Tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pengakuan kedaulatan di tiga tempat yaitu di

Jakarta -

Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah konferensi yang menghasilkan pengakuan dan penyerahan kedaulatan oleh Belanda kepada Indonesia.

KMB diadakan di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus hingga 2 September 1949. KMB dipimpin oleh perdana menteri Dr. Willem Drees, sementara ketua delegasi dari Indonesia adalah Moh Hatta.

Proses berlangsungnya Konferensi Meja Bundar juga disaksikan oleh salah satu wakil UNCI (United Nations Commisions for Indonesia), yakni Chritchley.

KBM berlangsung cukup lama karena ada beberapa masalah yang begitu rumit, seperti pembahasan mengenai Uni Indonesia - Belanda dan hutang Hindia Belanda.

Adapun hasil dari perundingan Konferensi Meja Bundar diuraikan dalam buku Sejarah untuk SMP dan MTs oleh Dr. Nana Nurliana dan Dra. Sudarini Suhartono, sebagai berikut:

1. Pengakuan Pemerintah Belanda atas kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) di akhir bulan Desember 1949

2. Status Irian Barat ditangguhkan selama setahun setelah pengakuan kedaulatan RIS.

3. Pembentukan Uni Indonesia - Belanda

4. RIS harus melunasi hutang Belanda terhitung tahun 1942

5. Menarik mundur pasukan-pasukan Belanda dari Indonesia, seperti Koninklijk Leger (KL) dan Koninklijk Militaire (KM). Di samping itu, mantan anggota KNIL diperkenankan menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), dengan TNI sebagai intinya.

Belanda Mengakui Kedaulatan Indonesia

Melansir buku berjudul Selangkah Lebih Dekat dengan Soekarno oleh Adji Nugroho, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia empat tahun setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 27 Desember 1949.

Upacara penyerahan kedaulatan Indonesia diselenggarakan di dua tempat yang berbeda, yakni di gedung istana Op de Dam, Amsterdam. Penyerahan dilakukan oleh Ratu Belanda, Juliana kepada Perdana Menteri RIS, Moh Hatta.

Upacara penyerahan lainnya diadakan di Istana Rijswijk, Jakarta dan diserahkan oleh Wakil Mahkamah Agung Belanda, A.H.J. Lovink kepada Sri Sultan Hamengkubuwono IX.

Pasca Pengakuan Kedaulatan Indonesia oleh Belanda

Rakyat Indonesia menuntut untuk menjadikan Indonesia sebagai negara kesatuan. Akhirnya melalui sebuah perjanjian, tiga negara bagian Indonesia, yakni Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Sumatera Timur sepakat membubarkan RIS pada 17 Agustus 1950.

Republik Indonesia Serikat kemudian berubah menjadi Republik Indonesia berlandaskan konstitusi UUDS RI 1950 atau Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

UUDS RI ini menganut sistem demokrasi parlementer. Sehingga, dalam kurun waktu 1950 hingga 1959, era ini disebut dengan era percobaan demokrasi.

Dalam buku bertajuk Tan Malaka: Merajut Masyarakat dan Pendidikan Indonesia yang Sosialistis karya Syaifudin, dijelaskan setelah kedaulatan Indonesia diakui oleh Belanda, baik secara de facto maupun de jure, Indonesia berhak atas kekuasaan utuh untuk mengubah dan memperbaiki segala sistem di negara Indonesia.

Simak Video "Podium Perdana Maverick Vinales Bersama Aprilia"



(faz/faz)

Tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pengakuan kedaulatan di tiga tempat yaitu di
Sejarah 27 Desember: Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Belanda. liputan6.com

JABAR | 27 Desember 2020 05:30 Reporter : Andre Kurniawan

Merdeka.com - Indonesia memiliki sejarah panjang dalam mencapai kemerdekaannya. Pada 17 Agustus 1945, kata merdeka akhirnya berhasil didapatkan melalui proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno. Ya, hingga saat ini kita sebagai rakyat Indonesia merayakan hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus.

Sayangnya, sejarah perjuangan kemerdekaan kita tidak berhenti sampai di situ. Karena Belanda, yang dikatakan telah menguasai wilayah Indonesia sejak abad ke-16, tidak mau mengakui kemerdekaan yang didapat bangsa Indonesia kala itu.

Pihak Belanda seperti tidak rela jika wilayah koloninya lepas begitu saja. Alih-alih memberi selamat, Belanda justru mengirimkan 120 ribu pasukan menuju Tanah Air untuk melancarkan agresi militernya. Perang pun akhirnya kembali pecah.

Perang revolusi ini pun dimulai sejak setelah Soekarno membacakan teks Proklamasi, hingga Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949. Tercatat lebih dari 300 ribu orang Indonesia dan 6.000 orang di pihak Belanda gugur dalam perang ini.

2 dari 5 halaman

Agresi militer yang dilakukan oleh Belanda terjadi sebanyak dua kali, yang sampai saat ini kita kenal sebagai peristiwa Agresi Militer I dan Agresi Militer II. Tujuannya sudah jelas, ingin kembali menjadikan Indonesia sebagai sapi perah bangsa Belanda.

Mengutip dari situs Radio Netherlands Worldwide (RNW), pihak Belanda menolak untuk menyebut konflik ini dengan istilah "perang kolonial". Mereka tidak ingin mengakui bahwa konflik yang sedang terjadi melibatkan dua negara.

Sebagai gantinya, Belanda menyebut pengiriman pasukan menuju Indonesia ini sebagai "Aksi Polisionil". Ya, dari pada menggambarkan situasi ini sebagai konflik dua negara, Belanda justru menganggapnya sebagai masalah internal Belanda.

Pertempuran kala itu tidak hanya melibatkan bedil dan bambu runcing, tapi juga perang urat saraf di atas meja perundingan. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan kedaulatan dari Belanda.

Mulai dari Perjanjian Linggarjati, Renville, hingga Roem-van Roijen, perundingan pun akhirnya berujung pada penyerahan kedaulatan dari Negeri Belanda ke Republik Indonesia, tepat pada 27 Desember 1949.

Kabar tersebut disambut kegembiraan. Koran Australia, Canberra Times, ikut menggambarkan bagaimana suasana Indonesia dalam artikel "Indonesia Opens New Chapter as Sovereign State", yang dimuat pada 28 Desember 1949. Salah satu cuplikan dalam artikel tersebut berbunyi, "Drum berhias pita merah putih ditabuh di Jawa, Sumatra, Bali, Kalimantan, hingga Timor."

Belanda pun akhirnya menutup lembaran terakhir dari kisah penjajahannya di tanah Nusantara yang telah berlangsung selama lebih dari 300 tahun.

3 dari 5 halaman

Tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pengakuan kedaulatan di tiga tempat yaitu di
liputan6.com

Penyerahan kedaulatan dari pihak Belanda ke Indonesia digelar tiga kali. Pertama, di gelar di Amsterdam, tepatnya di Istana Op de Dam. Wakil Presiden sekaligus perdana menteri, Mohamad Hatta memimpin sebagai delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).

"Kedua negara (Belanda dan Indonesia) tak lagi saling berlawanan, kini kita berdiri berdampingan," kata Ratu Belanda Juliana kala itu, sesaat setelah naskah penyerahan kedaulatan ditandatangani.

Bung Hatta, yang berbicara dengan Bahasa Indonesia dalam sebuah pertemuan KMB, menekankan pentingnya penyelesaian damai dari konflik dua negara. "Empat tahun lamanya rakyat kita timbal balik hidup dalam persengketaan, karena merasa dendam di dalam hati ... Bangsa Indonesia dan Bangsa Belanda, kedua-duanya akan mendapat bahagianya. Anak cucu kita, angkatan kemudian akan berterima kasih pada kita," kata dia.

4 dari 5 halaman

Tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pengakuan kedaulatan di tiga tempat yaitu di
liputan6.com

Penyerahan kedaulatan juga dilakukan di Istana Negara, Jakarta. Penyerahan ini dilakukan antara wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia, Tony Lovink, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang bertindak sebagai perwakilan perdana menteri.

Setelah selesai penandatanganan, Sri Sultan dan Tony Lovink keluar, dan berdiri di depan Istana. Di sana tampak bendera merah putih biru milik Belanda diturunkan.

Lalu, bendera merah putih pun dikibarkan dalam suasana dramatis. Setelah berhasil mengibarkan sang saka merah putih, sorak sorai ribuan orang pecah. Menandakan pentingnya peristiwa ini bagi mereka.

Upacara lain juga dilaksanakan pada hari itu, namun tidak disiarkan melalui radio. Upacara tersebut dilaksanakan di Gedung Negara Yogyakarta, ketika berada di tengah rapat Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI).

5 dari 5 halaman

Tanggal 27 Desember 1949 berlangsung pengakuan kedaulatan di tiga tempat yaitu di
fimela.com

Penyerahan kedaulatan tersebut bukan berarti Belanda mengakui bahwa kemerdekaan Indonesia jatuh pada 17 Agustus 1945. Pihak Belanda justru mengakui kemerdekaan Indonesia adalah pada tanggal 27 Desember 1949, di mana hari ketika soevereiniteitsoverdracht (penyerahan kedaulatan) ditandatangani.

Cukup lama bagi Belanda untuk bisa mengakui 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia. Belanda baru mengakui 17 Agustus 1945 sebagai hari kemerdekaan Indonesia setelah 60 tahun kemudian, tepatnya pada 16 Agustus 2005.

Pengakuan kemerdekaan ini disampaikan oleh menteri dari Kerajaan Belanda bernama Bernard Rudolf Bot. Bot datang ke Jakarta pada 16 Agustus 2005 untuk menghadiri peringatan 60 tahun kemerdekaan Indonesia di Istana Negara. Ini juga pertama kalinya dalam sejarah, utusan resmi dari Kerajaan Belanda hadir dalam perayaan proklamasi dan hari kemerdekaan Indonesia. 

Ditemani Menlu Indonesia saat itu, Hassan Wirajuda, Bot menyampaikan pidato resminya di Gedung Departemen Luar Negeri (Kementerian Luar Negeri), sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Keesokan harinya, 17 Agustus 2005, Bot juga kembali menyampaikan pidatonya pada peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara, Jakarta.

(mdk/ank)