Jelaskan apa kelebihan sektor industri dan jasa dalam perekonomian suatu negara

Oleh:

Bisnis/Radityo Eko Proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia 2018-2018 versi IMF.

Bisnis.com, JAKARTA – Pada kuartal II/2018 pertumbuhan sektor jasa mengalami sedikit perlambatan apabila dibandingkan dengan kuartal I/2018.

Pada kuartal II/2018 sektor jasa tumbuh 5,83% yoy (year on year), sedikit melambat apabila dibandingkan dengan kuartal I/2018 yang mencapai 6,14% (yoy). Perlambatan terjadi pada sejumlah sektor seperti real estat, informasi dan komunikasi serta jasa keuangan.

Sektor jasa mengalami pertumbuhan tinggi selama beberapa tahun terakhir. Rata-rata pertumbuhan sektor jasa selama delapan tahun terakhir mencapai 7,05% per tahun. Sebagaimana sektor ekonomi lainnya, sektor jasa juga mengalami perlambatan akibat perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan nasional. Contohnya, pada 2011 sektor jasa masih tumbuh 8,6%, sedangkan pada 2017 tinggal sebesar 6,08%.

Sebagai primadona baru pertumbuhan, kontribusi sektor jasa sangat besar. Saat ini kontribusi sektor jasa mencapai 54% dari produk domestik bruto (PDB) nasional, dengan 47% tenaga kerja bekerja pada sektor ini.

Besarnya kontribusi sektor jasa saat ini tidak lain adalah wujud dari transformasi ekonomi Indonesia selama beberapa dekade terakhir. Perekonomian nasional yang awalnya ditopang oleh sektor primer (pertanian dan pertambangan) beralih ke sektor sekunder (industri manufaktur), lalu mulai beralih ke sektor tersier (jasa). Pada periode 2000-2017, kontribusi sektor jasa terus mengalami peningkatan, dari 45% (tahun 2000) menjadi 54% (2017), sedangkan kontribusi sektor industri manufaktur dan pertanian mengalami kecenderungan penurunan.

Pada periode yang sama kontribusi sektor industri manufaktur turun dari 28% menjadi 26%, sedangkan sektor pertanian turun dari 28% menjadi 19%.

Terdapat dua transmisi bagaimana sektor jasa dapat mendorong transformasi perekonomian. Pertama, peran intermediari sektor jasa berdampak langsung pada perkembangan ekonomi secara umum.

Studi yang dilakukan oleh Hoekman dan Shepard (2015) menunjukkan bahwa terdapat koneksi positif antara produktivitas sektor jasa dan perkembangan sektor manufaktur.

Contohnya akses terhadap jasa penyediaan listrik di negara-negara berkembang cenderung rendah, tetapi terjadi inefisiensi biaya listrik yang harus ditanggung oleh sektor manufaktur tinggi. Seperti biaya jasa penyediaan listrik di negara-negara Afrika, yaitu 100% lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju (Velde, 2017).

Ketidakefisienan sektor jasa di negara-negara Afrika tersebut pada akhirnya berpengaruh langsung ke sektor manufaktur.

Secara teori fungsi sektor jasa adalah sebagai penghubung antara berbagai sektor dan konsumen maupun modal. Sekitar 34% dari total output sektor jasa di Indonesia digunakan untuk input antara pada sebuah aktivitas produksi dan kontribusi sektor jasa terhadap total input antara mencapai 16% (Indonesia Services Dialogue, 2018).

Sektor-sektor yang mendapatkan input antara dari sektor jasa adalah pertanian, pertambangan, manufaktur dan sektor jasa lainnya.

Kajian yang dilakukan oleh Indonesia Services Dialogue (2018) menunjukkan bahwa sektor jasa memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) dan keterkaitan ke belakang (backward linkage) yang relatif besar. Nilai indeks keterkaitan ke belakang sektor jasa berkisar 1,42 hingga 2,06, di mana sub-sektor jasa yang memiliki angka tertinggi adalah transportasi kereta api, restoran dan hotel serta konstruksi.

Sementara itu keterkaitan ke depan berkisar antara 1,09 dan 2,22, dimana sub-sektor jasa yang memiliki nilai tertinggi adalah lembaga perantara keuangan, listrik-gas-air dan jasa terkait transportasi (Indonesia Services Dialogue, 2018).

Kedua, transformasi menuju sektor jasa dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian menuju sektor jasa secara langsung dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebuah negara.

Rasio upah terhadap produktivitas pada sektor jasa di Indonesia mencapai angka 40%, lebih tinggi dibandingkan dengan sektor manufaktur yang di bawah 20% dan sektor pertanian yang sebesar 30% (Tadjoeddin & Chowdhury, 2018). Lebih lanjut, besarnya produktivitas relatif berbeda pada setiap sub-sektor jasa.

Pada perusahaan jasa yang berorientasi ekspor, produktivitasnya lebih tinggi 46% dibandingkan dengan perusahaan jasa yang tidak berorientasi ekspor (Balchin et al, 2016).

Langkah Strategis

Besarnya keterkaitan sektor jasa dengan berbagai sektor lainnya membuat peran sektor jasa terhadap pertumbuhan nasional menjadi sangat besar. Oleh sebab itu, perlambatan pertumbuhan yang dialami oleh sektor jasa perlu disikapi secara strategis oleh pemerintah. Setidaknya, terdapat tiga langkah utama yang dapat dilakukan.

Pertama, memperbaiki sistem sekolah vokasi dan seritifikasi tenaga kerja sektor jasa. Sumber daya manusia adalah dasar dari sektor jasa, sehingga kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan. Perbaikan mutu sekolah vokasi, penambahan kapasitas pelatihan, dan proses sertifikasi tenaga kerja.

Kedua, mendorong investasi baru dalam sektor jasa. Berdasarkan analisis yang dilakukan, sebagian besar sektor jasa mengalami kelebihan permintaan (Presisi, 2015). Semakin tingginya tingkat pendapatan masyarakat, tumbuhnya masyarakat kelas menengah urban, membuat permintaan akan jasa dengan kualitas yang lebih tinggi menjadi semakin besar.

Tidak semua permintaan jasa tersebut dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Untuk itu, perlu didorongnya penanaman modal asing baru di sektor jasa guna memenuhi kebutuhan tersebut.

Untuk mendorong investasi baru tersebut, pemerintah perlu melakukan revisi terhadap daftar negatif investasi (DNI). Selama delapan tahun terakhir, jumlah sektor yang termasuk dalam DNI meningkat hampir dua kali lipat, dari 298 bidang usaha (2010) menjadi 515 (2018). Hal tersebut tentu menghambat arus investasi baru sektor jasa.

Ketiga, pemerintah perlu meninjau ulang untuk pengenaan PPN 10% untuk ekspor jasa. Pengenaan PPN 10% untuk selain tiga sektor tersebut akan mengurangi daya saing Indonesia, karena banyak negara sudah mengenakan PPN 0% atas ekspor jasa terutama untuk jasa-jasa seperti financial center, jasa konsultan, jasa akuntansi, jasa call center, dan jasa-jasa lainnya yang dapat menambah penyerapan tenaga kerja.

Penerapan PPN dengan tarif 0% atas ekspor jasa akan memberikan dampak terhadap perekonomian Indonesia, antara lain mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya saing tenaga kerja di Indonesia, menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, dan meningkatkan produktivitas ekonomi yang pada akhirnya akan berperan meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka panjang.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi tersebut akan didukung oleh bertambahnya investasi dari dalam dan luar negeri untuk sektor jasa yang berorientasi ekspor di Indonesia.

*) Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Kamis (18/10/2018)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

Zona industri memegang kedudukan kunci bagaikan mesin pembangunan sebab zona industri mempunyai sebagian keunggulan dibanding zona lain sebab nilai kapitalisasi modal yang tertanam sangat besar, keahlian meresap tenaga kerja yang besar, pula keahlian menghasilkan nilai tambah dari tiap input ataupun bahan dasar yang diolah.

Peranan zona industri dalam pembangunan ekonomi di bermacam negeri sangat berarti sebab zona industri mempunyai sebagian keunggulan dalam perihal akselerasi pembangunan.

Cocok dengan tahapan pertumbuhan negeri kita, telah saatnya kita melaksanakan perpindahan andalan zona ekonomi kita dari industri primer ke industri sekunder, spesialnya industri manufaktur nonmigas.

Dari ke 4 kriteria tersebut serta bersumber pada analisa keunggulan komparatif serta kompetitif, hingga prioritas dalam 5 tahun ke depan merupakan pada penguatan klaster– klaster: industri santapan serta minuman; industri pengolah hasil laut; industri tekstil serta produk tekstil; industri alas kaki; industri kelapa sawit; industri benda kayu; industri karet serta benda karet; industry pulp serta kertas; industri mesin listrik serta perlengkapan listrik; serta industri petrokimia.

  1. Buat 10 klaster industri prioritas tersebut, diformulasikan strategi serta langkah–langkah buat masing–masing klaster yang dituangkan dalam strategi nasional pengembangan industri yang secara komprehensif muat pula strategi pengembangan subsektor industri yang terpaut serta subsektor industri penunjang dari 10 klaster prioritas tersebut yang berukuran jangka menengahpanjang dan proses perumusannya secara partisipatif mengaitkan pihak- pihak terpaut dari area pemerintah ataupun dunia usaha.

Dalam upaya menggapai perkembangan zona industri manufaktur yang ditargetkan dalam RPJMN 2005– 2009, pengembangan zona industri manufaktur difokuskan pada perkuatan struktur serta energi saing, yang berikutnya dijabarkan pada program pokok pengembangan industri manufaktur serta program penunjang.

Tolok ukur peranan industri dalam pertumbuhan struktural pada sesuatu perekonomian antara lain sumbangan zona industri terhadap PDB, jumlah tenaga kerja yang terserap di zona industri serta sumbangan komoditi industri terhadap ekspor benda serta jasa.

Nilai tambah zona industri pada tahun 2001 hingga tahun 2008. Pada tahun 2001 jumlah nilai tambah merupakan sebesar 266, 564 juta rupiah, pada tahun 2002 sebesar 309, 959 juta rupiah, pada tahun 2003 sebesar 326, 784 juta rupiah, pada tahun 2004 sebesar 358, 910 juta rupiah, pada tahun 2005 sebesar 396, 438 juta rupiah, pada tahun 2006 sebesar 514, 343 juta rupiah, pada tahun 2007 sebesar 598, 400 juta rupiah, serta pada tahun 2008 sebesar 713, 907 juta rupiah.

Bagi kriteria UNIDO, negeri dengan donasi zona industri terhadap PDB kurang dari 10% diucap negeri non industri, negeri dengan donasi sebesar 10- 20% tercantum dalam kelompok negeri dalam proses industrialisasi, negeri dengan donasi sebesar 20- 30% tercantum kelompok negeri semi industri, sebaliknya kelompok negeri industri mempunyai donasi lebih dari 30%.

Dalam PDB ini industri pengolahan memiliki donasi sebesar 491, 561. 4 milyar pada tahun 2005, pada tahun 2006 sebesar 514, 100. 3 milyar, pada tahun 2007 sebesar 538, 084. 6 milyar, pada tahun 2008 sebesar 557, 764. 4 milyar, serta 569, 550. 8 milyar pada tahun 2009. Sama dengan PDB, industri pengolahan pula hadapi peningkatan dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Dari informasi di atas kita dapat merumuskan kalau donasi industri terhadap PDB terus menyusut dari tahun 2005 hingga 2009. Negeri kita tercantum dalam kelompok negeri semi industri.