Indonesia. Jasa-jasa Tan yang luar biasa seolah dihapuskan karena dia seorang komunis.

Beberapa hari lalu diskusi-diskusi buku Tan dibubarkan FPI dan ormas-ormas pemuda. FPI juga menggerebek rumah pertemuan para eks Tapol PKI di Semarang.

Komunisme dianggap paham tak bertuhan. Hal ini didasarkan pada kritik Marx terhadap agama yakni 'agama adalah candu bagi masyarakat.'

Kritikan itu dikeluarkan Marx terhadap agama Kristen yang saat itu mendoktrin umatnya pada etika ketertundukan.

Padahal, sikap tunduk pasrah tersebut sangat menguntungkan kaum kapitalis yang menguasai sendi-sendi perekonomian kala itu. Karena itu, Marx menilai agama digunakan oleh kelas kapitalis untuk kepentingan mereka.

Menurut Guru Besar FISIP Universitas Negeri Solo, Totok Sarsito, rentannya paham komunisme di Indonesia memang dilandasi oleh kepentingan agama. Terlebih, hal ini sulit dipahami bagi kaum yang religius.

"Dalam pemikiran komunisme ada nilai yang pertentangan dengan masyarakat pada umumnya. Karena komunisme mengatakan bahwa agama adalah racun. Itu yang menjadi penyebab itu (komunis) sensitif. Juga tidak dipercaya kaum religius," kata Totok kepada merdeka.com, Jumat (21/2).

Totok menambahkan, walaupun selalu disebut negatif, nyatanya paham ini mempunyai nilai positif. Komunisme disebutnya mampu sebagai alat perjuangan.

"Sebagai ideologi perjuangan cukup ampuh, karena ada perlawanan pertentangan kelas. Tetapi buat (diterapkan) kehidupan agak sulit," terangnya.

Sebagai seorang pengajar, dirinya pun sering berdiskusi di kelas tentang paham komunisme ini kepada para mahasiswanya. Sebab, hal ini dinilainya sebagai salah satu cara menganalisis kehidupan manusia.

Diakuinya, saat ini di Indonesia penganut paham komunisme memang tidak begitu kelihatan. Mereka hanya muncul bila terdapat hal yang berbau kekirian. Terutama mereka yang benci dengan kapitalisme dan liberalisme.

"Kalau secara nyata memang tidak kelihatan, kalau ada pemilihan-pemilihan berbau kiri itu ada. Anti kapitalisme, anti liberalisme ini juga sedikit dari ajaran Marx," pungkasnya. (mdk/ian)

Baca juga:

Dicap komunis, orang-orang berjasa ini lenyap dari buku sejarah

Komunisme, apa kabar kini?

Penggalian kuburan massal korban perang Rezim Stalin anti-Nazi

Kisah Ahok, komunis dan perebutan lahan

Hasyim Muzadi: Hati-hati pilih pemimpin disusupi paham komunis

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama

Soekarno (1901-1970), yang lahir di Surabaya pada masa pemerintahan kolonial Belanda, adalah pemimpin nasionalis dan pahlawan nasional yang mendedikasikan hidupnya kepada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Meskipun bertumbuh dalam lingkungan tradisional Jawa (dan dikombinasikan dengan pengaruh Bali dari sisi keluarga ibunya), Soekarno mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah modern kolonial Belanda. Sejak usia muda minat utamanya adalah membaca buku-buku dengan topik filosofi, politik dan sosialisme. Waktu masih sekolah di Surabaya, Soekarno tinggal di rumahnya Oemar Said Tjokroaminoto, pemimpin pertama dari Sarekat Islam (yang kemudian menjadi gerakan penting untuk kebangkitan nasional Indonesia). Tjokroaminoto menjadi mentor politik dan inspirasi bagi Soekarno.

Pada tahun 1927 Soekarno mendirikan dan menjadi pemimpin sebuah organisasi politik yang disebut Partai Nasional Indonesia (PNI) yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan penuh untuk Indonesia. Namun, aktivitas politik subversif ini menyebabkan penangkapan dan juga pemenjaraannya oleh rezim Pemerintah Kolonial Belanda yang represif di tahun 1929. Bagi orang-orang Indonesia pada saat itu, pembuangan Soekarno itu malah memperkuat saja citranya sebagai pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan. Setelah pembebasannya, Soekarno berada dalam konflik yang terus berkelanjutan dengan pemerintahan kolonial selama tahun 1930an, menyebabkan Soekarno berkali-kali dipenjara.

Waktu Jepang menginvasi Hindia Belanda pada bulan Maret 1942, Soekarno menganggap kolaborasi dengan Jepang sebagai satu-satunya cara untuk meraih kemerdekaan secara sukses. Sebuah taktik yang terbukti efektif.

Sampai saat ini, masyarakat Indonesia sangat menghormati dan mengagumi Soekarno, pencetus dari nasionalisme Indonesia, karena mendedikasikan hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia dan membawa identitas politik baru kepada negara Indonesia.

Kelahiran yang Sulit Bangsa Indonesia

Waktu Soekarno (Presiden pertama Indonesia) bersama Mohammad Hatta (Wakil Presiden pertama Indonesia), dua nasionalis paling terkemuka di Indonesia, memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bersama dengan publikasi konstitusi yang pendek dan sementara (UUD 1945), tantangan-tantangan mereka masih jauh dari berakhir. Nyatanya akan membutuhkan empat tahun revolusi lagi untuk melawan Belanda yang - setelah dibebaskan dari Jerman di Eropa - kembali untuk mengklaim kembali koloni mereka.

Belanda berkeras untuk tidak melepaskan koloni mereka di Asia Tenggara yang sangat menguntungkan namun kemudian harus menghadapi kenyataan juga. Di bawah tekanan internasional, Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949 (kecuali untuk wilayah barat pulau Papua). Namun, negosiasi dengan Belanda menghasilkan 'Republik Indonesia Serikat' yang memiliki konstitusi federal yang dianggap terlalu banyak dipengaruhi oleh Belanda. Oleh karena itu, konstitusi ini segera diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950) yang kemudian menjadi dasar hukum sistem pemerintahan parlementer, yang menjamin kebebasan individu dan mengharuskan tentara untuk tunduk kepada supremasi sipil. Posisi presiden, secara garis besar, hanya memiliki fungsi seremonial dalam sistem ini.

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama

Perdebatan antara beberapa pihak yang berpengaruh mengenai dasar ideologis Indonesia dan hubungan organisasional antara sejumlah badan negara telah dimulai sebelum proklamasi tahun 1945. Pihak-pihak ini adalah: (1) tentara, (2) kaum Islam, (3) para komunis, dan (4) para nasionalis.

Pertama, tentara Indonesia, para pahlawan Revolusi, selalu memiliki aspirasi politik sendiri. Namun, UUDS 1950, tidak menyediakan peran politik bagi para militer ini. Ini merupakan sebuah kekecewaan untuk mereka dan sumber kecurigaan terhadap pihak-pihak lain yang mendapatkan kekuatan melalui UUDS 1950.

Para perwakilan dari partai-partai Islam dalam pembicaraan-pembicaraan konstitusi - meskipun dalam topik-topik lain tidak mewakili kelompok yang homogen - ingin Indonesia menjadi sebuah negara Islam yang diatur dengan hukum syariah. Namun kelompok-kelompok lain menganggap bahwa pendirian sebuah negara Islam akan membahayakan persatuan Indonesia dan bisa memicu pemberontakan dan gerakan-gerakan separatisme karena terdapat jutaan orang non-Muslim serta banyak Muslim yang tidak terlalu strik di Indonesia.

Hal lain yang menyebabkan kecemasan di pihak perwakilan partai-partai Islam maupun militer adalah kembalinya Partai Komunis Indonesia (PKI). Setelah dilarang oleh pemerintahanan kolonial pada tahun 1927 karena mengorganisir pemberontakan-pemberontakan di Jawa Barat dan Sumatra Barat, PKI meraih dukungan di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan menjadi salah satu partai paling populer dalam skala nasional maka merupakan kekuatan politik.

Dan terakhir, ada juga para nasionalis yang menekankan kebutuhan akan jaminan hak-hak individu versus negara. Para nasionalis berjuang dalam PNI (versi partai politik dari gerakan PNI yang telah disebutkan sebelumnya, yang didirikan oleh Soekarno pada tahun 1927 dan yang bertujuan meraih kemerdekaan). PNI meraih banyak dukungan di Indonesia.

Makanya Soekarno harus mencari sebuah cara untuk menyatukan sudut pandang yang berbeda-beda ini. Pada bulan Juni 1945, Soekarno menyampaikan pandangannya mengenai kebangsaan Indonesia dengan memproklamasikan filosofi Pancasila. Pancasila ini adalah lima prinsip yang akan menjadi dasar Negara Indonesia:

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama
1. Ketuhanan yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Bangsa Indonesia

Namun, ada satu masalah berkelanjutan yang menjadi penghalang persatuan masyarakat Indonesia yang sangat pluralistis melalui Pancasila yaitu adalah tuntutan pendirian negara Islam oleh partai-partai Islam. Pada awalnya, Panitia Sembilan (komite yang terdiri dari sembilan tokoh kemerdekaan yang merumuskan dasar negara Indonesia) setuju untuk menambahkan tambahan pendek pada sila pertama: 'Ketuhanan dengan kewajiban menjalani syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.' Namun, sebelum diumumkan ke publik, tambahan pada dasar negara tahun 1945 versi pertama ini (dikenal sebagai "Piagam Jakarta") dihapuskan karena kekuatiran bahwa hal ini bisa menimbulkan kemarahan dari kelompok non-Muslim atau para Muslim yang tidak terlalu religius. Penghapusannya kemudian menyebabkan ketidakpercayaan yang dalam pada kelompok nasionalis sekuler oleh komunitas Muslim yang lebih ortodoks.

Demokrasi Parlementer

Demokrasi parlementer di Indonesia pada tahun 1950an ditandai oleh ketidakstabilan. Alasan utamanya adalah perbedaan sudut pandang mengenai dasar ideologis negara. Situasi ini terlihat dalam pemilihan umum pertama di Indonesia. Pemilihan umum pertama ini terjadi pada tahun 1955 dan dianggap jujur dan adil (dan akan membutuhkan waktu lebih dari 40 tahun sebelum Indonesia bisa memiliki contoh lain dari pemilu yang jujur dan adil). Dua partai Islam yang besar yaitu Masyumi dan Nahdlatul Ulama, atau NU (Nahdatul Ulama telah memisahkan diri dari Masyumi pada tahun 1952) mendapatkan masing-masing 20,9% dan 18,4% suara. PNI meraih 20,3% suara, sementara PKI meraih 16,4%. Ini berarti tidak ada mayoritas satu partai yang bisa menguasai pemerintahan sehingga kabinet di masa parlementer dibentuk dengan membangun koalisi-koalisi antara berbagai aliran ideologi. Dari 1950 sampai 1959, tujuh kabinet yang memerintah berganti-ganti secara cepat, dan setiap kabinet gagal membuat perubahan yang signifikan untuk negara.

Pemilu Indonesia 1955:

Partai Politik
Suara
(%)
Ideologi
Masyumi 20.9 Islam
Partai Nasionalis Indonesia (PNI) 20.3 Nationalis
Nahdlatul Ulama (NU) 18.4 Islam
Partai Komunis Indonesia (PKI) 16.4 Komunis

Sumber: M.C. Ricklefs, A History of Modern Indonesia since c.1200

Selain perselisihan dalam elit politik Jakarta, ada masalah-masalah lain yang membahayakan persatuan Indonesia pada era tahun 1950an. Gerakan militan Darul Islam, yang bertujuan mendirikan negara Islam dan menggunakan teknik perang gerilya untuk mencapai tujuannya, telah memenangkan wilayah-wilayah di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh. Gerakan ini telah dimulai selama periode kolonial namun cepat merubah arahnya melawan pemerintahan di bawah Soekarno hingga penyerahannya pada tahun 1962.

Gerakan subversif lain yang berdampak adalah Piagam Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara dan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra Barat. Keduanya dimulai pada akhir tahun 1950an dan menkonfrontasi pemerintah pusat dengan tuntutan-tuntutan reformasi politik, ekonomi, dan regional. Gerakan-gerakan ini dipimpin para perwira militer, didukung oleh anggota-anggota Masyumi dan Central Intelligence Agency (CIA) dari Amerika Serikat (AS) yang menganggap popularitas PKI sebagai sebuah ancaman besar.

Dengan menggunakan kekuatan militer, pemerintah pusat berhasil menghancurkan gerakan-gerakan ini pada awal 1960an. Terakhir, para mantan anggota militer bentukan Pemerintah Kolonial Belanda yang bernama Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) memproklamasikan Republik Maluku Selatan pada tahun 1950. Sekalipun berhasil dikalahkan oleh kekuatan militer Indonesia pada tahun yang sama, konflik bersenjata berlanjut hingga tahun 1963.

Demokrasi Terpimpin Soekarno

Soekarno sadar bahwa periode demokrasi liberal telah menghambat perkembangan Indonesia karena perbedaan-perbedaan ideologis di dalam kabinet. Solusi yang disampaikan Soekarno adalah "Demokrasi Terpimpin" yang berarti pengembalian kepada UUD 1945 yang mengatur sistem kepresidenan yang kuat dengan tendensi otoriter. Dengan cara ini, ia memiliki lebih banyak kekuasaan untuk melaksanakan rencana-rencananya. Pihak militer, yang tidak senang dengan perannya yang kecil dalam soal-soal politik hingga saat itu, mendukung perubahan orientasi ini. Pada tahun 1958, Soekarno telah menyatakan bahwa militer adalah sebuah 'kelompok fungsional' yang berarti mereka juga menjadi aktor dalam proses politik dan pada periode Demokrasi Terpimpin, perannya tentara dalam politik akan menjadi lebih besar.

Pada tahun 1959, Soekarno memulai periode Demokrasi Terpimpin. Ia membubarkan parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru yang setengah dari anggotanya ditunjuk sendiri oleh Soekarno. Soekarno juga sadar akan bahayanya bagi kedudukannya bila militer menjadi terlalu kuat. Karena itu, Soekarno mengandalkan dukungan dari PKI untuk mengimbangi kekuatan militer. Baik militer maupun PKI merupakan bagian dari filosofinya yang disebut 'Nasakom', sebuah akronim yang mencampurkan tiga buah ideologi yang paling penting dalam masyarakat Indonesia pada tahun 1950an dan awal 1960an yaitu nasionalisme, agama, dan komunisme. Ketiga komponen ini hanya memiliki sedikit kesamaan, bahkan tiap komponen bermasalah dengan komponen lainnya. Semuanya tergantung pada kemampuan politik, kharisma dan status Soekarno untuk tetap menjaga kesatuan ketiga komponen ini.

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama

Karakteristik penting lain dari Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah tendensi anti Barat dalam kebijakan-kebijakannya. Beliau memperkuat usaha-usaha untuk mengambil alih bagian Barat pulau Papua dari Belanda. Setelah sejumlah konflik bersenjata, Belanda menyerahkan wilayah ini ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) yang kemudian menyerahkannya kepada Indonesia pada tahun selanjutnya.

Dari 1962 sampai 1966, Soekarno menggelar politik konfrontasi melawan Malaysia. Ia menganggap pendirian Federasi Malaysia, termasuk Malaka, Singapura, dan wilayah Kalimantan yang sebelumnya dikuasai Inggris (Sarawak dan Sabah), sebagai kelanjutan dari pemerintah kolonial dan melaksanakan kampanye militer yang tidak sukses untuk ‘menghancurkan’ Malaysia. Bagian dari kebijakan konfrontasi ini adalah keluarnya Indonesia dari PBB karena PBB mengizinkan Malaysia menjadi negara anggota. Pada tahun 1965, Soekarno terus memutuskan hubungan dengan dunia kapitalis Barat dengan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, yang berarti bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti dialirkan ke Indonesia. Hal ini memperburuk situasi ekonomi Indonesia yang telah mencapai level ekstrim berbahaya pada saat itu.

Kudeta Misterius Gerakan 30 September

Masalah antara ketiga komponen Nasakom membesar. Pada 30 September 1965, menjadi jelas betapa berbahayanya campuran politis yang telah diciptakan Soekarno. Pada malam itu, enam jenderal dan satu letnan diculik dan dibunuh oleh perwira-perwira aliran kiri yang menamakan diri Gerakan 30 September. Berdasarkan tuduhan yang ada, para perwira militer yang terbunuh ini merencanakan kudeta untuk menjatuhkan Soekarno. Namun, tidak ada bukti bahwa akan ada kudeta militer melawan Soekarno.

Juga tidak ada bukti bahwa PKI berada di belakang serangan untuk mencegah kudeta militer ini. Namun, Suharto, kepala dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang kemudian mengambil alih kekuasaan militer karena menjadi perwira militer tertinggi setelah pembunuhan atasannya, dengan cepat menyalahkan PKI. Dengan segera, pengikut komunis dan orang-orang yang diduga mengikuti komunis dibantai terutama di Jawa Tengah, Jawa Barat, Bali dan Sumatra Utara. Dugaan jumlah korban bervariasi di antara 400.000 sampai satu juta orang. Diduga bahwa pihak-pihak yang melakukan pembantaian adalah unit-unit militer, kelompok-kelompok kriminil sipil (yang mendapatkan senjata dari militer) dan Ansor (organisasi pemuda militan dari NU). Pembantaian ini berlanjut sepanjang 1965 dan 1966.

Apa yang menyebabkan pertentangan komunis dan non-komunis orde lama

Namun, banyak isu mengenai kudeta ini dan tindakan-tindakan anti-komunis selanjutnya tetap tidak jelas sampai saat ini dan kemungkinan besar tidak akan diketahui kebenarannya. Setelah Orde Baru Suharto berakhir pada tahun 1998, masyarakat Indonesia mulai meragukan penjelasan resmi dari Pemerintah yang menyalahkan komunis namun bab sejarah ini tidak menerima perhatian besar dalam diskusi publik, kecuali sebuah laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2012 yang menyatakan pembantaian ini sebagai pelanggaran hak asasi manusia luar biasa.

Kudeta ini dan peristiwa-peristiwa selanjutnya menyebabkan konsekuensi-konsekuensi politis dramatis untuk Soekarno. Indonesia berada di bawah hukum darurat militer yang membuat kekuasaan nyata berada di tangan Jenderal Suharto. Selama dua tahun selanjutnya, Suharto dengan pelan namun pasti memperluas kekuasaannya dan menyudutkan Soekarno ke pinggir. Hal ini menandai dimulainya Orde Baru Suharto. Soekarno ditempatkan di bawah tahanan rumah di Bogor (Jawa Barat) dan kesehatannya menurun hingga kematiannya pada tahun tahun 1970.

Klik di sini untuk membaca artikel mengenai Orde Baru Suharto