Jelaskan 3 jenis sistem pemungutan pajak atau stelsel pajak

Sebagai salah satu sumber dana vital terhadap berbagai pembangunan dan perekonomian Indonesia, pajak ternyata memiliki beberapa cara pemungutan yang biasa dikenal juga sebagai sistem pemungutan pajak. 

Untuk lebih mengenal lebih jauh lagi mengenai dunia perpajakan, mari ketahui apa saja sistem pemungutan pajak yang berlaku di Indonesia beserta contohnya. 

Apa itu Sistem Pemungutan Pajak?

Sistem pemungutan pajak adalah suatu cara yang dipakai untuk menghitung besarnya pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak kepada negara. Dengan kata lain, sistem ini menjadi metode untuk mengelola utang pajak yang bersangkutan agar dapat masuk ke kas negara.

Sistem pemungutan pajak sendiri diatur dalam dalam Undang-Undang No.10 tahun 1994, dengan pembahasan dan aturan segala hal yang terkait dengan subjek maupun objek pajak. 

Dengan inti dari aturan tersebut yaitu sistem perlu menerapkan asas domisili serta asas sumber sekaligus atau dengan satu waktu. Perpajakan di Indonesia melakukan pemberlakukan terhadap kedua asas tersebut sebagai aset penting guna menambah devisa negara.

Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

Setiap negara di dunia memiliki sistem dan metode yang berbeda, sedangkan Indonesia memiliki 3 sistem yang berlaku. Untuk lebih lengkapnya, mari ulas satu per satu ketiga metode tersebut.

Self assessment system adalah sistem pemungutan yang membebankan penentuan besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan secara mandiri. Berarti, wajib pajak berperan aktif dalam perhitungan, pembayaran, serta pelaporan pajak ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau dengan sistem administrasi online resmi dari pemerintah.

Contoh sistem pemungutan pajak dari self assessment system, yakni  jenis pajak PPN serta PPh. Sistem pemungutan yang telah berlaku sejak masa reformasi yaitu 1983 hingga saat ini yang berlaku untuk jenis pajak pusat. Sementara itu melalui sistem ini, pemerintah berperan sebagai pengawas dari kegiatan perpajakan dari wajib pajak.

Akan tetapi, dengan adanya kemudahan dan keleluasaan bagi para wajib pajak, beberapa konsekuensi dapat terjadi dalam self assessment system. Hal ini karena segala perhitungan hingga pelaporan dilakukan oleh wajib pajak, maka wajib pajak pun berusaha untuk melakukan penyetoran sekecil mungkin. Bahkan, ada pula laporan palsu atas kekayaan yang dapat terjadi.

Agar lebih jelas, berikut ciri-ciri self assessment system:

  • Wajib pajak menentukan besaran pajak terutang.
  • Wajib pajak memiliki peran aktif untuk menyelesaikan kewajiban pajak, mulai dari perhitungan, pembayaran, maupun pelaporan.
  • Pemerintah tidak harus menerbitkan surat ketetapan pajak, kecuali ketika wajib pajak telat melapor, telat membayar utang, maupun terdapat kewajiban pajak yang tidak dibayar oleh wajib pajak.

Baca Juga: Kewajiban Wajib Pajak Orang Pribadi

Official assessment system adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang dalam penentuan besaran pajak terutang fiskus maupun aparat perpajakan sebagai pemungut pajak. 

Dengan sistem official assessment, wajib pajak memiliki sifat pasif dan pajak terutang pun ada ketika fiskus mengeluarkan surat ketetapan pajak. Contoh sistem pemungutan pajak yang satu ini yakni dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) maupun jenis pajak daerah lainnya.

Hal tersebut karena ketika membayar PBB, KPP menjadi pihak yang menerbitkan surat ketetapan pajak yang berisikan besaran PBB terutang di setiap tahun.

Dengan demikian, wajib pajak tak perlu lagi melakukan perhitungan pajak terutang. Wajib pajak hanya perlu melunasi PBB dengan jumlah yang sesuai dengan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.

Penerapan sistem ini pun ditujukan kepada wajib pajak yang dinilai belum mampu diberi tanggung jawab penuh untuk menghitung dan menetapkan besaran pajak. Sistem pun akan berhasil jika petugas memenuhi ketentuan standar dan kebutuhan secara kualitas, kuantitas, serta integritas.

Berikut ciri-ciri sistem pemungutan pajak official assessment:

  • Petugas pajak yang menghitung dan memungut besaran pajak terutang.
  • Wajib pajak memiliki sifat pasif dalam menghitung besaran pajak.
  • Pajak terutang besarannya sesuai surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh petugas pajak.
  • Pemerintah mempunyai hak penuh dalam penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan.

Withholding system adalah sistem pemungutan yang memberikan otoritas kepada pihak ketiga dalam penentuan besaran pajak terutang wajib pajak. Pihak ketiga yang dimaksud, bukan berasal dari pemerintah maupun wajib pajak yang bersangkutan. 

Contoh sistem pemungutan pajak dengan sistem yang satu ini, yakni pemotongan penghasilan karyawan oleh bendahara instansi terkait. Dengan begitu, karyawan tak perlu ke KPP untuk melakukan pembayaran atas potongan pajak tersebut.

Sementara itu, jenis pajak yang menggunakan sistem ini yakni PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN. Lalu untuk bukti pada setiap pelunasan pajak yang dilakukan, biasanya berupa bukti potong maupun bukti pungut. Selain bukti potong, dapat juga memakai Surat Setoran Pajak (SSP) dalam beberapa kasus tertentu. 

Baca Juga: Apa Itu Pajak PPN? Cari Tahu Definisi, Objek, dan Tarifnya di Sini

Nantinya, setiap bukti dan surat tersebut dapat disertakan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN oleh setiap wajib pajak terkait.

Secara garis besar, berikut ciri-ciri withholding system:

  • Wajib pajak dan pemerintah sama-sama tidak berperan aktif dalam menghitung besaran pajak.
  • Instansi atau perusahaan terkait  sebagai pihak ketiga yang menghitung besaran pajak.
  • Wajib pajak perlu melampirkan bukti potong atau SSP bersamaan dengan SPT Tahunan PPh atau SPT Masa PPN.

Sebagai warga negara Indonesia, tentu Anda perlu mengetahui berbagai aturan perpajakan mulai dari jenis hingga sistem pemungutan pajak. Selain untuk menjadi wajib pajak yang baik, taat bayar pajak juga memudahkan pinjaman dana dan menunjukkan profesionalitas bisnis Anda. 

Masih bingung dan sulit menghitung pajak untuk Anda dan perusahaan? Bagaimana ketentuan perpajakan terbaru saat ini? Tak perlu khawatir, Anda dapat berkonsultasi kepada jasa konsultan pajak Rusdiono Consulting. Sudah saatnya Anda menjalani bisnis dengan lebih mudah dan terencana.

Jakarta - Sistem pemungutan pajak merupakan suatu cara yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang perlu dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada negara. Dengan kata lain, sistem ini menjadi metode untuk mengelola utang pajak yang bersangkutan supaya bisa masuk ke kas negara.

Adapun, sistem pemungutan pajak sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 yang membahas dan mengatur segala hal yang berkaitan dengan subjek dan objek pajak.

Setiap negara di dunia mempunyai sistem dan metode yang berbeda, sedangkan Indonesia mempunyai 3 (tiga) sistem pemungutan pajak yang berlaku. Berikut ketiga sistem tersebut beserta ciri-cirinya:

Self-Assessment System

Sistem perpajakan ini yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak yang bersangkutan. Dalam artian lain bahwa Wajib Pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam menghitung, membayar dan melaporkan pajak kepada kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau sistem administrasi online yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berperan untuk mengawasi wajib pajak .

Untuk contohnya adalah  dalam  PPN dan PPh.  Self assessment system sudah mulai masuk ke Indonesia setelah era reformasi perpajakan pada tahun 1983 dan masih berlaku hingga saat ini, namun sistem perpajakan tersebut memiliki konsekuensi karena wajib pajak berhak menghitung jumlah pajak yang perlu dibayar, biasanya wajib pajak berusaha membayar pajak sesedikit mungkin.

Baca juga Pajak Penerangan Berakhir 12 Desember 2021, Seperti Apa Kelanjutannya?

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak self-assessment adalah:

  • Wajib Pajak menentukan besaran pajak terutang;
  • Wajib Pajak berperan aktif dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya (perhitungan, pembayaran, dan pelaporan); serta
  • Pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak ini yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan bebas menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak atau pemungut pajak. Dalam sistem pemungutan pajak ini biasanya wajib pajak bersifat pasif  dan hutang pajak hanya dapat digunakan setelah otoritas pajak mengeluarkan surat ketetapan pajaknya.

Sistem pemungutan pajak ini biasanya dapat diterapkan pada penyelesaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam proses transaksi pembayaran PBB, KPP biasanya berperan sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak yang memuat sejumlah PBB terutang disetiap tahunnya, sehingga tidak perlu lagi untuk menghitung pajak yang terutangnya, namun cukup dengan membayar PBB berdasarkan Surat Pernyataan Terutang Pajak (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP yang terdaftar sebagai subjek pajak.

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak official assessment adalah:

  • Petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak terutang;
  • Wajib Pajak berperan pasif;
  • Besaran pajak akan diketahui oleh Wajib Pajak setelah petugas pajak melakukan perhitungan dan menerbitkan SKP; serta
  • Pemerintah memiliki hak penuh pada saat menentukan besaran pajak yang perlu dibayarkan.

Withholding Assessment System

Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak withholding assessment adalah:

  • Wajib Pajak dan pemerintah tidak berperan aktif dalam menghitung besaran pajak;
  • Pihak ketiga berwenang menentukan besarnya pajak terutang; serta
  • Menerbitkan bukti potong/pungut bagi Wajib Pajak yang telah melunasi pajak terutang.

Baca juga Tax Ratio Meningkat, Apa Dampak Bagi Perekonomian

Sistem pemungutan pajak ini memberikan pengertian bahwa besarnya pajak akan dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak atau petugas pajak. Contoh dari sistem ini adalah pemotongan penghasilan pegawai oleh bendahara instansi, sehingga pegawai tidak perlu lagi ke kantor pajak untuk membayar pajaknya.

Nah untuk itu kita perlu mengetahui jenis-jenis pajak apa saja yang termasuk dalam sistem pemungutan pajak ini, untuk penggunaan sistem ini di Indonesia jenis-jenis pajak yang dipakai  adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.

Sebagai bukti bahwa pajak telah dibayar lunas dengan menggunakan withholding assessment system pada umumnya berupa bukti potong atau bukti pungut. Namun dalam beberapa kasus juga menggunakan sertifikat pajak (SSP) yang kemudian sertifikat pemotongan tersebut kemudian akan dilampirkan pada PPh / SPT PPN tahunan wajib pajak yang bersangkutan.