Berapa lama rasulullah hijrah dari mekah ke madinah

Merdeka.com - Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad Sallahu Alaihi Wasallam [SAW] dari Makkah ke Madinah menandai tonggak sejarah umat Islam di dunia. Jika kelahiran Nabi Isa Alaihi Salam [AS] menandai dimulainya tahun Masehi, maka peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad menjadi penanda dimulainya tahun baru Hijriyah, atau tahun barunya umat Islam.

Saya tidak akan membahas detil tentang perbedaan mencolok antara 'kelahiran' yang menandai dimulainya tahun Masehi dan peristiwa 'hijrah' yang menandai awal mulanya tahun Hijriyah. Namun lebih pada peristiwa hijrah di zaman Nabi Muhammad dikaitkan dengan unsur kekinian: perjalanan panjang antara Makkah dan Madinah.

Jika Anda pernah melakukan ibadah haji atau umrah, pasti merasakan perjalanan panjang melalui darat selama enam jam dari Makkah ke Madinah, atau sebaliknya itu. Jalan tol sepanjang hampir 500 km lebih tersebut membelah gurun dan gunung terjal bak permadani panjang membentang menghubungkan dua tanah Haram [haramain], Makkah dan Madinah.

Jarak antara Kota Makkah dan Madinah kurang lebih sekitar 490 kilometer yang bila dilakukan dengan mengendarai bus sekitar 6-7 jam. Setidaknya butuh istirahat sekali di perjalanan sebelum tiba ke Madinah. Sehingga kalau kita lihat, banyak rest area baik di sisi kiri atau pun kanan jalan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan panjang tersebut.

Konon, jalan tol maha panjang ini dibuat berdasarkan jalur Rasulullah SAW dahulu saat berhijrah ke Madinah. Jalan tersebut kalau di Indonesia mirip jalan tol bebas hambatan seperti Tol Cikampek, tapi gratis. Bedanya, kalau dulu Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hijrah menggunakan onta, kini umat Islam dengan mudah dapat menggunakan bus-bus bagus standar Arab Saudi.

Dulu hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah dilakukan lantaran umat Islam di Makkah mendapatkan tantangan luar biasa dari para kaum kafir Quraisy. Para sahabat yang mengikuti hijrahnya Nabi Muhammad disebut dengan istilah kaum Muhajirin [atau yang berhijrah]. Sementara kaum penjemput atau masyarakat Madinah yang menyambut baik kedatangan Nabi dan kaum Muhajirin disebut kaum Ansor [penolong].

Peristiwa penyambutan kaum Ansor Madinah [dahulu bernama Yatsrib] terhadap kaum Muhajirin ditandai dengan lagu-lagu nasyid, yang kini familiar di telinga kita:

"Thola'al badru alayna min tsaniyyatil wadda'i. Wajabasy-syukru alayna ma da'a lillahi da'i." Yang artinya, "Telah muncul bulan purnama dari Tsaniyatil Wadai', kami wajib bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan. Wahai yang diutus kepada kami. Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati." Sejak saat itulah kota Yatsrib namanya ditetapkan menjadi Kota Madinah dan kaum Muhajirin menetap di sana.

Hari kedua memasuki Tanah Suci, saya dan para petugas haji lainnya asal Indonesia disuguhi perjalanan 'hijrah' gaya baru ini. Tak henti-hentinya kami takjub dengan pemandangan kiri-kanan yang dipenuhi oleh gurun pasir, gunung terjal, sejauh mata memandang.

Sesekali tampak bangunan-bangunan tempat peristirahatan para musafir. Seperti rest area, tapi ala kadarnya. Tiap rest area biasanya terdapat masjid, rumah makan, tempat ngopi-ngopi dan santai, tak jauh beda dengan di Indonesia. Tapi rest area di sini tak bisa disamakan dengan di Indonesia. Kita tak bisa berlama-lama di luar, karena cuaca terik ditambah lagi di tengah-tengah gunung atau padang pasir.

Rombongan kami bertolak dari Makkah sekitar pukul 16.00 waktu Arab Saudi, Minggu [7/8]. Bus yang kami naiki melaju dengan cepat, namun tidak terlalu kami rasakan, saking mulusnya jalan tol yang kita lewati. Kami sempat singgah sekitar setengah jam di rest area untuk menjalankan ibadah salat maghrib.

Sepanjang perjalanan banyak di antara rombongan kami yang tertidur pulas. Rasa capek yang belum hilang setelah melakukan perjalanan panjang dari Jakarta ke Jeddah lanjut Makkah, serta menjalani ibadah umroh, membuat tidur kami tak tertahankan.

Namun sebagai bagian dari anggota Media Center Haji [MCH], kami tidak benar-benar istirahat selama perjalanan tersebut. Beberapa di antara para jurnalis, khususnya jurnalis televisi justru mengabadikan perjalanan tersebut dengan mengambil gambar suasana perjalanan serta pemandangan kanan dan kiri yang dipenuhi gunung terjal dan gurun pasir yang tiada bertepi. Ada pula salah satu jurnalis yang 'on cam' di tengah teman-temannya seperjalanan yang sedang tertidur pulas.

"Pemirsa, saat ini saya sedang berada di tengah perjalanan antara Makkah dan Madinah..." begitulah kira-kira penggalan kata salah satu rekan kami jurnalis televisi yang sedang on cam di dalam bus.

Rombongan kami terus melaju hingga akhirnya kurang dari pukul 11 malam kami sudah tiba di Kantor Misi Haji Indonesia di Madinah, tempat kami menginap selama 15 hari untuk melakukan peliputan dan tugas-tugas lain sebagai petugas haji Indonesia.

Biasa bawa beras dan kompor, jemaah haji asal Madura sekarang tertib

Lepas jemaah haji kloter pertama, Menteri Agama sampaikan lima pesan

Petugas haji bandara Madinah siap sambut jemaah Kloter I

360 Calhaj kloter I asal Tegal sore ini tiba di Solo

Besok, 9 Embarkasi haji akan terbang ke Arab Saudi

Madinah mulai didatangi jemaah haji dari berbagai negara

455 Calon jemaah haji embarkasi Makassar terbang besok

Dep. Sosro | 10 Agustus 2021

Umat Islam di seluruh Indonesia sebentar lagi akan merayakan tahun baru Islam yang tepatnya jatuh pada tanggal 10 Agustus 2021, 1 Muharram 1443 H. Namun, adakah dari kalian yang sudah mengetahui sejarah tahun baru islam dari mulai awal penanggalan Hijriah hingga dalil dalam penentuan tanggal ini? Jika belum, simak baik baik.

Kalender Hijriyah atau biasa disebut Kalender Islam dalam bahasa Arabnya adalah at-taqwim al-hijri, adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam dari zaman dahulu hingga saat sekarang ini, biasanya digunakan dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad SAW, dari Makkah ke Madinah.

Tahun Baru Islam merupakan suatu hari yang penting bagi umat Islam karena menandai peristiwa penting yang terjadi dalam sejarah Islam yaitu memperingati penghijrahan Nabi Muhammad saw. dari Kota Mekkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada 1 Muharram tahun baru bagi kalender Hijriyah. Namun Tahun Hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah itu diambil sebagai awal perhitungan bagi kalender Hijriyah.

Musyawarah yang dilakukan khalifah Umar dan para sahabatnya serta orang terpandang menghasilkan beberapa poin penting, yakni pilihan tahun bersejarah untuk dijadikan patokan tahun Islam, diantaranya adalah kebangkitan Nabi Muhammad menjadi Rasul, tahun kelahiran Nabi Muhammad, dan wafatnya, dan ketika Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah. Dari sekian banyak pilihan dipilihlah bahwa patokan tahun ketika Nabi hijrah dari Makkah ke Madinah. Dikarenakan salah satu ayat dalam Al-Quran surat At-Taubah

لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُومَ فِيهِ

“Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa [masjid Quba], sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya” [Qs. At-Taubah : 108]

Para sahabat memahami bahwa yang dimaksud dengan “sejak hari pertama” adalah hari pertama kedatangan Nabi dari hijrahnya sehingga para sahabat menggunakan momen tersebut untuk digunakan sebagai acuan tahun Hijriah. Mengapa para sahabat dan khalifah Umar saat berunding tidak memilih opsi selain daripada hijrahnya Nabi menuju Madinah ? Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Hajar Rahimahullah:

Kalender ini hanya dimulai pada zaman Khalifah Arrasyidin kedua yaitu Umar al-Faruq R.A. Ada beberapa saran dari para sahabat untuk penetapan tanggal bagi Madinah ketika itu, ada yang mengusulkan tahun Islam dimulai ketika kelahiran Nabi Muhammad SAW, ada yang mengusulkan awal tanggal Islam ditetapkan pada hari Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul tetapi pandangan yang menyarankan awal tanggal Islam pada tanggal hijrah Nabi SAW. 

لأن المولد والمبعث لا يخلو واحد منهما من النزاع في تعبين السنة. واما وقت الوفاة فأعرضوا عنه لما توقع بذكره من الأسف عليه, فانحصر في الهجرة

‘Karena tahun kelahiran dan tahun diutusnya beliau menjadi Nabi tidak diketahui secara pasti. Adapun wafat beliau, para sahabat tidak memilihnya karena akan menyebabkan kesedihan manakala teringat tahun tersebut. Oleh karena itu ditetapkanlah peristiwa hijrah sebagai acuan tahun” [Fathul Bari, 7/335]

Penetapan ini adalah untuk mengenangkan betapa pentingnya tanggal hijrah yang menjadi perubahan paradigma dalam sejarah agama Islam yang mana pertama kali dalam sejarah Islam. Kalender Hijriyah secara resmi belum dimulai ketika zaman Rasulullah S.A.W. Kalender ini hanya dimulai pada zaman Khalifah Arrasyidin kedua yaitu Umar al-Faruq R.A. Ada beberapa saran dari para sahabat untuk penetapan tanggal bagi Madinah ketika itu, ada yang mengusulkan tahun Islam dimulai ketika kelahiran Nabi Muhammad SAW, ada yang mengusulkan awal tanggal Islam ditetapkan pada hari Rasulullah diangkat sebagai nabi dan rasul tetapi pandangan yang menyarankan awal tanggal Islam pada tanggal hijrah Nabi SAW. Penetapan ini adalah untuk mengenangkan betapa pentingnya tanggal hijrah yang menjadi perubahan paradigma dalam sejarah agama Islam yang mana pertama kali dalam sejarah Islam.

Bulan Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib”. Sebenarnya  kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan sampai di Yastrib [Madinah] pada tanggal 12 Rabiul awal. Adapun pemahaman bulan Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi, karena bulan Muharram adalah bulan yang pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab, yang ketika itu beliau sebagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan titik awal mula kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah.

Masa khalifah Umar bin Khattab memang terdapat banyak sekali kemajuan salah satunya di sistem penanggalan. Menurut para ulama pakar tarikh, latar belakang Umar menetapkan sistem tanggal yang baku berawal dari surat yang dikirim oleh gubernur Basrah kala itu, Abu Musa Al-Asy’ari.

 انه يأتينا منك كتب لها ليس تاريخ

“Telah sampai kepada kami surat-surat dari Anda, dengan tanpa tanggal”

Dalam penulisan surat menyurat sebenarnya tidak ditulis secara pasti tanggal penulisannya dan hari pengirimannya sehingga khalifah Umar kesulitan dalam memilah mana surat yang terlebih dahulu sampai, karena khalifah Umar tidak menandai surat yang lama dan yang baru. Sehingga khalifah Umar pun memanggil para sahabatnya dan orang terpandang untuk diajak berunding mengenai masalah ini. Khalifah Umar pun berkata “Perbendaharaan negara semakin banyak. Apa yang kita bagi dan sebarkan selama ini tidak tertanggal secara pasti. Bagaimana cara mengatasi masalah ini ?”.

Maka dapat disimpulkan awal tahun Hijriah dimulai ketika Nabi hijrah dari Makkah menuju Madinah. Untuk acuan bulan tetap menggunakan sistem qamariyah dengan bilangan 12 bulan per tahunnya. Nama-nama bulan yang dipakai adalah seperti nama-nama bulan yang memang berlaku sejak saat masa kenabian dari mulai bulan Muharram sampai dengan Dzulhijjah dengan 4 bulan Haram [tidak boleh ada peperangan di dalamnya], yakni bulan Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Sebagai informasi tambahan bahwa pada masa dahulu pada kaum Quraisy, dikenal praktek Nasi’, yang memungkinkan kaum tersebut untuk menambahkan bulan ke-13 pada setiap 3 tahun agar bulan-bulan sistem qamariyah selaras dengan perputaran musim. Ketetapan Allah mengenai praktek Nasi’ ini ada pada surat At-Taubah ayat 36 :

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ الله اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالاَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ …

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah adalah dua belas bulan, [sebagaimana] dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan haram…” [Qs. At-Taubah : 36]

Atas inilah ketetapan mengenai tahun dan bulan dari kalender Hijriah yang memiliki perbedaan dengan kalender lainnya yang mayoritas kita kenal bersistem syamsiyah. Dedikasi para sahabat saat itu tentang pentingnya penanggalan sangat memudahkan mereka dalam mengatur segala sesuatu yang membutuhkan penanggalan, sebutlah dalam kasus surat menyurat.

Sebentar lagi umat Islam di Indonesia nanti merayakan tahun baru Islam di tanggal 10 Agustus 2021. Tentunya dengan mengetahui sejarah tahun Islam maka diharapkan kita lebih mengetahui makna  dari tanggal 1 Muharram itu sendiri, yakni momen hijrahnya Nabi menuju Madinah sehingga diharapkan bahwa tahun sebelum dan sesudahnya terjadi “hijrah” sikap, hati dalam hal taqwa kepada Allah seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW.

Video yang berhubungan