Politik devide et impera yang dilakukan VOC terhadap kesultanan banten adalah dengan cara

Sejarah Kabupaten Serang tentunya tidak terlepas daripada sejarah Banten pada umumnya, karena Serang semula merupakan bagian dari wilayah Kerajaan / Kesultanan Banten yang berdiri pada Abad ke XVI dan Pusat  Pemerintahannya terletak diDaerah Serang.

Politik devide et impera yang dilakukan VOC terhadap kesultanan banten adalah dengan cara

Sebelum abad ke XVI, berita-berita tentang Banten tidak banyak tercatat dalam sejarah, konon pada mulanya Banten masih merupakan bagian dari kekuasaan Kerajaan Sunda, penguasa Banten pada saat itu adalah Prabu Pucuk Umum, Putera dari Prabu Sidaraja Pajajaran. Adapun pusat Pemerintahannya bertempat di Banten Girang (±3 Km di Selatan Kota Serang) pada abad ke VI, Islam mulai masuk ke Banten di bawa oleh sunan Gunung Jatiatau Syech Syarifudin Hidayatullah yang secara berangsur-angsur mengembangkan Agama Islam di Banten dan sekitarnya serta dapat menaklukan pemerintahan Prabu Pucuk Umum (Tahun 1524-1525  M). Selanjutnya Beliau mendirikan Kerajaan/Kesultanan Islam di Banten dengan mengangkat puteranya bernama Maulana Hasanuddin menjadi Raja / Sultan Banten yang pertama yang berkuasa  ± 18 tahun (Tahun 1552-1570 M). Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Surosowan Banten lama (Banten lor) yang terletak  ± 10 Km di sebelah Utara Kota Serang.

Setelah Sultan Hasanuddin wafat (Tahun 1570), digantikan oleh puteranyayang bernama Maulana Yusuf sebagai Raja Banten yang kedua (Tahun 1570-1580 M) dan selanjutnya diganti oleh Raja / Sultan yang ketiga, keempat dan seterusnya sampai dengan terakhir Sultan yang ke 21 (Dua Puluh Satu) yaitu Sultan Muhammad Rafiudin yang berkuasa pada Tahun 1809 sampai dengan 1816. Jadi periode Kesultanan/Kerajaan Islam di Banten berjalan selama kurun waktu ± 264 Tahun yaitu dari Tahun 1552 s/d 1816.

Politik devide et impera yang dilakukan VOC terhadap kesultanan banten adalah dengan cara
Pada zaman Kesultanan ini banyak terjadi peristiwa-peristiwa penting, terutamma pada akhir abad ke XVI (Juni 1596), dimana orang-orang Belanda datang untuk pertama kalinya mendarat di Pelabuhan Banten dibawah pimpinan Cornelis De Houtman dengan maksud untuk berdagang. Namun sikap yang congkak dari orang-orang Belanda tidak menarik simpati dari Pemerintah dan Rakyat Banten saat itu, sehingga sering timbul ketegangan diantara masyarakat Banten dengan orang-orang Belanda.

Pada saat tersebut, Sultan yang bertahta di Banten adalah Sultan yang ke IV  yaitu Sultan Abdul Mufakir Muhammad Abdul Kadir yang waktu itu masih belum dewasa/bayi, sedang yang bertindak sebagai walinya adalah Mangkubumi Jayanegara yang wafat kemudian pada tahun 1602 dan diganti oleh saudaranya yaitu Yudha Nagara.

Pada Tahun 1608 Pangeran Ramananggala diangkat sebagai Patih Mangkubumi. Sultan Abdul Mufakir mulai berkuasa penuh dari Tahun 1624 s/d Tahun 1651 dengan R amanggala sebagai Patih dan Penasehat Utamanya. Sultan Banten yang ke VI adalah Sultan Abdul Fatah cucu Sultan ke V yang terkenal dengan julukan Sultan Ageng Tirtayasa yang memegang tampuk pemerintahan dari Tahun 1651 sampai dengan 1680 (±selama 30 Tahun). Pada masa pemerintahannya Bidang  Politik, Perekonomian, Perdagangan, Pelayaran maupun Kebudayaan berkembang maju dengan pesat. Demikian pula kegigihan dalam menetang Kompeni Belanda. Atas kepahlawanannya dalam perjuangan menentang Kompeni Belanda, maka berdasarkan Surat  Keputusan Presiden Republik Indonesia, Sultan Ageng Tirtayasa dianugrahi kehormatan predikt sebagai Pahlawan Nasional.

Pada waktu berkuasanya Sultan Ke VI ini, sering terjadi bentrokan dan peperangan dengan para Kompeni Belanda yang pada waktu itu telah berkuasa di Jakarta. Dengan cara Politik Adu Domba (Devide Et Impera) terutama dilakukan antara Sultan Ageng Tirtayasa yang anti Kompeni dengan puteranya Sultan Abdul Kahar (Sultan Haji) yang pro Kompeni Belanda dapat melumpuhkan kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya tidak berdaya dan menyingkir ke pedalaman, namun dengan bujukan Sultan Haji, Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditangkap kemudian ditahan dan dipenjarakan di Batavia hingga wafatnya pada tahun 1692. Namun sekalipun Sultan Ageng Tirtayasa sudah wafat, perjuangan melawan Belanda terus berkobar dan dilanjutkan oleh pengikutnya yang setia dengan gigih dan pantang menyerah.

Sejak wafatnya Sultan Ageng Tirtayasa, maka kesultanan Banten mulai mundur (suram), karena para Sultan berikutnya sudah mulai terpengaruh oleh kompeni Belanda sehingga pemerintahannya mulai labil dan lemah.

Pada Tahun 1816 Kompeni Belanda dibawah pimpinan Gubernur Vander Ca pellen datang ke Banten dan mengambil alih kekuasaan Banten dari Sultan Muhammad Rafiudin. Belanda membagi wilayah menjadi tiga bagian/negeri yaitu Serang, Lebak dan Caringin dengan kepala negerinya disebut Regent (Bupati), sebagai Bupati pertama untuk Serang diangkat Pangeran Aria Adi Santika dengan pusat pemerintahannya tetap bertempat di keraton Kaibon.

Pada tanggal 3 Maret 1942, Tentara Jepang masuk ke Daerah Serang melalui Pulau Tarahan dipantai Bojonegara. Jepang mengambil alih Karesidenan yang pada waktu itu dikuasai oleh Belanda, sedangkan Bupatinya tetap dari pribumi yaitu RM Jayadiningkrat. Kekuasaan Jepang berjalan selama kurang lebih tiga setengah tahun.

Setelah tanggal 17 Agustus 1945, kekuasaan Karesidenan beralih dari tangan Jepang kepada Republik Indonesia dan sebagai Residennya adalah K.H. Tb. Achmad Chatib serta sebagai Bupati Serang adalah KH. Syam’un, sedangkan untuk jabatan Wedana dan Camat-camat banyak diangkat dari para Tokoh Ulama.

Dengan datangnya Tentara Belanda ke Indonesia yang menimbulkan Class/Agresi ke I sekitar Tahun 1964/1947. Daerah Banten/Serang menjadi Daerah Blokade yang dapat bertahan dari masuknya serbuan Belanda, dan putus hubungan dengan Pemerintah Pusat yang pada saat itu di Yogyakarta, sehingga daerah Banten dengan ijin Pemerintah Pusat mencetak uang sendiri yaitu Oeang Republik Indonesia Daerah Banten yang dikenal dengan ORIDAB.

Pada tanggal 19 Desember 1948 pada waktu itu Class/Agresi II. baru Serdadu Belanda dapat memasuki Daerah Banten/Serang untuk selama 1 (satu) tahun dan setelah KMD Tahun 1949, Belanda meninggalkan kembali Daerah Banten/Serang, yang selanjutnya Daerah Serang menjadi salah satu Daerah Kabupaten di Wilayah Propinsi Jawa Barat.

Yang sekarang sejak tanggal 4 Oktober 2000, terbentuknya Propinsi Banten maka Kabupaten Serang resmi menjadi Bagian dari Propinsi Banten. Kemudian sejak adanya Jabatan Regent atau Bupati pada Tahun 1826 sampai sekarang, telah terjadi 32 kali pergantian Bupati. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pemerintahan di Serang telah mengalami 4 (empat) kali masa peralihan kekuasaan/pemerintahan, yaitu :

  1. Pemerintahan Kesultanan Kerajaan Banten yang berkuasa selama ± 290 Tahun, dimulai sejak     Sultan Maulanan Hasanuddin yaitu Tahun 1526 sampai Tahun 1816. Dan saat berdirinya Keratan Surosoan sebagai pusat Pemerintahanyang ditandai dengan penobatan Pangeran Sabakingking dengan Pangeran Hasanuddin pada tanggal 1 Muharram 933 H / 8 Oktober1526 M, kemidian dijadikan landasan penetapan sebagai Hari Jadi Kabupaten Serang.
  2. Pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa selama ± 126 Tahun yaitu pada tahun 1816 sampai Tahun 1942.
  3. Pemerintah Jepang yang baru berkuasa selama ± 3,6 Tahun yaitu dari Tahun1942 sampai Tahun 1945.
  4. Pemerintah Republik Indonesia dimulai sejak diproklamasikannya Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Serang No.17 Tahun 1985 tentang Hari Jadi Kabupaten Serang pada Bab. II Penetapan Hari Jadi Pasal 2 Yaitu Hari Jadi Kabupaten Serang ditetapkan pada tanggal 8 Oktober Tahun 1526 M.

DAFTAR URUTAN REGENT KESULTANAN DAN REGENT (BUPATI)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

Maulan Hasanuddin Panembahan Surosoan

Maulana Yusuf Panembahan Pakalangan

Maulan Muhammad Pangeran Ratu Banten

Sultan Abdul Mufakir Mahmud

Sultan Abdul Maali Achmad Kenari

Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fathi Abdul Fatah

Sultan Haji Abu Hasri Abdul Khahar

Sultan Abdul Fadhal

Sultan Abdul Mahasin Jainul Abidin

Sultan Muh. Syofai Jainul Arifin

Sultan Syarifudin Ratu Wakil

Sultan Muh. Wasi Jainul Arifin

Sultan Muh. Arif Jainul Asyikin

Sultan Abdul Mafakh Muh. Aliudin

Sultan Muhyidin Zainussalihin

Sultan Muh. Ishak Jainul Mutaqin

Sultan Pangeran Wakil Natawijaya

Sultan Aliudin (Aliudin II)

Sultan Pangeran Wakil Suramanggala

Sultan Muhammad Syafiudin

Sultan Muhammad Rafiudn

Tahun 1552

Tahun 1570

Tahun 1580

Tahun 1596

Tahun 1640

Tahun 1651

Tahun 1672

Tahun 1687

Tahun 1690

Tahun 1733

Tahun 1750

Tahun 1752

Tahun 1753

Tahun 1773

Tahun 1799

Tahun 1801

Tahun 1803

Tahun 1803

Tahun 1808

Tahun 1809

Tahun 1813

Devide et impera adalah cara yang ditempuh Belanda di Indonesia untuk menguasai suatu wilayah. Politik devide et impera diterapkan baik oleh VOC maupun pemerintah kolonial Belanda sendiri. Pada awalnya, VOC datang untuk berdagang. Lama kelamaan muncul jiwa serakah ingin menguasai wilayah tersebut. maka VOC kemudian menuntut penguasa setempat untuk memberikan hak monopoli perdagangan kepada VOC. Keinginan VOC tersebut ditolak oleh penguasa setempat sehingga kemudian VOC berupaya untuk mengganti penguasa tersebut dengan penguasa yang mau bekerjasama dengan VOC.

VOC mampu menguasai Indonesia pada masa itu disebabkan oleh:

  1. VOC adalah organisasi dagang yang tertib dan para pengurusnya bekerja keras sehingga maju dengan pesat,
  2. banyak kerajaan di Indonesia yang mudah dikuasai VOC karena politik adu domba, dan
  3. para pedagang di Nusantara belum memiliki kesatuan dan persatuan yang kuat.

Beberapa politik ada domba di Indonesia antara lain:

Di Kerajaan Banten

Dalam usahanya menduduki Banten, Belanda memanfaatkan konflik internal kerajaan Banten dengan cara politik adu domba. Antara Sultan Haji, Putra Mahkota Banten, sedang berselisih dengan Sultan Ageng Tirtayasa mengenai pergantian kekuasaan kerajaan. Dalam hal ini VOC memberikan bantuan kepada Sultan Haji untuk melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil melengserkan Sultan Ageng Tirtayasa, VOC meminta imbalan berupa perjanjian, yang menyatakan bahwa Banten merupakan wilayah yang berada di bawah kekuasaan VOC, dan VOC diijinkan mendirikan benteng. Banten juga harus memutuskan hubungan dengan dengan bangsa-bangsa lain dan memberikan hak monopoli kepada VOC untuk berdagang di Banten. Perjanjian Banten sangat menguntungkan bagi VOC.

Di Kerajaan Gowa-Tallo [Makassar]

Di Kerajaan Gowa-Tallo, VOC melakukan politik adu domba antara Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka, raja dari Bone. Bone merupakan salah satu wilayah yang dikuasai oleh Hasanudin. Perlawanan rakyat Bone terhadap Sultan Hasanudin dipimpin oleh Aru Palaka. Aru Palaka kemudian meminta bantuan VOC untuk mengalahkan Sultan Hasanudin. Perang antara kerajaan Makasar dengan kerajaan Bone yang dibantu VOC, berakhir dengan kekalahan kerajaan Makasar. Sultan Hasanudin harus menandatangani Perjanjian Bongaya yang sangat merugikan. Salah satunya adalah VOC berhak melakukan monopoli perdagangan di Sulawesi.

Di Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam dibawah kekuasaan Sultan Agung melakukan perlawanan terhadap VOC. Sultan Agung menganggap bahwa VOC akan menghalangi cita-citanya menguasai tanah Jawa. Oleh karena itu Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia sebanyak dua kali akan tetapi mengalami kegagalan. Sepeninggalnya Sultan Agung, pada zaman Amangkurat I, pengaruh VOC kemudian memasuki istana Kerajaan Mataram Islam. Konflik dalam istana Kerajaan Mataram Islam membuat pengaruh VOC semakin kuat. Puncak dari berbagai konflik yang adalah dengan adanya Perjanjian Gianti dan Perjanjian Salatiga yang membuat Kerajaan Mataram Islam terpecah menjadi kerajaan kecil.

Untuk materi lebih lengkap tentang PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DI INDONESIA silahkan kunjungi link youtube berikut ini. Jikalau bermanfaat jangan lupa subscribe, like dan share.. Terimakasih

Mari berlomba lomba dalam kebaikan. Semoga isi dari blog ini membawa manfaat bagi para pengunjung blog. Terimakasih

Lihat Foto

kemdikbud.go.id

Ilustrasi perlawanan Banten terhadap VOC

KOMPAS.com - Banten menjadi salah satu kesultanan yang sangat maju, sehingga menarik banyak pedagang untuk singgak ke Banten. 

Banten menjadi salah satu daerah yang menjadi pilihan para pedagang untuk melabuhkan kapal dagangnya, baik pedagang dari Eropa maupun Asia. 

Hal ini membuat Banten mengalami perkembangan yang sangat pesat dan menjadi daerah yang populer pada masa Sultan Ageng Tirtayasa sekitar tahun 1650 Masehi. 

Latar belakang perlawanan banten

Dalam buku Arkeologi Islam Nusantara [2009] karya Uka Tjandrasasmita, latar belakang perlawanan Banten didasarkan pada dua hal, yaitu:

  1. Adanya keinginan VOC untuk memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa.
  2. Adanya Blokade dan gangguan yang dilakukan VOC terhadap kapal dagang dari China dan Maluku yang akan menuju Banten.

Baca juga: Penyebab Terjadinya Perlawanan Terhadap Bangsa Portugis

VOC melakukan Devide et Impera atau politik adu domba untuk mengambil alih daerah Banten. VOC memanfaatkan putra mahkota bernama SUltan Haji untuk mendapatkan kelemahan Sultan Ageng Tirtayasa. 

VOC melihat ambisi Sultan Haji untuk memimpin Banten, sehingga VOC menghasut Sultan Haji untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. 

Agar mendapat bantuan VOC, Sultan Haji membuat perjanjian dengan VOC untuk menyingkirkan ayahnya dari Kesultanan Banten. Hal ini dilakukan Sultan Haji karena dirinya takut bahwa takhta kerajaan akan dilimpahkan kepada Pangeran Purbaya selaku saudara laki-lakinya. 

Perlawanan Banten

Pada tahun 1681, Istana Surosowan berhasil direbut Sutan Haji dan VOC dan Sultan Ageng Tirtayasa pindah ke daerah Tirtayasa untuk mendirikan keraton baru. 

Di Istana baru tersebut, Sultan Agung Trtayasa mengumpukan bekal dan kekuatan untuk merebut kembali Istana Surosowan. 

Dikutip dari buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 [1981] karya M.C Ricklefs, Pasukan Sultan Ageng mampu mendesak pasukan Sultan Haji dalam penyerangan tahun 1682, sehingga Sultan Haji meminta bantuan VOC.

Baca juga: Ciri Perlawanan Bangsa Indonesia pada Abad Ke-19

Sultan Haji dan VOC mampu meredam perlawanan dan berhasil memukul mundur pasukan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya hingga ke Bogor.

Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya ditangkap oleh VOC pada 1683 dan ia dibawa ke Batavia sebagai tahanan.

VOC juga berhasil menjadikan Sultan Haji sebagai ‘’raja boneka’’ di kesultanan Banten, sehingga secara tidak langsung VOC dapat menaklukan Banten serta memonopoli perdagangan di kawasan pesisir Jawa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link //t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berikutnya

Lihat Foto

Wikipedia Commons

Plakat VOC

KOMPAS.com - Secara harfiah, devide et impera dapat diartikan sebagai "pecah dan berkuasa".

Strategi ini dipopulerkan oleh Julius Cesar dalam upayanya membangun kekaisaran Romawi.

Caranya adalah dengan menimbulkan perpecahan di suatu wilayah sehingga mudah untuk dikuasai.

Dalam konteks lain, devide et impera juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Seiring waktu, devide et impera juga dikenal sebagai politik pecah belah atau politik adu domba.

Baca juga: Kebijakan-Kebijakan VOC di Bidang Politik

Devide et impera perama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Belanda melalui VOC [Vereenigde Oostindische Compagnie].

Selain monopoli, salah satu siasat yang digunakan oleh VOC untuk menguasai nusantara adalah devide et impera.

Politik adu domba bahkan dijadikan kebiasaan oleh VOC dalam hal politik, militer, dan ekonomi untuk melestarikan penjajahannya di Indonesia.

Orientasinya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menaklukkan raja-raja di nusantara.

Strategi Belanda yang paling ampuh menghadapi perlawanan dari penguasa lokal adalah dengan meakukan politik adu domba.

Batu nisan sultan malik al- saleh sultan samudera pasai merupakan salah satu pendukung teori

Berakhirnya dinasti isyana di jawa timur ditandai dengan…

Berbeda dengan pemerintahan dinasti fatimiyah, dinasti ayyubiyah adalah penganut paham...

Berdasarkan semboyan tadi, miai lalu merumuskan tugas dan tujuan organisasi sebagai berikut: menempatkan umat islam pada kedudukan yang layak dalam ma … syarakat indonesia. mengharmoniskan islam dengan tuntutan perkembangan zaman. ikut membantu jepang dalam perang asia timur raya.

Berdirinya budi utomo kemudian disusul dengan berdirinya partai politik pertama di indonesia yaitu…

konsep yang dipakai jenderal Sudirman dalam mempertahankan kemerdekaan RI adalah​

Berikut yang bukan hasil kerja soekarno dan moh. hatta menolak usulan pemuda dalam penggunaan bahasa yang berapi-api dalam teks proklamasi kemerdekaan … indonesia karena .... * a. menjaga perasaan tentara jepang dan menghindari bentrokan b. memprovokasi rakyat indonesia untuk bertindak anarkis c. menghindari suasana yang tidak kondusif d. tidak sesuai dengan adat ketimuran yang sopan dan santun e. menghindari anggapan bahwa proklamasi kemerdekaan dibuat-buat paksa tanpa upah bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat pada masa pemerintahan jepang disebut dengan …. * a. romusa b. kerja rodi c. kempetai d. kinrohosi e. seinendan tanpa upah bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat pada masa pemerintahan jepang disebut dengan …. * a. romusa b. kerja rodi c. kempetai d. kinrohosi e. seinendan inter-indonesia, adalah …. * a. apris adalah angkatan perang nasional b. ri dan bfo membentuk panitia persiapan nasional untuk mengoordinasikan kegiatan sebelum dan sesudah kmb c. bfo mendukung tuntutan ri agar pengakuan kedaulatan diberikan tanpa ikatan politik dan ekonomi d. negara indonesia serikat berganti nama menjadi ris e. kerajaan belanda mengakui kedaulatan indonesia sepenuhnya tanpa syarat

Berikut! makna yang benar untuk lafadz yang bergaris bawah adalah....

Berikut yang bukan hasil kerja paksa tanpa upah bagi para pemimpin dan tokoh masyarakat pada masa pemerintahan jepang disebut dengan …. * a. romusa b. … kerja rodi c. kempetai d. kinrohosi e. seinendan inter-indonesia, adalah …. * a. apris adalah angkatan perang nasional b. ri dan bfo membentuk panitia persiapan nasional untuk mengoordinasikan kegiatan sebelum dan sesudah kmb c. bfo mendukung tuntutan ri agar pengakuan kedaulatan diberikan tanpa ikatan politik dan ekonomi d. negara indonesia serikat berganti nama menjadi ris e. kerajaan belanda mengakui kedaulatan indonesia sepenuhnya tanpa syarat

Berikut yang bukan hasil konfrensi inter-indonesia, adalah …. * a. apris adalah angkatan perang nasional b. ri dan bfo membentuk panitia persiapan nas … ional untuk mengoordinasikan kegiatan sebelum dan sesudah kmb c. bfo mendukung tuntutan ri agar pengakuan kedaulatan diberikan tanpa ikatan politik dan ekonomi d. negara indonesia serikat berganti nama menjadi ris e. kerajaan belanda mengakui kedaulatan indonesia sepenuhnya tanpa syarat