Rancangan Undang-undang (RUU) Pemajuan Kebudayaan akhirnya disetujui untuk ditetapkan sebagai Undang-undang (UU). Meskipun melalui perjalanan pembahasan yang cukup lama, selalu ada semangat untuk meningkatkan ketahanan budaya di tengah-tengah peradaban dunia. Setidaknya ada empat langkah strategis yang diatur sebagai upaya pemajuan kebudayaan dalam menghadapi berbagai masalah, tantangan, dan peluang dalam memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Secara garis besar, Undang-Undang ini mengatur empat ruang lingkup utama dari pemajuan kebudayaan, yaitu perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Keempat langkah strategis ini harus dipandang sebagai investasi untuk membangun masa depan. Pelindungan Pelindungan adalah upaya menjaga keberlanjutan kebudayaan. Ruang lingkup ini ditempuh melalui inventariasi, pengamanan, pemeliharaan penyelamatan, dan publikasi. Inventariasi objek pemajuan kebudayaan dilakukan melalui Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu dengan pencatatan dan pendokumentasian, penetapan dan pemutakhiran data sebagai tahapan-tahapannya. Sinergi antara Pemerintah Daerah dengan Pusat amatlah krusial untuk inventarisasi data objek pemajuan kebudayaan, di mana keduanya berperan untuk memfasilitasi setiap orang untuk melakukan pencatatan dan pendokumentasian objek kebudayaan, dengan Menteri sebagai penentu dari penetapan hasil pencatatan dan pendokumentasian kebudayaan. Upaya pengamanan objek pemajuan kebudayaan fokus kepada pencegahan terhadap upaya klaim atas kekayaan intelektual objek pemajuan kebudayaan dari pihak asing. Sehingga, langkah pengamanan ditempuh dengan memutakhirkan data dalam Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu secara terus menerus, mewariskan objek pemajuan kebudayaan kepada generasi berikutnya, dan memperjuangkan objek pemajuan kebudayaan sebagai warisan budaya dunia. Di dalam Undang-Undang ini, upaya pemeliharaan menggarisbawahi pada upaya untuk mencegah kerusakan, hilang, atau musnahnya objek pemajuan kebudayaan. Sehingga, langkah yang dilakukan berupa menjaga nilai keluhuran dan kearifan objek pemajuan kebudayaan, menggunakan objek pemajuan kebudayaan dalam kehidupan seharihari, menjaga keanekaragaman, menghidupkan dan menjaga ekosistem kebudayaan untuk setiap objek pemajuan kebudayaan, dan mewariskan objek pemajuan kebudayaan kepada generasi berikutnya. Pada tataran penyelamatan, baik pemerintah pusat, daerah, maupun perserorangan melakukan peran terhadap penyelamatan objek pemajuan kebudayaan, yang dilakukan degan cara revitalisasi, repatriasi, dan restorasi. Baca Juga: Unsur Kebudayaan yang Jadi Sasaran Utama Pemajuan Kebudayaan Pengembangan Pengembangan adalah upaya menghidupkan ekosistem kebudayaan serta meningkatkan, memperkaya, dan menyebarluaskan kebudayaan. Pengembangan dilakukan melalui penyebarluasan, pengkajian dan pengayaan keberagaman. Penyebarluasan dilakukan melalui diseminasi dan diaspora. Diseminasi dilakukan, antara lain, melalui penyebaran nilai-nilai budaya ke luar negeri, pertukaran budaya, pameran, dan festival. Semantara diaspora dilakukan, antara lain, melalui penyebaran pelaku budaya dan identitas budaya di luar negeri. Pengkajian dilakukan baik melalui penelitian ilmiah maupun metode kajian tradisional untuk menggali kembali nilai kearifan lokal untuk pengembangan kebudayaan masa depan. Adapun pengayaan keberagaman dilakukan, antara lain, melalui penggabungan budaya (asimilasi), penyesuaian budaya sesuai dengan konteks ruang dan waktu (adaptasi), kreasi baru atau kreasi hasil dari pengembangan budaya sebelumnya (inovasi), dan penyerapan budaya asing menjadi bagian dari budaya Indonesia (akulturasi). Baca Juga: Pemajuan Kebudayaan Sambut Baik UU Pemajuan Kebudayaan, Ini Harapan Budayawan Pemanfaatan Pemanfaatan yaitu upaya pendayagunaan Objek Pemajuan Kebudayaan untuk menguatkan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan dalam mewujudkan tujuan nasional. Untuk menjalankan pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan, Pemerintah Indonesia memfokuskan kepada empat tujuan besar yang dicapai, yaitu meningkatkan karakter bangsa melalui internalisasi nilai budaya, inovasi, peningkatan adaptasi menghadapi perubahan, komunikasi lintas budaya dan kolaborasi antar budaya. Kemudian, bertujuan meningkatkan ketahanan budaya, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan peran aktif dan pengaruh Indonesia dalam hubungan internasional.
Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kemenko PMK, I Nyoman Shuida :
Penyebaran arus globalisasi menjadi suatu hal yang tak terelakkan dewasa ini. Perkembangan globalisasi memiliki dampak positif dan juga negatif. Terkait dengan hal tersebut, Kebudayaan harus menjadi fondasi dari setiap kebijakan pembangunan yang dilakukan di Indonesia. Kebudayaan memiliki peran strategis bagi sebuah bangsa. Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Koordinasi Kebudayaan Kementerian Koordinator Bidang Kebudayaan Kemenko PMK, I Nyoman Shuida membuka Lokakarya Peningkatan Peran Pelaku Seni dalam Pemajuan Kebudayaan di Jakarta pada medio Oktober lalu. Shuida menegaskan, penyebaran arus globalisasi menjadi suatu hal yang tak terelakkan dewasa ini. Perkembangan globalisasi memiliki dampak positif dan juga negatif. "Arus budaya asing yang masuk dan menyebar, turut mengikis nasionalisme terhadap budaya sendiri," katanya. Terkait dengan hal tersebut, Kebudayaan harus menjadi fondasi dari setiap kebijakan pembangunan yang dilakukan di Inonesia. Kebudayaan memiliki peran strategis bagi sebuah bangsa. Seperti diketahui Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan untuk mempertahankan budaya nasional sebagai jati diri bangsa Indonesia. Unsur kebudayaan yang menjadi sasaran utama pemajuan kebudayaan disebut sebagai objek pemajuan kebudayaan. Undang-Undang No. 5/2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, Pasal 5 menyebutkan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), dimana salah satunya adalah Seni. "Upaya pelindungan, pemanfaatan, pengembangan, dan pembinaan terkait Objek Pemajuan Kebudayaan, termasuk Seni, merupakan tugas dan tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Diperlukan adanya peran dan sinergi seluruh pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan di bidang kebudayaan, salah satunya adalah Pelaku Seni," katanya lagi. Pada tahun lalu, tepatnya dalam Rakornas Pemajuan kebudayaan nasional yang berlangsung akhir Juli, dihadapan para kepala daerah yang hadir, Shuida menegaskan, semua yang hadir memandang Indonesia sebagai negara multi-etnik dengan keragaman budayanya. “Sudah saatnya mendapat perhatian dan komitmen kita bersama guna terwujudnya Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan,” ujarnya. Penegasan kembali disampaikannya pada penghujung 2018, khususunya terkait potensi Indonesia. Shuida meyakini potensi negeri ini tidak diragukan lagi. Karena kekayaan kebudayaannya, negeri ini pula pantas dinobatkan sebagai laboratorium antropologi terbesar di dunia. “Dengan status sebagai negara kepulauan terluas di dunia, dihuni lebih dari 300 suku bangsa dan sekitar 64 ribuan lebih peninggalan purbakala di Indonesia. Jadi, apa lagi yang kurang dari negeri ini?” pungkasnya. dbs Oleh : Usman Manor, Analis Sumber Sejarah Kemenko PMK BRAFOPMK - Kini, zaman telah berganti. Namun pola perkembangan budaya dan literasi relatif sama. Pandemi Covid-19 seakan menjadi katalisator penggerak perkembangan budaya melalui daring dan digital. Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19 secara masif dan sistematis. Covid-19 bukan hanya virus mematikan, namun memiliki efek domino yang juga mengerikan. Salah satu kebijakan yang digunakan pemerintah dalam mencegah dan mengendalikan penyebaran Covid-19 adalah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Penerapan kebijakan ini memicu menurunnya interaksi dan konektivitas. Namun, situasi dan kondisi pandemi tetap tidak menyurutkan budaya untuk terus berkembang. Harmonisasi dan literasi budaya menghasilkan inovasi sehingga menjadi semacam oase di tengah pandemi yang sedang mewabah. Jika ditelisik lebih jauh, budaya yang merupakan hasil olah rasa, cipta, dan karsa manusia terus beradaptasi, meskipun pandemi berusaha menggerogoti. Sekira satu abad yang lalu kala wabah kolera mewabah di Batavia, budaya tetap berkembang meskipun tidak signifikan. Penduduk Eropa yang mendiami wilayah Batavia mempercayai budaya mencuci tangan sebagai upaya mencegah tertular wabah. Begitu pula dengan penduduk etnis Cina yang membudayakan minum teh hangat guna menghindari tertular penyakit perut dan memainkan pertunjukan Barongsai sebagai upaya “menakuti” penyakit menular. Penduduk pribumi, terutama yang berasal dari etnis Betawi, Jawa, dan Sunda mempercayai budaya meminum air yang sudah didoakan terlebih dahulu oleh pemuka Agama. Sejalan dengan budaya yang berkembang di masyarakat, Pemerintah Hindia Belanda kala itu berupaya melakukan berbagai propaganda kesehatan, salah satunya dengan menerbitkan jurnal dan buku mengenai penyakit menular guna meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan masyarakat terkait penyakit. Kini, zaman telah berganti. Namun pola perkembangan budaya dan literasi relatif sama. Pandemi Covid-19 seakan menjadi katalisator penggerak perkembangan budaya melalui daring dan digital. Untuk itu, perlu untuk dipahami bahwa kebudayaan merupakan investasi yang tetap berkembang kala perekonomian tengah meradang sebagai akibat dari pandemi yang bergelombang. Sebagai sebuah investasi, kebudayaan memerlukan visi, misi, dan strategi serta enabler yang tepat dalam upaya mencapai target dan mengoptimalkan potensi bangsa dan negara yang kaya akan produk budaya. Visi kebudayaan Indonesia pada dasarnya adalah Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai Pembukaan UUD 1945. Secara ringkas, visi kebudayaan tersebut tergambar secara eksplisit pada stanza kedua lagu kebangsaan Indonesia Raya, yaitu Indonesia Bahagia. Sementara misi kebudayaan Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sesuai dengan Alinea keempat UUD 1945. Sebagai sebuah investasi, kebudayaan juga memerlukan strategi dan enabler sehingga mampu mencapai target berupa kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Strategi tersebut diimplementasikan melalui penyediaan bagi keragaman ekspresi budaya, pengembangan praktik kebudayaan, pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan, percepatan reformasi kelembagaan, dan peningkatan peran pemerintah sebagai fasilitator. Implementasi strategi tersebut memerlukan enabler utama yakni peran serta masyarakat dan enabler pendukung, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Visi, misi, dan strategi serta enabler tersebut telah dimiliki oleh Indonesia, hanya saja pada tataran implementasinya memerlukan sinkronisasi dan simultanitas. Pada akhirnya, harmonisasi kebudayaan, baik pada masa pandemi maupun pada masa normal memerlukan dirijen berupa kerangka pikir yang terinduksi dalam substansi revolusi mental, pemajuan kebudayaan, dan prestasi olahraga. Kebudayaan akan menjadi investasi yang mampu membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia apabila revolusi mental semakin membumi dan mengakar di kalangan masyarakat yang kemudian dengan sendirinya mampu meningkatkan literasi, inovasi dan kreativitas masyarakat. Peningkatan literasi, inovasi dan kreativitas akan membawa kemajuan pada kebudayaan secara keseluruhan. Kemajuan ini secara otomatis akan berperan besar dalam hadirnya prestasi, baik bagi olahraga, olahrasa, dan olahkarsa sebagai hasil dari keberhasilan investasi budaya yang secara utuh berwujud kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. (*) |