Mengapa Raden Fatahillah menyerang Portugis di Sunda Kelapa?

Mengapa Raden Fatahillah menyerang Portugis di Sunda Kelapa?
Ilustrasi (Pelabuhan Sunda Kelapa/Foto: Ari Saputra)

Jakarta - Tanggal 22 Ramadan 933 H, atau bertepatan dengan 22 Juni 1527 M, Fatahillah berhasil merebut Sunda Kelapa dari penjajah. Keberhasilan Fatahillah merebut Sunda Kelapa kemudian disebut sebagai Fathan Mubina atau kemenangan yang nyata. Kata-kata ini dalam bahasa Sansekerta disebut Jayakarta. Oleh sebab itu, kota Sunda Kelapa diganti oleh Fatahillah menjadi kota Jayakarta atau Jakarta.Sejarah perebutan pelabuhan Sunda Kelapa berawal saat pelabuhan ini dikuasi oleh Kerajaan Sunda. Saat itu pertumbuhan ekonomi di pelabuhan berkembang pesat, banyak pedagang dari luar negeri seperti Portugis, Arab, India, Cina singgah di pelabuhan. Bangsa Portugis yang kala itu punya hubungan erat dengan Kerajaan Sunda diizinkan mendirikan kantor dagang di dekat pelabuhan. Sebagai imbalan, bangsa Portugis akan memberikan barang-barang yang diperlukan Kerajaan Sunda.Kesultanan Demak yang melihat hal tersebut menganggap langkah Portugis itu sebagai sebuah ancaman. Akhirnya Fatahillah ditugaskan untuk mengusir Portugis dari Sunda Kelapa sekaligus merebut kota itu pada 22 Ramadan 933 H atau bertepatan dengan 22 Juni 1527 M. Peristiwa ini dirayakan sebagai hari ulang tahun Kota Jakarta dan nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta.

Perebutan ini bukan hanya didasari oleh motif ekonomi dan politik, tetapi juga untuk syiar agama Islam. Di bawah pengaruh Kesultanan Demak, Islam di Jakarta berkembang pesat, apalagi banyak pedagang dari Gujarat dan Cina yang ikut menyebarkan Islam di tengah misi berdagang mereka. (slm/ega)

Senin, 31 Januari 2022 - 05:05 WIB

Suasana di Museum Fatahillah. Foto/Dok.SINDOphoto/Isra Triansyah

Jayakarta yang kini lebih dikenal dengan Jakarta, selalu melekat dengan kisah sejarah Fatahillah. Ulama besar penyebar Islam, dan panglima perang ini, dengan gagah berani memimpin penaklukkan Sunda Kelapa pada tahun 1527, dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.

Baca juga: Sejarah Sunan Gunung Jati dan Jakarta, Beda Fatahillah dan Syarif Hidayatullah

Kisah keberanian dan kedigdayaan Fatahillah, atau dalam ejaan Portugis disebut Faletehan tersebut, tercatat dalam buku berjudul "Décadas da Ásia (Dekade-dekade dari Asia)" karya João de Barros.

Barros dalam laporan di bukunya tersebut, menyebutkan salah satu kapal brigantin armada Duarte Coelho yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan Islam yang dipimpin Fatahillah. Seluruh laskar Portugis di kapal tersebut tewas terbunuh.

Baca juga: Kisah Syekh Yusuf Al-Makassari, Pendakwah Besar yang Membuat Kompeni Belanda Tergetar

Senin, 31 Januari 2022 - 05:05 WIB

Suasana di Museum Fatahillah. Foto/Dok.SINDOphoto/Isra Triansyah

Jayakarta yang kini lebih dikenal dengan Jakarta, selalu melekat dengan kisah sejarah Fatahillah. Ulama besar penyebar Islam, dan panglima perang ini, dengan gagah berani memimpin penaklukkan Sunda Kelapa pada tahun 1527, dan mengganti namanya menjadi Jayakarta.

Baca juga: Sejarah Sunan Gunung Jati dan Jakarta, Beda Fatahillah dan Syarif Hidayatullah

Kisah keberanian dan kedigdayaan Fatahillah, atau dalam ejaan Portugis disebut Faletehan tersebut, tercatat dalam buku berjudul "Décadas da Ásia (Dekade-dekade dari Asia)" karya João de Barros.

Barros dalam laporan di bukunya tersebut, menyebutkan salah satu kapal brigantin armada Duarte Coelho yang terdampar di Sunda Kelapa, telah diserang oleh pasukan Islam yang dipimpin Fatahillah. Seluruh laskar Portugis di kapal tersebut tewas terbunuh.

Baca juga: Kisah Syekh Yusuf Al-Makassari, Pendakwah Besar yang Membuat Kompeni Belanda Tergetar

Nama Tokoh Kesultanan Demak:

•Raden Patah

•Adipati Unus

•Sultan Trenggang

Bentuk-bentuk perlawanan Kesultanan Demak:

Perlawanan kesultanan Demak terjadi karena kesultanan-kesultanan islam yang lain juga terancam terhadap kedudukan Portugis di Malaka. Kedatangan bangsa Portugis ke Pelabuhan Malaka yang dipimpin oleh Diego Lopez de Sequeira menimbulkan kecurigaan rakyat Malaka. Malaka jatuh ke tangan Portugis pada 1511. Akibatnya, aktivitas perdagangan di pelabuhan Malaka menjadi terganggu karena banyak pedagang Islam yang merasa dirugikan. Akibat dominasi Portugis di Malaka telah mendesak dan merugikan kegiatan perdagangan orang-orang Islam. Oleh karena itu, Sultan Demak R. Patah mengirim pasukannya di bawah Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka. Perlawanan rakyat Demak tersebut dipimpin oleh Adipati Unus. Pati Unus melancarkan serangannya pada tabun 1512 dan 1513. Dengan kekuatan 100 kapal laut dan lebih dari 10.000 prajurit Adipati Unus menyerang Portugis. Namun, serangan tersebut mengalami kegagalan dan belum berhasil. Kemudian pada tahun 1527, tentara Demak kembali melancarkan serangan terhadap Portugis yang mulai menanamkan pengaruhnya di Sunda Kelapa. Di bawah pimpinan Fatahillah tentara Demak berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Nama Sunda Kelapa kernudian diubah menjadi Jayakarta.

Kesultanan adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang sultan dan peraturan negara tersebut diatur berdasarkan hukum Islam.

Peta jalur penyerangan Demak ke Malaka Terhadap Portugis

Hasil perlawanan Kesultanan Demak:

Sebelum dijajah oleh Belanda, Indonesia mengalami penjajahan oleh bangsa Portugis.

Ketika penjajahan oleh Portugis berlangsung di Indonesia, saat itu beberapa wilayah di Indonesia masih dipimpin oleh kerajaan-kerajaan.

Pada awal kedatangan Portugis ke Indonesia, hal ini masih disambut baik oleh kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia.

Dalam rangka memperluas ekspansinya ke daerah Barat, Demak mengirim Fatahillah untuk menggagalkan rencana kerja sama antara Portugis dan Pajajaran. Pada tahun 1527, Fatahillah mengadakan penyerangan terhadap Portugis di Sunda Kelapa. Serangan tersebut berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa. Selanjutnya pada tanggal 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta atau Jakarta yang berarti kemenangan yang sempurna. Fatahillah diangkat oleh Sultan Trenggono sebagai wakil Sultan Demak yang memerintah di Banten dan Jayakarta.

Fatahillah dilahirkan sekitar tahun 1490 di Pasai, Sumatra Utara. Nama lain Fatahillah adalah Falatehan, Fadhilah Khan, Ratu Bagus Pase, dan Ratu Sunda Kelapa. Ayahnya bernama Maulana Makhdar Ibrahim selaku guru agama Islam di Pasai kelahiran Gujarat, India Selatan.

Hasil perlawanan Kesultanan Demak:

Sebelum dijajah oleh Belanda, Indonesia mengalami penjajahan oleh bangsa Portugis.

Ketika penjajahan oleh Portugis berlangsung di Indonesia, saat itu beberapa wilayah di Indonesia masih dipimpin oleh kerajaan-kerajaan.

Namun sejak Malaka dikuasai oleh Portugis tahun 1511, terjadi persaingan dagang antara pedagang Portugis dan pedagang Indonesia, yang menyebabkan adanya perlawanan dari rakyat Indonesia.

Perlawanan rakyat Indonesia yang dilakukan oleh berbagai kerajaan ini disebabkan karena keberadaaan Portugis di Indonesia dianggap dapat menjadi ancaman bagi rakyat Indonesia.

Perlawanan Kerajaan Aceh Terhadap Portugis

Kerajaan Aceh adalah pihak yang melakukan perlawanan paling gigih di antara kerajaan lain di Indonesia.

Raja dari Kerajaan Aceh yang terkenal paling gigih melakukan perlawanan pada Portugis adalah Sultan Iskandar Muda.

Saat itu, Sultan Iskandar Muda bersama Sultan Alu Mughayat Syah bersama-sama melakukan perlawanan terhadap Portugis yang menguasai wilayah Kerajaan Aceh.

Perang dan perlawanan yang terjadi di Aceh ini dipicu oleh perebutan jalur perdagangan di Selat Malaka.

kapal Nusantara

Cara yang digunakan Kerajaan Aceh untuk melawan Portugis adalah dengan melengkapi kapal dagang yang digunakan dengan berbagai persenjataan dan prajurit perang.

Kerajaan Aceh juga melakukan kerjasama dengan Kerajaan Demak, serta meminta persenjataan ke Turki, Inggris, hingga Gujarat.

Namun perang ini tidak menghasilkan kemenangan bagi siapapun, karena Pelabuhan Malaka pada akhirnya diambil oleh Belanda.

Perlawanan Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate juga melakukan perlawanan terhadap Portugis, yang dipimpin oleh Sultan Baabullah.

Kedatangan Portugis ke Maluku pada awalnya disambut baik dan Portugis membangun pos dagang di Ternate dan berharap Portugis bisa menjadi pembeli rempah-rempah dengan harga tinggi dari Ternate.

Maaf saya hanya mengaerjakan 1 saja

Maaf jika salah

Liputan6.com, Jakarta Fatahillah yang disebut juga Faletehan, merupakan Panglima Pasukan Cirebon yang bersekutu dengan Demak dan berhasil menjadi penguasa Sunda Kelapa dari kekuasaan Portugis pada tanggal 22 Juni tahun 1527.

Sunda Kelapa kemudian oleh Fatahillah pada tanggal 22 Juni 1527 diganti nama menjadi Jayakarta. Fatahillah memang membenci orang Portugis, karena mereka dengan bantuan syahbandarnya menaklukkan kota kelahirannya, yaitu Pasei di Aceh (Sumatera) pada tahun 1521.

Nama aslinya Faddillah Khan atau Faletehan. Ia juga dinamai Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Berdasarkan jalannya peristiwa sejarah yang diuraikan dalam Purwaka Caruban Nagari nama Fadhillah lebih memungkinkan untuk disamakan dengan berita Portugis yang menyebut Falatehan, demikian juga arti Fadhillah sangat mirip dengan Fatahillah yang berarti juga "kemenangan karena Allah".

Menurut sumber Tjarita Purwaka Tjaruban Nagari dan Negarakertabhumi, ayah Fatahillah dari Pasei merupakan seorang keturunan Arab dari Gujarat (India), yang pada tahun 1521 Pasei berhasil direbut Portugis.

Ia kemudian berlayar ke Mekah. Sekitar tahun 1525 ia ke Jepara dan menikah dengan Nyai Ratu Pembayun (adik Sultan Trenggana dari Demak). Kemudian berturut-turut menaklukkan daerah Banten dan Sunda Kalapa.

Sebelum menuju Sunda Kelapa, Fatahillah yang berangkat dengan armada perang Demak, terlebih dulu menuju ke Kesultanan Cirebon guna menggabungkan kekuatan (aspek maritim). Setelah itu, armada Fatahillah menuju Banten, yang memang telah bergolak melawan Pajajaran.

Tumbangnya Banten dari Pajajaran dan sebagian besar pemberontak di sana semakin menambah besar daya pukul kekuatan (fire power) armada Fatahillah. Pada 1526, Alfonso d'Albuquerque mengirim enam kapal perang dibawah pimpinan Francisco de Sa menuju Sunda Kelapa.

Kapal yang dikirim adalah jenis galleon yang berbobot hingga 800 ton dan memiliki 21-24 pucuk meriam. Armada itu diperkirakan membawa prajurit bersenjata lengkap sebanyak 600 orang.

Pada tahun yang sama, Sultan Trenggono mengirimkan 20 kapal perang bersama 1.500 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah menuju Sunda Kelapa. Armada perang Demak terdiri dari kapal tradisional jenis Lancaran dan Pangajawa yang ukurannya jauh lebih kecil dari galleon.

Pada awal 1527, Fatahillah menggerakkan armadanya ke Sunda Kelapa. Sementara, pasukan Banten secara bertahap menduduki wilayah demi wilayah Pajajaran dari arah Barat. Pasukan Cirebon bergerak menguasai wilayah Pajajaran bagian Timur Jawa Barat. Dalam kondisi itu, Sunda Kelapa telah dipertahankan oleh Kerajaan Pajajaran secara kuat, baik di darat maupun laut.

Setelah melalui pertempuran sengit, pada 22 Juni 1527, armada perang yang dipimpin Fatahillah akhirnya berhasil menaklukkan pasukan Portugis. Pascakemenangan tersebut, Fatahillah didaulat menjadi gubernur di Sunda Kelapa. Fatahillah pun mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, yang merupakan cikal bakal lahirnya kota Jakarta.

Scroll down untuk melanjutkan membaca