Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

A. Pendahuluan

 Upaya pengembanga model-model pembelajaran adalah keharusan yang wajib dipersiapkan guru dalam proses pembelajaran.Guru adalah kunci keberhasilan pembelajaran di sekolah atau madrasah yang terlibat langsung untuk merencanakan dan melaksanaka belajaran, dengan demikian hasil pembelajaran dapat lebih berkualitas. 

Model pembelajaran kontektual (contekstual theaching and learning) merupakan proses pembelajaran yang holistik, bertujuan membantu siswa untuk memahami materi ajar dan mengakaitkannya dengan konteks kehidupan siswa sehari hari ( kontek pribadi, sosial dan kultural) sehingga mereka berpengetahuan, berketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya. Siswa bisa belajar dengan baik bila materi ajar terkai dengan penngetahuan  dan kegiatan yang terlah diketahuinya dan terjadi di sekelilingnya.

B. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual

Kata model mempunyai pengertian yang beragam sesuai dengan bidang ilmu atau pengetahuan yang mengadopsinya.Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dihasilkan.Model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran.Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa. [1]

 “A model is an abstract representation of some real world process, system, subsystem. Model are used in all aspect of life. Model are useful in depicting alternatives and in analysing their performance”.[2]

Model merupakan representasi abstrak dari proses,sistem (subsistem yang konkrit), digunakan dalam seluruh aspek kehidupan, bermanfaat dalam mendesripsikan pilihan-pilihan dan dalam menganalisis pilihan-pilihan tersebut.

Kata kontekstual (contextual) berasal dari kata context yang berarti ”hubungan, konteks, suasana dan keadaan (konteks).[3]

Pembelajaran contekstual theaching and learning (CTL) adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang dianjurkan dalam penerapan kurukulum tingkat satuan pendidikan, maka pembelajaran tersebut perlu dikembangkan. [4]

Pembelajaran kontekstual (Contextual theaching learning) yaitu pembelajaran yang membantu guru dalam mengkaitkan antara materi yang diajarkn dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dengan kehidupan mereka sehari- hari. Hal ini melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif yaitu ; konstruktivisme (constructivism), bertanya ( quetioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning commonity), pemodelan (modeling), refleksi (Reflection) dan penelitian sebenarnya (authentic assessment). [5]

Proses pembelajaran bukan sekedar mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi berlangsung   secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalaminya, lebih mementingkan strategi daripada hasil pembelajaran, siswa didorong untuk mengerti apa arti belajar, apa manfaatnya belajar, dan bagaimana mencapainya. Dengan demikian mereka memposisikan diri sebagai pihak yang membutuhkan bekal hidup di masa depan. [6]

Pembelajaran kontekstual(Contextual theaching learning) adalah sebuah sistem pembelajaran yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, suatu pembelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan knoteks kehidupan sehari-hari.[7]

“Contextual teaching is teaching that enables learning in wich student aploy their academic understanding and abilities in a variety of in-and out of school context to solve simulated or real world problems, both alone and with others.”[8]

Pembelajaran kontektual (contextual theaching learnig) merupakan model pembelajaran yang memungkinkan dimana siswa dapat menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam banyak konteks di dalam dan di luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat simulatif maupun nyata, baik secara individu maupun bersama-sama.[9]

Pembelajaran ini lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan, mencoba, dan mengalami sendiri (learning to do), siswa tidak sekedar pendengar pasif. Pembelajaran inimengutamakan pada pengetahuan dan pengalaman nyata (real word learning), berfikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, kreatif, memecahkan masalah, siswa belajar menyenangkan, mengasikkan, tidak membosankan, (joyfull and quantum learning) dan menggunakan berbagai sumber belajar. [10]

C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual (Contextual theaching learning)

Beberapa item yang menjadi karakteristik pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut[11] :

  1. Melaksanakan komonikasi yang komonikatif (making meaningfull conection) Siswa memposisikan diri sebagai orang belajar aktifdalam mengembangkan minat secara individual, orang yang dapat bekerja mandiri atau kerja kelompok, dan orang yang dapat belajar sambil berbuat (Laerning by doing).
  2. Melakukan aktivitas-aktivitas yang signifikan (doing significan work). Siswa mengkait-kaitkan antara sekolah dan berbagai konteks dalam kehidupan nyata sebagai pelaku bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
  3. Belajar dengan pengaturan sendiri (self-regulated learning). Siswa melakukan kegiatan yang signifikan : ada tujuannya, ada urusannya dengan orang lain, ada hubungannya dengan penentuan pilihan, dan ada produknya atau hasil yang sifatnya nyata.
  4. Berkerjasama (colaborating). Guru dan siswa berkolaborasi secara efektif dalam kelompok, guru membantu siswa memahami bagaimana mereka saling mempengaruhi dan saling berkomonikasi.
  5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking). Siswa dapat berpikir ke tingkat yang lebih tinggi, kritis dan kreatif dengan menganalisis, membuat sintesis, memecahkanmasalah,membuatkeputusan dan menggunakan logika dan bukti-bukti.

6.      Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nurturing the individual). Siswa memelihara pribadinya dengan mengetahui,  memberi       perhatian, memberi harapan-harapan yang tinggi, memotivasi dan memperkuat diri sendiriwalaupunsiswa memerlukan dukungan   orang dewasa.

7. Mencapai standar yang tinggi (reaching highsstandard). Siswa mengenal dan mencapai standar yang tinggi, maka guru harus           mengidentifikasi tujuan dan memotivasi siswa untuk mencapainya. Guru menunjukan kepada siswa untuk mencapai (excellece).

8. Dengan penilaian autentik (using autentic assessment). Untuk tujuan yang baik (bermakna) siswa mempergunakan pengetahuan akademik dalan dunia nyata. Contohnya, siswadapat menggambarkan informasi akademik yang telah dipelajarinya untuk dipublikasikan dalam kehidupan nyata.

D. Komponen Pembelajaran Kontekstual (Contextual Theaching Learning)

Komponen utama model pembelajaran kontekstual(Contextual Theaching Learning) adalah sebagai berikut[12]:

  1. Konstruktivisme (constructivim)

Kanstruktivisme yaitu mengembangkan pikiran siswa untuk belajar lebih baik dengan cara bekerja sendiri, mengkonstruksi sendiri, pengetahuan dan ketrampilan barunya. Hal ini adalah landasan berpikir pembelajaran bagi pendekatan          (Contextual Theaching Learning). Pengetahuan riil baginya adalah suatu yang dibangun atau ditemukan oleh siswa sendiri. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep, atau kaidah yang harus diingat siswa, tetapi siswa harus merekonstruksi pengetahuan itu kemudian mengartikan melalui pengalaman nyata.

Inquiry merupakan proses pembelajaran yang berdasarkan pada proses pencarian penemuan melalui proses berfikir secara sistimatis, proses pemindahan dari pengamatan menjadi pemahaman, siswa belajar dengan ketrampilan berfikir kritis. Dalam hal ini guru harus merencanakan situasi kondusif supaya siswa belajar dengan prosedur mengenali masalah, menjawab pertanyaan, menggunakan prosedur penelitian (investigasi), menyiapkan kerangka berfikir, hipotesis dan penjelasan yang relevan dengan pengalaman pada dunia nyata.

    3. Bertanya (question)

Question adalah mengembangkan sifat ingin tahusiswa dengan dialog interaktif oleh kesluruhan unsur yang terlibat dalam komonitas belajar. Dengan demikian pembelajaran lebih hidup, mendorong proses dan hasil pembelajaran lebih luas dan mendalam. Dengan question mendorong siswa selalu bersikap menolak suatu pendapat, ide atau teori secara mentah. Hal ini mendorong sikap selalu ingin mengetahui dan mendalami (coriosity) berbagai teori dan dapat mendorong untuk belajar lebih jauh.

    4. Masyarakat belajar (learning commonity)

learning commonity adalah pembelajaran yang didapat dari berkolaborasi dengan orang lain. Dalan pembelajaran ini selalu dilaksanakan dalamkelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Siswa yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu memberu tahu yang belum tahu dan seterusnya. Dalam prakteknya terbentuklah kepompok-kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan ahli ke kelas,bekolaborasi dengan kelas paralel, bekerja kelompok dengan kakak kelas dan bekolaborasi dengan masyarakat.

    5. Pemodelan (modeling)

Dalam pembelajaran perlu ada model yang dapat dicontoh oleh siswa. Terkait hal ini model bisa berupa cara mengoperasikan, cara melempar atau menendang bola dalam olah raga, cara melafalkan dalam bahasa asing, atau guru memberi contok cara mengerjakan sesuatu. Ketika guru sanggup melakukan sesuatu maka siswa akan berfikir sama bahwa dia juga bisa melakukannya.

    6.  Refleksi (reflektion )

Reflektion merupaksuatu upaya untuk melihat,mengorganisir,menganalisis, mengklarifikasi dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. Untuk merealisasikan, di kelas dirancang pada stiap akhir pelajaran, guru menyisahkan waktu untuk memberikan kesempatan kepada siswa melakukan refleksi dengan cara : pernyataan langsung dari siswa tentang apa apa yang diperoleh setelah melakukan pembelajaran, catatan atau jurnal di buku siswa, kesan dan saran siswa tentang pembelajaran hari itu, diskusi dan  ragam hasil karya.

    7. Penilaian Otentik (authentic assessment)

Untuk mengukur hasil pembelajaran selain dengan tes, harus diukur juga dengan assessment authentic yang dapat memberikan informasi yang benar dan akurat tentang apa yang benar-benar diketahui dan bisa dilakukan siswa atau tentang kualitas program pendidikan. Penilaian otentik adalah proses pengumpulan data beragam data untuk melukiskan perkembangan belajar siswa. Data tersebut berupa hasil tes tertulis, proyek (laporan kegiatan), karya siswa, performence (penampilan presentasi) yang dirangkum dalam foto folio siswa.

E. Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran Kontekstual

Menurut ditjen dikdasmen depdiknas 2002 menjelaskan bahwa Kurikulum dan pembelajaran kontektual harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut

  1. Ketergantungan (keterkaitan), relevansi (relation). Pebelajaran hendaknya ada keterkaitan dengan bekal pengetahuan (Prerequisite knowledge) yang teah dimiliki
  2. Pengalaman langsung (experiencing).

Hal ini bisa didapatkan dengan kegiatan eksplorasi, penemuan (discorvery, inventory, investigasi, penelitian dan lain-lain. Experiencing dinilai sebagai jantuk pembelajaran kontekstual. Proses pembelajaran ini berlangsug cepat bila siswa mendapat kesempatan untuk memanipulasi peralatan, memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian secara aktif.

  1. Aplikasi (aplying). Mengaplikasikan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dalam kelas bersama guru yakni memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama adalah strategi pembelajaran pokok pembelajaran kontekstual.
  2. Transwerring

Adalah menekankan pada kemampuan siswa untuk mentranswer situasi dan konteks yang lain adalah pembelajaran tingkat tinggi, lebih dari sekedar hafal.

    5. Koopertatif (cooperating).

Yakni kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, tanya jawab, komonikasi interaktif antar sesama siswa.

Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa prinsip-prinsip di atas adalah acuan untuk menerapkan model pembelajaran kontekstual lebih mengutamakan strategi pembelajaran daripada hasil belaja, proses belajar secara alami, dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transwer pengetahuan dari guru kepada siswa. Dengan pembelajaran Contextual Theaching Learning, pendidik telah melaksanakan tiga prinsip ilmiah modern yang menunjang dan mengatur segala sesuatu di alam smesta yakni :

  1. Prinsip saling ketergantungan

Segala sesuatu yang ada di alam raya ini saling ketergantugandan saling berhubungan satu dengan lainnya. Dalam pembelajaran Contextual Theaching Learning mengajak pada guru untuk mengenali keterkaitan mereka dengan guru lainnya, dengan siswa-siswa, dengan masyarakat dan dengan lingkungan. Prinsip ini mengajak siswa untuk saling bekerjasama, saling mengetengahkan pendapat, saling mendengarkan untuk menemukan persoalan, merancang rencana dan mencari solusi dari persoalan yang ada.

Prinsip ini merujuk pada motivasi terus-menerus dari smesta alam untuk menghasikan keragaman, perbedaan dan keunikan. Dalam Contextual Theaching Learning prinsipdeferensiasi membebaskan para siswa melakukan penjelajahan bakat pribadi, memunculkan cara belajar masing-masing individu, berkembang dengan langkah mereka sendiri.

4. Prinsip Pengaturan diri

Segala sesuatu diatur, dipertahankan dan disadari oleh diri sendiri. Prinsip ini mengajak para siswa menunjukan segala potensinya. Mereka menerima tanggungjawab atas keputusan dan perilaku sendiri, menilai alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menciptakan solusi dan dengan kritis menilai bukti.

F. Kegiatan Dan Strategi Pembelajaran

Kegiatan dan strategi pembeajaran kontekstual (Contextual theaching learning) berupa kombinasi dari kegiatan kegiatan berikut ini :

  1. Pembelajaran otentik (authentic instruktion) merupakan pembelajaran yang memungkinkan belajar siswa dalam kontek yang bermakna, dengan demikian dapat menguatkan ikatan pikiran dan ketrampilan memecahkan masalah-masalah penting dalam kehidupan.
  2. Pembelajaran berbasis inquiri (inquiry basad learning) adalah memaksakan strategi pembelajaran dengan metode-metode sains, dengan demikian mendapat pelajaran yang bermakna.
  3. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), adalah pendekatan pembelajaran dengan menggunakam masalah-masalah di dunia nyata atau di sekelilingnya sebagai konteks bagi siswa untuk belajar kritis dan trampil memecahkan masalah dam mendapat konsep utama dari suatu mata pelajaran.
  4. Pembelajaran layanan (serve learning), adalah metode pembelajaran yang menggabungkan layanan masyarakat dengan struktur sekolah untuk merefleksikan layanan, menekan hubungan antara layanan yang dalami dan pembelajaran akademik di sekolah.

Pembelajaran berbasis kerja (work based learning), merupakan pembelajaran dengan konteks tempat kerja dan membahas penerapan konsep mata pelajaran di lapangan. Prinsip pembelajaran ini adalah penekanan pada penerapan konsep mata pelajaran lapangan, masalah-masalah lapangan untuk dibahas di sekolah.

G. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual(Contextual theaching learning)

Langkah-langkah pembelajaran Contextual Theaching Learning adalah sebagai berikut :

  1. Pengembangan pikiran bahwa siswa bisa belajar lebih berkualitas dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri, pengetahuan dan ketramilan barunya.
  2. Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua topik.
  3. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
  4. Menciptakan masyarakat belajar.
  5. Menghadirkan model sebagai contoh belajar.
  6. Melakukan refleksi diakhir pertemuan
  7. Melakukan penialain yang sebenarnya dengan berbagai cara      H.    Elemen-elmen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran Contextual Theaching Learning adalah sebagai berikut :

Pembelajarankontekstual (Contextual Theaching Learning) harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik.Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)

Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan caramenyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, dan merevisi dan mengembangkan konsep.Pembelajaranini ditekankan pada upaya nmempraktikkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.

Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.Oleh karena itu, program pembelajaran kontekstual hendaknya meyatakan kegiatan utama pembelajarannya, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indikator pencapaian hasil belajar.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Theaching Learning)merumuskan dengan jelas tujuan umum pembelajarannya.Menguraikan secara terperinci media dan sumber pembelajaran yang akan digunakan untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang diharapkan. Merumuskan skenario tahap demi tahap kegiatan yang harus dilakukan siswa dalam melakukan proses pembelajarannya. Merumuskan dan lakukan sistem penilaian dengan memfokuskan pada kemampuan sebenarnya yang dimiliki oleh siswa baik pada saat berlangsungnya proses maupun setelah siswa tersebut selesai belajar.

I. Perbedaan Pembelajaran Kontekstuak dengan Pembelajaran Konvensional

Pada pembelajaran  konvensional, menyandarkan pada hafalan, pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru, siswa pasif menerima informasi dari guru, pembelajaran bersifat abstrak (teoritis), memberi tumpukan informasi pada siswa, terfokus pada satu bidang, waktu belajar siswa dihabiskan untuk mengerjakan (buku tugas,mendengar ceramah dan mengisi Latihan/kerja individual) dan perilaku dibangun atas kebiasaan.Ketrampilandikembangkanatasdasarlatihan. Hadiahdariperilakubaikadalahpujian dan nilairaport. Siswatidakmelakukanhalburukkarenatakuthukuman. Perilakubaikberdasarkanmotivasientrinsik. Pembelajaraninihanyaterjadi di dalamruangankelas. Hasil belajardiukurdengankegiatanakademikdalambentuktes (ujian/ulangan).

Pada pembelajaran kontektual (Contextual Theaching Learning), menyandarkan pada pemahaman makna, pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa, siswa terlibat secara aktif dalam prosesi pembelajaran, pembelajaran dikaitkan pada kehidupan nyata siswa, selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan siswa, cenderung mengintegrasikan beberapa bidang, waktu belajar siswa digunakan untuk belajar (menemukan-menggali-berdiskusi-dan berfikir kritis atau mengerjakan proyek dan pepecahan masalah melalui kerja kelompok), perilaku dibangun atas kesadaran’ ketrampilan dikembangkan atas dasar pemahaman. Hadiah dari perilaku baikadalah kepuasan diri yang bersifat subyektif.Siswatidakmelakukanhal yang burukkarenasadarhaltersebutmerugikan. Perilakutidakberdasarkanmotivasiintrinsik. Pembelajaranterjadi di berbagaitempatkontek dan setting. Hasil belajardiukurdenganpenerapanautentik..

Dari uraian di atasdapatdisimpulkanbahwaperbedaanmodel  pembelajarankontektual(Contextual Theaching Learning)denganpembelajaran model konvensionalterletak pada peransiswadalam model kontektual(Contextual Theaching Learning)sebagaipelakupencariinformasisedang pada dalam model pembelajarankonvensionalsiswaberperansebagaipenerimainformasi.

J. Kelebihan Dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual(Contextual Theaching Learning)

Kelebihan,Pembelajaran (Contextual Theaching Learning)menjadilebihbermaknaArtinya siswa dituntut untuk dapat menagkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi siswa materi itu akan berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa, sihingga tidak akan mudah dilupakan.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Theaching Learning) lebih produktifdan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena metode pembelajaran CTL menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”.23.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan model pembelajaran(Contextual Theaching Learning) adalah siswa lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan pengetahuan siswa berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.

Kelemahan,pembelajarankontekstual( Contextual Theaching Learning), guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTLkarena guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.

Peran guru bukanlah sebagaiinstruktur atau ” penguasa ” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

Guru memberikanperhatian dan bimbingan yang eksra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.26.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelemahan model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) adalah guru harus dapat mengelola pembelajaran dengan sebaik-baiknya agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tecapai dengan maksimal.

[1]Agus Mukhtar Rosyidi, ‘Rosyidi, A. M. (2017). Model Dan Strategi Pembelajaran Diklat. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 5(1), 100-111.’, Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 5.1 (2017), 3–5.

[2]A. Kadir, ‘Kadir, A. (2013). Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah. Dinamika Ilmu, 13(1).’, Dinamika Ilmu, 13.1 (2013).

[3]M Idrus Hasibuan, ‘Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)’, Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains, 2.01 (2015).

[4]Siti Chodijah, Ahmad Fauzi, and Ratnawulan Ratnawulan, ‘Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Guided Inquiryyang Dilengkapi Penilaian Portofolio Pada Materi Gerak Melingkar’, Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, 1.1 (2012).

[5]Hasibuan.

[6]M. Hasibuan, ‘Hasibuan, M. I. (2015). Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains, 2(01).’, Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains, 2.01 (2015).

[7]M. Hasibuan.

[8]M. Hasibuan.

[9]M. Hasibuan.

[10]M. Hasibuan.

[11]M. Hasibuan.

[12]M. Hasibuan.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kadir, ‘Kadir, A. (2013). Konsep Pembelajaran Kontekstual Di Sekolah. Dinamika Ilmu, 13(1).’, Dinamika Ilmu, 13.1 (2013)

Chodijah, Siti, Ahmad Fauzi, and Ratnawulan Ratnawulan, ‘Pengembangan Perangkat Pembelajaran Fisika Menggunakan Model Guided Inquiryyang Dilengkapi Penilaian Portofolio Pada Materi Gerak Melingkar’, Jurnal Penelitian Pembelajaran Fisika, 1.1 (2012)

Hasibuan, M Idrus, ‘Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning)’, Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains, 2.01 (2015)

  1. Hasibuan, ‘Hasibuan, M. I. (2015). Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning). Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains, 2(01).’, Logaritma: Jurnal Ilmu-Ilmu Pendidikan Dan Sains, 2.01 (2015)

Rosyidi, Agus Mukhtar, ‘Rosyidi, A. M. (2017). Model Dan Strategi Pembelajaran Diklat. Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 5(1), 100-111.’, Andragogi: Jurnal Diklat Teknis Pendidikan Dan Keagamaan, 5.1 (2017), 3–5

Penulis :

S A K I Y E M KIKI FN

NIP. 197103162000032003

Berita Terbaru

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Jumat , 24 Juni 2022 | 21:54:49

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Jumat , 24 Juni 2022 | 21:44:28

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Selasa , 14 Juni 2022 | 20:20:26

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Senin , 13 Juni 2022 | 13:29:45

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Sabtu , 11 Juni 2022 | 06:58:53

Di bawah ini yang termasuk tujuan diskusi kecuali

Kamis , 14 April 2022 | 11:22:02