Sumber pendapatan bank syariah yang berasal dari transaksi kartu kredit


Kartu kredit syariah adalah kartu kredit yang pada prinsipnya berfungsi sebagaimana kartu kredit konvensional (Kamus Bisnis – Kartu Kredit Konvensional lihat disini), dimana kita dapat memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan transaksi pembelanjaan dan juga penarikan tunai di mesin ATM. Perbedaannya terdapat pada cara kerjanya, yaitu kartu kredit syariah dijalankan dengan menggunakan prinsip yang Islami.

Semua aturan dan kebijakan yang diterapkan dalam kartu kredit syariah diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang kartu kredit syariah. Hal ini tentu saja menjadi nilai lebih bagi nasabah yang menggunakannya, karena kita bisa menggunakan fasilitas kartu kredit yang sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah.

Pertanyaan yang sering muncul dari calon pengguna kartu kredit syariah adalah: “Benarkah kartu kredit syariah bebas bunga?”

Jawabannya adalah: BENAR, kartu kredit syariah memang BEBAS BUNGA, namun diterapkan beberapa akad dalam kartu kredit syariah sebagai pengganti bunga, mencakup:

1. Kafalah

Akad kafalah dalam bahasa Indonesia berarti penjamin transaksi.

Dengan kata lain bank syariah selaku penerbit kartu kredit akan bertanggungjawab sepenuhnya sebagai pihak penjamin dalam berbagai macam transaksi yang dilakukan oleh nasabah selaku pemegang kartu kredit.

Perbankan sebagai lembaga penjamin akan memperoleh keuntungan berupa fee (ujrah) dari nasabah melalui jasa tersebut.

2. Qardh

Akad qardh merupakan akad pemberian pinjaman yang dilakukan oleh pihak bank syariah kepada pihak nasabah selaku pengguna kartu kredit, dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

Akad ini layaknya fitur pinjaman untuk mengambil sejumlah uang tunai melalui kartu kredit syariah.

3. Ijarah

Akad ijarah, yakni imbalan atas layanan yang telah diberikan oleh bank kepada nasabah selaku pemegang kartu kredit syariah.

Akad ijarah juga sering disebut sebagai member fee, dimana jumlahnya bersifat tetap dan telah dijelaskan sejak awal aplikasi kartu kredit tersebut.

4. Sharf

Akad sharf merupakan fitur transaksi menggunakan mata uang asing yang difasilitasi oleh bank syariah bagi nasabahnya.

Fitur ini dimanfaatkan layaknya kartu kredit konvensional saat bepergian ke luar negeri.

Keunggulan Kartu Kredit Syariah

1. Sesuai dengan Prinsip dan Ketentuan Syariah

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, terdapat kebutuhan yang besar atas berbagai produk perbankan yang sesuai dengan prinsip dan ketentuan syariah, seperti tidak menggunakan sistem bunga, melainkan dengan menggunakan sistem akad yang sesuai dengan hukum Islam.

2. Biaya Administrasi yang Lebih Kecil

Salah satu keuntungan kartu kredit syariah adalah biaya administrasinya yang lebih kecil dibandingkan dengan kartu kredit konvensional. Biaya ini berbeda-beda nilainya setiap bulan karena dihitung berdasarkan transaksi dan aktivitas kartu pada bulan tersebut.

3. Sistem Amal melalui Denda

Pernah terkena denda saat terlambat membayar cicilan? Kartu kredit syariahpun memberlakukan denda tersebut, yang biasa disebut Tawidh.

Serupa dengan kartu kredit konvensional, tawidh dihitung sebagai persentase dari tagihan yang terlambat termasuk sejumlah biaya fee yang dikeluarkan pihak bank syariah selama proses penagihan.

Letak perbedaannya adalah uang denda tersebut akan disumbangkan sepenuhnya kepada lembaga sosial. Dengan demikian, jika kita dikenakan denda, sama saja kita beramal.

4. Sistem Tarik Tunai melalui ATM

Kartu kredit syariah saat juga dilengkapi dengan fitur tarik tunai via ATM, dengan biaya yang lebih kecil dibandingkan tarik tunai dengan menggunakan kartu kredit kovensional.

Nah, bagi yang lebih memilih produk perbankan dengan prinsip syariah, tentunya akan merasa lebih nyaman dan diuntungkan dengan menggunakan kartu kredit syariah. Namun ingat, tetap bijak menggunakannya yaaa….

Sumber pendapatan bank syariah yang berasal dari transaksi kartu kredit

Kartu Kredit Konvensional VS Syariah

Syariah card yang disebutkan DSN dalam fatwanya sebelas tahun lalu secara fungsi sama saja dengan kartu kredit. Keduanya merupakan alat pembayaran. Pemegang kartu melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu, lalu membayarkan tagihan dari pembaran itu ke pihak penerbit kartu. Keduanya juga memiliki biaya tahunan, biaya keterlambatan, dan biaya untuk keperluan administrasi seperti pembayaran materai. Akan tetapi, ada perbedaan mendasar dari kartu kredit syariah dan konvensional, yakni pada cara penghitungan bunga. Menurut fatwa, syariah card tidak dikenakan bunga seperti pada kartu kredit konvensional. Akan tetapi, bukan berarti tak ada biaya sama sekali. Pemegang syariah card harus membayar iuran keanggotaan setiap bulannya. Bank berhak menerima iuran keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan atas izin penggunaan fasilitas kartu. Besaran iuran ditentukan oleh bank.

Akad yang digunakan dalam penggunaan syariah card adalah kafalah, qardh danijarah. Dalam akad kafalah, penerbit kartu adalah penjamin bagi pemegang kartu atas semua transaksi dengan merchant. Atas pemberian jaminan itu, penerbit kartu boleh menerima ujrah atau imbalan.

Akad qardh digunakan ketika penerbit kartu memberikan pinjaman kepada pemegang kartu melalui penarikan tunai dari ATM. Sedangkan dalam akad Ijarah, penerbit kartu merupakan penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Oleh sebab itu, pemegang kartu dikenakan biaya keanggotaan.

Dengan menggunakan tiga akad ini, maka pendapatan penerbit kartu bukanlah dari bunga, melainkan dari biaya bulanan, komisi merchant dan biaya penagihan. Besar kecil biaya bulanan tergantung dari pemakaian dan pelunasan. Semakin banyak pemakaian dan tak dilunasi, semakin besar biaya bulanannya. Bahkan jika setiap bulan di pemegang kartu melunasi tagihannya, maka ia tak perlu membayar iuran bulanan apapun.


  • Baca Untung dan Buntung dari Turunnya Bunga Kartu Kredit

Itu artinya, tak ada iuran tahunan juga. Sementara itu, bank yang menerbitkan kartu kredit konvensional mendapat laba dari biaya tahunan, bunga transaksi, denda keterlambatan, dan komisi dari merchant.

Dari perincian biaya-biaya antara kedua jenis kartu kredit, kartu syariah lebih menguntungkan. Hanya saja, penggunaan kartu kredit syariah dibatasi hanya untuk memberi barang-barang atau jasa yang halal dan tidak mengandung riba. Jadi jangan harap bisa membeli minuman keras dengan kartu kredit syariah.

Apa itu Kartu Kredit Syariah?

Selain bank konvensional, kini hadir bank syariah atau Lembaga Keuangan Syariah (LKS).

Sesuai dengan namanya, bank dan lembaga keuangan tersebut menerapkan prinsip-prinsip syariah, yang artinya seluruh aturan dan kebijakan pada bank tersebut diatur di bawah prinsip dan hukum Islami.

Dewan Syariah Nasional melihat potensi perbankan syariah yang positif dan terus mengembangkan produknya. Dengan semakin variatifnya produk perbankan syariah yang ditawarkan, muncul produk syariah lainnya yaitu kartu kredit syariah.

Kartu kredit syariah atau biasa disebut bithaqah al-l’timan pada dasarnya adalah kartu kredit dengan fungsi sebagaimana kartu kredit konvensional lainnya.

Perbedaannya adalah kartu kredit syariah terikat dengan peraturan yang berlaku dengan mengacu pada prinsip serta kebijakan yang bersifat syariah.

Seluruh peraturan dan kebijakan kartu kredit syariah tercakup dalam ketentuan umum fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 54/DSN-MUI/X/2006, tentang kartu kredit syariah.

Dengan kata lain, kartu kredit syariah dan konvensional memiliki fungsi dan manfaat yang sama, namun diterapkan kebijakan dan aturan yang berbeda sesuai acuan masing-masing.

Tags
Kamus Bisnis Perdagangan Eceran Perdagangan Grosir Umum Mengembangkan Umum Mengembangkan Keuangan Kartu Kredit Syariah Hilda Fachrizah

Dalam catatan sejarah dunia perbankan, terbentuknya bank syariah pertama kali pada tahun 1963 di Mesir. Awalnya dibentuknya bank syariah adalah sebagai proyek percobaan dalam membentuk fungsi perbankan (selain bank) untuk menghimpun dana dari masyarakat. Praktik berbasis syariah ini kemudian semakin merambah ke beberapa negara, salah satunya Pakistan yang mencoba menerapkan sistem bank syariah dalam bentuk bank koperasi pada tahun 1966. Munculnya Islamic Development Bank sebagai lembaga keuangan Islam multilateral di tahun 1975 merupakan titik puncak semakin banyak bermunculan bank-bank syariah yang lebih luas lagi penyebarannya di banyak negara.

Indonesia mulai menerapkan sistem bank syariah di tahun 1992. Sambutan akan munculnya bank syariah disambut baik oleh masyarakat Indonesia karena pada proses perbankan diterapkannya nilai-nilai Islam, dimana hal ini tentu sangat sesuai bagi masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas penduduknya adalah umat Islam. Setelah era reformasi, perkembangan bank syariah di Indonesia semakin berkembang pesat. Hal ini didasari atas diterbitkannya UU No.10 tahun 1998 oleh pemerintah dan Bank Indonesia yang memberikan kekuatan hukum dalam perluasan jumlah kantor dan operasi bank-bank syariah untuk semakin lebih memperbesar pengaruhnya dalam memperkenalkan layanan-layanan yang dimiliki oleh bank syariah ke masyarakat luas, sehingga memberikan kontribusi bagi perekonomian negara. (baca juga : peran bank indonesia)

Munculnya bank syariah di indonesia akan menawarkan wacana baru yang berbeda dengan bank konvensional pada umumnya dan menciptakan dual banking system atau sistem perbankan ganda. Dalam fungsi operasi jelas bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Bank syariah dalam pelaksanaan seluruh kegiatan usaha akan berdasar pada prinsip-prinsip dan nilai Islam, yang mana pada praktiknya tidak lagi mengenal bunga dan unsur-unsur yang tidak jelas keabsahannya. Karena tidak menerapkan bunga, maka keuntungan dari praktik kegiatan bank syariah lebih pada sistem bagi hasil keuntungan secara adil, transaksi jual beli, dan sewa. (baca juga : ekonomi syariah)

Prinsip-Prinsip Bank Syariah

Bank syariah dalam penerapan semua kegiatannya harus mengikuti aturan-aturan dalam Islam, prinsip-prinsip yang digunakan dalam perbankan harus memenuhi unsur-unsur berikut ini.

  1. Tidak memberlakukan sistem bunga (riba).
  2. Adanya larangan praktik untuk kegiatan yang bersifat spekulatif dan tidak produktif (maysir).
  3. Tidak terlibat dengan hal-hal yang bersifat meragukan (gharar).
  4. Tidak digunakan untuk hal-hal yang merusak dan ilegal (bathil).
  5. Ruang lingkup hanya sebatas pada kegiatan yang dinyatakan halal.

(baca juga : prinsip ekonomi syariah)

Sumber Dana Bank Syariah

Sumber dana bank syariah diperoleh dengan cara menghimpun dana dari nasabah yang kemudian digunakan untuk menggerakkan seluruh kegiatan perbankan yang berpengaruh pada kegiatan perekonomian. Perputaran dana diperlukan untuk memperoleh keuntungan yang kemudian keuntungan ini akan dibagi antara bank dan nasabah dengan menerapkan prinsip mudharabah (bagi hasil) yang seadil-adilnya sesuai dengan kesepakatan yang sudah terjalin di awal penerimaan dana.

Berikut ini merupakan sumber-sumber dana bank syariah yang diperoleh dari beberapa cara, yaitu.

1. Modal

Diantara sumber dana yang lain, modal merupakan sumber yang paling penting sejak awal sebelum dibentuknya bank syariah. Modal itu sendiri merupakan dana pribadi yang berasal dari para pemilik yang menyerahkan sebagian dana mereka sebagai bentuk dan tanda bahwa mereka merupakan pemegang saham di bank tersebut.

2. Rekening Giro (Current Account)

Seperti pada bank conventional lainnya, bank syariah juga menerima simpanan atau tabungan dalam bentuk rekening giro dari nasabah. Dana ini kemudian oleh bank syariah akan diterima sebagai bentuk wadi’ah atau titipan. Dengan kesepakatan bersama atas penggunaan dana tersebut, pihak bank dapat menggunakan dana tersebut untuk kegiatan perbankan. Sementara itu bank memberikan jaminan kepada nasabah bahwa dana yang sudah diserahkan sewaktu-waktu bisa diambil kembali.

(baca juga : bank dengan bunga deposito tertinggi)

3. Rekening Tabungan (Saving Account)

Layanan dari bank syariah yang memungkinkan menerima simpanan atau tabungan dalam bentuk rekening tabungan dari nasabah. Penggunaan dana yang diterima dalam bentuk rekening tabungan dapat digolongkan menjadi 3 jenis kesepakatan, yaitu.

  1. Wadi’ah atau titipan. Meskipun dalam rekening giro juga mengenal istilah wadi’ah, namun wadi’ah yang dimaksud dalam rekening tabungan ini memiliki penerapan yang berbeda. Dalam rekening tabungan, wadi’ah diartikan titipan yang bisa digunakan oleh bank dengan lebih fleksibel untuk mendapatkan keuntungan, hasil dari keuntungan tersebut akan dibagi dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan yang terjadi di awal.
  2. Qardh atau pinjaman kebajikan. Maksudnya pinjaman kebajikan disini adalah bank menerima dana dari nasabah yang mana dengan disertai kesepakatan tanpa diberlakukan adanya bunga dari dana yang dipinjamkan. Dana ini dapat digunakan bank untuk segala kegiatan perbankan yang menguntungkan dan hasil keuntungan dari kegiatan tersebut kemudian akan dibagi dengan nasabah sesuai dengan kesepakan yang ada.
  3. Mudharabah atau bagi hasil. Mudharabah umumnya akan diintegrasikan dengan rekening investasi berjangka. Mudharabah bukan hanya sistem bagi hasil saja, namun juga membagi resiko kerugian yang mungkin akan terjadi. Artinya ketika nasabah menyerahkan dana tersebut ke bank, maka bank diperbolehkan untuk menggunakan dana tersebut untuk menjalankan kegiatan untuk memperoleh keuntungan.  Hasil keuntungan akan dibagi bersama dan jika terjadi kerugian investasi maka kerugian juga akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.

Dari ketiga jenis rekening tabungan ini yang paling umum digunakan hanya ada dua yaitu wadi’ah dan mudharabah.

(baca juga : kelebihan dan kekurangan menabung di bank)

4. Rekening Investasi Umum (General Invesment Account)

Rekening investasi umum disebut juga dengan investasi tidak terikat merupakan dana yang dihimpun oleh bank syariah dari dana simpanan para nasabah, dimana dana ini umumnya merupakan tabungan berjangka pendek. Tujuan penghimpunan dana dalam rekening investasi umum lebih pada keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih daripada hanya sekedar mengamankan tabungan. Prinsip yang digunakan dalam penggunaan dana ini adalah mudharabah atau bagi hasil antara bank syariah dengan nasabah. (baca juga : produk-produk bank syariah)

5. Rekening Investasi Khusus (Special Invesment Account)

Rekening investasi khusus atau istilah lainnya adalah investasi terikat merupakan penghimpunan simpanan tabungan dari nasabah yang diperuntukkan untuk mendanai sebuah proyek yang dikelola oleh bank syariah. Dimana dalam pengalokasian dana ini, para nasabah diberikan kebebasan penuh dalam menentukan proyek mana yang menurut nasabah lebih menguntungkan untuk berinvestasi. Pemanfaatan dana ini akan disepakati dengan prinsip mudharabah. Rekening investasi khusus lebih mengutamakan mengelola dana yang besar, sehingga kebanyakan dari nasabahnya merupakan Investor besar dan Institusi-institusi khusus.

(baca juga : investasi reksadan syariah)

6. Obligasi Syariah

Obligasi tidak hanya dikenal oleh bank konvensional saja, namun bank syariah juga mengenal obligasi atau di bank syariah lebih umum disebut obligasi syariah. Obligasi syariah merupakan alternatif sumber dana yang bisa digunakan untuk jangka panjang (diatas 5 tahun). Prinsip yang diterapkan dalam obligasi syariah bisa dengan mudharabah (bagi hasil) atau ijarah (sewa). (baca juga : instrumen investasi)

Fungsi Bank Syariah

Kehadiran bank syariah yang kemudian menempatkannya sejajar dan berdampingan dengan bank konvensional, tidak serta merta fungsi dari adanya dual perbankan ini akan saling melemahkan satu sama lain. Namun hadirnya sistem bank syariah menjadi alternatif lain dalam menjawab kebutuhan untuk berinvestasi atau menabung terutama bagi masyarakat Islam.

Bank Syariah secara umum memiliki 2 peran utama, yaitu.

  1. Sebagai badan usaha (tamwil). Fungsi bank syariah sebagai badan usaha meliputi beberapa fungsi, yaitu sebagai manager investasi yang menarik dana dari para nasabah dan investor. Selain sebagai manager investasi bank syariah juga menempatkan dirinya sebagai investor yang akan menyalurkan dana untuk kegiatan-kegiatan yang akan memperoleh keuntungan. Fungsi lain dari bank syariah adalah sebagai jasa perbankan yang memberikan pelayanan berupa jasa keuangan, jasa non-keuangan, dan jasa keagenan.
  1. Sebagai badan sosial (maal). Yang dimaksud dengan badan sosial adalah bank syariah berlaku sebagai pengelola dana dalam menyerap dan menyalurkan zakat, infak, dan sedekah.

(baca juga : peran penting bank syariah)

Pada dasarnya kegiatan usaha bank syariah dan bank konvensional mengarah pada tujuan yang sama, yaitu menghimpun dana dari nasabah dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dana untuk kegiatan investasi yang mampu memberikan keuntungan. Perbedaan antara kedua perbankan ini adalah penerapan prinsip operasional bertolak belakang, dimana dalam sistem perbankan konvensional mengenal dan memberlakukan istilah bunga.

(baca juga : perbedaan bank konvensional dan bank syariah)

Penerapan bunga memang memberikan keuntungan bagi bank konvensional dan bagi negara-negara yang bukan Islam, model seperti ini memang sudah biasa dan wajar terjadi. Namun dengan adanya praktik bunga akan sangat berbeda responnya jika diterapkan di negara Islam. Bunga atau dalam Islam disebut riba merupakan bentuk praktik transaksi yang dilarang karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip nilai Islam. Dengan hadirnya bank syariah tentu menjadi jawaban yang tepat bagi negara Islam atau negara yang mayoritas penduduknya adalah Islam seperti di Indonesia. Bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya terhindar dan bebas dari praktik bunga dan kegiatan-kegiatan yang tidak sesuai dengan tuntunan agama. Karena tidak lagi berbasis pada bunga, bank syariah mendapat keuntungan dari adanya bagi hasil, jual beli, dan sewa.

(baca juga : peran bank syariah)