Selama hijrah dari Makkah ke Madinah Rasulullah SAW selalu ditemani oleh sahabat beliau yang sangat setia yaitu?

KOMPAS.com - Pada tahun 622, Nabi Muhammad dan umat Muslim Mekkah hijrah ke Madinah.

Rasulullah dan umat Muslim mendapat perintah hijrah dari Allah setelah mengalami kesulitan, peminggiran, pengusiran, dan penzaliman oleh kaum kafir Quraisy di Mekkah.

Demi keselamatan, umat Muslim Mekkah hijrah secara diam-diam dalam kelompok kecil.

Sedangkan Nabi Muhammad baru berangkat ke Madinah setelah mendapatkan petunjuk dari Allah untuk memulai perjalanan hijrahnya.

Pendamping setia Nabi ketika berangkat hijrah ke Madinah adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Abu Bakar Ash-Shiddiq memang memiliki peran sangat penting dalam dakwah Islam dan disebut sebagai sahabat Nabi yang paling utama.

Berikut kisah hijrah Nabi Muhammad dan Abu Bakar Ash-Shiddiq dari Mekkah ke Madinah.

Baca juga: Alasan Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah


Harapan Abu Bakar untuk menemani Nabi

Kabar hijrahnya umat Muslim ke Madinah membuat kaum Quraisy terguncang karena khawatir ajaran Islam semakin menyebar luas.

Kaum Quraisy lantas meningkatkan perlawanan terhadap umat Muslim Mekkah dan melakukan berbagai cara untuk menggagalkan perjalanan mereka.

Oleh karena itu, umat Islam berangkat ke Madinah secara diam-diam dalam kelompok kecil.

Kelompok awal yang berangkat berhijrah adalah Abu Salamah dan istrinya, yang kemudian disusul oleh sahabat-sahabat Nabi yang lain secara bertahap.

Ketika sebagian besar sahabat telah meninggalkan Mekkah, Abu Bakar mendatangi Nabi guna meminta izin agar diperkenankan berangkat hijrah.

Namun, Rasulullah belum memberi izin. Sebenarnya, penolakan tersebut membuat Abu Bakar senang, karena ia memang berharap bisa menemani Nabi dalam perjalanan hijrahnya.

Baca juga: Biografi Abu Bakar, Sahabat Rasulullah yang Paling Utama

Nabi Muhammad lolos dari para pengintai

Kaum kafir Quraisy mengetahui bahwa hanya tersisa beberapa sahabat di Mekkah, seperti Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Haritsah, Abu Bakar, dan Rasulullah sendiri.

Kediaman Rasulullah pun selalu dikelilingi pemuda Quraisy yang mengintai setiap gerak-gerik di dalam rumah.

Ketika itu, turun perintah dari Allah supaya Rasulullah memulai perjalanan hijrahnya ke Madinah.

Rasulullah kemudian meminta Ali bin Abi Thalib tidur ditempatnya untuk mengelabui orang-orang yang mengintai diluar rumah.

Pada waktu Nabi keluar dari rumah, para pengintai yang bersenjata pedang sedang tertidur.

Nabi sempat mengambil segenggam tanah untuk ditaburkan ke atas kepala para pengintai sambil membaca doa.

Atas izin Allah, Nabi bisa pergi dari rumah tanpa disadari oleh para pengintai. Ketika pengintai terbangun dari tidurnya, mereka segera mengintip dan merasa lega karena melihat seseorang sedang tidur menggunakan selimut Rasulullah.

Mereka baru menyadari kelalaiannya setelah orang yang dikira Rasulullah, yakni Ali bin Abi Thalib, bangun dari tempat tidur Nabi.

Baca juga: Hikmah di Balik Peristiwa Hijrahnya Nabi Muhammad

Abu Bakar dan Nabi bertolak ke Madinah

Setelah berhasil keluar rumah, Nabi Muhammad menuju kediaman Abu Bakar.

Rasulullah mengatakan bahwa perintah hijrah telah turun dan meminta Abu Bakar menemaninya.

Abu Bakar pun merasa sangat senang dan mengaku telah menyiapkan dua unta yang bisa digunakan sebagai kendaraan berhijrah ke Madinah.

Abu Bakar mempersilakan Nabi untuk menggunakan salah satu unta, tetapi Rasulullah tidak mau mengambilnya secara gratis.

Nabi Muhammad membayar salah satu unta kepada Abu Bakar, sebelum akhirnya berangkat berhijrah.

Nabi Muhammad dan Abu Bakar berangkat dengan perbekalan yang telah disiapkan oleh Aisyah dan Asma binti Abu bakar.

Abu Bakar juga menyewa Abdulah bin Uraiqit sebagai penunjuk jalan ke Madinah, karena mereka tidak akan melewati jalan utama yang sudah pasti akan dijaga oleh kaum kafir Quraisy.

Tidak ada seorang pun yang mengetahui rute Rasulullah ke Madinah selain Ali bin Abi Thalib dan keluarga Abu Bakar.

Baca juga: Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad

Perjalanan hijrah Nabi dan Abu Bakar

Nabi Muhammad dan Abu Bakar memulai perjalanan hijrahnya pada hari Kamis, 1 Rabiul Awwal.

Meski Madinah terletak di sebelah utara Mekkah, Nabi dan Abu Bakar memilih jalan yang berlawanan, yakni ke arah selatan.

Langkah ini dimaksudkan untuk mengecoh orang-orang kafir yang berusaha membunuh Rasulullah dalam perjalanannya.

Nabi dan Abu Bakar menaiki bukit Tsur, kemudian bersembunyi di dalam gua. Selama mereka di dalam gua, Abu Bakar memerintahkan anak-anaknya menjalankan tugas masing-masing guna melindungi Rasulullah.

Selama hijrah dari Makkah ke Madinah Rasulullah SAW selalu ditemani oleh sahabat beliau yang sangat setia yaitu?
Freepik Ilustrasi hijrahnya Nabi Muhammad.

Dari anak-anak Abu Bakar, mereka mendapat kabar bahwa para pembesar Quraisy di Mekkah rela memberikan imbalan 100 unta bagi siapa saja yang berhasil menangkap Nabi.

Sebagian kaum kafir Quraisy bahkan ada yang mencari Rasulullah hingga ke gua dekat persembunyian Nabi dan Abu Bakar.

Abu Bakar pun sangat mencemaskan Nabi, tetapi dengan lindungan Allah, mereka selamat dari kejaran orang kafir Quraisy.

Setelah tiga hari tiga malam berada di dalam gua, keadaan di sekitar berangsur aman, sehingga Nabi dan Abu Bakar dapat melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampai di Madinah.

Referensi:

  • Al-Thahthawi, Ahmad Abdul. (2015). 150 Kisah Abu Bakar Al-Shidiq. Bandung: Mizan.
  • Nasrulloh, Muhammad. (2019). Kisah-kisah Inspiratif Sahabat Nabi. Malang: Aghitsna Publisher.
  • Ridha, Muhammad. (2021). Hijrah Rasulullah ke Madinah. Yogyakarta: Hikam Pustaka.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Setiap tahun, Tahun Baru Islam dirayakan dengan meriah di kompleks rumah saya, kecuali tahun ini jelas karena ada pandemi. Karena tidak ada perayaan itulah saya jadi sadar bahwa saya tidak tahu menahu soal sejarah di balik kalender Hijriah ini, meskipun sudah (disuruh) mengaji sejak kecil. Saya hanya tahu bahwa yang menetapkan penanggalan tersebut adalah sahabat Nabi Muhammad, Khalifah Umar bin Khattab.

Akhirnya pada pergantian tahun penanggalan Islam itu kemarin, Kamis, (20/8), saya menghubungi Mudir atauDirektur Universitas Mahad Ali Kebon Jambu Cirebon, Kyai Marzuki Wahid dan menanyakan hal ini kepada beliau. Obrolan santai itu ternyata menguak fakta bagaimana Tahun Baru Hijriah bukan hanya sekadar penanggalan, tapi juga penanda peradaban Islam yang ramah dan cinta keberagaman.

Mindblowing sih.

Selengkapnya, berikut cuplikan obrolan saya dengan Kyai Marzuki pada 1 Muharam kemarin.

Magdalene: Boleh diceritakan sejarah penanggalan Hijriah ini, Kyai?

Kyai Marzuki: Sebetulnya penanggalan itu ada sejak zaman Nabi Muhammad lahir, tetapi ada dua sistem penanggalan, yaitu Syamsiah atau berdasarkan perputaran matahari, seperti yang kita sebut penanggalan Masehi. Satu lagi Qomariyah atau berbasis perputaran bulan. Nah sebelum Islam datang, kedua sistem ini sudah digunakan.

Tapi penanggalan itu hanya berupa tanggal dan bulan saja, tapi tidak ada tahun. Karena waktu itu kekuasaan Islam di masa Khalifah Abu Bakar (tepat setelah Nabi wafat) tidak terlalu luas ya, sehingga penanggalan untuk administrasi itu enggak terlalu diperhatikan. Ketika masa Umar bin Khattab, jaringannya mulai meluas, sudah mulai masuk ke Mesir, Suriah. Umar sering mengirimkan surat kepada banyak gubernur.

Waktu itu, Umar sering mengirimkan surat pada Gubernur Bashrah (negara Irak), Abu Musa Al Asyari. Dalam suratnya, Abu Musa mengatakan kepada Umar bahwa ia bingung karena dalam surat-surat itu tidak ada tahunnya, padahal itu penting sekali untuk administrasi. Nah, dari sini Umar baru tersadarkan bahwa penting sekali ada sistem kalender yang kemudian bisa digunakan.

Setelah itu Umar mengumpulkan sahabat-sahabatnya seperti Ali bin Abi Thalib, Abdurahman bin Auf, Utsman bin Affan, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, pokoknya yang senior. Di pertemuan itu mereka membicarakan soal kalender ini, dan ditanya kita akan menggunakan kalender mana. Lalu semua sepakat menggunakan kalender qomariyah sebagaimana sebelumnya mereka gunakan.

Nah, lalu dibahas lagi, kira-kira starting pointnya dari mana? Apakah tahun ini dimulai sejak Nabi Muhammad lahir, saat beliau diangkat sebagai nabi, ketika Nabi hijrah ke Madinah, atau ketika beliau wafat?

Akhirnya usulan yang disepakati adalah dari  (keponakan sekaligus menantu Nabi) Ali bin Abi Thalib, yang mengusulkan titik awalnya adalah ketika Nabi dan pengikutnya hijrah (dari Makkah ke Madinah, menyusul persekusi dari bangsa Quraisy). Ini adalah momentum yang sangat berarti, karena Nabi ketika hijrah itu dia betul-betul membangun sebuah peradaban baru. Nabi membangun sebuah bangsa yang sebagian orang menganggapnya sebagai negara. Akhirnya sepakatlah semua, tahun pertama akan dimulai pada masa Nabi hijrah.

Baca juga: Pesan Anti-rasialisme dalam Islam 14 Abad Lalu Masih Relevan

Jadi ini juga mengapa sistem kalender ini dinamai Hijriah?

Iya, kalender qomariyah itu akhirnya dinamakan kalender hijriah karena berawal dari hijrahnya nabi.

Satu Hijriah itu dihitung ketika Nabi hijrah ke Madinah pada 622 Masehi. Sehingga setiap tahun baru ini orang-orang selalu mengaitkan momentum ini sebagai hijrahnya Nabi dan ini dikaitkan dengan soal transformasi. Apa yang sudah dilakukan sebelumnya, apa yang akan dilakukan selanjutnya. Saya pikir ini bagus dan penting juga.

Apa hikmah dari hijrahnya Nabi dan relevansinya dengan situasi sekarang?

Kita tahu Nabi berdakwah di Mekah itu selama 10 tahun, dan kalau dibilang gagal enggak juga, hanya pengikutnya saat itu sedikit sekali. Selama 13 tahun Nabi berdakwah, beliau diejek, dimaki-maki, diludahi, dianggap orang gila. Hanya beberapa orang saja yang menjadi pengikutnya, mungkin di bawah 100 orang. Pada saat itu ajaran-ajaran yang banyak didakwahkan soal aqidah, soal meluruskan keyakinan dari politeisme ke monoteisme, dan ini sangat berat sekali tantangannya.

Suatu hari, orang-orang kafir Quraisy berencana untuk membunuh Nabi, tetapi dia sudah mendapatkan bocoran rencana tersebut. Nah, malam itu, Nabi merencanakan hijrah, pindah ke Madinah ditemani oleh Abu Bakar, Ali, dan beberapa orang lainnya.

Bayangkan waktu itu perjalanannya menggunakan unta dan jarak dari Makkah ke Madinah itu sekitar kurang lebih 500 kilometer, ibaratnya perjalanan kita dari Jakarta ke Semarang.  

Sebelum Nabi berangkat ke Madinah, beberapa pengikutnya memang sudah ada yang hijrah terlebih dahulu, tapi enggak rombongan begitu. Jadi hijrahnya sendiri-sendiri agar tidak dicurigai.

Kabar hijrahnya Nabi sudah tersebar di Madinah, dan dia disambut di sana. Orang yang hijrah ke Madinah adalah Muhajirin dan orang yang menyambut adalah Anshar.

Saya lihat banyak sekali transformasi yang dilakukan oleh Nabi di masa itu. Hikmahnya adalah orang kalau memang menghadapi kesulitan  atau masalah ya jangan berkutat di situ terus,  karena bisa jadi itu bakal membosankan, atau putus asa, tetapi kita harus cari solusi, alternatif, dan inovasi sehingga bisa memberikan jalan keluar. Dan itu yang dilakukan oleh nabi.

Ada lagi yang menarik dari peristiwa hijrahnya Nabi ini. Waktu itu Nabi membuat sebuah perjanjian, yang dinamakan Shohifatul Madinah  atau Piagam Madinah. Ini dilakukan karena di sana ada dua suku besar, Aus dan Khazraj, yang sering berperang. Nah di sana juga banyak agama, ada Yudaisme, Kristiani, dan paganisme.

Baca juga: Menelusuri Jejak Feminisme di dalam Islam

Nabi ingin membangun sebuah bangsa ini, maka dari itu dia buat perjanjian ini, yang saya sebut sebagai konsensus nasional, yang dirangka sendiri oleh nabi.

Apa saja yang menarik dari Piagam Madinah ini?

Nah ini ada cerita dari sebuah hadis, saat ditulis Muhammad Rasulullah SAW, oleh Nabi kata rasul itu dicoret. Sebut saja Muhammad, katanya, karena mereka tidak bakal menerima kita. Soalnya tidak semua para pihak yang ikut menandatangani perjanjian ini seorang muslim.

Ada sahabat yang tidak setuju dengan keputusan Nabi, tetapi Nabi tetap dengan keputusannya. Nah ini saya jadi ingat di Indonesia, juga pernah terjadi dulu ketika Kyai Wahid Hasyim mencoret kalimat “menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” di Piagam Jakarta. Kan waktu itu ada protes dari orang Indonesia Timur, nah Bung Karno meminta saran ke Wahid Hasyim. Akhirnya kalimat tersebut dicoret demi persatuan dan kesatuan di Indonesia.

Dan poin kedua yang kita ambil dari Piagam Madinah ini adalah, tidak ada dasar-dasar dari Al-Quran atau hadis. Ya memang kan Al-Quran saat itu belum selesai diturunkan, masih proses turun, hadis apalagi. Karena itu, kalau ada orang-orang yang ingin konstitusinya didasarkan oleh Al-Quran dan hadis, menjadikan Islam sebagai ideologi, itu berlebihan. Nabi enggak begitu, ia mementingkan persatuan semua pihak.

Ada berapa pasal di dalam piagam tersebut dan mengatur apa saja?

Di dalam piagam tersebut ada 47 pasal. Yang mengatur relasi antara orang Islam dengan orang Islam supaya rukun itu ada 23 pasal. Nah, 24 pasal lainnya mengatur relasi antara muslim dengan non-muslim dan suku-suku yang ada di sana. Pokoknya tidak boleh saling memerangi, kalau ada yang diperangi kita harus saling membantu, tetapi tidak saling melemahkan, lalu ada nilai keadilan, kesetaraan. 

Nah, ada kata-kata yang menarik menurut saya di Piagam Madinah itu. Bunyinya begini, “Sesungguhnya mereka semua itu adalah bangsa yang satu.” Kata “mereka” di dalam kalimat tersebut mengarah pada pihak yang menandatangani piagam tersebut. Artinya kan Nabi membuat mereka bersatu. Ini kan seperti Indonesia, ada banyak suku dan agama, dan karena ada Pancasila ini semua jadi satu yaitu bangsa Indonesia. Karena itu saya selalu bilang Indonesia ini Islami banget, dan bahkan Indonesia  itu cermin besarnya Madinah pada masa Nabi.