Dibawah ini yang bukan penyebab suatu negara melakukan impor

Mungkinkah satu negara tak melakukan impor pangan atau produk lain?

Dibawah ini yang bukan penyebab suatu negara melakukan impor

Sumber gambar, Reuters

Keterangan gambar,

Di saat pelemahan rupiah seperti sekarang ini, arus keluar dollar lewat impor barang dan jasa harus ditekan karena dapat memperlemah rupiah terhadap dollar.

Ucapan (janji) kampanye Prabowo Subianto pada Minggu (4/11) untuk mengelola Indonesia menjadi "swasembada pangan, energi, dan air" menjadi ramai dibicarakan. Sebagian mengatakan tak mungkin, yang lain mendukung.

Apakah bisa suatu negara tidak melakukan impor sama sekali dan apakah impor buruk bagi perekonomian suatu negara?

Impor atau kegiatan yang memasukkan barang atau jasa ke suatu negara biasanya dilakukan karena negara tersebut tidak dapat menyuplai atau mencukupi - lewat proses produksi, tambang atau tanam - sendiri barang atau jasa tersebut.

Indonesia misalnya mengimpor kedelai hingga sekitar 2 juta ton per tahun karena produksi domestik tak dapat mengimbangi permintaan konsumsi nasional.

Apakah suatu negara bisa tidak mengimpor apapun dari negara lain? Mungkin bisa namun biaya produksinya bisa jadi sangat mahal.

Itulah mengapa suatu negara memutuskan untuk mengimpor barang atau jasa dari negara lain: untuk memastikan bahwa produk atau jasa yang dibutuhkan atau diinginkan penduduk negara itu dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah atau efisien.

  • Anda masih mampu membeli daging, tahu tempe dan obat meski Rupiah melemah?
  • Restriksi impor daging sapi Indonesia terancam dicabut WTO
  • Impor daging babi di Indonesia: Peternak di dalam negeri 'jadi anak haram'

Apa saja manfaat dari impor barang atau jasa?

Selain karena alasan efisiensi, ada beberapa alasan lain mengapa impor perlu dilakukan, dan baik.

Impor dapat memperkenalkan produk baru ke pasar. Pernahkah Anda berpikir bagaimana jika Indonesia tidak mengimpor ponsel pintar atau komputer yang saat ini Anda pakai untuk membaca artikel ini?

Impor juga memungkinkan diproduksinya produk atau jasa berkualitas. Tahukah Anda jika komponen ponsel pintar atau komputer Anda tidak berasal dari satu tempat (negara) yang sama?

iPhone X misalnya, layarnya berasal dari Korea Selatan, cip memorinya berasal dari Jepang dan Korea Selaran. Jika komponen-komponen ini tidak bisa diimpor ke Cina (tempat ponsel itu dirakit) - maka ponselnya mungkin akan berbeda atau jauh lebih mahal dari yang beredar saat ini.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Indonesia mengimpor kedelai hingga sekitar 2 juta ton per tahun karena produksi domestik tak dapat mengimbangi permintaan konsumsi nasional.

Mengapa suatu negara mengimpor dan mengekspor barang yang sama?

Terkadang bahkan suatu negara mengimpor barang atau jasa yang sudah dimilikinya secara domestik, dan kemudian mengekspor barang yang sama. Terdengar aneh?

AS misalnya, mereka terkenal sebagai negara produsen mobil. Namun di jalanan AS kita banyak melihat mobil buatan Jepang atau Korea melintas di sana.

Dalam kasus Indonesia, kita mengimpor - dan mengekspor - minyak bumi.

Hal ini disebabkan oleh diferensiasi produk. Mobil produksi AS dikenal tangguh namun cukup boros bahan bakar. Sebaliknya, mobil buatan negara Asia dikenal lebih hemat bahan bakar.

Begitupun halnya dengan impor dan ekspor minyak bumi Indonesia. Indonesia mengekspor minyak yang tidak sesuai dengan kebutuhan domestik dan mengimpor minyak yang sudah dimurnikan di luar negeri.

Sumber gambar, Getty Images

Keterangan gambar,

Di Indonesia daging sapi impor hanya boleh diperjualkan di restoran dan hotel, tak boleh di pasar tradisional.

Apakah impor buruk untuk perekonomian suatu negara?

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca

Podcast

Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

Impor, karena melibatkan pembayaran atau pengeluaran uang, selalu dianggap buruk dibanding ekspor yang mendatangkan penerimaan uang.

Namun sebenarnya tak jarang ekspor justru membutuhkan impor.

Tekstil di Indonesia misalnya. Industri sebesar Rp150 triliun itu menyumbang 1,11% PDB nasional pada 2017, dan merupakan salah satu dari sepuluh eksportir terbesar di dunia.

Angka itu hanya akan terwujud jika industri melakukan impor katun atau kain dari luar negri serta mesin, teknologi pendukung dan kecakapan teknik. Jumlah impor tekstil sendiri mencapai Rp103 triliun pada 2017.

Di sisi lain, impor berarti arus keluar uang, dan biasanya dalam dollar AS. Di saat pelemahan rupiah seperti sekarang ini, arus keluar dollar harus ditekan karena dapat memperlemah rupiah terhadap dollar.

Impor tak (selalu) buruk. Namun defisit perdagangan (jumlah impor melebihi ekspor) yang berlebihan dalan jangka panjang dapat menurunkan jumlah lapangan pekerjaan yang disebabkan kompetisi dari impor.

Dan penurunan lapangan pekerjaan ini akan mengganggu perekonomian dan dapat mengarah ke impor dan defisit yang lebih besar lagi.

Neraca perdagangan Indonesia secara kumulatif Januari-Juli 2018 mencatat defisit 3,09 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan pembelian bahan modal, termasuk mesin dan pesawat mekanik, dan impor migas.